Anda di halaman 1dari 132

MODUL

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

MATA PELAJARAN
BAHASA INDONESIA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER
DAN PENGEMBANGAN SOAL

KELOMPOK KOMPETENSI A

PEDAGOGIK:
KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

PROFESIONAL:
HAKIKAT DAN PEMEROLEHAN BAHASA

Penulis:
Drs. Mudini (bangdinik@gmail.com)
Muhammad Nasir, M.Pd. (muhnasir02@yahoo.com)
Mulyadi (mulyadi_115@yahoo.co.id)
Anggraini (dewi55anggrainitahir@gmail.com)

Penelaah:
Andik Wahyu Sulistiyo, S.S. (ws.andik@gmail.com)

Desain Grafis dan Ilustrasi:


Tim Desain Grafis

Copyright 2017
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial
tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan



BahasaIndonesiaSMPKKA

Kata Sambutan

Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci
keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten
membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan
pendidikan yang berkualitas dan berkarakter prima. Hal tersebut menjadikan guru
sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian Pemerintah maupun
pemerintah daerah dalam peningkatan mutu pendidikan terutama menyangkut
kompetensi guru.

Pengembangan profesionalitas guru melalui Program Pengembangan


Keprofesian Berkelanjutan merupakan upaya Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependikan dalam
upaya peningkatan kompetensi guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan
kompetensi guru telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk
kompetensi pedagogik dan profesional pada akhir tahun 2015. Peta profil hasil
UKG menunjukkan kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam
penguasaan pengetahuan pedagogik dan profesional. Peta kompetensi guru
tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak
lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG
pada tahun 2016 dan akan dilanjutkan pada tahun 2017 ini dengan Program
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kompetensi guru sebagai agen perubahan dan sumber belajar
utama bagi peserta didik. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
bagi Guru dilaksanakan melalui tiga moda, yaitu: 1) Moda Tatap Muka, 2) Moda
Daring Murni (online), dan 3) Moda Daring Kombinasi (kombinasi antara tatap
muka dengan daring).

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan


(PPPPTK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Kelautan Perikanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LP3TK
KPTK) dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah
(LP2KS) merupakan Unit Pelaksanana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal

iii

Guru dan Tenaga Kependidikan yang bertanggung jawab dalam


mengembangkan perangkat dan melaksanakan peningkatan kompetensi guru
sesuai bidangnya. Adapun perangkat pembelajaran yang dikembangkan tersebut
adalah modul Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru
moda tatap muka dan moda daring untuk semua mata pelajaran dan kelompok
kompetensi. Dengan modul ini diharapkan program Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan memberikan sumbangan yang sangat besar dalam peningkatan
kualitas kompetensi guru.

Mari kita sukseskan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ini


untuk mewujudkan Guru Mulia Karena Karya.

Jakarta, April 2017


Direktur Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan,

Sumarna Surapranata, Ph.D.


NIP. 195908011985031002

iv




BahasaIndonesiaSMPKKA

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya Modul
Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru jenjang Sekolah
Menengah Pertama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn),
Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Seni Budaya, serta Pendidikan
Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Modul ini merupakan dokumen wajib untuk
Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan.

Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru merupakan tindak


lanjut dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015 dan bertujuan meningkatkan
kompetensi guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan mata pelajaran
yang diampunya.

Sebagai salah satu upaya untuk mendukung keberhasilan suatu program diklat,
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar pada tahun 2017 melaksanakan
review, revisi, dan mengembangkan modul paska UKG 2015 yang telah
terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan Penilaian Berbasis Kelas,
serta berisi materi pedagogik dan profesional yang akan dipelajari oleh peserta
selama mengikuti Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan.

Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru jenjang Sekolah


Menengah Pertama ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan wajib bagi para
peserta diklat untuk dapat meningkatkan pemahaman tentang kompetensi
pedagogik dan profesional terkait dengan tugas pokok dan fungsinya.

Terima kasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan kepada para pimpinan
PPPPTK IPA, PPPPTK PKn/IPS, PPPPTK Bahasa, PPPPTK Matematika,
PPPPTK Penjas-BK, dan PPPPTK Seni Budaya yang telah mengijinkan stafnya
dalam menyelesaikan modul Pendidikan Dasar jenjang Sekolah Menengah
Pertama ini. Tidak lupa saya juga sampaikan terima kasih kepada para
widyaiswara, Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP), dosen perguruan tinggi,
dan guru-guru hebat yang terlibat di dalam penyusunan modul ini.
Semoga Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ini dapat
meningkatkan kompetensi guru sehingga mampu meningkatkan prestasi
pendidikan anak didik kita.

Jakarta, April 2017


Direktur Pembinaan Guru
Pendidikan Dasar

Poppy Dewi Puspitawati


NIP. 196305211988032001

vi
MODUL
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

MATA PELAJARAN
BAHASA INDONESIA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

KELOMPOK KOMPETENSI A
PEDAGOGIK:
KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

Penulis:
Drs. Mudini (bangdinik@gmail.com)
Muhammad Nasir, M.Pd. (muhnasir02@yahoo.com)
Mulyadi (mulyadi_115@yahoo.co.id)
Anggraini (dewi55anggrainitahir@gmail.com)

Penelaah:
Andik Wahyu Sulistiyo, S.S. (ws.andik@gmail.com)

Desain Grafis dan Ilustrasi:


TIM Desain Grafis

Copyright 2017
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial
tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan.



BahasaIndonesiaSMPKKA

Daftar Isi

Hal.
Kata Sambutan ................................................................................................... iii
Kata Pengantar .................................................................................................... v
Daftar Isi .............................................................................................................. ix
Daftar Tabel .......................................................................................................... x
Daftar Gambar ..................................................................................................... x
Pendahuluan ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 2
C. Peta Kompetensi .......................................................................................... 2
D. Ruang Lingkup ............................................................................................. 3
E. Cara Penggunaan Modul ............................................................................. 3
Kegiatan Pembelajaran Karakteristik Peserta Didik ...................................... 11
A. Tujuan ........................................................................................................ 11
B. Indikator Pencapaian Kompetensi ............................................................. 11
C. Uraian Materi.............................................................................................. 12
D. Aktivitas Pembelajaran............................................................................... 37
E. Latihan/Kasus/Tugas ................................................................................. 40
F. Rangkuman ................................................................................................ 42
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................................. 43
H. Pembahasan Latihan/Tugas/Kasus ........................................................... 45
Evaluasi .............................................................................................................. 47
Penutup .............................................................................................................. 51
Daftar Pustaka ................................................................................................... 53
Glosarium ........................................................................................................... 55

ix

Daftar Tabel

Hal.
Tabel 1. Peta Kompetensi Pedagogik ................................................................... 2
Tabel 2. Daftar Lembar Kerja Modul KK A Profesional ......................................... 9
Tabel 3. Indikator Pencapaian Kompetensi ......................................................... 11

Daftar Gambar

Hal.
Gambar 1 Alur Model Pembelajaran Tatap Muka ................................................ 3
Gambar 2 Alur Model Pembelajaran Tatap Muka Penuh ..................................... 4
Gambar 3 Alur Model Pembelajaran Tatap Muka In-On-In ................................... 6

x



BahasaIndonesiaSMPKKA

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Modul ini ditujukan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan bahasa


Indonesia SMP pada kelompok kompetensi A. Modul ini pada dasarnya adalah
sarana peningkatan kompetensi profesional guru yang diturunkan dari
Permendiknas No.16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru.

Penyusunan modul ini bertujuan untuk memberikan referensi kepada para guru
agar dapat menguasai kompetensi pedagogik terkait dengan pemahaman,
sikap, dan keterampilan terhadap model pembelajaran. Kompetensi tersebut
merupakan standar minimal yang harus dikuasai oleh guru SMP untuk
mendukung keberhasilan dalam menjalankan tugas pokoknya dalam
pembelajaran di kelas dan di luar kelas.

Kegiatan belajar pada modul ini dirancang dengan menggunakan pendekatan


andragogi dengan metode diskusi dan penugasan. Modul ini juga dilengkapi
dengan latihan yang berisi masalah, kasus dan latihan pembelajaran untuk
mengukur pemahaman dan melatih pedagogik peserta. Kegiatan pembelajaran
tersebut terintegrasi dengan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Penguatan
Pendidikan Karakter akan menjadi watak, budi pekerti, yang menjadi ruh dalam
dunia pendidikan. Pengintegrasian Penguatan Pendidikan Karakter dalam modul
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ini dikembangkan dengan
mengintegrasikan lima nilai utama yaitu; religius, nasionalis, mandiri, gotong
royong, dan integritas. Kelima nilai utama tersebut terintegrasi dalam kegiatan-
kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam modul. Semua kegiatan tersebut
dilakukan dalam pembelajaran langsung dan tidak langsung.





Pendahuluan

B. Tujuan

Modul ini secara umum bertujuan untuk mendukung pelaksanaan diklat


Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bahasa Indonesia Sekolah
Menengah Pertama kelompok kompetensi pedagogik. Tujuan khusus modul ini
diharapkan setelah menempuh proses pembelajaran peserta mampu
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan khususnya kompetensi pedagogik
model pembelajaran dengan mengintegrasikan nilai-nilai penguatan pendidikan
karakter.

C. Peta Kompetensi

Kompetensi yang akan dicapai melalui modul ini mengacu pada Permendiknas
nomor 16 Tahun 2007 dengan mengembangkan kompetensi profesional Bahasa
Indonesia menjadi indikator pencapaian kompetensi untuk guru Sekolah
Menengah Pertama.

