Anda di halaman 1dari 122

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT DAN FRAKSI AIR

BIJI KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.) DENGAN


METODE DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi YAYASAN PHARMASI Semarang

Amanda Lisetyo Pramesari


1041211004

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2016

v
ii
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Amanda Lisetyo Pramesari

NIM : 1041211004

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air

Biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) dengan Metode

DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil)

Tahun Pembuatan : 2016

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi saya tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi

dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah skripsi saya dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, Juni 2016

Amanda Lisetyo Pramesari

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Kunci Suksesmu Terletak Pada Restu dan Doa Kedua Orangtuamu

Iqra bismi rabbikal ladzi khalaq.. Khalaqal insana min alaq.. Iqra warabbukal
akram.. Alladzi alamal bil qalam..
Alamal insana maa lam yalam..

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.. Dia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah.. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Mulia.. Yang mengajar (manusia) dengan pena.. Dia mengajarkan manusia apa
yang tidak diketahuinya..
(QS 96 : 1-5)

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Taala


Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Kedua Orang Tua (Teguh Pramudji dan Purmini Herlina)
sebagai ungkapan rasa cinta, hormat dan baktiku
Adik-adikku tersayang
(Pramudita Lina Ayu Sekar Sari dan Rachmad Praja Tri Pamungkas)
dan seluruh keluarga yang tanpa lelah
memberikan dukungan dan doa disetiap langkahku,
selalu bersabar dalam membimbingku
Bapak-ibu dosen, karyawan dikampus STIFAR, sahabat tercinta
(Dian Pepi, Dian mbahe, Dwi Pus, Dessilva, Ellyn, Denis, Rosie),
dan teman-teman pejuang antioksidan
(Devianti, Ayu Meita, Balqis, Rosie, Ellyn).
Terima kasih atas doa, saran, bimbingan, perhatian, dan semangat
yang sangat berarti hingga skripsi ini dapat terselesaikan
Teman-teman dan almamater
STIFAR Yayasan Pharmasi Semarang

iv
PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT karena izin

dan kehendak-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi yang berjudul Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air

Biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-

Pikrilhidrazil). Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

Yayasan Pharmasi Semarang.

Pada penyusunan skripsi ini penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Dra. Erlita Verdia Mutiara, M.Si., Apt., Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

Yayasan Pharmasi Semarang, serta dosen penguji II yang telah memberikan

saran dan masukan dalam skripsi ini.

2. Intan Martha Cahyani, M.Sc., Apt., Ketua Program Studi S1 Farmasi Sekolah

Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang.

3. Dra. Uning Rininingsih EM., M.Si., dosen penguji I yang telah memberikan

saran dan masukan dalam skripsi ini.

4. Achmad Wildan, S.T., M.T., dosen pembimbing I atas dukungan, bimbingan,

waktu, arahan, dan nasehat yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dr. Anang Budi Utama, S.Pd., S.Mn., M.Pd., dosen pembimbing II atas

dukungan, bimbingan, waktu, arahan, dan nasehat yang diberikan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

v
6. Bapak dan ibu dosen Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi

Semarang yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang bermanfaat

bagi peneliti.

7. Keluarga dan sahabat-sahabatku yang tidak bisa disebut satu persatu

terimakasih atas doa, motivasi, dan bantuan tenaga yang tiada henti, serta

semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf, laboran, dan karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi yang telah

memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung.

Penulis menyadari bahwa keterbatasan kemampuan penulis mengakibatkan

skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran demi penyempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat dalam upaya memberikan sumbangan bagi

ilmu pengetahuan dan kemajuan Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan

Pharmasi Semarang.

Semarang, Juni 2016

Penulis

v
SARI

Penyakit degeneratif dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain


genetik, lingkungan, usia tua, mutasi gen dan gaya hidup. Penyakit degeneratif
seperti kanker, jantung, diabetes, liver dan lain- lain diduga juga disebabkan oleh
radikal bebas. Oleh karena itu diperlukan suatu antioksidan. Biji kacang merah
(Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu bahan pangan yang diduga mampu
menangkal suatu radikal bebas karena banyak mengandung senyawa polifenol
terutama flavonoid.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan
perbedaan nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang
merah melalui penangkapan radikal hidroksil dengan metode DPPH serta mencari
nilai konsentrasi efektif 5 (EC5) dari masing- masing fraksi yang dibandingkan
dengan baku Vitamin C.
Ekstrak biji kacang merah diperoleh dari metode remaserasi menggunakan
pelarut etanol 96%. Ekstrak yang didapatkan selanjutnya dipisahkan berdasarkan
tingkat kepolarannya menggunakan pelarut etil asetat dan air. Fraksi etil asetat,
fraksi air biji kacang merah dan baku Vitamin C dilakukan pengujian aktivitas
antioksidan dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50 dan 60 g/ml menggunakan
Spektrofotometer UV- Visible (Shimadzu 1700).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat dan fraksi air biji
kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) memiliki aktivitas sebagai antioksidan
serta terdapat perbedaan yang tidak signifikan dari kedua fraksi. Konsentrasi
efektif yang dihasilkan oleh fraksi etil asetat (EC5 36,39 g/ml) dan fraksi air
(EC5 28,51 g/ml) hanya mampu menangkal aktivitas radikal DPPH sebesar 5%.
Analisis menggunakan SPSS 16 (Statistical Product and Service Solutions)
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan fraksi etil asetat dan fraksi air biji
kacang merah berbeda tidak signifikan dengan nilai signifikansi 0,137 dan 0,153
(p < 0,05, berbeda signifikan).

Kata kunci : Antioksidan, Effective Concentration, DPPH, Phaseolus vulgaris L.

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................. iv
PRAKATA ....................................................................................................... v
SARI................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah ....................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ....................................... 7
2.1 Tinjauan Tentang Kacang Merah .............................................................. 7
2.1.1 Sistematika Tanaman ............................................................................. 7
2.1.2 Sinonim ................................................................................................... 7
2.1.3 Morfologi ............................................................................................... 8
2.1.4 Khasiat, Kandungan Kimia dan Kandungan Gizi dalam Biji Kacang
Merah ...................................................................................................... 9
2.2 Flavonoid ................................................................................................. 10
2.3 Radikal Bebas............................................................................................ 10
2.4 Antioksidan ............................................................................................... 14
2.5 Effective Concentration 5 (EC5) ............................................................... 16
2.6 DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil) ......................................................... 17
2.7 Vitamin C .................................................................................................. 18

viii
2.8 Ekstraksi .................................................................................................... 20
2.8.1 Metode Maserasi ..................................................................................... 20
2.8.2 Fraksinasi ................................................................................................ 21
2.9 Tinjauan Pelarut ....................................................................................... 22
2.10Kromatografi ............................................................................................. 24
2.11Metode Uji Antioksidan ............................................................................ 26
2.12Spektrofotometri Serapan UV-Vis ............................................................ 27
2.13Hipotesis.................................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 30
3.1 Obyek Penelitian ...................................................................................... 30
3.2 Sampel dan Teknik Sampling .................................................................. 30
3.3 Variabel Penelitian .................................................................................... 30
3.3.1 Variabel Bebas ..................................................................................... 30
3.3.2 Variabel Terikat .................................................................................... 30
3.3.3 Variabel Kontrol ................................................................................... 30
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 31
3.5 Alat dan Bahan .......................................................................................... 31
3.5.1 Alat ...................................................................................................... 31
3.5.2 Bahan.................................................................................................... 31
3.6 Prosedur Kerja .......................................................................................... 32
3.6.1 Pembuatan Serbuk Simplisia dan Ekstrak Kental ................................ 32
3.6.2 Pembuatan Fraksi Air, Fraksi Etil Asetat Biji Kacang Merah ............. 32
3.6.3 Uji Kualitatif Senyawa Aktif Dalam Serbuk, Ekstrak, Fraksi Air dan
Fraksi Etil Asetat Biji Kacang Merah .................................................. 33
3.6.4 Penentuan Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH (1,1-
difenil-2-pikrilhidrazil) ........................................................................ 34
3.7 Analisis Data ............................................................................................. 35
3.8 Skema Kerja .............................................................................................. 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 58
5.1 Simpulan .................................................................................................... 58
5.2 Saran ........................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59
LAMPIRAN .................................................................................................... 63

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Komposisi zat gizi per 100 gram Kacang Merah Kering........................... 9
2. Tingkat Kekuatan Aktivitas Antioksidan ................................................... 17
3. Deret Eluotropi .......................................................................................... 23
4. Hasil Pengujian Bebas Etanol Ekstrak Biji Kacang Merah ....................... 43
5. Hasil Uji Reaksi Warna Biji Kacang Merah .............................................. 44
6. Hasil Uji KLT Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat ...................................... 48
7. Effective Concentration 50 (EC50 ) baku Vitamin C .................................. 53
8. Effective Concentration 5 (EC5 ) Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Biji
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) ..................................................... 54

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Biji Kacang Merah ..................................................................................... 7


2. Struktur Flavonoid .................................................................................... 10
3. Struktur kimia DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) ................................... 18
4. Struktur kimia Vitamin C ........................................................................... 18
5. Pembuatan Serbuk Kacang Merah ............................................................. 36
6. Pembuatan Ekstrak Kental Kacang Merah ................................................ 37
7. Pembuatan Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Kacang Merah .................... 38
8. Penentuan Aktivitas Antioksidan Fraksi Air , Fraksi Etil Asetat Kacang
Merah dan Baku Pembanding Vitamin C .................................................. 39
9. Reaksi Flavonoid dengan Serbuk Mg dan HCl ......................................... 45
10. Reaksi Tanin dengan FeCl3 ........................................................................ 45
11. Reaksi Senyawa Polifenol dengan FeCl3 dan K3FeCN6 ............................ 46
12. Reaksi Identifikasi Saponin ....................................................................... 46
13. Reaksi Senyawa Triterpenoid dengan Pereaksi Liebarman- Burchard ..... 47
14. Reaksi antara DPPH dengan Antioksidan .................................................. 50
15. Stabilisasi radikal fenoksil flavonoid oleh resonansi ................................. 50
16. Grafik Persentase Aktivitas Antioksidan Baku Vitamin C, Fraksi Air
dan Fraksi Etil Asetat Biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)........... 52

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Surat Keterangan Determinasi Biji Kacang Merah .................................... 63
2. Certificate of Analysis DPPH..................................................................... 64
3. Certificate of Analysis Vitamin C .............................................................. 65
4. Certificate of Analysis Metanol.................................................................. 66
5. Biji Kacang Merah ..................................................................................... 67
6. Proses Maserasi dan Fraksinasi.................................................................. 68
7. Data Penimbangan ..................................................................................... 69
8. Perhitungan Persen Pengotor dan Rendemen Ekstrak Kacang Merah ...... 70
9. Rendemen Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Kacang Merah ..................... 71
10. Ekstrak Kental, Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Kacang Merah ............. 72
11. Hasil Pengujian Bebas Etanol Ekstrak Kacang Merah .............................. 73
12. Skrining Fitokimia Serbuk, Ekstrak, Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat
Kacang Merah ............................................................................................ 74
13. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ................................................ 76
14. Spektrofometer UV- Visible ...................................................................... 78
15. Data Pembuatan Larutan DPPH ................................................................. 79
16. Hasil Skrining Panjang Gelombang Maksimum DPPH ............................ 80
17. Data Penentuan Operating Time Vitamin C .............................................. 81
18. Data Penentuan Operating Time Fraksi Air Kacang Merah ...................... 82
19. Data Penentuan Operating Time Fraksi Etil Asetat Kacang Merah .......... 83
20. Hasil Perhitungan Baku Vitamin C ............................................................ 84
21. Hasil Perhitungan Fraksi Air Kacang Merah ............................................. 90
22. Hasil Perhitungan Fraksi Etil Asetat Kacang Merah ................................. 96
23. Effective Concentration 50 (EC50 ) baku Vitamin C dan Effective
Concentration 5 (EC5 ) Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Biji Kacang
Merah (Phaseolus vulgaris L.) .................................................................. 102
24. Hasil Reaksi Warna Setelah Penambahan Reagen DPPH pada Uji
Aktivitas Antioksidan ................................................................................ 103
25. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Dengan % Aktivitas Antioksidan .. 104
26. Uji Normalitas dan Homogenitas ............................................................... 107
27. Uji t-Test .................................................................................................... 110

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit degeneratif dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain

genetik, lingkungan, usia tua, mutasi gen dan gaya hidup. Penyakit degeneratif

seperti kanker, jantung, arthritis, diabetes, liver dan lain-lain juga dapat

disebabkan oleh radikal bebas (Chen et al, 1996). Untuk itu tubuh memerlukan

antioksidan untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat radikal bebas.

Keanekaragaman hayati Indonesia sangat berpotensi dalam penemuan senyawa

baru sebagai antioksidan. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari

senyawa antioksidan yang efektif digunakan oleh manusia. Tumbuhan dapat

menjadi sumber antioksidan yang efektif dan perlu dieksplorasi lebih lanjut untuk

mendapatkan alternatif senyawa penangkap radikal bebas yang aman dan

mempunyai aktivitas besar.

Senyawa pada tumbuhan yang dapat digunakan untuk melawan radikal

bebas salah satunya adalah senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa

pereduksi yang baik dalam menghambat banyak reaksi oksidasi secara enzim

maupun non enzim. Flavonoid juga mampu bertindak sebagai penampung radikal

hidroksi dan superoksida sehingga dapat melindungi membran lipid terhadap

reaksi yang merusak (Trevor, 1995 : 192- 193).

1
2

Salah satu tumbuhan yang dapat menangkal radikal bebas adalah biji kacang

merah (Phaseolus vulgaris L.) yang merupakan suatu bahan pangan fungsional

yang dapat digunakan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit (Nutrasetikal).

Pada tahun 2009, Anelia melakukan penelitian dengan membandingkan

kandungan antioksidan pada Spesies Papilonaceae dimana biji kacang merah

(Phaseolus vulgaris L.) memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi

daripada biji kacang kedelai (Glycine soja Sieb. & Zucc) dan biji kacang hijau

(Phaseolus aureus Roxb.). Tanaman kacang merah sendiri banyak ditanam di

Indonesia dan menjadi salah satu bahan pangan yang diminati oleh masyarakat.

Telah dilakukan penelitian bahwa ekstrak metanol biji kacang merah (Phaseolus

vulgaris L.) mengandung flavonoid, tannin, saponin dan triterpenoid dan telah

diuji aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH sehingga diperoleh

nilai EC50 sebesar 47,54 ppm (Djamil, et al, 2009: 65-71). Berdasarkan penelitian

tersebut dilakukan penelitian lanjutan dengan menguji dan membandingkan

aktivitas antioksidan kacang merah pada fraksi etil asetat dan fraksi air sehingga

dapat diketahui kandungan senyawa dalam kedua fraksi.

Antioksidan yang banyak digunakan dapat diperoleh dari sumber alami

maupun buatan (sintetik). Antioksidan alami umumnya banyak diperoleh dari

tanaman. Penggunaan antioksidan alami dari sumber tanaman banyak diminati

oleh industri makanan karena antioksidan alami memiliki tingkat keamanan

konsumsi yang lebih baik jika dibandingkan antioksidan sintetik (Tiveron et al.,

2012 : 8944). Penggunaan antioksidan sintetik seperti BHA (butil hidroksil anisol)
3

dan BHT (butil hidroksil toluene), PG (propil galat) dan TBHQ (tert-butil

Hidrokuinon) ternyata dapat meningkatkan resiko terjadinya karsinogenik

(Amarowicz et al., 2000 : 957).

Salah satu uji untuk menentukan aktivitas antioksidan penangkap radikal

bebas adalah metode DPPH (1,1-difenill-2-pikrilhidrazil). Metode DPPH

memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil.

Penangkapan radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang

kemudian penyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah

elektron yang diambil (Sunarni, 2005). Dipilihnya metode pengujian antioksidan

dengan DPPH karena memiliki sensitivitas yang tinggi, pengerjaannya sederhana

dan cepat, akurat, banyak terdapat di pasaran dan mudah dalam penyimpanannya

karena DPPH mudah larut dalam methanol atau etanol. Aktivitas antioksidan

dinyatakan dengan nilai Effective Concentration 50 (EC50) yang merupakan batas

minimal dari sampel yang diuji dapat berfungsi sebagai antioksidan. Dimana pada

pengujian aktivitas antioksidan dilakukan perbandingan dengan baku Vitamin C.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas dilakukan perbandingan aktivitas

antioksidan pada fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang merah (Phaseolus

vulgaris L.) yang di duga pada fraksi etil asetat dan fraksi air terkandung senyawa

flavonoid yang beraktivitas sebagai antioksidan dengan jumlah yang berbeda.

