Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengenalan bentuk (morfologi) mikroba, kecuali untuk kelompok mikroalga,
harus dilakukan melalui pewarnaan terlebih dahulu. Karena tanpa melalui
pewarnaa bentuk tersebut tidak akan dapat diamati secara jelas.
Pewarnaan atau pengecatan terhadap mikroba, banyak dilakukan secara
langsung bersama (bahan yang ada) ataupun secara tidak langsung (melalui
biakan murni).
Pewarna yang digunakan pada umumnya berbentuk senyawa kimia khusus
yang akan memberikan reaksi kalau mengenai bagian tubuh jasad. Karena
pewarna tersebut berbentuk ion yang bermuatan positif atau negatif.
Sel bakteri bermuatan mendekati negatif kalau dalam keadaan pH mendekati
netral. Sehingga kalau kita memberikan pewarna yang bermuatan positif,
misalnya metilen biru, hasil pewarnaan akan jelas.
Secara kimia, zat warna dapat digolongkan dalam senyawa basa dan senyawa
asam. Jika warna terletak pada muatan positif maka senyawa tersebut dinamakan
zat warna basa. Sebaliknya jika warna terdapat pada ion bermuatan negatif maka
senyawa tersebut dinamakan zat warna asam.
Contoh zat warna basa misalnya : metilen biru, safranin, merah netral dan
sebagainya, dengan anionnya adalah Cl-, SO2-4, CH3COO-, CO-OHOO- dan
sebagainya. Sedang zat warna asam misalnya Na eosinat, eosin, fukhsin, fukhsin
asam, merah kongo dan sebagainya, dengan kationnya adalah Na+, K+, Ca2+, NH3+.

-1-
Di samping zat warna asam dan zat warna basa juga didapatkan zat warna
indiferen seperti suddan III, dimetil amid azo benzol dan zat warna netral seperti
eosin metilen biru.
Salah satu sifat dan zat warna asam pada umumnya mempunyai sifat
bersenyawa lebih cepat dengan bagian-bagian sitoplasma, sedang zat warna basa
mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel.
Pada praktikum kali ini dilakukan untuk mengamati bentuk morfologi
mikroba percobaan ini agak rumit karena warna mikroba yang diamati
cenderung bening maka dilakukan pewarnaan agar lebih mudah
diamati bentuk morfologinya.

1.2 Tujuan Percobaan


- Mengetahui jenis-jenis pewarnaan dan cara-cara pewarnaan
- Mengetahui tujuan dari pewarnaan
- Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan

-2-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pewarnaan Sederhana
Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan hanya 1 macam zat warna saja
agar meningkatkan kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya. Prosedur
pewarnaan sederhana mudah dan cepat, sehingga pewarnaan ini sering digunakan
untuk melihat bentuk, ukuran dan penataan mikrooragnisme. Pada bakteri dikenal
berbagai bentuk, yaitu bulat (coocus), batang (basilus) dan spiral. Dengan
pewarnaan sederhana dapat juga terlihat penataan bakteri. Pada coocus dapat
terlihat penataan seperti rantai (streptokokus), buah anggur (stafilakokus),
pasangan (diplokokus), bentuk kubus yang terdiri dari 4 atau 8 kokus (sarcinae).
Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana
karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa). Zat-zat warna yang
digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen
kromoforiknya bermuatan positif).
Pewarnaan sederhana ini memungkinkan dibedakannya bakteri dengan
bermacam-macam tipe morfologi (coocus, basilus, vibrio, spirilum, dan
sebagainya) dari bahan-bahan lainnya yang ada pada olesan yang diwarnai.
Disamping itu dapat pula diamati struktur-struktur tertentu seperti endospora.
Berbeda dengan spesimen hidup, sel-sel yang diwarnai terfiksasi pada kaca obyek
sehingga dapat disimpan sebagai dokumentasi untuk jangka waktu lama.