Tabel 1. Peta Kompetensi Pedagogik

Kompetensi
Kompetensi Inti Kompetensi Guru
Utama

Pedagogik 1. Menguasai karakteristik 1.1 Memahami karakteristik


peserta didik dari aspek peserta didik yang
fisik, moral, sosial, berkaitan dengan aspek
kultural, emosional dan fisik, intelektual, sosial-
intelektual emosional, moral, spiritual,
dan latar belakang sosial-
budaya.
1.2 Mengidentifikasi potensi
peserta didik dalam mata
pelajaran yang diampu
1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar
awal peserta didik dalam
mata pelajaran yang
diampu
1.4 Mengidentifikasi kesulitan
belajar peserta didik dalam
mata pelajaran yang
diampu

2



BahasaIndonesiaSMPKKA

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup materi modul pembelajaran bahasa Indonesia Sekolah Menengah


Pertama ini mendukung kompetensi pedagogik. Oleh karena itu, modul ini
menguraikan bidang keterampilan dan pengetahuan tentang pembelajaran
bahasa Indonesia untuk guru Sekolah Menengah Pertama.

1. Karakteristik peserta didik


2. Potensi peserta didik
3. Bekal awal peserta didik
4. Kesulitan belajar peserta didik

E. Cara Penggunaan Modul

Secara umum, cara penggunaan modul pada setiap Kegiatan Pembelajaran


disesuaikan dengan skenario setiap penyajian mata diklat. Modul ini dapat
digunakan dalam kegiatan pembelajaran guru, baik untuk moda tatap muka
dengan model tatap muka penuh maupun model tatap muka In-On-In. Alur model
pembelajaran secara umum dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Gambar1.AlurModelPembelajaranTatapMuka





Pendahuluan

Untuk memperjelas bagan tersebut, berikut ini diuraikan tentang (1) deskripsi
kegiatan diklat tatap muka penuh; (2) deskripsi kegiatan diklat tatap muka in-on-
in; dan (3) lembar kerja.

1. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka Penuh


Kegiatan pembelajaran diklat tatap muka penuh adalah kegiatan fasilitasi
peningkatan kompetensi guru melalui model tatap muka penuh yang
dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis di lingkungan ditjen GTK dan lembaga
diklat lainnya. Kegiatan tatap muka penuh ini dilaksanakan secara terstruktur
pada suatu waktu yang dipandu oleh fasilitator.

Tatap muka penuh dilaksanakan menggunakan alur pembelajaran yang dapat


dilihat pada alur di bawah ini.

Gambar2.AlurModelPembelajaranTatapMukaPenuh

Kegiatan pembelajaran dengan model tatap muka penuh dapat dijelaskan


sebagai berikut.

a. Pendahuluan
Fasilitator memberi peserta kesempatan untuk mempelajari lima hal pokok
pendahuluan, meliputi (1) latar belakang kegiatan, (2) tujuan diklat secara

4



BahasaIndonesiaSMPKKA

umum dan tujuan pembelajaran secara khusus pada modul kelompok


kompetensi A ini, (3) kompetensi dan indikator yang akan dicapai melalui
modul ini, (4) ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran, dan (5) langkah-
langkah penggunaan modul ini.

b. Mengkaji Materi
Fasilitator memberi peserta kesempatan untuk mempelajari materi yang
diuraikan pada subbagian Uraian Materi secara singkat sesuai dengan
indikator pencapaian hasil belajar. Peserta dapat mempelajari materi secara
individual atau berkelompok, kemudian diperbolehkan menanyakan hal-hal
atau masalah yang ditemui kepada fasilitator.

c. Melaksanakan aktivitas pembelajaran


Peserta melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai rambu-rambu atau
instruksi yang tertera pada modul dengan dipandu fasilitator. Kegiatan
pembelajaran di kelas dilaksanakan dengan pendekatan interaksional atau
kooperatif yang akan secara langsung dipandu oleh fasilitator, bisa berupa
diskusi, praktik, latihan kasus, dan lain-lain. Lembar kerja digunakan peserta
untuk menuangkan pemahamannya tentang materi-materi yang dipelajari.
Pada aktivitas pembelajaran tersebut peserta secara aktif menggali
informasi, mengumpulkan dan mengolah data sampai pada peserta dapat
membuat simpulan kegiatan pembelajaran.

d. Presentasi dan Konfirmasi


Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi hasil kegiatan, sedangkan
fasilitator melakukan konfirmasi terhadap materi dan dibahas bersama. Pada
bagian ini juga peserta dan penyaji me-review materi berdasarkan seluruh
kegiatan pembelajaran.

e. Persiapan Tes Akhir


Pada bagian ini fasilitator didampingi panitia menginformasikan tes akhir
yang akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan layak tes akhir.





Pendahuluan

2. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka In-On-In


Kegiatan diklat tatap muka dengan model In-On-In adalah kegiatan fasilitasi
peningkatan kompetensi guru yang menggunakan tiga kegiatan utama, yaitu in
service learning 1 (In-1), on the job learning (On), dan in service learning 2 (In-2).
Secara umum, kegiatan pembelajaran diklat tatap muka In-On-In tergambar pada
alur berikut ini.

Gambar3.AlurModelPembelajaranTatapMukaInOnIn

Kegiatan pembelajaran tatap muka pada model In-On-In dapat dijelaskan


sebagai berikut.

a. Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dilaksanakan bertepatan dengan pelaksanaan in
service learning 1. Dalam sesi pendahuluan ini fasilitator memberi

6



BahasaIndonesiaSMPKKA

kesempatan kepada peserta diklat untuk mempelajari lima hal, yaitu (1) latar
belakang yang memuat gambaran materi, (2) tujuan kegiatan pembelajaran
setiap materi, (3) kompetensi atau indikator yang akan dicapai dalam modul,
(4) ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran, dan (5) langkah-langkah
penggunaan modul.

b. In Service Learning 1 (IN1)


1) Mengkaji materi
Fasilitator memberikan kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk
mempelajari materi yang telah diuraikan dalam Bab II sub-C Uraian
Materi. Guru sebagai peserta dapat mempelajari materi secara individual
atau kelompok, kemudian mengonfirmasi permasalahan yang ditemukan
kepada fasilitator.

2) Melaksanakan aktivitas pembelajaran


Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran sesuai
dengan rambu-rambu atau instruksi yang tertera pada modul dan
dipandu oleh fasilitator. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas
pembelajaran ini akan menggunakan pendekatan/metode yang secara
langsung berinteraksi di kelas pelatihan, baik itu dengan menggunakan
metode berfikir reflektif, diskusi, brainstorming, simulasi, atau studi kasus
yang kesemuanya dapat melalui Lembar Kerja yang telah direncanakan
untuk IN1. Selama melaksanakan aktivitas pembelajaran, peserta harus
secara aktif menggali informasi dan mempersiapkan rencana
pembelajaran pada on the job learning.

c. On the Job Learning (ON)


1) Mengkaji materi
Guru sebagai peserta mempelajari materi yang telah diuraikan pada in
service learning 1 (IN1). Guru sebagai peserta dapat membuka dan
mempelajari kembali materi sebagai rujukan untuk mengerjakan tugas-
tugas yang ditagihkan kepada peserta.





Pendahuluan

2) Melaksanakan aktivitas pembelajaran


Pada kegiatan ini peserta melaksanakan kegiatan pembelajaran di
sekolah maupun di kelompok kerja berbasis pada rencana yang telah
disusun pada IN1 dan sesuai dengan rambu-rambu atau instruksi yang
tertera pada modul. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas pembelajaran
ini akan menggunakan pendekatan/metode praktik, eksperimen,
sosialisasi, implementasi, peer discussion yang secara langsung di
dilakukan di sekolah maupun kelompok kerja melalui tagihan berupa
Lembar Kerja yang telah disusun sesuai dengan kegiatan pada ON.

Pada aktivitas pembelajaran materi pada ON, peserta secara aktif


menggali informasi, mengumpulkan dan mengolah data dengan
melakukan pekerjaan dan menyelesaikan tagihan pada on the job
learning.

d. In Service Learning 2 (IN2)


Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi produk-produk tagihan ON
yang akan dikonfirmasi oleh fasilitator dan dibahas bersama. Pada bagian ini
juga peserta dan penyaji me-review materi berdasarkan seluruh kegiatan
pembelajaran.

e. Persiapan Tes Akhir


Pada sesi ini fasilitator didampingi panitia menginformasikan tes akhir yang
akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan layak tes akhir.

8



BahasaIndonesiaSMPKKA

3. Lembar Kerja
Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan kelompok kompetensi A
profesional Hakikat Pemerolehan Bahasa ini terdiri atas beberapa aktivitas
pembelajaran yang dapat diikuti oleh peserta untuk mendalami dan memperkuat
pemahaman tentang hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Oleh sebab itu,
dalam modul ini disiapkan beberapa lembar kerja yang nanti akan dikerjakan
oleh peserta. Berikut ini daftar lembar kerja yang akan Bapak/Ibu kerjakan!

Tabel 2. Daftar Lembar Kerja Modul KK A Profesional

No Kode LK Judul LK Keterangan


1 LK 2.1 Memahami karakteristik peserta didik TM, IN 1
2 LK 2.2 Mengidentifikasi Potensi Peserta Didik TM, ON
3 LK 2.3 Mengidentifikasi Pemahaman Awal Peserta TM, ON
Didik
4 LK 2.4 Mengidentifikasi Kesulitan Belajar Peserta TM, ON
Didik
5 Presentasi LK 2.2, 2.3, dan 2.4 TM, IN 2
Keterangan
TM : Digunakan pada Tatap Muka Penuh
IN1 : Digunakan pada In service learning 1
ON : Digunakan pada on the job learning




BahasaIndonesiaSMPKKA

Kegiatan Pembelajaran
Karakteristik Peserta Didik

A. Tujuan

Setelah mempelajari modul ini Anda dapat memahamikarakteristik peserta didik


dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual
dengan baik. Anda dapat mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata
pelajaran yang diampu, mengidentifikasi bekal-awal peserta didik dalam mata
pelajaran yang diampu, danmengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik
dengan baik.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator pencapaian kompetensi pada modul ini adalah sebagai berikut.