Kapasitas peredaman radikal bebas oleh fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang

merah tersebut terhadap DPPH dilakukan dengan metode Spektrofotometri

visible.
4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Apakah fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang merah (Phaseolus vulgaris

L.) mempunyai aktivitas antioksidan ?

2. Adakah perbedaan aktivitas antioksidan antara fraksi air dan fraksi etil asetat

biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) ?

3. Berapakah konsentrasi efektif 5 (EC5) dari fraksi etil asetat dan fraksi air biji

kacang merah (Phaseolus vulgaris L.)?

1.3 Batasan Masalah

1. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menghambat

oksidasi dari suatu radikal bebas dengan cara bereaksi dengan radikal bebas

sehingga akan membentuk radikal bebas yang yang lebih stabil dan bersifat

kurang aktif.

2. Sampel biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) yang digunakan untuk

pengujian merupakan kacang yang telah masak atau siap untuk dipanen yang

diperoleh dari desa Bludru, Magelang.

3. Proses ekstraksi biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) menggunakan

metode remaserasi menggunakan pelarut etanol 96% dan diuapkan hingga

kental yang disebut dengan ekstrak kental biji kacang merah.

4. Remaserasi merupakan salah satu metode penyarian dimana pelarut yang

digunakan berganti pada tiap waktu (3 x 24 jam).


5

5. Ekstrak kental biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) di fraksinasi dengan

pelarut air dan etil asetat yang disebut dengan fraksi air dan fraksi etil asetat.

6. Pelarut n-hexane merupakan pelarut dengan sifat non polar yang berfungsi

untuk menghilangkan lemak, lilin dan lain- lain.

7. Penetapan aktivitas antioksidan dari fraksi etil asetat dan fraksi air

menggunakan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dengan pengukuran

peredaman absorbansi DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) secara

spektrofotometri visible dan ditentukan nilai EC5.

8. Effective Concentration 5 (EC5) didefinisikan sebagai konsentrasi zat dalam

ekstrak yang dapat menurunkan 5% absorbansi dibandingkan dengan

absorbansi kontrol DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil).

9. Pengujian untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari biji kacang merah

(Phaseolus vulgaris L.) dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari fraksi etil asetat dan fraksi air

pada biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.).

2. Untuk mengetahui perbedaan aktivitas antioksidan antara fraksi etil asetat dan

fraksi air dari biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.).

3. Untuk mengetahui konsentrasi efektif 5 (EC5) dari fraksi etil asetat dan fraksi

air biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.).


6

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi dan wawasan

mengenai :

1. Pemanfaatan biji kacang merah sebagai antioksidan alami yang belum banyak

diketahui oleh masyarakat luas.

2. Memberikan informasi tentang aktivitas antioksidan dari biji kacang merah

dalam fraksi etil asetat dan fraksi air yang menghasilkan aktivitas antioksidan

yang paling besar.

3. Bagi peneliti lain diharapkan dapat memberikan data ilmiah untuk selanjutnya

dapat digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan secara in vivo.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Tentang Kacang Merah

Gambar 1. Biji Kacang Merah

2.1.1 Sistematika Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiosspermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Rosales (Leguminales)

Famili : Leguminosae (Papilionaceae)

Genus : Phaseolus

Species : Phaseolus vulgaris L.

Nama Indonesia : Kacang merah (Rukmana, 1998).

2.1.2 Sinonim

Nama daerah kacang merah di berbagai daerah di Indonesia adalah kacang

beureum, kacang bodas, kacang buntek, kacang buncis, kacang gabrig, kacang

7
8

jabrig, kacang herrmann, kacang jelir, kacang jepang, kacang jogo, kacang kemir,

kacang kopak, kacang mas, roway, kacang roway genjah (Sunda), kara, kratok

(Jawa), gribig, kratok (Madura), saru (Minahasa).

2.1.3 Morfologi

Kacang merah merupakan salah satu jenis polong- polongan yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat. Secara morfologi, bagian atau organ penting

tanaman kacang merah sebagai berikut:

1. Akar

Akar tanaman kacang merah menjalar 1,5- 2 meter kedalam tanah.

2. Batang

Tanaman kacang merah merupakan tanaman musiman atau terkadang

menahun, merupakan tumbuhan semak yang tumbuh hingga 30- 60 cm.

3. Daun

Tanaman kacang merah memiliki daun- daun majemuk beranak daun tiga,

dengan anak daun bundar terus melancip berukuran 5- 19 cm x 3- 11 cm.

4. Bunga

Bunga dengan perbungaan berupa tandan di ketiak, panjang hingga 15 cm

dengan banyak buku dan kuntum bunga, daun pelindung (brakteola) tidak rontok.

Bunga relatif kecil dengan kelopak bunga berbentuk lonceng, mahkota 0,7-1,0

cm, dengan bendera bentuk tudung hijau pucat atau ungu, sayapnya putih atau

ungu, tunasnya berlipat tajam, putih atau kadang- kadang berwarna. Benang sari

10 helai dalam dua tukal. Polongan bentuk lonjong 5- 12 cm x 2,5 cm, biasanya

melengkung, kadang- kadang dengan ujung serupa kail, berbiji 2- 4 buah.


9

5. Biji

Biji bervariasi dalam bentuk, ukuran dan warna, bentuk ginajl, belah

ketupat, ovoid (bulat telur), oblong (lonjong) atau bundar, warna seragam,

bebercak atau berbintik, putih, hijau, kuning kecoklatan, merah, hitam atau ungu,

acap dengan garis- garis yang memancar dari hilum.

(Rubatzky et al., 1998)

2.1.4 Khasiat, Kandungan Kimia dan Kandungan Gizi dalam Kacang


Merah

Kacang merah memiliki kemampuan mengatasi bermacam- macam

penyakit, diantaranya mampu mengurangi kerusakan pembuluh darah,

memperkuat imunitas tubuh, mengurangi konsentrasi gula darah, menurunkan

kolesterol darah, mencegah anemia, mencegah radang sendi serta menurunkan

resiko kanker usus besar dan kanker payudara.

Kandungan kimia dari kacang merah meliputi senyawa flavonoid, saponin,

tannin, steroid/ triterpenoid dan kumarin (Djamil, et al, 2009: 65-71). Berikut

merupakan tabel kandungan gizi dari Kacang Merah Kering :

Tabel 1. Komposisi zat gizi per 100 gram Kacang Merah Kering

Zat Gizi Kadar Per 100 g


Protein (g) 22,30
Karbohidrat (g) 61,20
Lemak (g) 1,50
Vitamin A (SI) 30,00
Thiamin/ Vitamin B1 (mg) 0,50
Riboflavin/ Vitamin B2 (mg) 0,20
Niacin (mg) 2,20
Kalsium (mg) 260,00
Fosfor (mg) 410,00
Besi (mg) 5,80
Mangan (mg) 194,00
Tembaga (mg) 0,95
Natrium (mg) 15.00
(Martin, 1984 dan Salunkhe et al , 1985)
10

2.2 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mengandung 15 atom karbon

dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin

aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat

membentuk cincin ketiga (Markham, 1988). Flavonoid umumnya terdapat pada

tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup

hidroksil fenolik. Gugus hidroksil selalu terdapat pada karbon no. 5 dan no. 7

pada cincin A. Pada cincin B gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon

no. 3 dan no. 4 (Sirait, 2007).

Gambar 2. Struktur Flavonoid

Didalam tumbuhan terdapat dua jenis flavonoid yaitu dalam bentuk

glikosida (terikat dengan gula) dan aglikon. Glikosida flavonoid kurang larut

dalam pelarut organik dan lebih mudah larut dalam air dibanding bentuk

aglikonnya (Robinson, 2005).

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron

yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya sehingga dapat bereaksi dengan
11

molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel tersebut

(Wijaya, 1996). Radikal bebas dapat didefinisikan pula sebagai molekul atau

senyawa yang keadaannya bebas dan mempunyai satu atau lebih elektron bebas

yang tidak berpasangan dan sangat mudah menarik elektron dari molekul lainnya.

Hal tersebut mengakibatkan radikal bebas akan semakin reaktif dan sangat mudah

menyerang sel- sel yang sehat di dalam tubuh. Bila tidak ada pertahanan yang

cukup optimal maka sel- sel tersebut menjadi tidak sehat atau sakit (Hernani dan

Rahardjo, 2005).

Radikal bebas dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak bahkan

DNA sel dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif (Leong dan Shui,

2001). Senyawa yang dihasilkan oleh polusi, asap rokok, kondisi stress, bahkan

oleh sinar matahari akan berinteraksi dengan radikal bebas di dalam tubuh. Secara

tidak langsung, senyawa radikal bebas tersebut akan merusak sel sehingga

menyebabkan terjadinya penyakit seperti liver, kanker dan kondisi yang

berhubungan dengan umur seperti alzeimer (Hernani dan Rahardjo, 2005).

Secara umum radikal bebas dapat terbentuk melalui salah satu cara sebagai

berikut :

1. Melalui absorbsi radiasi (UV, radiasi sinar tampak atau radiasi panas).

2. Melalui reaksi redoks

a. Dengan mekanisme reaksi fisi ikatan hemolitik

Reaksi fisi ikatan hemolitik adalah pemisahan ikatan pada molekul yang

mempunyai atom yang sama.

AB A + B
12

b. Dengan pemindahan elektron

Reaksi pemindahan elektron adalah reaksi yang terjadi dengan cara

memberikan satu elektronnya kepada molekul yang lain.

A + B A + B (Suparman, 2000 : 2)

Sumber radikal bebas, baik secara endogenus maupun eksogenus terjadi

melalui sederetan reaksi, yaitu :

1. Reaksi pembentukan awal radikal bebas (Inisiasi).

Fe2+ + H2O Fe3+ + OH- + OH

R1-H + OH R1 + H2O

2. Reaksi terbentuknya radikal baru selanjutnya (Propagasi).

R2-H + R1 R2 + R1-H

R3-H + R2 R3 + R2-H

3. Tahap pemusnahan atau pengubahan menjasi radikal bebas yang stabil dan

non- reaksif (Terminasi).

R1 + R1 R1-R1 R2 + R1

R2-R1 R2 + R2 R2-R2 dst

(Winarsi, 2007 : 18)

Radikal bebas yang ada pada tubuh manusia berasal dari 2 sumber yaitu :

1. Sumber endogen

a. Auto-oksidasi

Merupakan suatu proses yang terjadi di dalam lingkungan aerobik. Molekul

yang mengalami auto-oksidasi berasal dari katekolamin, hemoglobin, mioglobin,

sitokrom C yang tereduksi dan tiol. Auto-oksidasi dari molekul diatas


13

menghasilkan reduksi dari oksigen diradikal dan pembentukan kelompok reaktif

oksigen. Superoksida merupakan bentukan awal radikal. Ion ferrous (Fe (II)) juga

dapat kehilangan elektronnya melalui oksigen untuk membuat superoksida dan Fe

(III) melalui proses auto-oksidasi.

b. Oksidasi enzimatik

Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas dalam

jumlah yang cukup bermakna, meliputi xanthine oksidase (activated in ischemia

reperfusion), prostaglandine xynthase, lipoxygenase, aldehide oxidase dan amino

acid oxidase. Enzim myeloperoxidase hasil aktivasi neutrofil, memanfaatkan

hidrogen peroksida untuk oksidasi ion klorida menjadi suatu oksidan yang kuat

(asam hipoklor).

c. Respiratory burst

Merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses suatu

sel fagosit menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar selama fagositosis.

2. Sumber eksogen

a. Obat- obatan

Beberapa macam obat mampu meningkatkan produksi radikal bebas dalam

bentuk peningkatan tekanan oksigen. Termasuk didalamnya antibiotika kelompok

quinoid atau berikatan dengan logam untuk aktivitasnya (nitrofurantoin), obat

kanker seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin) dan methotrexate yang

memiliki aktivitas pro-oksidan.

b. Radiasi

Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (partikel

elektron, proton, neutron, alfa dan beta) menghasilkan radiasi primer dengan cara
14

memindahkan energinya pada komponen selular seperti air. Radioterapi

memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas.

c. Asap rokok

Oksidan dalam asap rokok memegang peranan penting pada terjadinya

kerusakan saluran nafas. Tiap hisapan rokok mengandung bahan oksidan yang

sangat besar, meliputi aldehida, epoksida, peroksida, nitrit oksida, radikal

peroksil, radikal yang mengandung karbon dalam fase gas dan radikal bebas lain

yang relatif stabil dalam fase tar seperti semiquinone moieties. Perdarahan kecil

berulang sangat mungkin terjadi akibat deposisi besi dalam jaringan paru perokok

(Arief, 2002 : 5).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau

lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat

diredam (Suhartono, 2002). Senyawa antioksidan memiliki peran yang sangat

penting dalam kesehatan. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa

antioksidan mengurangi resiko terhadap penyakit kronis seperti kanker dan

penyakit jantung koroner. Karakter utama senyawa antioksidan adalah

kemampuannya untuk menangkal radikal bebas (Prakash, 2001).

Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil

terjadinya proses oksidasi lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses

kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri

makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang peroksidasi merupakan salah satu


15

factor yang berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan

pengelolaan makanan (Hernani, 2005). Antioksidan tidak hanya digunakan dalam

industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas dalam industri makanan,

industri petroleum, industri karet dan sebagainya (Tahir et al., 2003 : 1).

Berdasarkan sumber diperolehnya terdapat 2 macam antioksidan, yaitu :

antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan Soedibyo,

1999). Antioksidan alami dihasilkan dari produk alami seperti rempah, herbal,

sayuran dan buah. Senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok antioksidan

dan dapat ditemukan pada tanaman antara lain berasal dari golongan polifenol,

bioflavonoid, vitamin C, vitamin E, beta-karoten, katekin dan resveratrol (Hernani

dan Rahardjo, 2005).

Senyawa sintetis antioksidan yang cukup dikenal adalah butylated hydroxyl

toluene (BHT) dan butylated hydroxyl anysole (BHA). Namun, menurut hasil

penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa senyawa antioksidan

tersebut mempunyai efek yang tidak diinginkan, yaitu berpotensi sebagai

karsinogenik terhadap reproduksi dan metabolisme. Pemakaian zat antioksidan

yang diperbolehkan dalam campuran makanan adalah 200 ppm (Hernani dan

Rahardjo, 2005).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3

kelompok yaitu :

1. Antioksidan Primer

Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat

memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal termasuk asam-

asam yang terdapat dalam buah- buahan. Kemudian radikal antioksidan yang
16

terbentuk segera berubah kembali menjadi senyawa yang lebih stabil misalnya

superoksida dismutase (SOD) (Winarsi, 2007 : 79).

2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif.

Kerjanya dengan memotong reaksi oksidatif berantai dari radikal bebas.

Antioksidan sekunder meliputi vitamin C, vitamin E, senyawa golongan

karotenoid dan flavonoid (Winarsi, 2007 : 80).

3. Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak

akibat reaktivitas radikal bebas misalnya enzim yang memperbaiki DNA pada inti

sel yaitu metionin reduktase yang dapat mencegah penyakit kanker (Winarsi, 2007

: 81).

2.5 Effective Concentration 5 (EC5)

Nilai EC5 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji

(g/ ml) yang memberikan peredaman DPPH sebesar 5 % (mampu menghambat/

meredam proses oksidasi sebesar 5 %). Nilai 0 % berarti tidak terdapat aktivitas

antiradikal bebas atau antioksidan sedangkan nilai 100 % berarti peredaman total

dan pengujian perlu dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat

konsentrasi aktivitasnya. Umumnya parameter yang digunakan pada pengujian

aktivitas antioksidan adalah nilai EC50 tetapi pada penelitian ini hanya didapatkan

nilai EC5. Nilai EC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel

uji yang mampu meredam aktivitas radikal bebas sebesar 50%. Kurva linear
17

selanjutnya dibuat antara konsentrasi larutan uji dengan % peredaman dan

ditentukan harga EC, yaitu dengan memasukkan nilai dari konsentrasi larutan uji

(g/ ml) sebagai absis (sumbu X) dan % peredaman sebagai ordinat (sumbu Y)

dalam persamaan regresi linier (Anonim, 2005). Nilai EC50 yang semakin kecil,

menunjukkan semakin tinggi daya antioksidan dari sampel tersebut (Molyneux,

2004 : 215).