2. Pewarnaan Negatif

-3-
Seperti jelas tercemin dari namanya, metode ini bukan untuk mewarnai
bakteri, tetapi hanya mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Metode ini
meliputi pencampuran mikroorganisme di dalam setetes tinta nigrosin lalu
menyebarkannya di atas sebuah kaca obyek yang bersih. Pada pewarnaan ini
mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang) dan tampak jelas di
anatara medan yang gelap karena pewarna-pewarna tersebut tidak menembus
mikroorganisme. Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel.
Berbeda dengan metode-metode pewarna lain, pada pewarnaan negatif olesan
tidak mengalami pemanasan ataupun perlakuan keras dengan bahan-bahan kimia,
maka terjadinya penyusutan sel dan salah bentuk agak kurang sehingga penentuan
sel dapat diperoleh dengan lebih cepat. Akan tetapi harus diperhatikan bahwa
selama mengeringnya pewarna, sel-sel tersebut dapat saja mengalami penyusutan
atau salah bentuk. Metode ini juga berguna untuk bakteri-bakteri tertentu, seperti
spiroketa, yang sukar diwarnai
Metode yang akan dipakai di sini menggunakan nigrosin. Berhasilnya
metode ini bergantung pada hal-hal berikut: (1) kaca obyek harus betul-betul
bersih ( bila terdapat sisa-sisa lemak atau debu pada kaca obyek, olesan
mikroorganisme tidak akan merata); (2) jumlah nigrosan yang digunakan
menentukan keberhasilan pewarnaan (kebanyakan mahasiswa cenderung untuk
menggunakannya dalam jumlah yang berlebihan); (3) campuran mikroorganisme
dan pewarna harus diseret di atas kaca obyek, bukan sekedar didorong.
Beberapa mikroba sulit diwarnai dengan zat warna yang bersifat basa, tetapi
mudah dilihat dengan pewarnaan negatif. Pada metode ini mikroba dicampur
dengan nigrosin, kemudian digesekkan di atas kaca obyek. Zat warna tidak akan
mewarnai bakteri, akan tetapi mewarnai lingkungan sekitar bakteri. Dengan
mikroskop, mikroba akan terlihat tidak berwarna dengan latar belakang hitam.
Pada metode ini preparat tidak dipanaskan di atas api, melainkan dikeringkan di
udara.
Ciri-ciri pewarnaan negaif, yaitu :
a. Menggunakan zat warna bermuatan negatif.

-4-
b. Penggunaan zat warna bermuatan negatif ini, menyebabkan zat warna
tidak akan mewarnai permuakaan sel yang mempunyai muatan negatif.
c. Pewarnaan ini bukan merupakan pewarnaan sel bakteri, karena sel
bakteri tetap tidak berwarna setelah penambahan zat warna.
d. Kesalahan yang sering dilakukan:
Preparat ulas terlalu tebal sehingga lingkungan di sekeliling bakteri
terlihat gelap dan mikroba tidak dapat dibedakan dengan lingkungan di
sekelilingnya. Preparat ulas terlalu tipis sehingga tidak terjadi kontras
yang tajam antara bakteri dengan lingkungan di sekitarnya.
3. Pewarnaan Gram
Pada tahun 1884, seorang bakteriologiwan Denmark Christian Gram secara
kebetulan menemukan prosedur pewarnaan Gram. Pewarnaan ini mungkin
merupakan salah satu prosedur yang amat penting dan dan paling banyak
digunakan dalam klasifikasi bakteri. Dengan metode ini bakteri dapat dipisahkan
secara umum menjadi dua kelompok besar yaitu :
a. Organisme yang dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal
iodium sampai pada akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu ),
disebut gram positif.
b. Organisme yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktiu
pembilasan dengan alkohol namun kemudian terwarnai oleh pewarna
tandingan , safranin (sel-sel tampak merah muda ), disebut gram negatif.
Karena kemampuannya untuk membedakan suatu kelompok bakteri tertentu
dari kelompok lainnya, pewarnaan gram disebut juga pewarnaan diferensial.
Sekalipun mekanisme yang tepat dari pewarnaan Gram masih belum jelas,
diketahui bahwa komposisi dinding sel bakteri Gram positif berbeda dari bakteri
Gram negatif dan ini diduga berperanan dalam terjadinya reaksi Gram yang
berbeda-beda.
Faktor faktor yang juga dapat menimbulkan keragaman dalam reaksi gram
ialah :
a. Pelaksanaan fiksasi panas terhadap olesan.
b. Kerapatan sel terhadap olesan.

