Disusun oleh :
PENDAHULUAN
Sampai saat ini angka kematian ibu (AKI) melahirkan tidak dapat
menurun seperti yang diharapkan, menurut Roeshadi (2006) terdapat tiga
penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri antara lain pendarahan 45%,
infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia) 13%. Di Indonesia
preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5
% sampai 25 %, sedangkan kematian bayi antara 45 % sampai 50 % (Manuaba,
1998).
Preeklampsia merupakan hipertensi pada ibu hamil, biasanya setelah 20
minggu kehamilan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah yakni >140/90
mmHg dengan dibarengi peningkatan proteinuria, edema atau keduanya
(Sanseen,2008). Preeklampsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan, penyebabnya belum diketahui.
Pada kondisi berat pre-eklamsia dapat menjadi eklampsia dengan penambahan
gejala kejang-kejang (Wiknyosastro H., 1994).
Obat dapat menembus sawar uri dan bisa menyebabkan efek yang
berbahaya pada janin (Aslam, 2003) Selama trimester pertama, obat dapat
menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan resiko terbesar adalah kehamilan 3-8
minggu. Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat meracuni
plasenta (Depkes RI, 2006). Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat
menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam
pertumbuhan, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati
(Depkes RI, 2006).
Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada
ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara
lain molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit
ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor
lingkungan (Cunningham.,1995).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.5.2. Edema
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam
jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
penbengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada
ektrimitas dan muka (Wiknyosastro H.,1994). Edema pretibial yang ringan sering
ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan
diagnosa pre-eklampsia. Kenaikan berat badan kg setiap minggu dalam
kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa
kali atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi
pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan
mungkin merupakan tanda preeklampsia. Hal ini perlu menimbulkan
kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia. Edema dapat terjadi pada semua
derajat PIH ( Hipertensi dalam kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit
diagnostik kecuali jika edemanya general (Michael D.B.,1992).
2.5.3 Proteinuria
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3
g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau
2 + ( menggunakan metode turbidimetrik standard ) atau 1g/liter atau lebih dalam
air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh
urin yang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam (Wiknyosastro
H.,1994). Proteinuri biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah
berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada preeklampsia, rupa-rupanya karena
vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap
sebagai tanda yang cukup serius (Benzion, M.D.,1994).
2.6. Etiologi
Sebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui.
Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit tersebut, akan
tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang diterima
harus dapat menerangkan hal-hal berikut: (1) sebab bertambahnya frekuensi pada
primigrafiditas, kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa; (2) sebab
bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab terjadinya
perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab
jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab
timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma (Fairlie F.M.,1992).
Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan
ischaemia rahim dan plascenta (ischemaemia uteroplacentae). Selama kehamilan
uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion,
kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada
penyakit pembuluh darah ibu, diabetes , peredaran darah dalam dinding rahim
kurang, maka keluarlah zat-zat dari placenta atau decidua yang menyebabkan
vasospasmus dan hipertensi (Wiknyosastro H.,1994).
Adapun teori-teori tersebut antara lain:
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat di bahwa pada kehamilan pertama pembentuk
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin
sempurna pada kehamilan berikutnya.
Penderita pada tahap preeklampsia hendaknya mau dirawat dirumah sakit untuk
memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin. Pemantauan meliputi fungsi
ginjal lewat protein urinenya dan juga fungsi hati. Menu makanan sehari-hari pun
perlu diperhatikan. Yang pasti konsumsi garam harus dikurangi, sedangkan buah
buahan dan sayuran diperbanyak (Mambo, 2006).
1. Primigravida
2. Primipaternitas
4. Hiperplasentosis
Pada penelitian yang dilakukan oleh Davies dkk dengan menggunakan desain
penelitian case control studi dikemukakan bahwa pada populasi yang diselidikinya
wanita dengan hipertensi kronik memiliki jumlah yang lebih banyak untuk
mengalami preeclampsia dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat
penyakit ini.