Tabel 2. Tingkat kekuatan aktivitas antioksidan

Aktivitas Antioksidan Nilai EC50


Sangat kuat < 50g/ ml
Kuat 50- 100 g/ ml
Sedang 100- 150 g/ ml
Lemah > 150 g/ ml
(Kresnawaty et al., 2012 : 75)

2.6 DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil)

DPPH merupakan salah satu metode uji untuk menentukan aktivitas

antioksidan penangkap radikal bebas. Metode DPPH memberikan informasi

reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan

serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap (Sunarni

et al, 2005 : 3). Prinsip kerja DPPH (Gambar 3) adalah penangkapan hidrogen

dari antioksidan oleh radikal bebas (Soeksmanto et al, 2007 : 93). Penangkapan

radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian

menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang

diambil (Sunarni, 2005 : 3).

DPPH merupakan radikal sintetik yang larut dalam pelarut polar seperti

metanol dan etanol. Senyawa uji menunjukkan daya antioksidan yang tinggi
18

dengan salah satu metode, namun tidak selalu akan memberikan hasil yang sama

baiknya dengan menggunakan metode lainnya sehingga disarankan untuk

mengukur daya antioksidan dengan berbagai macam metode (Rohman dan

Riyanto, 2005 : 4).

NO2 NO2

H
O2N N N O2N N N

NO2 NO2

(a) (b)
Gambar 3. Struktur kimia DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
(a) Radikal bebas dan (b) Non radikal (Molyneux, 2004 : 212)

2.7 Vitamin C

Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air

(aqueous antioxidant). Senyawa ini merupakan bagian dari pertahanan tubuh

terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Pada keadaan murni,

vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,13 dan rumus

molekul C6H6O6. Vitamin C juga mudah teroksidasi secara reversible membentuk

asam dehidro-L-asam askorbat dan kehilangkan dua atom hidrogen. Vitamin C

memiliki struktur yang mirip dengan struktur monosakarida, tetapi mengandung

gugus enadiol (Zakaria et al, 1996). Struktur kimia dari asam askorbat disajikan

dalam gambar 4.

Gambar 4. Struktur kimia Vitamin C


19

Antioksidan vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas, kemudian

mengubahnya menjadi askorbil. Senyawa radikal terakhir ini akan segera berubah

menjadi askorbat dan dehidroaskorbat. Asam askorbat dapat bereaksi dengan

oksigen teraktivasi seperti anion superoksida dan radikal hidroksil. Pada

konsentrasi rendah, vitamin C dapat bereaksi dengan radikal hidroksil menjadi

askorbil yang sedikit reaktif, sementara pada kadar tinggi, asam ini tidak akan

bereaksi (Zakaria et al., 1996).

Askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan

atau tanpa katalisator enzim. Sebagai antioksidan askorbat akan bereaksi dengan

radikal superoksida, hidrogen peroksida maupun radikal tokoferol membentuk

asam monodehidroaskorbat atau asam dehidroaskorbat. Bentuk tereduksinya

dapat dirubah kembali menjadi asam askorbat oleh enzim monodehidroaskorbat

reduktase dan dehidroaskorbat reduktase, yang ekuivalen dengan NADPH atau

glutation tereduksi. Dehidroaskorbat ini selanjutnya dipecah menjadi tartrat dan

oksalat.

Kerja askorbat sebagai antioksidan secra tidak langsung juga meregenerasi

ikatan antioksidan membrane, seperti -tokoferol dengan cara menangkap radikal

peroksil dan oksigen singlet. Vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E.

Vitamin E yang teroksidasi oleh radikal bebas dapat bereaksi dengan vitamin C,

kemudian akan berubah menjadi tokoferol setelah mendapatkan ion hidrogen dari

vitamin C (Belleville-Nabet,1996).

Vitamin C bersama- sama dengan vitamin E dapat menghambat reaksi

oksidasi dengan mengikat vitamin E radikal yang terbentuk pada proses


20

pemutusan reaksi radikal bebas oleh vitamin E menjasi vitamin E bebas yang

berfungsi kembali sebagai antioksidan. Asam askorbat dengan cepat

mengeliminasi oksigen radikal dan mencegah proses oksidatif (Pavlovic et al.,

2005).

2.8 Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan zat-zat yang dapat larut

dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari

mengandung zat-zat aktif yang dapat atau tidak dapat larut seperti serat,

karbohidrat, protein, dan lain-lain (Depkes RI, 1986 : 1). Senyawa aktif yang

terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak

atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang

dikandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara

ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000 : 15).

2.8.1 Metode Maserasi

Maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya pelarut yang

digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam

isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan

mengalami pemecahan dinding dan mambran sel akibat perbedaan tekanan antara

di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma

akan terlarut dalam pelarut, selain itu untuk mendapatkan ekstraksi yang

sempurna dapat diatur lama perendamannya. Pemilihan pelarut untuk proses

maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan

kelarutan senyawa bahan alam terhadap pelarut tersebut (Lenny, 2006).


21

Metode ekstraksi menggunakan maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi

misalnya :

1. Digesti

Digesti merupakan cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah

yaitu pada suhu 40- 50o C (Depkes RI, 1986).

2. Maserasi dengan mesin pengaduk

Maserasi dengan pengadukan yang intensif menggunakan suatu mesin

pengaduk memang tidak dapat menghasilkan ekstrak yang lebih baik, tetapi

mungkin dengan mempercepat penyeimbangan konsentrasi menjadikan waktu

ekstraksi menjadi lebih singkat (Voight, 1994).

3. Remaserasi

Cairan penyari dibagi menjadi dua, seluruh serbuk simplisia dimaserasi

dengan cairan penyari pertama, sesudah dienapkan, dituang dan diperas, ampas

yang didapatkan dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua (Depkes,

1986).

4. Maserasi melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu

bergerak dan menyebar. Cairan penyari ini selalu mengalir kembali secara

berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya

(Depkes RI, 1986).

2.8.2 Fraksinasi

Fraksinasi adalah prosedur pemisahan yang bertujuan memisahkan golongan

utama kandungan yang satu dari golongan utama yang lain. Pemisahan jumlah
22

dan jenis senyawa menjadi fraksi yang berbeda sudah tentu berbeda senyawa tang

terkandung didalamnya. Senyawa- senyawa yang bersifat polar akan masuk ke

pelarut polar, begitu pula senyawa yang bersifaft non polar akan masuk ke pelarut

non polar (Harborne, 1987 : 8).

2.9 Tinjauan Pelarut

Dalam proses pembuatan ekstrak, cairan pelarut adalah pelarut yang baik

atau optimal untuk senyawa kandungan yang aktif atau berkhasiat. Dengan

demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa

kandungan lainnya, serta hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan

yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang

melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung (Depkes RI,

2000).

Tetapan dielektik memberikan informasi mengenai kepolaran suatu pelarut.

Semakin besar tetapan dielektriknya, maka pelarut tersebut semakin polar (Stahl,

1985). Pemilihan cairan pelarut atau penyari harus mempertimbangkan banyak

factor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria antara lain murah dan

mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah

menguap dan tidak mudah terbakar, selektif, tidak mempengaruhi zat berkhasiat,

ramah terhadap lingkungan, ekonomis, aman untuk digunakan, kemudahan dalam

bekerja dan proses dengan pelarut tersebut dan diperbolehkan oleh peraturan yang

berlaku (Depkes RI, 1986).


23

Tabel 3. Deret Eluotropi (Stahl, 1985 : 7)

Pelarut pengembang Td oC / 760 torr Tetapan dielektrik (20oC)


n-heksan 68,7 1,890
Heptana 98,4 1,924
Sikloheksana 81,4 2,023
Karbontetraklorida 76,8 2,238
Benzene 80,1 2,284
Kloroform 61,3 4,806
Eter (dietil eter) 34,6 4,34
Etil asetat 77,1 6,02+
Piridina 115,1 12,3+
Aseton 56,5 20,7+
Etanol 78,5 24,30+
Methanol 64,6 33,62
Air 100,0 80,37
Keterangan : + pada 25oC

Cairan penyari yang digunakan pada ekstraksi kali ini adalah :

1. Etanol

Etanol memiliki gugus hidroksil (OH) yang memberikan sifat polar,

sedangkan gugus alkil (R) merupakan gugus non polar. Proporsi dari kedua gugus

tersebut merupakan faktor yang menentukan sifat alkohol (Daintith, 1994 : 178).

Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki

stabilitas bahan pelarut. Etanol akan melarutkan senyawa aglikon yang polar dan

non polar selain itu juga terdapat senyawa tannin, vitamin C, alkaloid, flavonoid,

saponin (Voight, 1995 : 32).

2. Air

Air merupakan pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Air

disamping melarutkan garam alkaloid, minyak menguap, glikosida, tannin dan

gula, juga melarutkan gom, protein, lendir, enzim, lilin, lemak, pectin, zat warna

dan asam organik. Dengan demikian penggunaan air sebagai cairan penyari

kurang menguntungkan. Disamping zat aktif ikut tersari juga zat lain yang tidak

diperlukan atau malah menggangu proses pembuatan sari seperti gom, pati,
24

protein, lemak, enzim, lendir dan lain- lain. Air dapat melarutkan enzim. Enzim

yang terlarut dengannya akan menyebabkan penurunan mutu.

3. Etil asetat

Etil asetat merupakan pelarut semi polar dengan adanya ikatan rangkap

dan distribusi elektron pada oksigen. Etil asetat dapat melarutkan senyawa semi

polar pada dinding sel seperti pada aglikon flavonoid yang non polar dan senyawa

fenol (Harborne, 1987 : 53).

2.10 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, di mana komponen-

komponen yang dipisahkan didistribusikan di antara dua fase, salah satu fase

tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, yang lainnya

sebagai fluida yang mengalir lembut di sepanjang landasan stasioner. Fase

stasioner bisa berupa padatan maupun cairan, sedangkan fase gerak bisa berupa

cairan maupun gas (Day, 2002 : 487).

Metode kromatografi juga dapat digolongkan berdasarkan jenis pemisahan

zat yang berlangsung atau berdasarkan fase yang digunakan. Kromatografi kertas

dinamakan berdasarkan bahan yang digunakan untuk fiksasi fase stasioner.

Kromatografi lapis tipis mendapatkan namanya dari bentuk luar bahan adsorpsi

yang digunakan sebagai fase stasioner yang difiksasikan sebagai lapis tipis pada

penyangga seperti kaca atau gelas atau lembar aluminium. Untuk melakukan

kromatografi kolom, bahan adsorpsi padat diisikan ke dalam kolom gelas

(Roth, 1994 : 411).


25

Menurut Rohman (2007), Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan

oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1983. KLT merupakan bentuk

kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada

kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform)

pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium,

atau pelat plastik.

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak

sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik

(ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun

(descending) (Rohman, 2007).

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah

dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga dengan peralatan yang

digunakan, dalam kromatografi ini peralatan yang digunakan lebih sederhana.

Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah:

1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis

2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,

fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet

3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau

dengan cara elusi 2 dimensi

4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan

ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

Teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan suatu adsorben yang

disalutkan pada suatu lempeng kaca sebagai fase stasionernya dan pengembangan
26

kromatogram terjadi ketika fase mobil tertapis melewati adsorben itu. Seperti

dikenal baik, kromatografi lapis tipis mempunyai kelebihan yang nyata

dibandingkan kromatografi kertas karena nyaman dan cepatnya, ketajaman

pemisahan yang lebih besar dan kepekaannya tinggi.

Prinsip kromatografi menurut Stahl (1985) mengemukakan kaidah dasar

kromatografi jerap yaitu Hidrokarbon jenuh terjerap sedikit atau tidak sama sekali,

karena itu ia bergerak paling cepat.

2.11 Metode Uji Antioksidan

Metode pengujian antioksidan dapat dilakukan secara kualitatif dan

kuantitatif. Pengujian kandungan antioksidan secara kualitatif dilakukan

menggunakan metode kromatografi lapis tipis. Sedangkan pengujian aktivitas

antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan metode Spektrofotometri UV-Vis

mengunakan DPPH. DPPH adalah metode yang paling banyak digunakan untuk

pengujian aktivitas antioksidan tanaman obat. Metode DPPH didasarkan pada

kemampuan antioksidan untuk menghambat radikal bebas dengan mendonorkan

atom hidrogen (Vyas, 2009). Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter

konsentrasi yang ekivalen memberikan 50 % efek aktivitas antioksidan (EC50).

Hal ini dapat dicapai dengan cara menginterpretasikan data eksperimental dari

metode tersebut. DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan

senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian

aktivitas antioksidan komponen tertentu dari suatu ekstrak (Edhisambada, 2011).


27

2.12 Spektrofotometri Serapan UV-Vis

Prinsip spektrofotometri UV- Vis adalah cahaya yang berasal dari sumber

cahaya diuraikan dengan menggunakan prisma sehingga diperoleh cahaya

monokromatis yang dapat diserap oleh zat yang akan diperiksa. Cahaya

monokromatis merupakan cahaya satu warna yang mempunyai satu panjang

gelombang. Semua molekul dapat mengabsobsi radiasi dalam daerah UV- Vis

karena mereka mengandung elektron baik campuran maupun menyendiri yang

dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang pada

absorbsi itu terjadi, tergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam

molekul. Elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat kuat dan diperluakan

radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek untuk eksitasinya.

Kebanyakan penerapan spektrofotometri UV- Vis pada senyawa organik

didasarkan pada transisi dan karenanya memerlukan hadirnya gugus kromofor

dalam molekul itu. Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum sekitar 200- 700 nm

yang praktis untuk digunakan dalam ekperimen (Day dan Underwood, 2002 :

382).

Spektofotometri Visible adalah anggota teknik spektroskopi yang memakai

sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380- 780 nm) dengan memakai

spektrofotometer. Sistem (gugus atom) yang menyebabkan terjadinya absorbsi

cahaya disebut gugus kromofor (Mulya dan Suharman, 1995).

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan

spektrofotometri UV- Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna
28

yang akan dianalisis dengan spektrofotometer visible karena senyawa tersebut

harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna.

Berikut adalah tahapan- tahapan yang harus diperhatikan :

1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV- Vis

Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :

a. Reaksinya selektif dan sensitif.

b. Reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel (tetap).

c. Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama.

2. Waktu Operasional (Operating Time)

Cara ini biasanya digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau

pemebntukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang

stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu

pengukuran dengan absorbsi larutan.

3. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbsi maksimal. Pemilihan panjang

gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbsi

dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

4. Pembuatan kurva baku

Seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.

Masing- masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian

dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.

Hubungan Lambert- Beer terpenuhi jika kurva baku berupa garis lurus.
29

5. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2- 0,8

atau 15- 70 % jika dibaca sebagai transmitan. Ini berdasarkan anggapan bahwa

kesalahan dalam pembacaan adalah 0,005 atau 0,5 % (kesalahan fotometrik)

(Rochman dan Gandjar, 2007).

2.13 Hipotesis

Menurut penelitian yang sudah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya,

dinyatakan bahwa pada biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) mengandung

senyawa antioksidan seperti flavonoid, saponin, tanin, steroid dan kumarin.

Berdasarkan teori yang disampaikan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut :

1. Fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.)

mempunyai aktivitas sebagai antioksidan.

2. Terdapat perbedaan aktivitas antioksidan antara fraksi etil asetat dan fraksi air

biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.).

3. Konsentrasi efektif 5 (EC5) dari fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang

merah (Phaseolus vulgaris L.) sama- sama mampu meredam aktivitas radikal

bebas.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah uji aktivitas antioksidan dari fraksi air dan

fraksi etil asetat dari biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dengan metode

DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil).