-5-
c. Konsentrasi dan umur reagen-reagen yang digunakan untuk pewarnaan
gram.
d. Sifat , komsentrasi dan jumlah pemucat yang dipakai.
e. Sejarah biakan
4. Pewarnaan Spora
Jenis-jenis bakteri tertentu, terutama yang tergolong ke dalam genus
Bacillus dan Clostridium, membentuk suatu struktur di dalam sel pada tempat-
tempat yang khas, disebut endospora. Endospora dapat bertahan hidup dalam
keadaan kekurangan nutrient, tahan terhadap panas dan unsur-unsur fisik lainnya
seperti pembekuan, kekeringan, radiasi ultraviolet serta terhadap bahan-bahan
kimia yang dapat menghancurkan bakteri yang tidak membentuk spora.
Ketahanan tersebut disebabkan oleh adanya selubung spora yang tebal dank eras.
Endospora merupakan bentuk kehidupan yang paling resisten yang diketahui
sejauh ini; organisme yang bersangkutan dapat bertahan dalam debu dan tanah
selama bertahun-tahun. Misalnya, adanya endospora dalam debu menjelaskan
mengapa Bacillus merupakan kontaminan umum dalam laboratorium.
Sifat endospora yang demikian itu menyebabkan dibutuhkannya perlakuan
yang keras untuk mewarnainya. Prosedur pewarnaan Gram misalnya, tidak dapat
mewarnainya. Hanya bila diberi perlakuan panas yang cukup, pewarna yang
sesuai dapat menembus endospora. Tetapi, sekali pewarna tersebut memasuki
endospora, sukar dihilangkan. Ada dua metode yang umum dipakai, yaitu metode
Schaeffer-Fulton dan metode Dorner. Yang akan anda pakai disini adalah metode
yang pertama (lihat prosedur). Metode Dorner menggunakan nigrosin dan
menghasilkan spora berwarna merah dan sporangium yang tak berwarna.
Ukuran dan letak endospora di dalam sel merupakan ciri-ciri yang
digunakan untuk membedakan spesies-spesies bakteri yang membentuknya.
Spora pada bakteri merupakan struktur yang tahan-panas dan bahan kimia.
Spora dibentuk oleh bakteri tertentu untuk mengatasi lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi bakteri. Contoh bakteri pembentuk spora adalah Bacillus,
Clostridium, Thermoactinomyces, dan Sporosarcina. Spora terbentuk dalam sel

-6-
sehingga seringkali disebut sebagai endospora ; dalam sel bakteri hanya terdapat 1
spora. Spora ini tidak berfungsi untuk reproduksi.
Dalam lingkungan yang menguntungkan spora bergerminasi kembali
menjadi seperti vegetatif, sebaliknya jika tidak menguntungkan sel vegetatif
berubah menjadi spora. Lingkungan yang tidak menguntungkan disebabkan
langkanya sumber karbon, energi, atau fosfat. Selain itu bahan yang bersifat
toksik, suhu yang tidak sesuai, atau lingkungan yang kering (hipotonik)
menginduksi pembentukan spora. Spora tahan terhadap suhu dan bahan kimia
yang mematikan sel vegetatif. Sebagai contoh, spora Clostridium botulinum tahan
terhadap suhu mendidih selama beberapa jam. Kekeringan dan kekurangan zat
hara tidak menyebabkan kematian spora; spora dapat bertahan dalam tanah selama
puluhan tahun. Spora juga tahan terhadap sinar ultra violet dan antibiotika yang
mematikan sel vegetatif.
Lingkungan yang menguntungkan menggertak spora menjadi sel vegetatif;
proses ini disebut germinasi . Germinasi ditandai kepekaan terhadap suhu panas,
bahan toksik dan kimiawi, antibiotik dan sinar ultra violet.
Lapisan luar spora merupakan penahan yang baik terhadap bahan kimia,
sehingga spora sukar diwarnai. Spora bakteri dapat diwarnai dengan dipanaskan.
Pemanasan menyebabkan lapisan luar spora mengembang, sehingga zat warna
dapat masuk.