Tabel 3. Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Memahami karakteristik 1.1 Menyebutkan karakter peserta didik yang


peserta didik yang berkaitan berkaitan dengan aspek perkembangan fisik.
dengan aspek fisik, 1.2 Menjelaskan perkembangan kognitif
intelektual, sosial-emosional, 1.3 Mengidentifikasi perkembangan sosial-
moral, spiritual, dan latar emosional peserta didik
belakang sosial-budaya. 1.4 Menjelaskan perilaku yang mencerminkan
moral dan spiritual peserta didik
1.5 Membandingkan latar belakang sosial budaya

2. Mengidentifikasi potensi 2.1 Menyebutkan faktor-faktor yang memengaruhi


peserta didik dalam mata potensi peserta didik
pelajaran yang diampu 2.2 Mengidentifikasi faktor-faktor yang
memengaruhi potensi peserta didik
3. Mengidentifikasi bekal-awal 3.1 Menjelaskan konsep bekal awal
peserta didik dalam mata 3.2 Mengidentifikasi teknik-teknik bekal awal
pelajaran yang diampu
4. Mengidentifikasi kesulitan 4.1 Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi
belajar peserta didik kesulitan belajarMengidentifikasi kesulitan
belajar peserta didikMerancang kegiatan untuk
mengatasi kesulitan belajar

11





KegiatanPembelajaran

C. Uraian Materi

1. Karakteristik Peserta Didik


Istilah karakter membuat banyak orang menyamakannya dengan kata sifat,
watak, akhlak, atau tabiat. Kenyataannya tak selalu bisa dimaknai seperti itu. Kita
perlu mempelajari pengertian karakter menurut para ahli agar memahami
perbedaannya. Menurut Doni Kusuma, karakter adalah ciri, karakteristik, gaya,
atau sifat diri dari seseorang yang bersumber dari bentukan yang diterima dari
lingkungannya. Berdasarkan pendapat tersebut karakter peserta didik turut
dibentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Tadkiroatun Musfiroh
(2008: 25), mengatakan karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Dari
pendapat para ahli tersebut dapat kita simpulkan bahwa karakter adalah ciri, sifat
diri, akhlak atau budi pekerti, kepribadian dari seseorang yang dalam hal ini
adalah peserta didik.

Sebagai seorang pendidik tentunya tidak hanya bertugas mengajar di kelas saja,
tetapi mendidik dan juga melatih. Hal ini sangat tepat apabila dikaitkan dengan
pembentukan karakter yang baik bagi para peserta didik. Seperti apa seorang
pendidik mendidik, bagaimana mengajar, dan bagaimana melatih para peserta
didik. Semua tantangan diatas berawal dari pendidik itu sendiri, bagaimana
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, misalnya dengan
memunculkan kesan pertama pendidik yang positif saat kegiatan belajar di kelas.

Pendidik sangat perlu memahami perkembangan peserta didik. Perkembangan


pesertadidik tersebut meliputi: perkembangan fisik, perkembangan sosio-
emosional, dan bermuara pada perkembangan intelektual. Perkembangan fisik
dan perkembangan sosio-sosial mempunyai kontribusi yang kuat terhadap
perkembangan intelektual atau perkembangan mental atau perkembangan
kognitifnya. Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik diatas, sangat
diperlukan untuk merancang pembelajaran yang kondusif yang akan
dilaksanakan. Rancangan pembelajaran yang kondusif akan mampu
meningkatkan motivasi belajar peserta didik sehingga mampu meningkatkan
proses dan hasil pembelajaran yang diinginkan.

12




BahasaIndonesiaSMPKKA

Seorang pendidik mempunyai peran multifungsi, sebagai konselor, dia mendidik


dan membimbing peserta didiknya dengan benar, memotivasi dan memberi
sugesti yang positif, serta memberikan solusi yang tepat dan tuntas dalam
menyelesaikan masalah peserta didik. Selain itu juga memperhatikan karakter
dan kondisi kejiwaan peserta didiknya. Pendidik juga bisa berperan sebagai
seorang dokter yang memberikan terapi dan obat pada pasiennya sesuai dengan
diagnosanya.

Perannya sebagai seorang ulama, pendidik membimbing dan menuntun batin


atau kejiwaan peserta didik, memberikan pencerahan yang menyejukkan dan
menyelesaikan masalahnya dengan pendekatan agama yang hasilnya akan lebih
baik.Mengenal dan memahami peserta didik dapat dilakukan dengan cara
memperhatikan dan menganalisa tutur kata (cara bicara), sikap dan perilaku
atau perbuatan anak didk, karena dari tiga aspek diatas setiap peserta didik
mengekspresikan apa yang ada dalam dirinya. Untuk itu, seorang pendidik harus
secara seksama dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik
dalam setiap aktivitas pendidikan.

a. Perkembangan Fisik Peserta Didik


Di dalam Kurikulum 2013 pola pembelajaran berpusat pada peserta didik.
Peserta didik memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang akan dipelajari
dan gaya belajarnya (learning style) untuk memiliki kompetensi yang
diharapkan oleh Kurikulum 2013. Oleh sebab itu, guru harus mengenal
karakteristik setiap peserta didik di dalam proses pembelajaran agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Hal pertama yang harus diketahui adalah
mengenal karakter peserta didik yang berkaitan dengan aspek
perkembangan fisik peserta didik. Seperti kita ketahui fisik peserta didik
mengalami perkembangan yang signifikan pada saat mereka menginjak
remaja atau pada saat mereka di sekolah menengah. Pada dasarnya
perkembangan merujuk kepada perubahan sistematis tentang fungsi-fungsi
fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi perkembangan biologis dasar
sebagai hasil dari konsepsi, dan hasil dari interaksi proses biologis dan
genetika dengan lingkungan. Sementara perubahan psikis menyangkut
keseluruhan karakteristik psikologis individu, seperti perkembangan kognitif,
emosi, sosial, dan moral.

13





KegiatanPembelajaran

Perkembangan fisik atau pertumbuhan biologis (biological growth)


merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan individu.
Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan
merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Fisik atau tubuh
manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat
mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam
kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini, Kuhlen dan
Thompson menjelaskan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat
bagian, yaitu (1) otot-otot, yang berpengaruh terhadap perkembangan
kekuatan dan kemampuan motorik; (2) sistem syaraf yang sangat
memengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (3) kelenjar endoktrin,
yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada
usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan,
yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) struktur
fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.

Seifert dan Hoffnung (1994) berpendapat perkembangan fisik meliputi


perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti: pertumbuhan otak, sistem saraf,
organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan berat, hormon, dan lain-lain),
dan perubahan-perubahan dalam cara individu dalam menggunakan
tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan motorik dan perkembangan
seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penurunan fungsi
jantung, penglihatan, dan sebagainya).

Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa perkembangan fisik setiap


peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti telah dijelaskan di atas.
Oleh sebab itu, guru sebagai pendidik harus mengenali karakteristik
perkembangan peserta didik dari segi fisik agar bisa lebih memahami situasi
pembelajaran di dalam kelas. Apabila ada situasi yang tidak diharapkan
suatu saat terjadi, maka Anda akan lebih memahami situasi tersebut. Kalau
guru bisa memahami kejadian tersebut, maka guru pun diharapkan akan bisa
mencari solusinya dan kalau situasi sudah dapat dikuasai maka proses
pembelajaran diharapkan akan lebih lancar dan tujuan akan tercapai.

14




BahasaIndonesiaSMPKKA

b. Perkembangan Kognitif Peserta didik


Proses pembelajaran berlangsung pada setiap peserta didik baik di sekolah
maupun di lingkungan keluarga. Sehingga kemampuan kognitif sangat
diperlukan peserta didik dalam proses pembelajaran
tersebut. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik
merupakan subyek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran,
sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta
didik dalam belajar.

Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi
untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan
persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan
seseorang memeroleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan
bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya.
(Desmita, 2009).

Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan


yang cukup penting bagi guru maupun orang tua. Perkembangan kognitif
pada anak merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta
kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk
dalam proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Karakteristik perkembangan
kognitif peserta didik juga harus dapat dipahami semua pihak. Dengan
pemahaman pada karakteristik perkembangan peserta didik, guru dan orang
tua dapat mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki peserta
didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing, sehingga guru dan
orang tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan kognitif
masing-masing peserta didik.

Tidak kalah penting, guru juga harus mengetahui tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi peserta didik. Yang sangat sentral dalam faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kognitif adalah gaya pengasuhan dan

15





KegiatanPembelajaran

lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak.