3.2 Sampel dan Teknik Sampling

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kacang merah

(Phaseolus vulgaris L.) yang didapatkan dari desa Bludru, Magelang. Teknik

sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah teknik random

sampling (acak sederhana).

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas

Jenis Kacang merah, konsentrasi fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang

merah (Phaseolus vulgaris L.).

3.3.2 Variabel Terikat

Senyawa antioksidan yang terdapat pada fraksi etil asetat dan fraksi air

kacang merah (Phaseolus vulgaris L.), presentase senyawa antioksidan, EC5.

3.3.3 Variabel Kontrol

Metode ekstraksi, lamanya waktu maserasi, fraksinasi, konsentrasi DPPH

dan waktu pendiaman larutan uji (Operating Time).

30
31

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data aktivitas antioksidan diperoleh dari hasil pembacaan absorbansi larutan

kontrol DPPH fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang merah dengan

spektrofotometer UV- Vis pada masing- masing panjang gelombang maksimal.

Absorbansi dari masing- masing larutan uji berbagai konsentrasi dihitung untuk

mendapatkan persen aktivitas antioksidan. Kemudian data diolah dengan

menggunakan persamaan regresi linier sehingga diperoleh nilai EC5. Nilai EC5

dari fraksi etil asetat dan fraksi air dibandingkan dengan uji anova 1 jalan.

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain

blender, ayakan no mesh 40 dan 60, alat- alat gelas, spektrofotometer UV- Vis

(Shimadzu 1700 ).

3.5.2 Bahan

1. Bahan utama : Simplisia biji kacang merah.

2. Bahan untuk ekstraksi : etanol 96%.

3. Bahan untuk uji pendahuluan :

a. Identifikasi flavonoid : serbuk Zn, HCl 2N

b. Identifikasi tannin : FeCl3 5%, gelatin 0,5 %

c. Identifikasi alkaloid : HCl 2%, larutan Meyer, larutan Bauchardat

d. Identifikasi saponin : HNO3

e. Identifikasi triterpenoid : H2SO4, asam asetat anhidrat


32

3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Pembuatan Serbuk Simplisia dan Ekstrak Kental

Dilakukan sortasi kering terhadap biji kacang merah yang telah dikeringkan

untuk menghilangkan kotoran dan kacang merah yang tidak baik. Biji kacang

merah yang telah disortasi kemudian dihaluskam menggunakan blender dan

diayak dengan ayakan mesh 40 dan mesh 60 untuk menyamakan ukuran serbuk

sehingga diharapkan senyawa yang terekstraksi dapat maksimal. Serbuk yang

digunakan merupakan hasil ayakan antara mesh 40 dan 60 untuk menyamakan

derajat kehalusan.

Serbuk biji kacang merah sejumlah 200 g diekstraksi dengan etanol 96%

menggunakan metode remaserasi (3 x 24 jam). Pelarut yang digunakan untuk

ekstraksi dilakukan penggantian setiap 1 x 24 jam dan hasil maserasi ditampung.

Ekstrak etanol 96% yang dihasilkan kemudian diuapkan menggunakan waterbath

untuk mendapatkan ekstrak kental biji kacang merah.

3.6.2 Pembuatan Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Kacang Merah

Disiapkan sebanyak 10 gram ekstrak kental biji kacang merah dilarutkan

dalam 50 ml aquadest, dimasukkan dalam corong pisah. Fraksi air ditambah 50 ml

n-hexane, kemudian dikocok. Cairan dipisahkan antara fase air dan fase n-hexane.

Penambahan 50 ml n-hexane pada fraksi air dilakukan sebanyak lima kali

sehingga didapatkan fraksi n-hexane.

Fraksi air yang telah dipisahkan dengan n-hexane ditambah 50 ml etil asetat,

kemudian dikocok. Cairan dipisahkan antara fase air dan fase etil asetat.

Penambahan 50 ml etil asetat pada fraksi air dilakukan sebanyak lima kali dan

didapatkan fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang merah.
33

Ketiga fraksi yang didapat yaitu fraksi n-hexane, fraksi etil asetat dan fraksi

air dibuat fraksi kental dan diuapkan menggunakan waterbath. Selanjutnya fraksi

etil asetat dan fraksi air yang di dapatkan di uji kualitafif untuk melihat kandungan

senyawa flavonoid, alkaloid, tannin dan lain- lain.

3.6.3 Uji Kualitatif Senyawa Aktif dalam Serbuk, Ekstrak, Fraksi Etil Asetat
dan Fraksi Air Kacang Merah

1. Identifikasi flavonoid

Ditambahkan 2 ml larutan ekstrak/ fraksi dengan sedikit serbuk Zn dan 2 ml

HCl 2N. senyawa flavonoid akan menimbulkan warna jingga sampai merah.

Identifikasi flavonoid dapat juga dilakukan dengan menggunakan uji KLT silika

gel F254, lalu dielusi dengan eluen n-butanol : asam asetat glasial : air (4 : 1 : 5).

Setelah selesai dielusi, lempeng dikeringkan kemudian lempeng tersebut diuapi

dengan menggunakan uap amonia pekat. Terbentuknya warna kuning

menunjukkan adanya kandungan flavonoid (Trevor, 1995).

2. Identifikasi alkaloid

Larutan ekstrak/ fraksi lebih kurang 10 ml diuapkan, sisanya dilarutkan

dalam 1,5 ml asam klorida P 2%. Larutan tersebut terbagi menjadi 3 bagian sama

banyak dalam tabung. Tabung reaksi I sebagai pembanding, tabung reaksi II

ditetesi dengan 2-3 tetes larutan Dragendroff LP. Tabung reaksi III ditetesi dengan

2-3 tetes larutan Meyer LP. Ekstrak yang positif terdapat alkaloid ditunjukkan

dengan terjadinya kekeruhan atau endapan jingga kecoklatan untuk pereaksi

Dragendroff dan endapan putih kekuningan untuk pereaksi Meyer (Depkes RI,

1987).
34

3. Identifikasi saponin

Sebanyak 0,5 ml larutan ekstak/ fraksi dimasukkan kedalam tabung reaksi,

ditambah air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat- kuat selama sepuluh

detik. Terbentuknya buih yang mantap setinggi 1- 10 cm, tidak kurang dari

10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2N menunjukkan

adanya saponin (Depkes RI, 1989).

4. Identifikasi tanin

Larutan ekstrak etanol/ fraksi kurang lebih 1 ml ditambah dengan gelatin

0,5%. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya senyawa tannin (Trevor, 1995

: 78).

3.6.4 Penentuan Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH (1,1-difenil-2-


pikrilhidrazil)

1. Penentuan skrining panjang gelombang maksimum larutan DPPH 0,08 mM

Pengujian aktivitas antioksidan terhadap larutan uji diawali dengan

melakukan skrining panjang gelombang maksimum larutan DPPH 0,08 mM yang

digunakan setiap kali dilakukan pengujian. Skrining dilakukan dengan cara

mengukur 4,0 ml DPPH 0,08 mM dalam metanol pada panjang gelombang nm.

Larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-

800 nm.

2. Penentuan Operating Time (OT) larutan uji

Operating time dapat ditentukan dengan cara dipilih salah satu konsentrasi

larutan uji kemudian diambil 0,2 ml larutan uji ditambah dengan 4,0 ml DPPH

0,08 mM dalam metanol. Larutan tersebut kemudian dihomogenkan dengan

vortex selama 1 menit dan diukur absorbansinya pada menit ke 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,


35

7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18 , 19, 20 dan seterusnya pada panjang

gelombang maksimum untuk masing- masing sampel (fraksi etil asetat dan fraksi

air) beserta baku vitamin C dengan spektrofotometer UV-Vis.

3. Penentuan aktivitas antioksidan

Ditimbang masing- masing 10 mg fraksi etil asetat dan fraksi air kacang

merah dan dilarutkan dengan metanol dalam labu takar ad 10 ml sehingga

didapatkan larutan uji dengan konsentrasi 1000 g/ml. Dilakukan pengenceran

dengan metanol pada konsentrasi, 20, 30, 40, 50 dan 60 g/ml untuk pengujian

antioksidan. Penentuan aktivitas antioksidan masing- masing konsentrasi larutan

uji dipipet sebanyak 0,2 ml dengan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam tabung,

kemudian ditambahkan 4,0 ml larutan DPPH 0,08 mM. Campuran dihomogenkan

dan dibiarkan selama waktu yang ditentukan sebagai operating time, serapan

diukur dengan spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimal.

Pembanding yang digunakan adalah Vitamin C dengan konsentrasi dan perlakuan

yang sama dengan larutan uji (fraksi etil asetat dan fraksi air).

3.7 Analisis Data

Absorbansi yang diperoleh dari fraksi air, fraksi etil asetat biji kacang merah

(Phaseolus vulgaris L.) dan baku Vitamin C dihitung presentasi aktivitas

antioksidannya. Perhitungan persentase aktivitas antioksidan dapat menggunakan

rumus sebagai berikut :


36

Dari hasil penelitian aktivitas antioksidan fraksi air, fraksi etil asetat biji

kacang merah dan baku Vitamin C dengan metode DPPH akan dihitung nilai EC5

dengan menggunakan regresi linier. Nilai EC5 kemudian diuji dengan

menggunakan anava 1 jalan.

3.8 Skema Kerja

Biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.)

Dilakukan sortasi, pencucian dan pengeringan biji kacang merah.

Dihaluskan biji kacang merah menggunakan blender

Diayak menggunakan ayakan No 40 dan 60

Serbuk biji kacang merah

Gambar 5. Pembuatan Serbuk Biji Kacang Merah


37

200 gram serbuk di rendam dengan etanol 96% sebanyak 1 L

Didiamkan selama 24 jam

Disaring

Filtrat I Ampas serbuk kacang merah

1 L etanol 96%, 24 jam.

Disaring

Filtrat II Ampas serbuk kacang merah

1 L etanol 96%, 24 jam.

Disaring

Filtrat III Ampas serbuk kacang merah

Filtrat ditampung menjadi satu

Dipekatkan dengan waterbath

Ekstrak kental

Gambar 6. Pembuatan Ekstrak Kental Biji Kacang Merah


38

10 g ekstrak kental biji kacang merah, dilarutkan dengan 50 ml aquadest

Dimasukkan corong pisah, + 50 ml


n- hexane diulang sebanyak 5 kali

Fraksi air Fraksi n-hexane

+ 50 ml etil asetat diulang


sebanyak 5 kali.

Fraksi air Fraksi etil asetat

Diuapkan di atas waterbath Diuapkan di atas


waterbath

Fraksi air kental, analisis kualitatif

Fraksi etil asetat kental, analisis


kualitatif

Gambar 8. Pembuatan Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Biji Kacang Merah
39

Dibuat deret konsentrasi fraksi air, fraksi etil asetat biji kacang merah
dan baku vitamin C (20, 30, 40, 50 dan 60 g/ml)

Dipipet 0,2 ml untuk tiap konsentrasi fraksi dan


baku ditambahkan 4,0 ml DPPH 0,08 mM

Di vortex selama 1
menit

Dibaca absorbansi dengan spektrofotometer UV- visible pada


panjang gelombang 517 nm

Gambar 7. Penentuan Aktivitas Antioksidan Fraksi Air, Fraksi Etil Asetat Biji Kacang
Merah dan Baku Pembanding Vitamin C
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sampel yang digunakan pada penelitian adalah biji kacang merah

(Phaseolus vulgaris L.) yang diperoleh dari desa Bludru, Magelang. Biji kacang

merah (Phaseolus vulgaris L.) yang digunakan pada penelitian ini diasumsikan

sebagai kacang merah yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk

memastikan identitas dari biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dilakukan

determinasi di Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta. Hasil determinasi menunjukkan bahwa biji kacang merah (Phaseolus

vulgaris L.) termasuk kedalam suku Papilionaceae (Lampiran 1).

Biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) yang akan diteliti diproses

melalui beberapa tahapan meliputi sortasi basah untuk memisahkan biji dengan

kulitnya, pencucian, pengeringan dan sortasi kering untuk mendapatkan biji

kacang merah dengan kondisi yang baik. Tujuan dari pengeringan adalah untuk

menjaga agar zat yang terkandung dalam tanaman tidak mengalami kerusakan

akibat peruraian oleh mikroorganisme dan hidrolisis oleh adanya kandungan air

sehingga biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dapat disimpan dalam jangka

waktu yang lama. Proses pengeringan biji kacang merah membutuhkan waktu

kurang lebih 1 minggu dimana pengeringan dilakukan dengan dijemur dibawah

sinar matahari tidak langsung dengan cara ditutup menggunakan kain berwarna

hitam. Penggunaan kain berwarna hitam bertujuan untuk menyerap panas

sehingga meredam gelombang pendek sinar UV dan radiasi yang dapat

40
41

menyebabkan kerusakan pada senyawa aktif yang terkandung dalam biji kacang

merah (Phaseolus vulgaris L.).

Biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) yang diperoleh dihaluskan dan

diayak dengan ayakan 40/60 yang diartikan serbuk biji kacang merah dapat lolos

dari ayakan mesh 40 dan tertampung pada ayakan mesh 60. Pengecilan dan

penyeragaman ukuran partikel bertujuan untuk memudahkan kontak antara bahan

dengan pelarut sehingga kandungan senyawa dari biji kacang merah (Phaseolus

vulgaris L.) dapat terekstrak seluruhnya, namun ukuran partikel juga tidak boleh

terlalu kecil/ halus karena dapat merusak sel yang mengandung zat berkhasiat dan

serbuk yang terlalu halus dimungkinkan dapat membentuk suatu massa kompak

yang akan sukar dibasahi oleh pelarut.

Metode ekstraksi biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dilakukan

dengan cara dingin yaitu remaserasi. Penggunaan metode remaserasi sebagai

metode ekstraksi didasarkan oleh kandungan senyawa yang terkandung didalam

biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) yang tidak tahan terhadap pemanasan,

hasil rendemen ekstrak yang dihasilkan lebih banyak karena terjadi penggantian

pelarut pada setiap harinya yang menjadikan adanya perbedaan derajat konsentrasi

dan pengerjaan metode ini lebih sederhana dengan waktu 3 x 24 jam. Etanol 96%

digunakan sebagai larutan penyari serbuk biji kacang merah (Phaseolus vulgaris

L.) karena etanol merupakan pelarut yang bersifat universal yang memiliki gugus

hidroksil (OH) yang memberikan sifat polar, sedangkan gugus alkil (R)

merupakan gugus non polar sehingga etanol akan melarutkan senyawa aglikon

yang polar dan non polar (Voigt, 1994 : 32). Etanol 96% memiliki titik didih pada
42

suhu 80oC yang akan membantu pada proses penguapan. Ekstrak etanol yang

diperoleh selanjutnya dipekatkan menggunakan waterbath hingga didapatkan

ekstrak kental biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.)

Ekstrak kental yang diperoleh tersebut selanjutnya dipisahkan dengan cara

fraksinasi dengan tujuan untuk mengetahui kandungan ekstrak etanol biji kacang

merah (Phaseolus vulgaris L.) yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi.

Fraksinasi biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dilakukan menggunakan

beberapa pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda yaitu dari polar

hingga non polar dan tidak bercampur satu sama lain sehingga mudah untuk

dipisahkan. Pelarut yang digunakan adalah air, etil asetat dan n-hexane. Tingkat

kepolaran didasarkan pada tetapan dielektrik (tabel 3) dan gugus fungsi dalam

molekul pelarut tersebut. Air (H2O) merupakan pelarut yang bersifat polar karena

memiliki gugus hidroksil. Etil asetat (CH3COOC2H5) merupakan pelarut yang

bersifat semipolar dengan adanya ikatan rangkap dan distribusi elektron pada

oksigen. Sedangkan n-hexane (C6H14) merupakan pelarut non polar karena tidak

memiliki ikatan rangkap dan atom elektronegatif seperti N, O, Cl dan senyawa

halogen lain (Supriadi, 2002: 12). Penggunaan pelarut n-hexane berfungsi untuk

menghilangkan komponen bersifat non polar seperti lemak, lilin dan lain- lain.

Pemilihan pelarut tersebut juga didasarkan atas kandungan senyawa dari biji

kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) yaitu flavonoid, tannin, saponin,

triterpenoid. Senyawa- senyawa tersebut memiliki sifat polar hingga semipolar

karena terdapat dalam bentuk glikosida maupun aglikon.