-7-
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Objek gelas
- Lampu bunsen
- Mikroskop
- Jarum ose
- Pipet tetes
- Cawan Petri
- Penjepit Kayu

3.1.2 Bahan
- Aquadest
- Media Biakan Bakteri Bacillus sp dan Escherichia Coli
- Larutan Basic Fuschsin
- Larutan Tinta Cina
- Larutan Crystal Violet
- Larutan Lugols Iodine
- Alkohol 95 %
- Larutan Safranin

-8-
- Kertas Saring
- Larutan Malachite Green

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Pewarnaan Sederhana
1. Dibersihkan objek gelas dengan alkohol sampai bebas lemak,
kemudian difiksasi diatas nyala lampu spiritus.
2. Diambil secara aseptik satu ose suspensi bakteri dan diratakan diatas
objek gelas seluas 1 cm2.
3. Dikeringkan, dianginkan preparat tersebut hingga membentuk noda.
4. Setelah kering difiksasi dengan cara dipanaskan diatas nyala lampu
spirtus.
5. Setelah dingin diteteskan pada noda larutan zat warna sebanyak 1 2
tetes, dan biarkan selama 1 atau 2 menit.
6. Dicuci dengan air mengalir sampai sisa sisa zat warna tercuci
seluruhnya.
7. Selanjutnya preparat dikeringkan, dianginkan.
8. Diamati di bawah mikroskop, sel sel bakteri akan tampak berwarna
merah (ungu) dengan bentuk bentuk bakteri tersebut.
9. Digambar bentuk bentuk bakteri tersebut.

3.2.2 Pewarnaan Negatif


1. Dibersihkan objek gelas dengan alkohol hingga bebas lemak,
kemudian difiksasi diatas nyala lampu spiritus.
2. Setelah dingin, diambil suspensi biakan murni Bacillus sp dengan ose
secara aseptis dan diletakkan diatas objek gelas.
3. Kemudian diambil sedikit zat warna tinta cina dengan batang gelas dan
dicampur dengan suspensi bakteri yang telah diletakkan diatas objek
gelas.

-9-
4. Campuran bakteri dengan larutan tinta cina ini kemudian diratakan
dengan batang gelas hingga merupakan lapisan yang tipis sekali.
5. Selanjutnya preparat dikeringkan, dianginkan.
6. Diamati di bawah mikroskop dengan kuat, sel sel bakteri akan
tampak transparant dengan latar belakang hitam (gelap).
3.2.3 Pewarnaan Gram
1. Dibersihkan objek gelas dengan alkohol hingga bebas lemak,
kemudian difiksasi diatas nyala lampu spiritus.
2. Diambil secara aseptik 1 ose suspensi bakteri dan diletakkan pada
objek gelas. Setelah itu diratakan campuran suspensi bakteri tersebut.
3. Dikeringkan, dianginkan dan selanjutnya dilakukan fiksasi diatas nyala
lampu spiritus.
4. Setelah dingin dibubuhkan zat warna utama yaitu crystal violet
sebanyak 2 tetes dan diamkan selama 1 menit.
5. Dicuci dengan air mengalir dan kemudian dikeringkan, dianginkan.
6. Diteteskan dengan larutan lugol dan biakan selama 1 menit dicuci
dengan air mengalir dan dikeringkan, dianginkan.
7. Kemudian dicuci dengan alkohol 95 % selama 30 detik, selanjutnya
dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan, dianginkan.
8. Diberi larutan basic fuchsin atau safranin selama 2 menit.
9. Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan, dianginkan.
10. Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kuat. Disini diamati
mana bakteri gram positif dan mana bakteri gram negatif atau bakteri
gram variabel.
3.2.4 Pewarnaan Spora
1. Dibuat preparat ulas lalu ditutup dengan secarik kertas saring
2. Diteteskan 2-3 tetes malachite green
3. Dilewatkan slide di atas api selama 5 menit hingga uap terlihat dan
tidak sampai mengering
4. Diamkan selama 1 menit kemudian dibuang kertas saring dan dibilas
dengan akuades