Pada pengasuhan ini merupakan cikal-bakal perkembangan kognitif tersebut,
karena ketika anak diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan
berakibat pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada perkembangan
mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat berpengaruh pada
perkembangan kognitif, semakin buruk lingkungan maupun pergaulan
seseorang maka kemungkinan pengaruh lingkungan pada perkembangan
kognitif anak semakin besar.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa perkembangan kognitif peserta didik


sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran dan hasil yang dicapai.

c. Perkembangan Sosial-emosional Peserta didik


Selain perkembangan karakteristik fisik dan kognitif peserta didik, yang tidak
kalah penting adalah perkembangan sosio-emosional peserta didik. Sosio-
emosional berasal dari kata sosial dan emosi. Perkembangan sosial adalah
pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-
norma kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan
faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini
termasuk pula perilaku belajar. Emosi dibedakan menjadi dua, yakni emosi
positif dan emosi negatif. Emosi positif seperti perasaan senang, bergairah,
bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi individu
untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar. Emosi negatif
seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, individu tidak dapat
memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia
akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain itu, dari segi etimologi,
emosi berasal dari akar kata bahasa Latin movere yang berarti
menggerakkan, bergerak. Kemudian ditambah dengan awalan e- untuk
memberi arti bergerak menjauh. Makna ini menyiratkan kesan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

Perkembangan sosio-emosional peserta didik termasuk suatu pembahasan


yang sangat penting karena dengan mengetahui perkembangan sosio-
emosional peserta didik, para pendidik dapat mengambil tindakan pada

16




BahasaIndonesiaSMPKKA

permasalahan peserta didik dengan berbagai karakteristik dan sifat yang


berbeda-beda. Sosio-emosional adalah perubahan yang terjadi pada diri
setiap individu dalam warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau
perilaku individu. Dalam pembahasan sosio-emosional ini lebih ditekankan
dalam sosio-emosional remaja. Pada masa remaja, tingkat karakteristik
emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala
emosional para remaja seperti perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-
harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai
pendidik kita harus mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan
perubahan tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami
aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang
baik dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan suatu titik
yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap
kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan
orang tua.

Faktor yang sangat memengaruhi perkembangan peserta didik pada usia


remaja yaitu didikan orang tua, lingkungan sekitar tempat tinggal dan
perlakuan guru di sekolah. Pengaruh sosio-emosional yang baik pada remaja
terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri, memutuskan segala
sesuatu dengan baik, serta bisa lebih matang merencanakan segala hal
yang akan diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu mampu
menjalin kerja sama yang baik, saling menghargai dan mampu
memposisikan diri di lingkungan dengan baik.

Agar seorang peserta didik dapat memiliki kecerdasan emosi dengan baik
haruslah dibentuk sejak usia dini, karena pada saat itu sangat menentukan
pertumbuhan dan perkembangan manusia selanjutnya. Sebab pada usia ini
dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk. Jelaslah sudah betapa
pentingnya seorang pendidik memahami perkembangan sosio-emosional
peserta didik, agar dalam proses pembelajaran perkembangan sosio-
emosional peserta didik yang berbeda-beda dapat diatasi dengan baik.

17





KegiatanPembelajaran

d. Perkembangan Moral dan Spritual Peserta Didik


Perkembangan moral dan spiritual peserta didik adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Demikian pula dalam proses
pendidikan peserta didik baik itu di sekolah maupun di rumah.

Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus yang berarti nafas atau udara,
spirit memberikan hidup, menjiwai seseorang. Spiritual meliputi komunikasi
dengan Tuhan (fox 1983), dan upaya seseorang untuk bersatu dengan
Tuhan (Magill dan Mc Greal 1988), spiritualitas didefinisikan sebagai suatu
kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau suatu yang lebih agung dari
diri sendiri (Witmer, 1989). Karakteristik spiritual yang utama meliputi
perasaan dari keseluruhan dan keselarasan dalam diri seorang, dengan
orang lain, dan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi sebagai satu
penetapan. Orang-orang, menurut tingkat perkembangannya, pengalaman
memerhitungkan keamanan individu, tanda-tanda kekuatan, dan perasaan
dari harapan. Hal itu tidak berarti bahwa individu adalah puas secara total
dengan hidup atau jawaban yang mereka miliki. Seperti setiap hidup individu
berkembang secara normal, timbul situasi yang menyebabkan kecemasan,
tidak berdaya, atau kepusingan. Karakteristik kebutuhan spiritual meliputi:
kepercayaan, pemaafan, cinta dan hubungan, keyakinan, kreativitas dan
harapan, maksud dan tujuan, serta anugrah dan harapan.

Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan


terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap yaitu:
penalaran prakovensional, konvensional, dan pascakonvensional.

1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional


Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam
teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak
memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral
dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.

2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional


Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah
dari teori perkembangan moral Kohlberg. Internalisasi individu pada
tahap ini adalah menengah. Seorang mentaati standar-standar (internal)

18




BahasaIndonesiaSMPKKA

tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang


lain, seperti orangtua atau masyarakat.

3) Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional


Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar
diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.
Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan,
dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.

Karakteristik dari kebutuhan spiritual ini menjadi dasar dalam


menentukan karakteristik dari perubahan fungsi spiritual yang akan
mengarahkan individu dalam berperilaku, baik itu kearah perilaku yang
adaptif maupun perilaku yang maladaptif

e. Latar Belakang Sosial Budaya Peserta Didik


Sosial adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat atau
kemasyarakatan, sementara budaya segala hal yang dibuat oleh manusia
berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta, rasa, dan
karsa. Jadi dapat disimpulkan dari segi istilah sosal budaya merupakan
segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan budinya dalam
kehidupan bermasyarakat. Unsur-unsur sosial budaya peserta didik meliputi
antara lain bahasa, kesenian, sistem religi, sistem kemasyarakatan dan
sistem ekonomi. Kehidupan dan nilai sosial budaya peserta didikdalam
kehidupannya selalu mendapatkan dan dipengaruhi oleh nilai nilai sosio-
budaya dari lingkungan sekitarnya mulai dari keluarga, sekolah, dan
masyarakat sekitar.

2. Potensi Peserta Didik


Potensi adalah kesanggupan, daya, kemampuan individu untuk lebih
berkembang. Setiap individu memiliki potensi yang berbeda satu sama lainnya.
Potensi peserta didik yang dimaksud adalah kemampuan yang mungkin
dikembangkan atau menunjang potensi lain. Potensi ini meliputi: potensi fisik,
intelektual, kepribadian, minat, potensi moral, dan religius.

19





KegiatanPembelajaran

Potensi fisik merupakan kondisi kesehatan fisik dan berfungsinya anggota tubuh
dengan baik yang diperoleh dari pemeriksaan oleh tenaga medis, observasi
perilaku, wawancara, dan pengisian angket akan menunjang kelancaran peserta
didik melakukan aktivitas belajar dan memaksimalkan keberhasilan peserta didik
dalam belajar. Organ tubuh akan berfungsi dengan baik dan maksimal apabila
kondisi kesehatan peserta didik juga baik.

Herry Wibowo (2007:19) menyatakan bahwa potensi terbesar manusia adalah


otak. Otak adalah pengatur seluruh fungsi tubuh, dan juga sebagai pusat yang
mengendalikan perilaku individu. Adapun potensi intelektul atau kekuatan otak
individu berkaitan dengan daya nalar dan logika yang berupa kemampuan untuk
mempelajari keterampilan, menganalisis, dan lain lain. Faktor-faktor yang
memengaruhi potensi intelektual individu adalah faktor internal, misalnya
motivasi, kemauan, kemampuan dan faktor eksternal, misalnya sarana dan daya
dukung penunjang. Kedua faktor ini sangat memberikan pengaruh pada
pencapaian kemampuan intelektual yang maksimal dari peserta didik. Faktor
internal peserta didik yang dominan memberikan kecenderungan kekuatan daya
juang yang besar saat menghadapi kesulitan dalam proses belajar.

Gordon Allport (2005:23) mendeskripsikan kepribadian sebagai suatu organisasi


dinamis dari sistem psiko-fisik dalam berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan cara yang unik. Aspek-aspek sikap kepribadian diantaranya
mencakup karakter, temperamen, sikap, stabilitas emosi, responsibilitas, dan
sosiabilitas.Berdasarkan pandangan psikologi, sikap mengandung unsur
penilaian dan reaksi afektif, sehingga menghasilkan motif. Jalaluddin (1996:187)
menyatakan sikap terbentuk melalui hasil belajar dari interaksi dan pengalaman
seseorang dan bukan faktor bawaan.

Minat didefinisikan sebagai suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu
campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau
kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.
Minat peserta didik dapat memengaruhi sikap dan perilakunya dalam menerima
pembelajaran.

Bakat menurut Slavin didefinisikan sebagai kemampuan umum yang dimiliki


seorangpeserta didik untuk belajar. Oleh karena itu bakat memengaruhi

20




BahasaIndonesiaSMPKKA

keberhasilan individu mencapai sesuatu. Ahli psikologi lainnya mengatakan bakat


adalah kemampuan dasar untuk melakukan suatu tugas tanpa upaya pendidikan
atau pelatihan.

Moral merupakan ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban, dan sebagainya. Adapun keagamaan peserta didik berkaitan
dengan konsep ketuhanan yang dianutnya. Moral dan keagamaan individu
memberikan pengaruh pada pembentukan nilai dan keyakinan yang dianutnya.
Peserta didik yang memiliki keyakinan akan nilai-nilai kebenaran, kearifan, dan
saling menghargai akan berdampak pada proses dan hasil pencapaian potensi
peserta didik.

a. Faktor Internal yang Memengaruhi Potensi Peserta Didik


1) Faktor Fisik
Setiap individu mempunyai ciri dan sifat atau karakteristik bawaan
(heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh
lingkungan.Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang
dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor
sosial psikologis. Hal tersebut merupakan dua faktor yang terbentuk
karena faktor yang terpisah, masing-masing memengaruhi kepribadian
dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya
sendiri-sendiri.