43

Ekstrak kental biji kacang merah yang didapatkan selanjutnya dilakukan

pengujian bebas etanol. Ekstrak kental yang diperoleh dilakukan uji bebas etanol

untuk menjamin bahwa hasil ekstrak sudah tidak mengandung pelarut etanol yang

dapat mengganggu pada proses identifikasi selanjutnya. Hasil uji bebas etanol

dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengujian Bebas Etanol Ekstrak Kacang Merah

Jenis Ekstrak Pereaksi Hasil Positif Reaksi Hasil Penelitian


(-)
Asam sulfanilat Larutan bewarna
Warna kuning
+ HCl + NaNO2 merah frambos
Ekstrak + NaOH (Schoorl, 1988 : 48) kecoklatan
Etanol
Bau pisang (-)
Asam asetat +
H2SO4(P) (Schoorl, 1988 : 48) Bau asetat

Keterangan :
(-) Hasil negatif
(+) Hasil positif

Dari tabel 4 dapat dijelaskan bahwa ekstrak bebas dari etanol dengan tidak

terbentuknya warna merah frambos dan bau pisang (Schoorl, 1998 : 48). Pada

pereaksi 1 yaitu asam sulfanilat, HCl, NaNO2, NaOH jika mengandung etanol

akan terbentuk warna merah frambos. Pada pereaksi 2 yaitu H2SO4 dan asam

asetat prinsipnya adalah reaksi esterifikasi fischer yaitu reaksi pembentukan ester

sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol dengan katalis asam sulfat.

Ester yang dihasilkan reaksi tersebut akan menimbulkan bau pisang dengan asam

asetat (Schoorl, 1998 : 48). Gambar hasil uji bebas etanol dapat dilihat pada

lampiran 11.

Sebelum dilakukan tahapan selanjutnya, terlebih dahulu dilakukan skrining

fitokimia terhadap serbuk, ekstrak biji kacang merah, fraksi etil asetat dan fraksi

air biji kacang merah yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya komponen
44

bioaktif yang terdapat pada biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Skrining

fitokimia meliputi uji warna dan uji dengan metode KLT. Hasil uji warna dapat

dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Reaksi Warna Kacang Merah

Hasil penelitian
Golongan Hasil positif
Pereaksi Fraksi Etil
senyawa (pustaka) Serbuk Ekstrak Fraksi Air
Asetat
Larutan
bewarna pada (+) (+)
Serbuk (+) (+)
lapisan amil
Mg +
alkohol, warna Warna Warna
Flavonoid HCl p + Warna jingga Warna orange
merah, kuning, orange pada orange pada
amil pada lapisan pada lapisan
jingga. lapisan amil lapisan amil
alkohol amil alkohol amil alkohol
(Harborne, alkohol alkohol
1987 : 73)
Endapan (+) (+) (+) (+)
+ FeCl3 1
Tanin (Majumdar, Kuning Kuning Kuning Kuning
%
2005: 48) kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan
Busa stabil
Dikocok (+) (+) (+) (+)
Saponin (Majumdar,
+ HCl 2N Busa stabil Busa stabil Busa stabil Busa stabil
2005: 48)
Eter +
asam
Cincin coklat
Triterpeno asetat (+) (+) (+) (+)
(Setyowati et
id anhidrat Cincin coklat Cincin coklat Cincin coklat Cincin coklat
al, 2014: 276)
+ H2SO4
p
Biru sampai
FeCl3 + hitam (Apak et (+) (+) (+) (+)
Polifenol
K3FeCN6 al, 2007: Biru Biru Biru Biru
1511)

Berdasarkan tabel 5, serbuk, ekstrak, fraksi etil asetat dan fraksi air positif

mengandung beberapa senyawa diantaranya : flavonoid, tanin, saponin, polifenol

dan triterpenoid. Gambar hasil uji dapat dilihat pada lampiran 12.

Uji kualitatif reaksi warna pada flavonoid menunjukkan hasil positif dimana

prosedur uji dilakukan dengan menambahkan serbuk Mg, beberapa tetes HCl

pekat dan amil alkohol. Penambahan HCl berguna sebagai penghidrolisis


45

flavonoid menjadi aglikonnya yaitu dengan menghidrolisis O-glikosil. Glikosil

pada flavonoid akan tergantikan oleh H+ dari asam (HCl) karena sifatnya yang

elektrofilik.

Gambar 9. Reaksi Flavonoid dengan serbuk Mg dan HCl


(Fatimah, 2011 : 69- 70)

Kacang merah positif mengandung tanin dengan terbentuknya warna coklat

kehitaman setelah direaksikan dengan FeCl3. Terbentuknya warna coklat

kehitaman karena terjadi pembentukan kompleks ion Fe3+.

Gambar 10. Reaksi Tanin dengan FeCl3


(Setyowati, et al, 2014 : 276)

Pada uji polifenol, sampel ditambahkan dengan Ferri Klorida dan Kalium

Heksasianoferat (III). Senyawa polifenol akan mereduksi ion heksasianoferat (III)

menjadi ion heksasianoferat (II) yang akan bereaksi dengan FeCl3 membentuk

KFe[Fe(CN)6] yang berwarna biru sampai hitam. Reaksi kimianya dapat dilihat

pada gambar 10.


46

Fe(CN)63- + ArOH Fe(CN)64- + ArO- + H+

Fe(CN)64- + Fe3+ + K+ KFe[Fe(CN)6] (biru prusian) + Cl-

Gambar 11. Reaksi Senyawa Polifenol dengan FeCl3 dan K3FeCN6


(Apak et al, 2007 : 1511)

Identifikasi senyawa saponin dilakukan mengggunakan uji Forth dimana

saponin akan terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa aglikon. Pengujian

dilakukan dengan menambahkan air dan dikocok hingga berbusa dan ditambahkan

dengan larutan HCl. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa serbuk, ekstrak, fraksi

etil asetat dan fraksi air positif mengandung saponin karena busa tidak hilang

setelah 10 menit (Setyowati et al, 2014 : 276)

Gambar 12. Reaksi Identifikasi Saponin


(Marliana et al, 2005 : 29)

Pengujian selanjutnya dilakukan untuk mengetahui senyawa metabolit

sekunder terpenoid/ steroid. Prosedur pengujian dilakukan dengan menambahkan

reagen CH3COOH, CHCl3 dan H2SO4. Penambahan kloroform bertujuan untuk

melarutkan senyawa terpenoid karena senyawa tersebut dapat larut dengan baik

didalam kloroform. Kemudian penambahan asam asetat berguna sebagai


47

pembentuk turunan asetil dan penambahan asam sulfat pekat menyebabkan

terjadinya dehidrasi senyawa terpenoid sehingga terbentuk suatu garam yang

terlihat dengan perubahan warna. Perubahan warna disebabkan oleh reaksi

oksidasi senyawa terpenoid melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi.

Gambar 13. Reaksi Senyawa Triterpenoid dengan Pereaksi Liebarman- Burchard


(Zamroni, M. 2011 : 80- 81).

Prinsip reaksi dalam mekanisme reaksi uji terpenoid adalah kondensasi atau

pelepasan H2O dan penggabungan karbokation. Reaksi tersebut diawali dengan

proses asetilasi gugus hidroksil menggunakan asam asetat anhidrat. Gugus asetil

yang merupakan gugus pergi yang baik akan dengan mudah terlepas sehingga

akan terbentuk ikatan rangkap. Setelah terbentuknya ikatan rangkap maka akan

terjadi pelepasan gugus hidrogen beserta elektronnya yang menjadikan ikatan

rangkap berpindah. Senyawa tersebut kemudian mengalami resonansi yang

bertindak sebagai elektofil atau karbokation. Serangan dari karbokation

menyebabkan adisi nukleofilik, pelepasan hidrogen dan elektronnya yang

menyebabkan senyawa mengalami perpanjangan konjugasi sehingga terbentuk

cincin coklat (Setyowati et al, 2014: 276).


48

Selanjutnya dilakukan uji kualitatif dengan metode Kromatografi Lapis

Tipis (KLT), uji kromatografi lapis tipis ditujukan untuk mempertegas hasil

identifikasi senyawa secara reaksi warna. Uji KLT terhadap fraksi etil asetat dan

fraksi air dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji KLT Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Biji Kacang Merah

Keterangan
Golongan Penampak Hasil positif
Fase Gerak Hasil Uji Fraksi air Fraksi etil
Senyawa Bercak (pustaka)
asetat
Positif
Kuning muda,
Uap Noda warna
jingga + +
Amoniak kuning
n-butanol : asam (Harborne,
Flavonoid asetat glacial : air 1987 : 70)
(4:1:5) Positif Noda
DPPH 0,08 Noda kuning kuning
+ +
mM dengan latar berlatar
ungu ungu
Positif
Merah,
kuning, biru
Etil
tua, ungu, Noda coklat
Tanin asetat:metanol:air FeCl3 + +
hijau, kuning kehitaman
(100:13,5:10)
coklat
(Robinson,
1995:78)
Positif
Merah,
Kloroform: kuning, biru Noda
Anisaldehid-
Saponin metanol :air tua, ungu, kuning + +
H2SO4
(64:50:10) hijau/ kuning kecoklatan
coklat (Depkes
RI, 1986:55)

Identifikasi awal adanya aktivitas antioksidan dari biji kacang merah

(Phaseolus vulgaris L.) dalam fraksi etil asetat dan fraksi air dilakukan dengan

menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) yang bertujuan untuk

mengetahui kemampuan masing- masing fraksi dalam memberikan aktivitas

antioksidan sehingga penelitian dapat dilanjutkan dengan uji aktivitas antioksidan


49

secara kuantitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan menyemprotkan larutan DPPH

0,08 mM terhadap lempeng hasil totolan sampel fraksi etil asetat dan fraksi air,

yang telah dielusikan dengan fase gerak. Pada senyawa yang mengandung

antioksidan akan terbentuk suatu zona berwarna kuning dengan latar belakang

berwarna ungu. Hasil identifikasi KLT antioksidan menunjukan bahwa fraksi etil

asetat dan fraksi air mempunyai aktivitas antioksidan yang dilihat dari adanya

zona kuning latar belakang ungu pada lempeng KLT yang telah dielusi dan di

semprot dengan DPPH (Lampiran 13).

Setelah dilakukan pengujian kualitatif yang meliputi reaksi warna dan KLT.

Identifikasi selanjutnya dilakukan secara kuantitatif terhadap fraksi air, fraksi etil

asetat dan baku pembanding yaitu vitamin C. Pengujian diawali dengan

melakukan orientasi untuk menemukan perbandingan yang sesuai untuk sampel

dan DPPH (1,1- difenilpikril-2 hidrazil) sehingga dapat menunjukkan hasil

aktivitas yang baik sebagai antioksidan. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik

secara transfer elektron atau abstraksi hidrogen pada DPPH, akan menetralkan

karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas menjadi

berpasangan, maka warna larutan akan berubah dari ungu tua menjadi kuning

terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang (Suratmo,

2009: 3). Perubahan warna yang terjadi tersebut dapat diukur dengan

spektrofotometer dan diplotkan terhadap konsentrasi.

Kemampuan flavonoid untuk menangkap radikal DPPH akan menyebabkan

pembentukan suatu radikal baru yang disebut radikal fenoksil flavonoid. Radikal
50

fenoksil akan mengurangi kecepatan perambatan (propagansi) autooksidasi

berantai dengan cara melakukan delokalisasi elektron yang tidak berpasangan

pada cincin aromatis sehingga membentuk radikal fenoksil yang lebih stabil

(Gambar 15).

1,1-difenil-2-pikrilhidrazil 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin

Gambar 14. Reaksi antara DPPH dengan antioksidan

Gambar 15. Stabilisasi radikal fenoksil flavonoid oleh resonansi

Pengujian diawali dengan melakukan orientasi terhadap baku vitamin C

dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50 dan 60 g/ml. Perbandingan yang didapatkan

untuk sampel dan DPPH yaitu 1 : 20 dengan konsentrasi DPPH sebesar 0,08 mM.

Setelah diketahui perbandingan yang sesuai untuk pengukuran maka dilanjutkan

dengan mencari panjang gelombang maksimal dan operating time. Panjang

gelombang maksimal digunakan pada pengukuran peredaman radikal bebas

DPPH untuk mendapatkan kepekaan pengukuran yang tinggi karena pada max
51

absorbansi yang diperoleh paling besar. Kapasitas antiradikal bebas DPPH diukur

dari peredaman warna ungu dari DPPH pada panjang gelombang 517 20 nm

(Mega dan Swastini, 2010: 189). Panjang gelombang maksimal ditentukan dengan

cara 0,2 ml metanol ditambah dengan 4,0 ml DPPH 0,08 mM dan diukur pada

panjang gelombang 400- 800 nm. Panjang gelombang yang diperoleh untuk

pengukuran adalah 517 nm. Sedangkan penentuan operating time bertujuan untuk

mengetahui waktu reaksi yang stabil antara DPPH dan senyawa antioksidan. Pada

penelitian ini waktu operating time untuk tiap sampel berbeda- beda. Vitamin C

dan fraksi air kacang merah memiliki operating time pada menit ke-5, sedangkan

fraksi etil asetat memiliki operating time pada menit ke-10.

Absorbansi yang didapatkan dari hasil pengukuran hendaknya berada pada

rentang 0,2- 0,8 berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T

adalah 0,05 atau 0,5% (Rohman dan Gandjar, 2008: 257). Pembuatan konsentrasi

larutan DPPH 0,08 mM juga disesuaikan dengan rentang absorbansi tersebut.

Selain itu dari penelitian Molyneux (2004), rentang konsentrasi DPPH yang

diperbolehkan adalah 0,05 mM hingga 0,1 mM.

Aktivitas antioksidan fraksi air, fraksi etil asetat biji kacang merah

(Phaseolus vulgaris L.) dan baku Vitamin C dinyatakan dalam persentase

peredaman terhadap radikal bebas DPPH. Persentase peredaman ini didapatkan

dari perbedaan absorbansi DPPH kontrol dengan DPPH yang telah diredam oleh

senyawa antioksidan yang terkandung dalam larutan uji. Grafik yang


52

menunjukkan hubungan antara konsentrasi dengan persentase aktivitas

antioksidan dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16. Grafik Persentase Aktivitas Antioksidan Baku Vitamin C, Fraksi Air dan
Fraksi Etil Asetat Biji Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L.)

Grafik hubungan antara konsentrasi dengan persentase aktivitas antioksidan

fraksi air, fraksi etil asetat biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dan baku

Vitamin C menunjukkan grafik yang linier. Hal ini berarti terjadi kenaikan

aktivitas antioksidan yang signifikan dengan kenaikan konsentrasi, sehingga

fraksi air, fraksi etil asetat biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dan baku

Vitamin C potensial sebagai antioksidan. Analisis regresi linier merupakan suatu

model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel atau lebih. Untuk memprediksi hubungan yang terjadi digunakan

persamaan garis dengan metode kuadrat terkecil (least square method) yang

secara matematis dirumuskan dengan persamaan y = bx + a. Nilai y merupakan

variabel terikat (variabel yang diprediksi) sedangkan nilai x merupakan variabel

bebas (variabel prediktor). Untuk mengetahui secara kuantitatif besar atau derajat

hubungan dua variabel digunakan Koefisien Korelasi Pearson Product Moment.

Nilai koefisien korelasi ( r ) berkisar antara 0- 1 dengan tanda +/- yang


53

menunjukkan arah hubungan kedua variabel. Jika nilai r = 1, artinya terdapat

hubungan linier yang kuat (Rachmat, M. 2012).

Parameter yang umumnya digunakan untuk menginterpretasikan hasil uji

aktivitas antioksidan dengan peredaman radikal DPPH adalah nilai Effective

Concentration 50 (EC50). Nilai tersebut merupakan konsentrasi yang

menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Tetapi pada hasil penelitian hanya

didapatkan nilai Effective Concentration 5 yang artinya konsentrasi yang

digunakan pada pengujian hanya mampu meredam radikal bebas sebesar 5%. Zat

yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi akan memiliki harga EC50 yang

rendah. Nilai konsentrasi efektif baku Vitamin C mampu meredam aktivitas

radikal bebas sebesar 50% (EC50) disajikan dalm tabel 7.