- 10 -
5. Diteteskan safranin selama 30 detik dan dikeringkan tanpa difiksasi
6. Diamati di bawah mikroskop spora akan berwarna hijau, dan bagian
lainnya atau sel vegetatif berwarna merah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Setelah dilakukan pewarnaan, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Pewarnaan Sederhana
Keterangan
Bakteri : Bacillus subtilis Sp
Warna : Ungu
Bentuk : Batang
Perbesaran : 1000 x

2. Pewarnaan Negatif

Keterangan
Bakteri : Bacillus subtilis Sp
Warna : Latar belakang gelap
Warna bakteri transparan

- 11 -
Bentuk : Batang
Perbesaran : 1000 x

3. Pewarnaan Gram
Keterangan
Bakteri : Bacillus subtilis Sp Warna : Ungu
Bentuk : Batang
Perbesaran : 1000 x
Bakteri gram positif

Keterangan
Bakteri : Escherichia coli Sp
Warna : Kemerah-merahan
Bentuk : Bulat
Perbesaran : 1000 x
Bakteri gram negatif

- 12 -
4. Pewarnaan Spora
Keterangan
Bakteri : Bacillus subtilis Sp
Warna : Hijau merupakan bagian spora
Merah merupakan bagian dari sel
vegetatif
Bentuk : Batang
Perbesaran : 1000 x

4.2 Pembahasan
Sesuai dengan jenisnya, pewarnaan terhadap mikroba ada dua kelompok
besar, yaitu :

- 13 -
1. Pewarnaan tunggal atau pewarnaan sederhana, yaitu cara pewarnaan yang
hanya menggunakan satu jenis pewarna saja, misalnya dengan metilen biru,
gentiana violet, fuhsin basa dan safranin.
2. Pewarnaan bertingkat yaitu cara pewarnaan dengan menggunakan beberapa
jenis pewarna secara bertahap. Ini mengingat bentuk dan sifat sel mikroba
yang berbeda penerimaannya terhadap pewarna, sehingga pada akhirnya cara
pewarnaan bertingkat ini dapat pula dipergunakan sebagai salah satu cara
untuk membedakan kelompok mikroba.
Adapun tujuan dari pewarnaan adalah :
1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi ataupun jamur.
2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad.
3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan struktur dalam.
4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik
dan kimia yang ada akan dapat diketahui.
Ada beberapa faktor-faktor penentu keberhasilan dalam pewarnaan mikroba
adalah :
1. Fiksasi
Yang dilakukan sebelum zat warna digunakan. Dimana fiksasi ini bertujuan
untuk :
1. Melekatkan sel pada gelas objek.
2. Membunuh mikroba, karena sel dalam keadaan mati lebih mudah diwarnai
daripada sel dalam keadaan hidup.
3. Melepaskan granular protein menjadi gugus reaktif NH3 yang akan
bereaksi dengan gugus OH- dan zat warna.
4. Mencegah terjadinya otolisis sel, yang proses pecahnya sel yang
disebabkan oleh enzim yang ada di dalamnya.
5. Merubah daya ikat zat warna.
Fiksasi dapat dilakukan secara fisik dengan pemanasan ataupun
pengeringan secara dingin, sedang yang paling umum dilakukan secara
kimia dengan penambahan sabun, formalin, fenol dan sebagainya.
2. Peluntur warna