Natur dan nurture merupakan istilah yang biasa digunakan untuk


menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental,
dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Karakteristik yang
berkaitan dengan perkembangan faktor biologis cenderung lebih bersifat
tetap, sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis berkaitan dengan hal kejiwaan, kapasitas mental,
emosi, dan intelegensi individu. Kemampuan berpikir peserta didik
memberikan pengaruh pada hal memecahkan masalah dan juga
berbahasa. Hal lain yang berkaitan dengan aspek psikologi peserta didik
adalah motivasi intrinsik. Menurut Arden N.F. (Hayinah, 1992) motivasi

21





KegiatanPembelajaran

Intrinsik meliputi dorongan ingin tahu; sifat positif dan kreatif; keinginan
mencapai prestasi; dan kebutuhan untuk menguasai ilmu dan
pengetahuan yang berguna bagi dirinya. Sedangkan motivasi ekstrinsik
adalah faktor yang datang dari luar individu tetapi memberi pengaruh
terhadap kemauan belajar peserta didik.

b. Faktor Eksternal yang Memengaruhi Potensi Peserta Didik


1) Lingkungan Sosial Masyarakat
Lingkungan sosial individu adalah lingkungan saat seorang individu
berinteraksi dengan individu lainnya dalam suatu ikatan norma dan
peraturan. Kondisi lingkungan yang sehat dan mendukung secara positif
terhadap proses belajar peserta didik akan memberikan pengaruh yang
positif pada perkembangan potensi peserta didik. Lingkungan
masyarakat yang kumuh, dan tidak mendukung secara positif seperti
banyaknya pengangguran, dan anak terlantar akan memberikan
pengaruh negatif pada aktivitas dan potensi peserta didik.

2) Lingkungan Sosial Keluarga


Keluarga adalah lingkungan sosial terkecil pada peserta didik. Peran
keluarga dalam menunjang potensi peserta didik sangat penting. Hal-hal
seperti kedekatan dengan orang tua, dukungan, dan hubungan dengan
anggota keluarga yang harmonis akan memberikan dampak pada
perkembangan potensi peserta didik.

3) Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah, seperti teman sekelas, guru, dan staf administrasi
dapat memberikan pengaruh terhadap proses belajar peserta didik.
Hubungan baik dan harmonis diantara ketiganya memberikan pengaruh
pada proses belajar. Memberikan motivasi yang positif dan kesempatan
pada peserta didik untuk belajar dan berkembang akan sangat
berpengaruh pada pencapaian potensinya. Guru harus dapat mengamati
dengan baik karakteristik dari peserta didik.

4) Perbedaan ras, suku, budaya, kelas sosial peserta didik


Sekolah adalah wadah bagi seluruh peserta didik untuk
mengembangkan potensinya tanpa memandang perbedaan. Memahami

22




BahasaIndonesiaSMPKKA

perbedaan karakteristik peserta didik adalah merupakan tantangan besar


bagi pendidik dalam menunjang perkembangan potensi peserta didik.
Bagaimana menciptakan kondisi kelas yang mendukung aktivitas belajar
yang dapat mewadahi seluruh peserta didik merupakan salah satu peran
penting dari pendidik. Perbedaan rasdan etnik akan memunculkan
perbedaan dialek bahasa, nilai, dan keyakinan yang kesemuanya itu
akan sangat membawa pengaruh dalam proses pengembangan potensi
peserta didik. Pendidik harus peka dan memiliki sikap positif terhadap
perbedaan karakteristik peserta didiknya. Mc. Graw Hill (2009) dalam
bukunya Learning to Teach menyatakan bahwa ketika penggunaan
dialek bahasa keluarga yang dipakai oleh peserta didik di Amerika
dipaksa untuk dihapuskan, maka kecenderungan prestasi akademik
siswa tidak mengalami peningkatan, justru memunculkan kondisi
emosional yang negatif pada mereka. Pendidik sebaiknya senantiasa
mampu memunculkan kondisi emosi positif pada peserta didik dengan
segala keberagaman karakteristik mereka.

3. Bekal Awal Peserta Didik


Setiap peserta didik dapat dipastikan memiliki perilaku dan karakteristik yang
cenderung berbeda. Kondisi ini pentingdiperhatikan dalam pembelajaran, karena
dengan mengidentifikasi kondisi awal peserta didik dapat memberikan informasi
penting untuk guru dalam pemilihan strategi pengelolaan, yang berkaitan dengan
bagaimana menata pembelajaran.Hal ini berkaitan dengan komponen-komponen
strategi pengajaran yang efektif dan sesuai dengan karakteristik perseorangan
peserta didik sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

Kegiatan menganalisis peserta didik dalam pengembangan pembelajaran


merupakan pendekatan yang menerima peserta didik apa adanya.Hal ini
dilakukan untuk menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan peserta
didik tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, maka mengidentifikasi
kemampuan awal peserta didik adalah bertujuan untuk menentukan apa yang
harus diajarkan tidak perlu diajarkan dalam pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Karena itu, kegiatan ini sama sekali bukan untuk menentukan
prasyarat dalam menyeleksi peserta didik sebelum mengikuti pembelajaran.

23





KegiatanPembelajaran

a. Pengertian Bekal Ajar Awal Peserta Didik


Peserta didik menurut Sudarwan Danim (2010:47) merupakan sumber daya
utama dan terpenting dalam proses pendidikan. Peserta didik bisa belajar
tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa mengajar tanpa peserta didik.
Karenanya kehadiran peserta didik menjadi keniscayaan dalam proses
pendidikan formal atau pendidikan yang dilambangkan dengan menuntut
interaksi antara pendidik dan peserta didik.Bekal ajar awal peserta didik
dapat pula diartikan kemampuan awal (entry behavior) adalah kemampuan
yang yang telah diperoleh peserta didik sebelum dia memperoleh
kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan
status pengetahuan dan keterampilan peserta didik sekarang untuk menuju
ke status yang akan datang yang diinginkan guru agar tercapai oleh peserta
didik. Dengan kemampuan ini dapat ditentukan darimana pengajaran harus
dimulai.

Esensinya tidak ada peserta didik di muka bumi ini benar-benar sama. Hal ini
bermakna bahwa masing-masing peserta didik memiliki karakteristik
tersendiri. Karakteristik peserta didik adalah totalitas kemampuan dan
perilaku yang ada pada pribadi mereka sebagai hasil dari interaksi antara
pembawaan dengan lingkungan sosialnya, sehingga menentukan pola
aktivitasnya dalam mewujudkan harapan dan meraih cita-cita.

b. Tujuan Mengidentifikasi Bekal Ajar Awal Peserta Didik


Identifikasi bekal ajar awal peserta didik bertujuan untuk:

1) Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan


kemampuan awalpeserta didik sebelum mengikuti program pembelajaran
tertentu;
2) Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan
peserrta didik berkaitan dengan pemilihan program pembelajaran
tertentu yang akan diikuti mereka; dan
3) Menentukan desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu
yang perlu dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal peserta
didik.

24




BahasaIndonesiaSMPKKA

Teknik mengaktifkan bekal ajar awal peserta didik digunakan untuk


mengetahui kemampuan awal peserta didik. Seorang pendidik dapat
melakukan tes awal (pre-test). Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan
materi ajar sesuai dengan panduan kurikulum. Selain itu pendidik dapat
melakukan wawancara, observasi, dan memberikan kuesioner kepada
peserta didik atau calon peserta didik, serta guru yang biasa mengampu
pelajaran tersebut.

Teknik yang paling tepat untuk mengetahui bekal ajar awal peserta didik
yaitu tes. Teknik tes ini menggunakan tes prasyarat dan tes awal. Sebelum
memasuki pelajaran sebaiknya guru membuat tes prasyarat dan tes awal.
Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui apakah peserta didik telah
memiliki pengetahuan keterampilan yang diperlukan atau di syaratkan untuk
mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal adalah tes untuk
mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan atau
keterampilan mengenai pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin S. Bloom
melalui beberapa eksperimen membuktikan bahwa untuk belajar yang
bersifat kognitif apabila pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak
dipenuhi, maka betapa pun kualitas pembelajaran tinggi, maka tidak akan
menolong untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi. Hasil pretest juga
sangat berguna untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki
dan sebagai perbandingan dengan hasil yang dicapai setelah mengikuti
pelajaran. Jadi kemampuan awal sangat diperlukan untuk menunjang
pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan baru karena kedua hal
tersebut saling berhubungan.

Contoh angket sederhana untuk mengetahui bekal ajar awal peserta didik
sebagai berikut.

Seberapa luas pengetahuanmu tentang native speaker?

1) Saya belum pernah mendengar istilah itu


2) Saya pernah mendengar tapi belum tahu tentang native speaker
3) Saya hanya tahu sedikit tentang native speaker
4) Saya belum tahu pengertian native speaker secara luas

25





KegiatanPembelajaran

4. Kesulitan Belajar Peserta Didik

a. Pengertian Kesulitan Belajar


Setiap individu tidak sama. Perbedaan individu ini menyebabkan perbedaan
tingkah laku belajar di kalangan peserta didik. Sehingga memunculkan
perbedaan kemampuan peserta didik dalam memahami materi pembelajaran
di kelas yang sering disebut sebagai kesulitan belajar. Hamalik (1983)
menyatakan kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan dimana
peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut
tidak bisa diabaikan oleh seorang pendidik karena dapat menjadi
penghambat tujuan pembelajaran.

Kesulitan belajar tidak hanya disebabkan oleh faktor intelegensi yang


rendah, akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi. Oleh
karena itu, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Wood
(2007:33) menyatakankesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor
yang berasal dari dalam diri peserta didik maupun luar diri peserta didik.
Faktor-faktor penyebab tersebut, hendaklah dipahami oleh pendidik agar
setiap peserta didik dapat mencapai tujuan belajar yang baik.