8. Obesitas
Hal ini yang akan diberikan pada pasien selama dirawat di rumah sakit dengan
preeklampsia berat, berikut ini:
1. Tirah baring, ruangan yang tenang, tidak ada telepon dan sedikit
pengunjung untuk mengurangi stimulus yang dapat mencetuskan
2. Diet tinggi protein, natrium sedang yang dapat ditoleransi bila
tidak terdapat mual atau indikasi dari aktivitas yang menimbulkan
serangan kejang
3. Kesimbangan cairan dan penggantian elektrolit untuk
memperbaiki hipovolumia, mencegah kelebihan sirkulasi dan
pemeriksaan serum harian (asupan cairan harus 1000 ml ditambah
haluan urin untuk 24 jam sebelumnya)
4. Sedatif seperti diazepam atau fenobarbital untuk meningkatkan
istirahat
5. Antihipertensif seperti hidralazin untuk meningkatkan
vasodilatasi tanpa memberikan efek yang berat pada janin
(diberikan bila tekanan diastolik lebih tinggi dari 110 mmHg,
diberikan drip intravena atau suntikan)
6. Antikonvulsan untuk mengurangi resiko kejang seperti
magnesium sulfat (MgSO4) diberikan IM atau IV untuk
mempertahankan kadar dalam darah antara 4,0 dan 7,5 mg/dl
(pada 10 mg/dl, refleks tendon dalam menghilang dan pada 15
mg/dl terjadi paralisis pernapasan dan atau henti jantung.
Dukungan atau pendidikan untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan pemahaman dan kerja sama dengan tetap
memberikan informasi tentang status janin, mendengarpenuh
perhatian, mempertahankan kontak mata dan berkomunikasi
dengan tenang hangat dan empati yang tepat.
Gambar 1. Obat Antihipertensi untuk hipertensi kronik atau gestasional pada kehamilan
(Mita, 2015).
Gambar 2. Obat untuk kontrol cepat hipertensi berat pada kehamilan (Myrtha, 2105).
BAB III
KASUS DAN PENYELESAIAN
DAFTAR PUSTAKA
Aslam, Mohamed, 2003, Penggunaan Obat pada Masa Kehamilan dan Menyusui,
dalam: Aslam, M., dan Tan, C. K., Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), Elex
Media Komputindo, Jakarta.
Benzion Taber, MD. Kapita selekta. Kedaruratan Obstetri & Ginecologi; Alih
bahasa; Teddy Supriyadi; Johanes Gunawan; Editor Melfiawati S, Ed 2, Jakarta,
EGC.1994
Cunningham, Mac Donald, Gant; William Obstetri; Alih bahasa: Joko Suyono,
Andry Hartono; Ed. 18; 1995
Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui,
Depkes RI, Jakarta. Hal 1-2, 7.
Fairlie FM, Sibai BM. Hypertencive Disorder in Pregnancy. Dalam: Reece EA,
Hobbins JC, Mahoney MJ, Petric RH (eds). Medicine of fetus and mother.
Philadelphia; JB. Lippincott Company; 1992.
Saseen, J. J., Eric, J. M., 2008, Hypertension, dalam: Dipiro, J. T., talbert, R. L.,
Yee, G. C., Matzke, G.R., Wells, B. G., and Posey, L. M., Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, seventh edition, McGraw-Hill, USA. Hal 108-109.
Manuaba Ida Bagus Gede; Ilmu kebidanan, Penyakit kandungan & Keluarga
berencana untuk pendidikan bidan, Editor: Seriawan, Ed. I, Jakarta,EGC,1998
Pauline Mc.Call Sellers; Midwifery, A tekbook and reference Book for Midwifery
in Southern Africa, Volume II Complication in Childbirth, 1993.
Roeshadi, H., 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian
Ibu pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia.
(http://respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/721/1/Haryono.pdf) (diakses
tanggal 16 Mei 2011).