- 14 -
Bermaksud untuk menghilangkan warna sel yang telah diwarnai. Senyawa ini
digunakan untuk menghasilkan keadaan yang kontras pada sel mikroba
sehingga dengan jelas dapat dilihat di bawah mikroskop misalnya, sel mikroba
yang mudah diwarnai akan lebih cepat pula dilunturkan, sedang sebaliknya sel
mikroba yang sukar diwarnai akan sulit pula untuk dilunturkan.
3. Substrat
Yang berhubungan dengan kandungan sel yang terdiri dari karbohidrat,
protein, lemak dan asam nukleat. Zat warna asam ataupun basa yang dapat
bereaksi dengan isi sel akan dipengaruhi oleh kehadiran senyawa diatas,
apakah menjadi cepat atau lambat. Sehingga berdasarkan komposisi selnya,
sel tersebut dapat dibagi menjadi sel yang asidofilik, sel basofilik dan sel
sudanofilik. Ini berarti bahwa sel asidofilik dapat mengikat zat warna asam,
sel basofilik dapat mengikat zat warna basa dan sudanofilik yang larut dalam
minyak.
4. Intensifikasi pewarnaan
Bermaksud untuk mempercepat pewarnaan mikroba, misalnya dengan
penambahan mordan, sehingga zat akan terikat lebih kuat dalam jaringan.
Mordan juga sesuai dengan sifatnya terbagi menjadi mordan asam, yaitu yang
dapat bereaksi dengan zat warna basa, missal asam tannin dan asam pikrat.
Kedua mordan basa, yaitu yang dapat bereaksi dengan zat warna asam, missal
FeSO4, K-antomonium, asetil pirimidnium khlorida. Selain dengan
penambahan mordan, intensifikasi dapat pula dilakukan dengan meningkatkan
zat warna, temperatur pewarnaan, missal antara 60 900C.
5. Zat warna penutup
Yang diberikan pada akhir pewarnaan dengan tujuan untuk memberikan warna
kontras pada sel mikroba yang diwarnai yang tidak menyerap warna mula.
Misal metilen biru, safranin eritrosin dan sebagainya.
Hasil pengamatan pada pewarnaan sederhana pada bakteri Bacillus subtilis
Sp, didapatkan bentuknya seperti batang dengan warna ungu. Sedangkan pada
pewarnaan negatif dengan bakteri yang sama, didapatkan warna bakteri tetap
bening, namun terlihat bentuknya batang karena latar belakangnya gelap.

- 15 -
Sedangkan pada pewarnaan gram dengan bakteri Bacillus subtilis Sp,
didapatkan bentuknya batang dengan warna ungu sehingga dapat disimpulkan
bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri gram positif. Sedangkan bakteri
Escherichia coli Sp, didapat hasil dengan warna kemerahan dengan bentuk bulat
sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut termasuk bakteri gram negatif.
Sedangkan pada pewarnaan spora dengan bakteri Bacillus subtilis Sp, didapatkan
warna hijau yang merupakan bagian spora, sedangkan warna merah merupakan
bagian dari sel vegetatif dengan bentuk bakteri batang.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1. Pewarnaan memiliki beberapa jenis seperti pewarnaan sederhana,
pewarnaan negatif, pewarnaan gram, pewarnaan spora dengan bakteri yang
sama yaitu Bacillus subtilis Sp, kecuali pada pewarnaan gram yang juga
menggunakan bakteri Escherichia coli Sp.
2. Tujuan pewarnaan adalah untuk mengidentifikasi morfologi mikroba.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan seperti fiksasi,
peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan, dan zat warna penutup.

5.2 Saran
Dalam melakukan percobaan ini sebaiknya jarum ose yang digunakan harus
disterilkan terlebih dahulu dengan dipanaskan di atas lampu spiritus agar mikroba
yang akan diamati dapat sesuai dengan yang diharapkan.

- 16 -
Daftar Pustaka

Pelczar, M.J, dan Chan, E.C.S., 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 1. Penerbit
UI : Jakarta

Suriawiria, Unus. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti: Jakarta

Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum, Universitas Muhammadiyah Malang :


Malang

- 17 -
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DAN MIKROBIOLOGI

Pewarnaan dan Cara-cara


Pewarnaan

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III :
Mery Natalia M.S
Munaji Mahbub Afif
Ni Luh Juniati
Suitsi Siswanto
Uswatun Hasanah
Windra Anjas

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MULAWARMAN
2007

- 18 -

Anda mungkin juga menyukai