Tabel 7. Effective Concentration 50 (EC50 ) baku Vitamin C

EC50 baku Vitamin C


Replikasi
(g/ml)
I 48,94
II 66,92
III 48,26
Rata- rata EC50 54,71

Penelitian dilakukan dengan tujuan membandingkan aktivitas antioksidan

pada konsentrasi yang sama yaitu 20, 30, 40, 50 dan 60 g/ml. Konsentrasi

tersebut merupakan konsentrasi efektif baku Vitamin C yang mampu meredam

aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50% sehingga konsentrasi tersebut juga

digunakan terhadap fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang merah. Konsentrasi

fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang merah pada konsentrasi yang sama

dengan baku Vitamin C hanya mampu meredam aktivitas radikal DPPH sebesar
54

5% (tabel 8). Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan konsentrasi yang sama

antara fraksi etil asetat, fraksi air dan baku (20, 30, 40, 50 dan 60 g/ml )

keduanya memiliki aktivitas sebagai antioksidan tetapi fraksi etil asetat dan fraksi

air biji kacang merah memiliki aktivitas yang lebih rendah jika dibandingkan

dengan baku Vitamin C karena hanya mampu meredam aktivitas radikal bebas

sebesar 5%. Kriteria aktivitas antioksidan EC5 termasuk dalam kategori kuat atau

lemah tidak diketahui secara pasti karena parameter yang umumnya digunakan

pada pengujian aktivitas antioksidan adalah nilai EC50.

Tabel 8. Effective Concentration 5 (EC5 ) Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Biji Kacang
Merah (Phaseolus vulgaris L.)

EC5 fraksi air EC5 fraksi etil


Replikasi biji kacang asetat biji kacang
merah (g/ml) merah(g/ml)
I 21,22 32,47
II 31,99 39,96
III 32,33 36,74
Rata- rata EC5 28,51 36,39

Hasil perolehan konsentrasi efektif fraksi air dari biji kacang merah

(Phaseolus vulgaris L.) memiliki retara EC5 28,51 g/ml yang lebih kecil jika

dibandingkan dengan fraksi etil asetat biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.)

36,39 g/ml. Hal ini berarti fraksi air memiliki aktivitas antioksidan yang lebih

tinggi dari pada fraksi etil asetat. Sedangkan dengan kosentrasi yang sama (20, 30,

40, 50 dan 60 g/ml) baku Vitamin C memiliki aktivitas antioksidan yang jauh

lebih besar (EC50 54,71 g/ml). Baku Vitamin C mampu menangkal 50% aktivitas

radikal bebas DPPH karena Vitamin C merupakan senyawa reduktor yang kuat.
55

Dilihat dari hasil uji kualitatif, fraksi etil asetat dan fraksi air mengandung

senyawa fenolik, polifenol, flavonoid dan tannin. Senyawa- senyawa tersebut

diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Berdasarkan teori, fraksinasi

menggunakan etil asetat dan air akan memisahkan flavonoid dalam ekstrak

menjadi dua bagian dengan polaritas dan kelarutan yang berbeda, yaitu bentuk

aglikon dan bentuk yang terikat dengan gula (glikosida), masing- masing akan

terdistribusi ke dalam fraksi etil asetat dan fraksi air sesuai dengan kelarutan dan

polaritasnya. Flavonoid dalam bentuk aglikon akan lebih mudah terdistribusi ke

dalam fraksi etil asetat sedangkan flavonoid dalam bentuk glikosida akan lebih

terdistribusi ke dalam fraksi air. Dengan demikian aktivitas antioksidan pada

fraksi air mungkin disebabkan oleh polifenol flavonoid yang terikat gula seperti

glikosida flavonol (misalnya glikosida flavonoid dengan aglikon mirisetin,

kuersetin dan kemferol) lebih banyak berada pada biji kacang merah (Phaseolus

vulgaris L.).

Aktivitas antioksidan fraksi air biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)

yang lebih tinggi juga dimungkinkan karena proses penguapan yang jauh lebih

lama daripada fraksi etil asetat. Etil asetat memiliki titik didih 77,1oC yang lebih

rendah dari titik didih air 100oC sehingga diperlukan waktu yang lebih lama bagi

fraksi air hingga diperoleh fraksi kental. Penelitian yang dilakukan oleh Rocha-

Guzman menunjukkan bahwa biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) yang

diolah memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian

tersebut dapat dihubungkan bahwa dimungkinkan terjadi proses pemasakan


56

karena lamanya waktu penguapan yang menimbulkan reaksi hidrolisis dari

flavonoid glikosida menjadi aglikon yang memiliki aktivitas antioksidan yang

lebih tinggi.

Data EC5 dari fraksi air, fraksi etil asetat biji kacang merah (Phaseolus

vulgaris L.) yang telah diperoleh dianalisis statistika menggunakan metode SPSS

16 (Statistical Product and Service Solutions) untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan antara kedua fraksi. Namun dilihat dari data EC5 dapat diketahui bahwa

aktivitas antioksidan fraksi air lebih besar daripada fraksi etil asetat. Analisis

dilakukan menggunakan anova satu jalan dengan membandingkan kelompok

fraksi air dan fraksi etil asetat dengan masing- masing nilai EC5. Untuk

mengetahui data EC5 fraksi air dan fraksi etil asetat berdistribusi normal atau tidak

maka dilakukan uji normalitas Shapiro- Wilk karena jumlah sampel yang

digunakan jumlahnya kurang dari 50. Hasil pengujian menunjukkan bahwa EC5

dari fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang merah yaitu 0,846 dan 0,051 (p >

0,05; data berdistribusi normal) ditunjukkan pada lampiran 26.

Berdasarkan uji homogenitas diketahui bahwa data EC5 dari fraksi air dan

fraksi etil asetat biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) adalah data yang

homogen dilihat dari nilai signifikansi uji homogenitas yaitu 0,249 yang lebih

besar dari = 0,05 (Lampiran 26).

Uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data berdistribusi

normal namun homogen. Oleh sebab itu pengujian dilanjutkan menggunakan uji

parametrik yaitu uji t-Test. Uji t dilakukan untuk mengetahui perbedaan dari
57

kedua fraksi. Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak

signifikan antara masing- masing kelompok dengan nilai signifikansi (0,137 dan

0,153) yang lebih besar dari nilai p < 0,05 (Lampiran 27).

Keseluruhan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa hipotesis

awal yang menyatakan fraksi etil asetat dan fraksi air biji kacang merah

(Phaseolus vulgaris L.) dapat memberikan aktivitas antioksidan telah terbukti.

Sedangkan uji perbedaan aktivitas antioksidan antara fraksi air, etil asetat biji

kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) terbukti tetapi aktivitas antioksidan kedua

fraksi berbeda tidak signifikan dan hasil uji aktivitas antioksidan fraksi etil asetat

dan air biji kacang merah pada konsentrasi 20, 30, 40, 50 dan 60 g/ml hanya

mampu meredam aktivitas radikal DPPH sebesar 5% dengan nilai EC5 fraksi etil

asetat 36,39 g/ml dan EC5 fraksi air 28,51 g/ml sedangkan aktivitas baku

Vitamin C pada konsentrasi yang sama memberikan aktivitas peredaman DPPH

sebesar 50% dengan nilai EC50 54,71 g/ml.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dalam bentuk fraksi etil asetat dan

fraksi air memiliki aktivitas sebagai antioksidan.

2. Fraksi etil asetat dan fraksi air biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)

memiliki perbedaan yang tidak signifikan.

3. Nilai konsentrasi efektif 5 (EC5) dari fraksi air biji kacang merah EC5 28,51

g/ml dan fraksi etil asetat biji kacang merah EC5 36,39 g/ml mampu

meredam aktivitas radikal DPPH sebesar 5% pada konsentrasi 20- 60 g/ml.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi efektif

fraksi etil asetat maupun fraksi air yang efektif sebagai antioksidan.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas antioksidan dari fraksi

etil asetat dan fraksi air dengan metode lain.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui batas konsumsi harian

biji kacang merah untuk meminimalkan resiko asam urat.

58
59

DAFTAR PUSTAKA

Amarowicz, R., Naczk, M., and Shahidi, F., 2000. Antioxidant Activity of Crude
Tannins of Canola and Rapeseed Hulls.JAOCS. 77: 957, 959.

Anonim. 2005. Tanaman Obat Indonesia. http://www.iptek.go.id. Diakses pada


28 Oktober 2015.

Apak, R., Gl, K., Demirata, B., zyrek M., Celik, S. E., Bektaolu, B.,
Berker, K. I., zyurt, D. 2007. Comparative Evaluation of Various Total
Antioxidant Capacity Assays Applied to Phenolic Compounds with the
CUPRAC Assay. International Journal of Molecular Science. 12 : 1511.

Arief, S. 2002. Radikal Bebas. Thesis. Surabaya : Fakultas Ilmu Kesehatan Anak
UNAIR.

Bellevile-Nabet, F. 1996. Antioxidant actions phenolic and vitamin C contents of


common Mauritian exotic fruits. J. Sci. Food and Agric. 83. (5) : 563-569.

Chen, H.M., Muramoto, K., Yamauchi, F., dan Nokihara, K. 1996. Antioxidant
Activity of Designed Peptides Based on the Antioxidative Peptide Isolated
from Digest of a Soybean Protein. J. Agric Food Chem.

Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : Erlangga.

Dalimartha, S. dan Soedibyo, M. 1999. Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan
Diet Suplemen. Jakarta : Trubus agriwidya.

Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

____________________. 1987. Analisis Obat Tradisional. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

____________________. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta :


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

____________________. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak. Jakarta :


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Djamil, R. dan Anelia, T. 2009. Penapisan Fitokimia, Uji BSLT dan Uji
Antioksidan Ekstrak Metanol beberapa Spesies Papilionaceae. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia. 7. (2): 65- 7.

Edhisambada. 2011. Metode Uji Aktivitas Antioksidan Radikal 1,1-difenil-2-


pikrilhidrazil (DPPH).(http://edhisambada.wordpress.com /2011/02/22/
metode-uji-aktivitas-antioksidan-radikal-11-difenil-2-pikrilhidrazil-dpph/
diakses pada 28 Oktober 2015).
60

Fatimah. 2011. Karakteristik dan Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari Ekstrak
Madu Sumbawa.Skripsi.Malang. UIN Maulana Malik Ibrahim 69- 70.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa


Tumbuhan. Bandung : ITB.

Hernani dan Rahardjo, M. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta :


Penebar Swadaya.

Kresnawaty, I., Budiani, A., Panji, T., dan Suharyanto. 2012. Isolasi dan
Mikroenkapsulasi Vitamin E dari Crude Palm Oil sebagai Sumber
Antioksidan Bahan Pangan. Menara Perkebunan. 80. (2) : 68- 76.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoid, Fenil Propanoida, Alkaloid. USU


Repository.

Leong, L.P. dan Shui, G. 2002. An Investigation of Antioxidant Capacity of Fruits


in Singapore Markets. Food Chemistry.

Majumdar, M. 2005. Evaluation of Tectona grandis Leaves for Wound Healing


Activity. Thesis. Departement of Pharmacology. Krupadhini College of
Pharmacy. Bangalore.

Markham, K.R., 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Diterjemahkan oleh


Padmawinata, K. ITB. Bandung.

Marliana, S.D., Suryanti, V., dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 (1) ; 26- 31. UNS
Surakarta.

Mega, I. M. dan Swastini, D. A. 2010. Screening Fitokimia dan Aktivitas


Antiradikal Bebas Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyrinops
versteegii).Jurnal Kimia. 4. (2) : 189.

Molyneux, P. 2004. The Use Of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl


(DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. J. Sei. Technol. 26. (2) : 211-
219.

Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga


University Press.

Pavlovic, V., Cekic, S., Rankovic, G. Stoiljkovic, N. 2005. Antioxidant and Pro-
oxidant Effect of Ascorbic Acid. Acta Med.Medianae. 44. (1) : 65-69.

Prakash, A. 2001. Antioxidant Activity. Medallion Laboratories Analytical


Progress.
61

Rachmat, M. 2012. Buku Ajar Biostatistika : Aplikasi pada Penelitian Kesehatan.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh
Padmawinata, K. Bandung : ITB.
Rocha-Guzman, N. E., Gallegos-Infante, J. A., Gonzalez-Laredo, R. F., Cardoza-
Cervantes, V., Reynoso-Camacho, R., Ramos-Gomez, M., Garcia-Gasca, T.,
De Anda Salazar, A. 2013.Evaluation of culinary quality and antioxidant
capacity for Mexican common beans (Phaseolus vulgaris L.) canned in pilot
plant. International Food Research Journal 20(3): 1087-1093.
Rohman, A. dan Ganjar, I. G. 2007. Metode Kromatografi untuk Analisa
Makanan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Rohman, A dan Gandjar, I.G. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Rohman, A. dan Riyanto, S. 2005. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah
Mengkudu. Agritech Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian. 3.(64) : 176-
178.
Roth, H. J. dan Blaschne, G. 1994. Analisis Farmasi. Diterjemahkan oleh Kisman
S. dan Ibrahim. Yogyakarta : UGM Press.
Rubatzky, Vincent E, dan Yamaguchi, M. 1998. Prinsip, Produksi dan Gizi Jilid
II. Bandung : ITB.
Schoorl. 1998. Materi Pelengkap Kemurnian Cara Pemisahan Obat. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Setyowati, Widiastuti A. E., Ariani, Sri R. D., Ashadi, Mulyani, B. dan
Rahmawati, Cici P. 2014. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen
Utama Ekstrak Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas
Petruk. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VI. 271- 280.
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung : ITB.
Soekmanto, A., Hapsari, Y., Simanjuntak, P. 2007. Kandungan Antioksidan pada
Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa, Phaleria macrocarpa (Scheff)
Boerl. (Thymelaceae). Laporan Penelitian. Jakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Soediro. Bandung : ITB.
Suhartono, E, Fujiati, Aflanie, I. 2002. Oxygen Toxicity by Radiation and Effect
of Glutamic Piruvat Transamine (GPT) Activity Rat Plasma After Vitamin C
Treatment. International Seminar on Environmental Chemistry and
Toxycology. Yogyakarta. 20- 21 Mei 2002.
62

Sunarni, T. 2005. Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa


Kecambah dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi
Indonesia 2 (2). 2001. 53- 61.

Suparman. 2000. Daya Tangkap Radikal Oksida Nitrit Senyawa Lingkar Lima
dan Enam Analog Kurkumin dengan Variasi Gugus Etil dan Metil pada
Cincin Aromatis. Thesis. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

Supriadi. 2002. Optimalisasi Pelarut Ekstraksi daun Tabat Barito (Ficus


deltoidea). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor: 10, 15.

Suratmo. 2009. Potensi Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai
Antioksidan. Laporan Penelitian. Malang : Universitas Brawijaya: 3.

Tahir, I., Wijaya, K., dan Widianingsih, D. 2003. Terapan Analisa Hansch Untuk
Aktivitas Antioksidan Senyawa Turunan Flavon, Flavonol. Thesis.
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

Tiveron, Ana P., Melo, Priscilla S., Bergamaschi, K.B., Vieira, Thais M. F. S.,
Regitano-dArche, Marisa A.B. dan Alencar, S. M. 2012. Antioxidant
Activity of Brazilian Vegetables and Its Relation with Phenolic
Composition. International Journal of Molecular Sciences. 8943- 8957.

Trevor, R. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh


Padmawinata, K. Bandung : ITB.

Underwood dan Day, Jr. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Diterjemahkan oleh
Pudjaatmaka. Edisi V. Jakarta : Erlangga.

Vyas. 2009. In- Vitro Models For Antioxidant Activity Evaluation.


(http://www.pharmainfo.net/reviews/vitro-models-antioxidant-activity-
evaluation-review). Diakses pada 30 Oktober 2015.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Dr.


Soendani Noerono. Edisi ke-V. Yogyakarta : UGM Press.

Wijaya, A. 1996. Radikal Bebas dan Parameter Status Antioksidan. Forum


Diagnosticum, Prodia Diagnostic Services. No. 1 : 1-12.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Yogyakarta : Kanisius.