Peserta didik mempunyai hak yang sama untuk mencapai kinerja akademik
(academic performance) yang memuaskan. Namun kenyataannya pendidik
kurang memahami peserta didik yang memiliki perbedaan dalam hal
kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang, kebiasaan dan
pendekatan belajar antara pesetrta didik satu dengan lainnya. Sementara itu,
penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah pada umumnya hanya
ditunjukkan kepada para peserta didik yang berkemampuan rata-rata,
sehingga peserta didik yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan
kurang akan terabaikan. Peserta didik yang berkategori di luar rata-rata itu
(sangat pintar dan sangat rendah) tidak mendapat kesempatan yang
memadai untuk berkembang sesuai dengan kepasitasnya. Kesulitan belajar
(learning difficulty) yang tidak hanya dialami peserta didik berkemampuan

26




BahasaIndonesiaSMPKKA

rendah saja, tetapi juga dialami oleh peserta didik yang berkemampuan
tinggi.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan kesulitan belajar


adalah suatu hambatan yang dialami oleh peserta didik untuk mencapai
hasil belajar yang memuaskan.

Ciri-ciri kesulitan belajar menurut Moh. Surya antara lain:

1) Menunjukkan hasil belajar yang rendah(dibawah rata-rata nilai yang


dicapai oleh kelompok kelas);
2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan;
3) mungkin murid yang selalu berrusaha dengan giat tetapi nilai yang
dicapai selalu rendah;
4) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar, ia selalu
tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas-tugas
sesuai dengan waktu yang tersedia;
5) Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh,
menentang, berpura-pura, dusta, dsb;
6) Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang
terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, menggangu didalam dan
diluar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, mengsingkan diri, tersisih,
tidak mau bekerja sama, dsb;
7) Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung,
mudah tersinggung, mudah pemarah, tidak gembira dalam menghadapi
situasi tertentu, misalnya dalam menghadapi nilai rendah tidak
menunjukkan sedih atau menyesal dsb.

Pernyataan tersebut, dapat dipahami adanya beberapa manifestasi dari


gejala kesulitan belajar yang dialami oleh para peserta didik. Gejala-gejala
yang termanifestasi dalam tingkah laku setiap peserta didik, diharapkan para
pendidik dapat mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar dan siswa yang tidak mengalami kesulitan dalam belajar, kerusakan
susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;

1) Faktor sosial,seperti pengaruh teman bermain, pergaulan dan lingkungan


sekitar;

27





KegiatanPembelajaran

2) Faktor keluarga, seperti keadaan keluarga yang tidak baik dan


kurangnya dukungan belajar dari orang tua.

Berikut ini penjabaran faktor-faktor kesulitan belajar yang dialamioleh peserta


didik menurut Koestur Partowisastro dan Hadi Suprapto (1978:56) yaitu:

1) Kondisi fisiologis yang permanen meliputi inteligensi yang terbatas,


hambatan penglihatan dan pendengaran, dan masalah persepsi.
2) Kondisi fisiologis temporer meliputi masalah makanan, kecenderungan,
dan kecapaian.
3) Kondisi lingkungan sosial permanen meliputi harapan dan tekanan orang
tua tinggi dan konflik dalam keluarga.
4) Kondisi lingkungan sosial temporer meliputi ada bagian-bagian dalam
urutan yang belum dipahami dan persaingan interes.

Sedangkan menurut Tidjan (2000), faktor-faktor yang menyebabkan


terjadinya kesulitan belajar yaitu interen dan ekstern. Faktor interen meliputi
faktor fisiologis, yaitu kesehatan fisik terganggu,cacat fisik dan sebagainya.
Faktor intelektual, misalnya kecerdasan kurang, kecakapan kurang, bakat-
bakat kurang. Faktor minat, tidak berminat atau kurang minat. Faktor
konsentrasi perhatian kurang. Faktor ingatan kurang. Faktor emosi, misalnya
rasa benci dan rasa tidak puas.

Faktor ekstern meliputi Faktor tempat, misalnya tidak ada tempat khusus
untukbelajar. Faktor alat, alat-alat yang diperlukan dalam belajar kurang atau
tidak ada. Faktor waktu dan suasana, yaitu tidak dapat mengatur waktu
belajar, ramai dan gaduh, rumah dekat jalan yang cukup ramai. Faktor
lingkungan sekolah, misalnya bahan pelajaran kurang, metode guru
mengajar tidak memuaskan, pengeruh teman yang tidak baik (negatif).
Faktor lingkungan keluarga dan masyarakat, misalnya situasi keluarga yang
tidak menguntungkan anak dalam belajar, begitu pula dengan
masyarakatnya.

a. Analisis kesulitan belajar peserta didik


Prinsip-prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan di dalam
proses belajar mengajar. Seorang guru akan melaksanakan tugasnya

28




BahasaIndonesiaSMPKKA

dengan baik apabila dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan
prinsip-prinsip orang belajar. Dengan kata lain supaya dapat mengontrol
sendiri apakah tugas-tugas mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan
prinsip-prinsip belajar maka guru perlu memahami prinsip-prinsip belajar.

Belajar diperoleh dari sebuah pengalaman yang didalamnya terdapat


interaksi antara manusia dan lingkungan. Selain itu, belajar adalah suatu
proses yang berlangsung terus-menerus secara bertahap yang dilakukan
untuk mencapai tujuan atau cita-cita. Menurut para pakar, belajar merupakan
proses memiliki pengetahuan, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang
tidak bisa menjadi bisa. Selain itu, belajar merupakan perubahan secara fisik
maupun motorik. Belajar juga merupakan perubahan yang menekankan
aspek-aspek rohani.Di dalam belajar, ada tiga ranah yang satu sama lain
tidak dapat dipisahkan, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor yang berhubungan dengan motorik kasar (melempar,
menangkap, menendang) dan motorik halus (menulis dan menggambar).
Ketiga ranah tersebut perlu dilatih dengan memperhatikan prinsip-prinsip
belajar yaitu:

1) Tujuan yang terarah;


2) Motivasi yang kuat;
3) Bimbingan untuk mengetahui hambatan dalam belajar;
4) Cara belajar dengan pemahaman;
5) Interaksi yang positif dan dinamis antara individu dan lingkungan;
6) Teknik-teknik belajar;
7) Diskusi dan pemecahan masalah;
8) Mampu menerapkan apa yang telah dipelajari dalam kegiatansehari-hari

Seorang anak pergi ke sekolah tidak boleh karena terpaksa, melainkan


karena suatu kebutuhan. Orang tua dan guru hendaknya mengarahkan anak
bahwa belajar adalah suatu kebutuhan, serta membangun motivasi diri yang
kuat bahwa dengan belajar di sekolah berarti mempersiapkan hidup untuk
masa depan. Hubungan yang positif antara guru dan orang tua
memungkinkan anak untuk belajar secara aktif. Misalnya, ketika anak
mengalami kesulitan, guru atau orang tua memberikan bimbingan agar apa
yang dipelajari dapat dipahami dengan mudah. Ada beberapa hal yang

29





KegiatanPembelajaran

menyebabkan anak mengalami kesalahan belajar, diantaranya sebagai


berikut:

1) Belajar tanpa adanya tujuan yang jelas;


2) Belajar tanpa rencana (hanya insidental);
3) Hanya menghafal tanpa memahami;
4) Tidak dikaitkan dengan pengalaman dan teknik-teknik yang bervariasi;
5) Tidak ada pengelolaan waktu belajar;
6) Tidak menggunakan alat bantu atau referensi yang utuh.

a. Jenis-jenis kesulitan belajar


Ada empat jenis kesulitan/gangguan belajar yang seringkali ditemui dalam
perkembangan seorang anak, yaitu sebagai berikut.

1) Kesulitan belajar akademis


Meliputi kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan berhitung.
Kesulitan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh
adanya kesulitan berat dalam mengerti bahan bacaan. Anak yang
mengalami gangguan membaca akan kesulitan dalam mengenal kata,
mengucapkan, dan memahami apa yang dibaca. Ada dua macam
gangguan dalam membaca, yaitu: aphasia,disebabkan karena anak
kehilangan kemampuan membacanya. Disleksia, disebabkan karena
gangguan fungsi saraf (neurologisnya rusak). Faktor yang menyebabkan
kesulitan membaca, yaitu (1) psikologis (gagap), anak merasa malu jika
ditertawakan teman-temannya; (2) hambatan didaktik-metodik, anak
mengenal bunyi huruf tetapi mereka kesulitan membacanya apabila
huruf itu dirangkai menjadi kata.

Kesulitan menulis, merupakan gangguan pada kemampuan menulis


anak, yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya dalam hal
menulis. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah
pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Kesulitan
menulis disebabkan kerena kemampuan psikomotor yang kurang terlatih.
Anak yang memiliki kesulitan menulis sulit dalam membuat tulisan dan
mengekspresikan diri melalui tulisan. Macam-macam kesulitan menulis

30




BahasaIndonesiaSMPKKA

yaitu (a) Disgraphia, merupakan kesulitan menulis yang disebabkan


gangguan saraf; (b) Hyperkenesis, kesulitan menulis yang memiliki
gerakan berlebih dan tidak normal. Misalnya, menghentak-hentakkan
kaki atau bergoyang-goyang terus ketika menulis.

Kesulitan berhitung merupakan gangguan matematik yang memiliki


kesulitan dalam kemampuan aritmatik. Kesulitan ini tidak disertai dengan
adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik, atau emosi. Kesulitan
berhitung disebut discalculia. Anak akan mengalami kesulitan dalam
memikirkan atau mengingat informasi yang melibatkan angka-angka.

2) Gangguan Simbolik
Gangguan simbolik yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami
suatu obyek sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.
Ciri-cirinya antara lain (1) siswa mampu mendengar tapi tidak mengerti
apa yang didengar; (2) mampu mengaitkan obyek yang dilihat, namun
mengalami gangguan pengamatan (visual reseptive), (3) mengalami
gangguan gerak-gerik (motoraphasia).