Zamroni, M. 2011. Uji Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Aktif
Tanaman Anting- Anting (Acalipha Indica L.), Skripsi. Malang. 80-81

Zakaria, F.R., B.Irawan, S.M.Pramudya dan Sanjaya.1996. Intervensi Sayur dan


Buah Pembawa Vitamin C dan E Meningkatkan Sistem Imun Populasi
Buruh Pabrik di Bogor. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 11 (2) : 21-
27.
Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi Biji Kacang Merah

63
Lampiran 2. Certificate of Analysis DPPH

64
Lampiran 3. Certificate of Analysis Vitamin C

65
Lampiran 4. Certificate of Analysis Metanol

66
Lampiran 5. Biji Kacang Merah

Biji Kacang Merah

67
Lampiran 6. Proses Maserasi dan Fraksinasi

Maserasi

Fraksi Air dengan n-Hexane Fraksi Air dengan Etil Asetat

68
Lampiran 7. Data Penimbangan

1. Serbuk Kering Kacang Merah


Ekstraksi Keterangan

Berat wadah + serbuk = 201,200 g


Penyari etanol (I) Berat wadah + sisa = 0,890 g -
Berat serbuk = 200, 310 g

Berat wadah + serbuk = 201,094 g


Penyari etanol (II) Berat wadah + sisa = 0,986 g -
Berat serbuk = 200,108 g

2. Hasil Ekstrak Kacang Merah

Ekstrak Keterangan

Berat cawan + ekstrak = 157,060 g


Ekstrak etanol (I) Berat cawan kosong = 137,695 g -
Berat ekstrak = 19,365 g

Berat cawan + ekstrak = 130,820 g


Ekstrak etanol (II) Berat cawan + sisa = 115,988 g -
Berat ekstrak = 14,832 g

69
Lampiran 8. Perhitungan Persen Pengotor dan Rendemen Ekstrak Kacang
Merah

Berat basah kacang merah + kulit = 1.800 gram = 1,8 kg

Berat simplisia basah = 1.002,1 gram

Berat simplisia kering = 750,4 gram

Berat pengotor = 12,4 gram

Persen pengotor = 1,65 %

Syarat = < 2,0 %

1. Ekstrak etanol (I )
Berat serbuk simplisia = 200,310 gram

Berat ekstrak = 19,365 gram

19,365 gram
Rendemen ekstrak = x 100% = 9,67%
200,310 gram

2. Ekstrak Etanol (II)


Berat serbuk simplisia = 200,108 gram

Berat ekstrak = 14,832 gram

14,832 gram
Rendemen ekstrak = x 100% = 7,41%
200,108 gram

70
Lampiran 9. Rendemen Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Kacang Merah

Ekstrak Fraksi Air Fraksi Etil Asetat

Berat cawan + fraksi = 99,4731 gram 84,9820 gram


I
Berat cawan kosong = 92,4400 gram 84,4350 gram
9,98 gram
Berat fraksi = 7,0331 gram 0,5470 gram

Berat cawan + fraksi = 97,9644 gram 85,0043 gram


II
Berat cawan + sisa = 92,4400 gram 84,4350 gram
10,2 gram
Berat fraksi = 5,5244 gram 0,6675 gram

71
Lampiran 10. Ekstrak Kental, Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Kacang Merah

Ekstrak Kental Kacang Merah

Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat

72
Lampiran 11. Hasil Pengujian Bebas Etanol Ekstrak Kacang Merah

1. Ekstrak dengan penyari etanol

Hasil Positif
Pereaksi Hasil Pengamatan Keterangan
(pustaka)

Larutan
Asam sulfanilat
bewarnamerah (-)
+ HCl +
frambos Warna kuning
NaNO2+ NaOH, coklat
(Schoorl, 1988 :
lalu dipanaskan
48)

Asam asetat + Bau pisang


H2SO4(p), lalu (Schoorl, 1988 : (-)
dipanaskan 48) Bau asetat

Keterangan :
(-) Hasil negatif
(+) Hasil positif

73
Lampiran 12. Skrining Fitokimia Serbuk, Ekstrak, Fraksi Air dan Fraksi
Etil Asetat Kacang Merah

Fraksi
Fraksi
Senyawa Reagen Kontrol Serbuk Ekstrak Etil
Air
Asetat

Serbuk Mg
+ HCl
pekat +
amyl
Flavonoid
alcohol
- + + + +

Kocok
kuat,
diamkan 1
menit +
Saponin
HCl 1%
- + + + +

FeCl3 1%

Tanin

- + + + +

74
75

Ekstraksi
dengan
eter 2 jam,
saring
Steroid
Filtrat +
CH3COOH
anhidrat +
H2SO4(p)
- + + + +

FeCl3 +
Polifenol
K3FeCN6

- + + + +
Lampiran 13. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pengamatan
SenyawaUji
UV 254 nm Penampak bercak

Uap ammonia
Flavonoid
(Antioksidan )

DPPH

Tanin

FeCl3

76
77

Saponin

Anisaldehid-H2SO4
Lampiran 14. Spektrofometer UV- Visible

Spektrofotometer UV- Visibel Shimadzu 1700

78
Lampiran 15. Data Pembuatan Larutan DPPH

Pembuatan larutan DPPH

Molaritas DPPH yang dibutuhkan 0,08 mM = 0,8. 10-4M

BM DPPH = 394,32 g
mol

Volume larutan = 100 ml = 0,1 liter

Penimbangan DPPH = BM DPPH x Vol. larutan x Molaritas DPPH

= 394,32 g x 0,1 L x 0,08. 10-4 M


mol

= 3,15456 x 10-3 g

= 3,154 mg

Cara pembuatan larutanDPPH :

Timbang seksama DPPH 3,154 mg, kemudian masukkan ke dalam labu takar

100,0 mL. Larutkan dengan metanol p.a hingga larut, kemudian ditambahan dengan

metanol p.a hingga 100,0 mL. kocok sampai homogen dan didapat konsentrasi

0,08 mM.

79
Lampiran 16. Hasil Skrining Panjang Gelombang Maksimum DPPH

80
Lampiran 17. Data Penentuan Operating Time Vitamin C

81
Lampiran 18. Data Penentuan Operating Time Fraksi Air Kacang Merah

82
Lampiran 19. Data Penentuan Operating Time Fraksi Etil Asetat Kacang Merah

83
Lampiran 20. Hasil Perhitungan Baku Vitamin C

Data penimbangan Vitamin C replikasi I


Berat wadah + zat = 29,3920 gram
Berat wadah + sisa = 29,3664 gram -
Berat zat = 0,0256 gram

Konsentrasi sebenarnya = 0,0256 g/ 25 ml


= 1,024 . 10-3 x 100%
= 0,1024% b/v
= 102,4 mg/100ml 1024 g/ml
Konsentrasi Volume Pemipetan Koreksi Kadar

20 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1024 g/ml = 10 ml x 20 g/ml 0,2 ml x 1024g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,195 0,2 ml N2 = 20,48 g/ml

30 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1024 g/ml = 10 ml x 30 g/ml 0,3 ml x 1024 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,293 0,3 ml N2 = 30,72 g/ml

40 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1024 g/ml = 10 ml x 40 g/ml 0,4 ml x 1024 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,391 0,4 ml N2 = 40,96 g/ml

50 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1024 g/ml = 10 ml x 50 g/ml 0,5 ml x 1024 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,488 0,5 ml N2 = 51,20 g/ml

60 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1024 g/ml = 10 ml x 60 g/ml 0,6 ml x 1024 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,586 0,6 ml N2 = 61,44 g/ml

84
85

Konsentrasi (g/ml) Absorbansi Kontrol


20,48 0,5992
30,72 0,5150
40,96 0,4143 0,678
51,20 0,2986
61,44 0,2357

Abs kontrol - Abs sampel


% aktivitas antioksidan x 100%
Abs kontrol
0,678 - 0,5994
20 ,48 g/ml x 100% 11,59 %
0,678
0,678 - 0,5150
30,72 g/ml x 100% 24,04 %
0,678
0,678 - 0,4143
40,96 g/ml x 100% 38,89 %
0,678
0,678 - 0,2986
51,20 g/ml x 100% 55,96 %
0,678
0,678 - 0,2357
61,44 g/ml x 100% 65,24 %
0,678

Konsentrasi (g/ml) (A) % aktivitas antioksidan (B)


20,48 11,59 Reg. Linier
30,72 24,04 A VS B
40,96 38,89 a = -16,514
51,20 55,96 b = 1,35898
61,44 65,24 r = 0,9967
Nilai EC50
Y = bx + a
Y = 1,35898 x + (-16,544)
50 = 1,35898 x + (-16,544)
X = 48,94 g/ml
86

Data penimbangan Vitamin C replikasi II


Berat wadah + zat = 27,4328 gram
Berat wadah + sisa = 27,4076 gram -
Berat zat = 0,0252 gram

Konsentrasi sebenarnya = 0,0252 g/ 25 ml


= 1,008 . 10-3 x 100%
= 0,1008% b/v
= 100,8 mg/100ml 1008 g/ml
Konsentrasi Volume Pemipetan Koreksi Kadar

20 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1008 g/ml = 10 ml x 20 g/ml 0,2 ml x 1008 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,198 0,2 ml N2 = 20,16 g/ml

30 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1008 g/ml = 10 ml x 30 g/ml 0,3 ml x 1008 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,298 0,3 ml N2 = 30,24 g/ml

40 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1008 g/ml = 10 ml x 40 g/ml 0,4 ml x 1008 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,397 0,4 ml N2 = 40,32 g/ml

50 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1008 g/ml = 10 ml x 50 g/ml 0,5 ml x 1008 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,496 0,5 ml N2 = 50,40 g/ml

60 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1008 g/ml = 10 ml x 60 g/ml 0,6 ml x 1008 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,595 0,6 ml N2 = 60,48 g/ml


87

Konsentrasi (g/ml) Absorbansi Kontrol


20,16 0,6499
30,24 0,5828
40,32 0,5403 0,805
50,40 0,5128
60,48 0,4216

Abs kontrol - Abs sampel


% aktivitas antioksidan x 100%
Abs kontrol
0,805 - 0,6499
20 ,16 g/ml x 100% 19,27 %
0,805
0,805 - 0,5828
30,24 g/ml x 100% 27,60 %
0,805
0,805 - 0,5403
40,32 g/ml x 100% 32,88 %
0,805
0,805 - 0,5128
50,40 g/ml x 100% 36,30 %
0,805
0,805 - 0,4216
60,48 g/ml x 100% 47,63 %
0,805

Konsentrasi (g/ml) (A) % aktivitas antioksidan (B)


20,16 19,27 Reg. Linier
30,24 27,60 A VS B
40,32 32,88 a = 6,568
50,40 36,30 b = 0,6490
60,48 47,63 r = 0,9837
Nilai EC50
Y = bx + a
Y = 0,6490 x + 6,658
50 = 0,6490 x + 6,658
X = 66,92 g/ml
88

Data penimbangan Vitamin C replikasi III


Berat wadah + zat = 27,4410 gram
Berat wadah + sisa = 27,3907gram -
Berat zat = 0,0503 gram

Konsentrasi sebenarnya = 0,0503 g/ 50 ml


= 1,006 . 10-3 x 100%
= 0,1006% b/v
= 1006 mg/100ml 1006 g/ml
Konsentrasi Volume Pemipetan Koreksi Kadar

20 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1006 g/ml = 10 ml x 20 g/ml 0,2 ml x 1006 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,199 0,2 ml N2 = 20,12 g/ml

30 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1006 g/ml = 10 ml x 30 g/ml 0,3 ml x 1006 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,298 0,3 ml N2 = 30,18 g/ml

40 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1006 g/ml = 10 ml x 40 g/ml 0,4 ml x 1006 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,398 0,4 ml N2 = 40,24 g/ml

50 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1006 g/ml = 10 ml x 50 g/ml 0,5 ml x 1006 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,497 0,5 ml N2 = 50,30 g/ml

60 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1006 g/ml = 10 ml x 60 g/ml 0,6 ml x 1006 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,596 0,6 ml N2 = 60,36 g/ml


89

Konsentrasi (g/ml) Absorbansi Kontrol


20,12 0,6029
30,18 0,5175
40,24 0,4121 0,673
50,30 0,3002
60,36 0,2322

Abs kontrol - Abs sampel


% aktivitas antioksidan x 100%
Abs kontrol
0,673 - 0,6029
20 ,12 g/ml x 100% 10,42 %
0,673
0,673 - 0,5175
30,18 g/ml x 100% 23,11 %
0,673
0,673 - 0,4121
40,24 g/ml x 100% 38,77 %
0,673
0,673 - 0,3002
50,30 g/ml x 100% 55,39 %
0,673
0,673 - 0,2322
60,36 g/ml x 100% 65,50 %
0,673

Konsentrasi (g/ml) (A) % aktivitas antioksidan (B)


20,12 10,42 Reg. Linier
30,18 23,11 A VS B
40,24 38,77 a = -18,338
50,30 55,39 b = 1,4159
60,36 65,50 r = 0,9974
Nilai EC50
Y = bx + a
Y = 1,4159 x + (-18,338)
50 = 1,4159 x + (-18,338)
X = 48,26 g/ml
Lampiran 21. Hasil Perhitungan Fraksi Air Biji Kacang Merah

Data penimbangan fraksi air kacang merah replikasi I


Berat wadah + zat = 29,1765 g
Berat wadah + sisa = 29,1668 g -
Berat zat = 0,0097 g

Konsentrasi sebenarnya = 0,0097 g/ 10 ml


= 0,97 . 10-3 x 100%
= 0,097% b/v
= 97 mg/100 ml 970 g/ml
Konsentrasi Volume Pemipetan Koreksi Kadar

20 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 970 g/ml = 10 ml x 20 g/ml 0,2 ml x 970 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,2 ml N2 = 19,4 g/ml

30 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 970 g/ml = 10 ml x 30 g/ml 0,3 ml x 970 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,3 ml N2 = 29,1 g/ml

40 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 970 g/ml = 10 ml x 40 g/ml 0,4 ml x 970 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,4 ml N2 = 38,8 g/ml

50 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 970 g/ml = 10 ml x 50 g/ml 0,5 ml x 970 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,5 ml N2 = 48,5 g/ml

60 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 970 g/ml = 10 ml x 60 g/ml 0,6 ml x 970 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,6 ml N2 = 58,2 g/ml

90
91

Konsentrasi (g/ml) Absorbansi Kontrol


19,40 0,695
29,10 0,681
38,80 0,669 0,728
48,50 0,659
58,20 0,647

Abs kontrol - Abs sampel


% aktivitas antioksidan x 100%
Abs kontrol
0,728 - 0,695
19,4 g/ml x 100% 4,53 %
0,728
0,728 - 0,681
29,1 g/ml x 100% 6,46 %
0,728
0,728 - 0,669
38,8 g/ml x 100% 8,10 %
0,728
0,728 - 0,659
48,5 g/ml x 100% 9,48%
0,728
0,728 - 0,647
58,2 g/ml x 100% 11,13 %
0,728

Konsentrasi (g/ml) (A) % aktivitas antioksidan (B)


19,4 4,53 Reg. Linier
29,1 6,46 A VS B
38,8 8,10 a = 1,452
48,5 9,48 b = 0,1672
58,2 11,13 r = 0,9984
Nilai EC5
Y = bx + a
Y = 0,1672 x + 1,452
5 = 0,1672 x + 1,452
X = 21,22 g/ml
92

Data penimbangan fraksi air kacang merah replikasi II


Berat wadah + zat = 27,4430 g
Berat wadah + sisa = 27,4328 g -
Berat zat = 0,0102 g

Konsentrasi sebenarnya = 0,0102 g/ 10 ml


= 1,02 . 10-3 x 100%
= 0,102% b/v
= 102,0 mg/100ml 1020 g/ml
Konsentrasi Volume Pemipetan Koreksi Kadar

20 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 20 g/ml 0,2 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,196 0,2 ml N2 = 20,4 g/ml

30 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 30 g/ml 0,3 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,294 0,3 ml N2 = 30,6 g/ml

40 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 40 g/ml 0,4 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,392 0,4 ml N2 = 40,8 g/ml

50 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 50 g/ml 0,5 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,49 0,5 ml N2 = 51,0 g/ml

60 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 60 g/ml 0,6 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,588 0,6 ml N2 = 61,2 g/ml