3) Gangguan Nonsimbolik
Gangguan nonsimbolik merupakan ketidakmampuan anak untuk
memahami isi pelajaran karena ia mengalami kesulitan untuk mengulang
kembali apa yang telah dipelajarinya. Kesulitan belajar yang telah
dipaparkan tersebut sangat berdampak pada proses belajar. Namun, ada
pula siswa SD yang karena proses kelahiran atau musibah mengalami
cidera otak, sehingga siswa itu tidak mampu untuk belajar.
Ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang tidak dapat
dilakukan anak-anak yang sebaya seperti: mandi sendiri, sikat gigi,
menulis, membaca disebut learning disability. Anak yang mengalami
kerusakan saraf yang berat disebut learning disorder. Anak yang
mempunyai kecerdasan diatas rata-rata, namun prestasi akademiknya
rendah disebut underachiever. Sedangkan anak yang lamban belajar
dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat serta waktu
belajarnya lebih lama dibandingkan rata-rata anak seusianya disebut
slow learner.

31





KegiatanPembelajaran

4) Gangguan Sosial Emosional


Sifat guru atau pendidik ingin mengajarkan anak didiknya yang
berperilaku baik dan pandai untuk membangun keberhasilan dalam
proses belajar di kelas. Namun, kadang kala ada anak yang tergolong
mempunyai gangguan sosial emosional yang nampak di kelas.
Permasalahan sosial emosional dalam belajar antara lain sebagai
berikut. Pertama, hiperaktif, anak hiperaktif cenderung tidak bisa diam. Ia
cenderung bergerak terus menerus, kadang suka berlarian, melompat-
lompat, bahkan teriak-teriak di kelas. Anak ini sulit untuk dikontrol,
karena ia melakukan aktivitas sesuai kemauannya sendiri. Kedua,
distractibility child, anak distractibility seringkali mengalihkan
perhatiannya ke berbagai obyek lain di kelas. Anak ini mudah
dipengaruhi, tetapi tidak bisa memusatkan perhatian pada kegiatan-
kegiatan yang berlangsung di kelas. Anak ini juga cepat bosan. Ketiga,
poor self consept, anak yang poor self consept cenderung pendiam,
pasif, dan mudah tersinggung. Mereka tidak berani bertanya atau
menjawab karena merasa tidak mampu dan cenderung kurang berani
bergaul serta suka menyendiri. Keempat, impulsif, anak yang impulsif
cepat sekali bereaksi terhadap sesuatu di sekitarnya, tetapi hal tersebut
justru mencerminkan ketidakmampuannya. Misalnya, setiap guru
memberi pertanyaan, anak ini cepat bereaksi untuk cepat menjawab.
Anak ini seperti ingin menunjukkan bahwa ia pandai, tapi cara
menjawabnya justru mencerminkan ketidakmampuannya. Kelima,
distructive behavior, anak ini memiliki perilaku yang agresif. Sikap agresif
yang negatif dalam bentuk membanting dan melempar menunjukkan
bahwa anak ini adalah anak yang bermasalah (trouble maker). Anak ini
cepat tersinggung dan bertemperamen tinggi sehingga menjadi agresif.
Keenam, distruptive behavior, anak ini sering mengeluarkan kata-kata
kasar dan tidak sopan. Dengan nada mengejek, anak ini cenderung
menentang guru. Ketujuh, dependency child, pada awalnya anak ini
seperti sangat bergantung pada orangtuanya, dan sering merasa takut
serta tidak mampu melakukan sesuatu sendiri. Hal ini terjadi karena
sikap orangtua yang terlalu over protektif atau sangat melindungi.
Kedelapan, withdrawal, anak yang withdrawal yaitu anak yang suka

32




BahasaIndonesiaSMPKKA

menarik diri dan pemalu. Keadaan sosial ekonomi yang rendah akan
mengakibatkan anak merasa bahwa dirinya bodoh dan enggan untuk
mencoba membuat atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan karena
dirinya merasa tidak mampu. Kesembilan, learning disability, anak ini
tidak memiliki kemampuan mental yang setara dengan anak-anak normal
yang sebayanya. Anak seperti ini sulit untuk menganalisis, menangkap
isi pelajaran, dan mengaplikasikan apa yang dipelajari. Kesepuluh,
learning disorder, anak ini mempunyai cacat bawaan baik kerusakan fisik
maupun saraf. Anak seperti ini cenderung sulit belajar secara normal,
sehingga membutuhkan penanganan para ahli yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga khusus. Kesebelas, under achiver, anak ini
mempunyai potensi intelektual di atas rata-rata, namun potensi
akademiknya di kelas sangat rendah. Semangat belajarnya juga sangat
rendah. Kedua belas, over achiver, anak ini mempunyai semangat
belajar yang sangat tinggi. Ia merespon dengan cepat. Anak ini tidak bisa
menerima kegagalan dan tidak mudah menerima kritikan dari siapapun
termasuk dari gurunya. Ketiga belas, slow learner, anak ini sulit
menangkap pelajaran dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
menjawab dan mengerjakan tugas-tugasnya. Keempat belas, social
interseption child, anak ini kurang peka dan tidak peduli terhadap
lingkungannya. Anak ini kurang tanggap dalam membaca ekspresi dan
sulit bergaul dengan teman-teman yang ada di kelas.

b. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik


Cara mengatasi kesulitan belajar, berdasarkan gejala yang teramati dan
faktor penyebab kesulitan belajar, maka upaya yang dilakukan guru antara
lain:
1) tempat duduk siswa
Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan
hendaknya mengambil posisi tempat duduk bagian depan. Mereka akan
dapat melihat tulisan di papan tulis lebih jelas. Begitu pula dalam
mendengar semua informasi belajar yang diucapkan oleh guru.

33





KegiatanPembelajaran

2) Gangguan kesehatan
Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di
rumah dengan tetap memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh
orang tua dan keluarga lainnya.

3) Program remedial
Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan
internal, perlu ditolong dengan melaksanakan program remedial. Teknik
program remedial dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya
adalah mengulang kembali bahan pelajaran yang belum dikuasai,
memberikan tugas-tugas tertentu kepada siswa, dan lain sebagainya.

4) Bantuan media dan alat peraga


Penggunaan alat peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup
membantu siswa yang mengalami kesulitan menerima materi pelajaran.
Boleh jadi kesulitan belajar itu timbul karena materi pelajaran bersifat
abstrak sehingga sulit dipahami siswa.

5) Suasana belajar menyenangkan


Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah menciptakan suasana
belajar kondusif. Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan
akan membantu siswa yang mengalami hambatan dalam menerima
materi pelajaran.

6) Motivasi orang tua di rumah


Anak yang mengalami kesulitan belajar perlu mendapat perhatian orang
tua dan anggota keluarganya. Peran orang tua sangat penting untuk
memberikan motivasi ekstrinsik dan intrinsik agar anak mampu
memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Selain itu juga orang tua
perlu memperhatikan kesehatan tubuh anak dengan memberikan
makanan dan miniman yang bergizi disertai dengan suplemen
pembangun tubuh yang cukup.

c. Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik


Rancangan mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan
dengan cara:

34




BahasaIndonesiaSMPKKA

1) Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur
bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai
berikut. (1) Identifikasi kasus; Identifikasi kasus merupakan upaya untuk
menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar.
Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa
yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them
approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa
secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa
yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan. (3) Maintain good
relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban
sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini
dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas
pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui
kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4)
Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang
menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang
dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang
bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes
bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta
diupayakan berbagai tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil
belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan
atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis
sosiometris; dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga
mengalami kesulitan penyesuaian sosial

2) Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik
kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks proses
belajar mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek :
(a) substansial material; (b) struktural fungsional; (c) behavioral; dan
atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk.

35





KegiatanPembelajaran

telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa,


dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini
sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi
siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c)
hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f)
pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan
muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu
senggang.

3) Remedial atau Referal (Alih Tangan Kasus)


Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan
dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam
kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian
bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu
sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek
kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas
guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi
kepada ahli yang lebih kompeten.

Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah


sebaiknya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa
pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap
pemecahan masalah yang dihadapi siswa. Berkenaan dengan evaluasi
bimbingan, Depdiknas telah memberikankriteria-kriteria keberhasilan
layanan bimbingan belajar, yaitu :

1) Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan


dengan masalah yang dibahas;
2) Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang
dibawakan melalui layanan dan;
3) Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah
pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut
pengentasan masalah yang dialaminya.

36




BahasaIndonesiaSMPKKA

Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003:67)


mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas
layanan yang telah diberikan apabila:

1) Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang
dihadapi.
2) Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3) Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima
kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4) Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress
release).
5) Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6) Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam
mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan
secara sehat dan rasional.
7) Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha-usaha
perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai
dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.

D. Aktivitas Pembelajaran

1. Kegiatan 1: Pendahuluan

1) Sebelum peserta melakukan aktivitas pembelajaran, peserta berdoa


menurut keyakinannya agar aktivitas pembelajaran dapat berjalandengan
lancar. Berdoa dapat dipimpin oleh ketua kelas dalam pelatihan ini.

2) Fasilitator menjelaskan kompetensi, tujuan, indikator pembelajaran, dan


kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

3) Fasilitator membagi peserta diklat dalam beberapa kelompok. Satu


kelompok berjumlah 4 (empat) orang.