93

Konsentrasi (g/ml) Absorbansi Kontrol


20,40 0,658
30,60 0,641
40,80 0,628 0,675
51,00 0,618
61,20 0,609

Abs kontrol - Abs sampel


% aktivitas antioksidan x 100%
Abs kontrol
0,675 - 0,658
20,4 g/ml x 100% 2,52 %
0,675
0,675 - 0,641
30,6 g/ml x 100% 5,04 %
0,675
0,675 - 0,628
40,8 g/ml x 100% 6,96 %
0,675
0,675 - 0,618
51,0 g/ml x 100% 8,44 %
0,675
0,675 - 0,609
61,2 g/ml x 100% 9,77 %
0,675

Konsentrasi (g/ml) (A) % aktivitas antioksidan (B)


20,4 2,52 Reg. Linier
30,6 5,04 A VS B
40,8 6,96 a = -0,614
51,0 8,44 b = 0,1755
61,2 9,77 r = 0,9909
Nilai EC5
Y = bx + a
Y = 0,1755 x + (-0,614)
5 = 0,1755 x 0,614
X = 31,99 g/ml
94

Data penimbangan fraksi air kacang merah replikasi III


Berat wadah + zat = 26,5633 g
Berat wadah + sisa = 26,5530 g -
Berat zat = 0,0103 g

Konsentrasi sebenarnya = 0,0103 g/ 10 ml


= 1,030 . 10-3 x 100%
= 0,1030% b/v
= 103,0 mg/100ml 1030 g/ml
Konsentrasi Volume Pemipetan Koreksi Kadar

20 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 20 g/ml 0,2 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,194 0,2 ml N2 = 20,6 g/ml

30 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 30 g/ml 0,3 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,291 0,3 ml N2 = 30,9 g/ml

40 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 40 g/ml 0,4 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,388 0,4 ml N2 = 41,2 g/ml

50 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 50 g/ml 0,5 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,485 0,5 ml N2 = 51,5 g/ml

60 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 60 g/ml 0,6 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,583 0,6 ml N2 = 61,8 g/ml


95

Konsentrasi (g/ml) Absorbansi Kontrol


20,60 0,664
30,90 0,651
41,20 0,639 0,684
51,50 0,627
61,80 0,618

Abs kontrol - Abs sampel


% aktivitas antioksidan x 100%
Abs kontrol
0,684 - 0,664
20,6 g/ml x 100% 2,92 %
0,684
0,684 - 0,651
30,9 g/ml x 100% 4,82 %
0,690
0,684 - 0,639
41,2 g/ml x 100% 6,58 %
0,684
0,684 - 0,627
51,5 g/ml x 100% 8,33 %
0,684
0,684 - 0,618
61,8 g/ml x 100% 9,65 %
0,684

Konsentrasi (g/ml) (A) % aktivitas antioksidan (B)


20,6 2,92 Reg. Linier
30,9 4,82 A VS B
41,2 6,58 a = -0,328
51,5 8,33 b = 0,1648
61,8 9,65 r = 0,9981
Nilai EC5
Y = bx + a
Y = 0,1648 x + (-0,328)
5 = 0,1648 x 0,328
X = 32,33 g/ml
Lampiran 22. Hasil Perhitungan Fraksi Etil Asetat Kacang Merah

Data penimbangan fraksi etil asetat replikasi I


Berat wadah + zat = 27,4410 gram
Berat wadah + sisa = 27,4308 gram -
Berat zat = 0,0102 gram

Konsentrasi sebenarnya = 0,0102 g/ 10 ml


= 1,020 . 10-3 x 100%
= 0,1020% b/v
= 102,0 mg/100ml 1020 g/ml
Konsentrasi Volume Pemipetan Koreksi Kadar

20 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 20 g/ml 0,2 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,196 0,2 ml N2 = 20,4 g/ml

30 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 30 g/ml 0,3 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,294 0,3 ml N2 = 30,6 g/ml

40 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 40 g/ml 0,4 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,392 0,4 ml N2 = 40,8 g/ml

50 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 50 g/ml 0,5 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,49 0,5 ml N2 = 51,0 g/ml

60 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1020 g/ml = 10 ml x 60 g/ml 0,6 ml x 1020 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,588 0,6 ml N2 = 61,2 g/ml

96
97

Konsentrasi (g/ml) Absorbansi Kontrol


20,40 0,754
30,60 0,741
40,80 0,732 0,780
51,00 0,724
61,20 0,716

Abs kontrol - Abs sampel


% aktivitas antioksidan x 100%
Abs kontrol
0,780 - 0,754
20 ,40 g/ml x 100% 3,33 %
0,780
0,780 - 0,741
30,60 g/ml x 100% 5,0 %
0,780
0,780 - 0,732
40,80 g/ml x 100% 6,15 %
0,780
0,780 - 0,724
51,00 g/ml x 100% 7,18 %
0,780
0,780 - 0,716
61,20 g/ml x 100% 8,21 %
0,780

Konsentrasi (g/ml) (A) % aktivitas antioksidan (B)


20,40 3,33 Reg. Linier
30,60 5,00 A VS B
40,80 6,15 a = 1,198
51,00 7,18 b = 0,1171
61,20 8,21 r = 0,9942
Nilai EC5
Y = bx + a
Y = 0,1171 x + 1,198
5 = 0,1171 x + 1,198
X = 32,47 g/ml
98

Data penimbangan fraksi etil asetat replikasi II


Berat wadah + zat = 23,4417 gram
Berat wadah + sisa = 23,4314 gram -
Berat zat = 0,0103 gram

Konsentrasi sebenarnya = 0,0103 g/ 10 ml


= 1,030 . 10-3 x 100%
= 0,1030% b/v
= 103,0 mg/100ml 1030 g/ml
Konsentrasi Volume Pemipetan Koreksi Kadar

20 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 20 g/ml 0,2 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,194 0,2 ml N2 = 20,6 g/ml

30 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 30 g/ml 0,3 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,291 0,3 ml N2 = 30,9 g/ml

40 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 40 g/ml 0,4 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,388 0,4 ml N2 = 41,2 g/ml

50 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 50 g/ml 0,5 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,485 0,5 ml N2 = 51,5 g/ml

60 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1030 g/ml = 10 ml x 60 g/ml 0,6 ml x 1030 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,583 0,6 ml N2 = 61,8 g/ml


99

Konsentrasi (g/ml) Absorbansi Kontrol


20,60 0,752
30,90 0,742
41,20 0,736 0,774
51,50 0,727
61,80 0,713

Abs kontrol - Abs sampel


% aktivitas antioksidan x 100%
Abs kontrol
0,774 - 0,752
20,6 g/ml x 100% 2,84 %
0,774
0,774 - 0,752
30,9 g/ml x 100% 4,13 %
0,774
0,774 - 0,736
41,2 g/ml x 100% 4,91 %
0,774
0,774 - 0,727
51,5 g/ml x 100% 6,07 %
0,774
0,774 - 0,714
61,8 g/ml x 100% 7,75 %
0,774

Konsentrasi (g/ml) (A) % aktivitas antioksidan (B)


20,6 2,84 Reg. Linier
30,9 4,13 A VS B
41,2 4,91 a = -0,436
51,5 6,07 b = 0,1142
61,8 7,75 r = 0,9925
Nilai EC5
Y = bx + a
Y = 0,1142 x + (-0,436)
5 = 0,1142 x 0,436
X = 39,96 g/ml
100

Data penimbangan fraksi etil asetat replikasi III


Berat wadah + zat = 27,1552 gram
Berat wadah + sisa = 27,1451 gram -
Berat zat = 0,0101 gram 10,1 mg

Konsentrasi sebenarnya = 0,0101 g/ 10 ml


= 1,010 . 10-3 x 100%
= 0,1010% b/v
= 101,0 mg/100ml 1010 g/ml
Konsentrasi Volume Pemipetan Koreksi Kadar

20 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1010 g/ml = 10 ml x 20 g/ml 0,2 ml x 1010 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,198 0,2 ml N2 = 20,2 g/ml

30 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1010 g/ml = 10 ml x 30 g/ml 0,3 ml x 1010 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,297 0,3 ml N2 = 30,3 g/ml

40 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1010 g/ml = 10 ml x 40 g/ml 0,4 ml x 1010 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,396 0,4 ml N2 = 40,4 g/ml

50 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1010 g/ml = 10 ml x 50 g/ml 0,5 ml x 1010 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,495 0,5 ml N2 = 50,50 g/ml

60 g/ml V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1010 g/ml = 10 ml x 60 g/ml 0,6 ml x 1010 g/ml = 10 ml x N2

V1 = 0,594 0,6 ml N2 = 60,60 g/ml


101

Konsentrasi (g/ml) Absorbansi Kontrol


20,20 0,746
30,30 0,736
40,40 0,727 0,769
50,50 0,718
60,60 0,709

Abs kontrol - Abs sampel


% aktivitas antioksidan x 100%
Abs kontrol
0,769 - 0,746
20 ,20 g/ml x 100% 2,99 %
0,769
0,769 - 0,736
30,30 g/ml x 100% 4,29 %
0,769
0,769 0,727
40,40 g/ml x 100% 5,46 %
0,769
0,769 - 0,718
50,50 g/ml x 100% 6,63 %
0,769
0,769 - 0,709
60,60 g/ml x 100% 7,80 %
0,769

Konsentrasi (g/ml) (A) % aktivitas antioksidan (B)


20,20 2,99 Reg. Linier
30,30 4,29 A VS B
40,40 5,46 a = 0,65
50,50 6,63 b = 0,1184
60,60 7,80 r = 0,9998
Nilai EC5
Y = bx + a
Y = 0,1184 x + 0,65
5 = 0,1184 x + 0,65
X = 36,81 g/ml
Lampiran 23. Effective Concentration 50 (EC50 ) baku Vitamin C dan
Effective Concentration 5 (EC5 ) Fraksi Air dan Fraksi Etil
Asetat Biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)

Effective Concentration (g/ml) Rata- rata EC


Sampel Replikasi
(g/ml)
I 21,22
Fraksi Air II EC5 31,99 28,51
III 32,33
I 32,47
Fraksi Etil
II EC5 39,96 36,39
Asetat
III 36,74
I 48,94
Vitamin C II EC50 66,92 54,71
III 48,26

102
Lampiran 24. Hasil Reaksi Warna Setelah Penambahan Reagen DPPH pada
Uji Aktivitas Antioksidan

Baku Pembanding Vitamin C

Fraksi Air Kacang Merah

Fraksi Etil Asetat Kacang Merah

103
Lampiran 25. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi dengan % Aktivitas
Antioksidan

104
105
106
Lampiran 26. Uji Normalitas dan Homogenitas

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
Kelompok N Percent N Percent N Percent
EC5 Fraksi Air Biji
Kacang Merah 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

Fraksi Ethyl Asetat


3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
Biji Kacang Merah

Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
EC5 Fraksi Air Biji Kacang Mean 28.5133 3.64799
Merah 95% Confidence Lower Bound 12.8173
Interval for Mean Upper Bound 44.2094
5% Trimmed Mean .
Median 31.9900
Variance 39.923
Std. Deviation 6.31850
Minimum 21.22
Maximum 32.33
Range 11.11
Interquartile Range .
Skewness -1.726 1.225
Kurtosis . .
Fraksi Ethyl Asetat Biji Mean 36.3900 2.16925
Kacang Merah 95% Confidence Lower Bound 27.0565
Interval for Mean Upper Bound 45.7235
5% Trimmed Mean .
Median 36.7400
Variance 14.117
Std. Deviation 3.75725

107
108

Minimum 32.47
Maximum 39.96
Range 7.49
Interquartile Range .
Skewness -.416 1.225
Kurtosis . .

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
EC5 Fraksi Air Biji Kacang
.376 3 . .773 3 .051
Merah
Fraksi Ethyl Asetat Biji
.204 3 . .993 3 .846
Kacang Merah
a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances


EC5
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.820 1 4 .249

ANOVA
EC5 Sum of
df Mean Square F Sig.
Squares
Between
93.063 1 93.063 3.444 .137
Groups
Within Groups 108.081 4 27.020
Total 201.143 5
109
Lampiran 27. T-Test

Group Statistics
Std. Std. Error
Kelompok N Mean Deviation Mean
EC5 Fraksi Air Biji Kacang
3 28.5133 6.31850 3.64799
Merah
Fraksi Ethyl Asetat Biji
3 36.3900 3.75725 2.16925
Kacang Merah

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95%
Confidence
Std. Interval of the
Mean Error Difference
Sig. (2- Differe Differe
F Sig. t df tailed) nce nce Lower Upper
EC Equal - - -
4.2442 3.9071
5 variances 1.820 .249 1.85 4 .137 7.8766 19.660
2 9
assumed 6 7 52
Equal - - -
3.25 4.2442 5.0465
variances not 1.85 .153 7.8766 20.799
7 2 6
assumed 6 7 89

110

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I - Bab Ii
    Bab I - Bab Ii
    Dokumen47 halaman
    Bab I - Bab Ii
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • ANEMIA Kel 7 Fix
    ANEMIA Kel 7 Fix
    Dokumen22 halaman
    ANEMIA Kel 7 Fix
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Makalah Mual Muntah-1
    Makalah Mual Muntah-1
    Dokumen19 halaman
    Makalah Mual Muntah-1
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    100% (1)
  • SOAL
    SOAL
    Dokumen1 halaman
    SOAL
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Soap
    Soap
    Dokumen10 halaman
    Soap
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Etiologi Hiv
    Etiologi Hiv
    Dokumen51 halaman
    Etiologi Hiv
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Nilai Lab
    Lampiran Nilai Lab
    Dokumen94 halaman
    Lampiran Nilai Lab
    edi
    Belum ada peringkat
  • Gas Medis
    Gas Medis
    Dokumen35 halaman
    Gas Medis
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    100% (1)
  • DM
    DM
    Dokumen12 halaman
    DM
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Ambang Batas Formalin
    Ambang Batas Formalin
    Dokumen5 halaman
    Ambang Batas Formalin
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Kasus 3 DIARE-2
    Kasus 3 DIARE-2
    Dokumen3 halaman
    Kasus 3 DIARE-2
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Preeklamsiaku
    Preeklamsiaku
    Dokumen15 halaman
    Preeklamsiaku
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Filsafat Dedew
    Jurnal Filsafat Dedew
    Dokumen10 halaman
    Jurnal Filsafat Dedew
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • DIARE Kel 7
    DIARE Kel 7
    Dokumen18 halaman
    DIARE Kel 7
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Harga, Soap Diare
    Harga, Soap Diare
    Dokumen9 halaman
    Harga, Soap Diare
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • DIARE Kel 7
    DIARE Kel 7
    Dokumen18 halaman
    DIARE Kel 7
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Makalah HT FTM Fix 2017
    Makalah HT FTM Fix 2017
    Dokumen27 halaman
    Makalah HT FTM Fix 2017
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Buku Pedoman Skripsi 2017
    Buku Pedoman Skripsi 2017
    Dokumen49 halaman
    Buku Pedoman Skripsi 2017
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Buku Panduan Skripsi
    Buku Panduan Skripsi
    Dokumen49 halaman
    Buku Panduan Skripsi
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen22 halaman
    Kasus
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Soap
    Soap
    Dokumen9 halaman
    Soap
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Naskah 2
    Naskah 2
    Dokumen115 halaman
    Naskah 2
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Ambang Batas Formalin
    Ambang Batas Formalin
    Dokumen5 halaman
    Ambang Batas Formalin
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Studi Kasus MPF
    Studi Kasus MPF
    Dokumen21 halaman
    Studi Kasus MPF
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Kimling
    Kimling
    Dokumen4 halaman
    Kimling
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Ambang Batas Formalin
    Ambang Batas Formalin
    Dokumen5 halaman
    Ambang Batas Formalin
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Alur Pelaksanaan Skripsi New
    Alur Pelaksanaan Skripsi New
    Dokumen5 halaman
    Alur Pelaksanaan Skripsi New
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • KSFK PREEKLAMSIA (SOAP Nyeri)
    KSFK PREEKLAMSIA (SOAP Nyeri)
    Dokumen5 halaman
    KSFK PREEKLAMSIA (SOAP Nyeri)
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat
  • Ambang Batas Formalin
    Ambang Batas Formalin
    Dokumen5 halaman
    Ambang Batas Formalin
    Dewi Kurnianingtyas Setyani
    Belum ada peringkat