2. Kegiatan 2: Mengidentifikasi Karakteristik Peserta Didik


1) Peserta diklat berdiskusi dalam kelompok mengerjakan LK 2.1
Memahami Karakteristik Peserta Didik. Sesama peserta saat berdiskusi
mencerminkan tindakan menghargai pendapat teman

37





KegiatanPembelajaran

dalamkelompoknya. Bila terjadi perbedaan pendapat dalam diskusi


peserta tidak memaksakan kehendak.
2) Wakil dari masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi di depan
kelas dengan semangat, hal ini memperlihatkan rasa senang berbicara
secara teratur. Setiap perwakilan kelompok melaporkan hasil hasil
diskusi dengan percaya diri.
3) Saat wakil kelompok presentasi, peserta lain memperhatikan dengan
seksama. Hal ini mencerminkan menghargai orang lain dan solidaritas.
4) Fasilitator memberikan penguatan terhadap materi yang telah
didiskusikan.

3. Kegiatan 3: Mandiri Memecahkan Kasus Potensi Peserta Didik


1) Peserta secara mandiri memecahkan kasus yang terdapat dalam LK 2.2
Mengidentifikasi Potensi Peserta Didik. Masing-masing peserta
memecahkan kasus secara kreatif, percaya diri, dan tanggung jawab.
2) Peserta saling bertukar hasil pekerjaannya untuk saling koreksi
antarpeserta. Peserta diharapkan mampu mengoreksi pekerjaan
temannya secara objektif.
3) Hasil pekerjaan yang sudah dikoreksi oleh temannya dipajang di papan
pajangan yang telah disediakan.
4) Setiap peserta dapat saling membaca pekerjaan temannya. Hal ini
mencerminkan pembelajar sepanjang hayat.
5) Fasilitator memberi penguatan terhadap materi yang sedang dibahas.

4. Kegiatan 4: Berdiskusi untuk Mengidentifikasi Pemahaman Awal Pe-


serta Didik
1) Peserta diklat berdiskusi dalam kelompok mengerjakan LK 2.3
Mengidentifikasi Pemahaman Awal Peserta Didik. Sesama peserta saat
berdiskusi menghargai semangat kerjasama dan menyelesaikan
persoalan bersama. Para peserta mampu menghormati keragaman
pendapat.
2) Hasil diskusi setiap kelompok dipajang. Perwaklian kelompok menunggu
pajangan (hasil diskusi) dan sebagian wakil kelompok mengunjungi
pajangan (hasil diskusi) kelompok lain. Saat perwakilan kelompok

38




BahasaIndonesiaSMPKKA

mengunjungi hasil diskusi kelompok lain, perwakilan kelompok yang


berkunjung dapat menanyakan hal-hal yang belum dipahami dari hasil
diskusi kelompok lain. Perwakilan kelompok yang menunggu pajangan
(hasil diskusi) memberikan penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan
dari kelompok lain yang berkunjung. Hal ini menunjukkan sikap
komitmen atas keputusan bersama.
3) Wakil dari masing-masing kelompok melaporkan hasil kunjungannya di
depan kelas dengan semangat dan percaya diri. Hal ini memperlihatkan
rasa senang berbicara secara teratur.
4) Saat wakil kelompok melaporkan hasil kunjungannya, peserta lain
memperhatikan dengan saksama. Hal ini mencerminkan menghargai
orang lain dan solidaritas.
5) Fasilitator memberikan penguatan terhadap materi yang telah
didiskusikan.

5. Kegiatan 5: Berdiskusi Memecahkan Kasus Kesulitan Belajar Peserta


Didik
1) Peserta diklat berdiskusi dalam kelompok mengerjakan LK 2.4
Mengidentifikasi Kesulitan Belajar Peserta Didik. Sesama peserta saat
berdiskusi mencerminkan tindakan menghargai pendapat teman dalam
kelompoknya. Para peserta mampu menghormati keragaman pendapat.
2) Wakil dari masing-masing kelompok presentasi hasil diskusi di depan
kelas dengan semangat. Setiap perwakilan kelompok melaporkan hasil
hasil diskusi dengan tanggung jawab dan percaya diri.
3) Saat wakil kelompok presentasi, peserta lain memperhatikan dengan
seksama. Hal ini mencerminkan menghargai orang lain dan solidaritas.
4) Fasilitator memberikan penguatan terhadap materi yang telah
didiskusikan.

6. Kegiatan 6: Penutup
1) Peserta melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari dengan
jujur dan bahasa yang santun.

39





KegiatanPembelajaran

2) Fasilitator memberi penguatan terutama tentang karakteristik peserta


didik, potensi pserta didik, bekal awal peserta didik, kesulitan belajar
peserta didik, dan tugas-tugas dalam kegiatan modul ini.
3) Setelah peserta melakukan aktivitas pembelajaran, peserta berdoa
menurut keyakinannya. Berdoa dapat dipimpin oleh ketua kelas dalam
pelatihan ini.

E. Latihan/Kasus/Tugas

1. LK 2.1 Memahami Karakteristik Peserta Didik


Mengapa pendidik harus memahami perkembangan karakteristik peserta
didik?

Sebutkan tahap-tahap perkembangan kognitif!

No Tahapan

1.

2.

3.

40




BahasaIndonesiaSMPKKA

No Tahapan

4.

2. LK 2.2 Mengidentifikasi Potensi Peserta Didik

Permasalahan Solusi

Ketika melaksanakan
pembelajaran, Anda
berhadapan dengan siswa
yang mengalami kesulitan
belajar. Apa tindakan yang
akan Anda lakukan?

3. LK 2.3 Mengidentifikasi Pemahaman Awal Peserta Didik

Pertanyaan Jawaban

Apa tujuan mengidentifikasi


pemahaman awal (entry
behavior) pada peserta
didik?

Bagaimanakah cara
mengidentifikasi
pemahaman awal (entry
behavior) pada peserta
didik?

4. LK 2.4 Mengidentifikasi Kesulitan Belajar Peserta Didik


Ryan Permana adalah siswa kelas IX. Tidak lama lagi dia akan mengikuti
ujian sekolah yang akan menentukan kelulusannya dari sekolah tersebut.
Namun upaya mempersiapkan diri dengan baik untuk mengikuti ujian

41





KegiatanPembelajaran

sekolah sering terkendala dengan kesibukannya membantu pekerjaan


ibunya yang sudah hidup menjanda selama 15 tahun. Setiap hari Ryan harus
bangun pagi agar dapat membantu mempersiapkan dan menata kue buatan
ibunya untuk dibawa ke sekolah. Kue tersebut dijual di kantin sekolah.
Sepulangnya dari sekolah, Ryantidak langsung pulang ke rumah, karena dia
harus belanja bahan-bahan untuk membuat kue di pasar yang berdekatan
dengan sekolahnya. Tidak jarang Ryan setiap hari pulang sekolah sore hari.
Akibatnya dia tidak memiliki waktu untuk belajar di rumah. Bahkan, di malam
hari pun tidak banyak waktu yang dapat digunakan Ryan untuk belajar
karena dia harus membantu ibunya membuat kue yang akan dijual keesokan
harinya.
1) Tergolong kesulitan belajar yang manakah kasus Ryan di atas?
2) Bagaimanakah cara Saudara mendiagnosis masalah belajar yang
dihadapi Ryan tersebut?

F. Rangkuman

Sebagai seorang pendidik tentunya Anda tidak hanya bertugas mengajar di kelas
saja, akan tetapi tugas seorang pendidik adalah: mendidik, mengajar, dan
melatih. Hal ini sangatl tepat apabila dikaitkan dengan pembentukan karakter
yang baik bagi para peserta didik. Seperti apa seorang pendidik mendidik,
bagaimana mengajar, dan bagaimana melatih para peserta didik. Semua
tantangan di atas berawal dari pendidik itu sendiri, bagaimana menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan, diantaranya dengan kesan pertama pendidik
itu berada di lingkungan kelas.

42




BahasaIndonesiaSMPKKA

Setiap peserta didik memiliki potensi. Potensi peserta didik yang dimaksud
adalah kemampuan yang mungkin dikembangkan atau menunjang potensi lain.
Potensi ini meliputi: potensi fisik, intelektual, kepribadian, minat, potensi moral,
dan religius.

Faktor-faktor yang memengaruhi potensi peserta didik berasal dari aspek internal
dan eksternal. Selain itu, aspek fisik, psikologis dan lingkungan sosial budaya
juga berperan penting. Pendidik harus mampu mengidentikasi dengan cermat
keberagaman dari karakteristik peserta didik agar proses dan hasil belajar dari
peserta didik menjadi maksimal.

Peserta didik memiliki pemahaman awal (entry behavior). Mengetahui


pemahaman awal sangat penting untuk diperhatikan karena dengan
mengidentifikasi kondisi pembelajaran dapat memberikan informasi penting untuk
guru dalam pemilihan strategi pengelolaan pembelajaran yang efektif dan
bermakna yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

Dalam pembelajaran, adakalanya peserta didik mengalami kesulitan belajar.


Kesulitan belajar adalah suatu hambatan yang dialami oleh peserta didik untuk
mencapai hasil belajar maksimal. Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya
kesulitan belajar menurut Koestur Partowisastro dan Hadi Suprapto (1978)
meliputi (1) kondisi fisiologis permanen, (2) kondisi fisiologis temporer, (3) kondisi
lingkungan sosial permanen, dan (4) kondisi lingkungan sosial temporer.

Menurut Tidjan (2000) secara umum ada dua macam faktor penyebab terjadinya
kesulitan belajar, yaitu faktor interen dan faktor ekstern. Faktor interen meliputi
faktor fisiologis, intelektual, minat, konsentrasi perhatian kurang, ingatan kurang,
dan emosi. Faktor ekstern meliputi faktor tempat, alat, waktu, suasana, serta
lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Nilai-nilai karakter apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah membahas materi


Karakteristik Peserta Didik?

43





KegiatanPembelajaran

Nilai-nilai karakter apa yang dapat Bapak/Ibu terapkan kepada peserta didik
setelah mempelajari materi ini?

Bagaimana cara Bapak/Ibu membiasakan nilai-nilai karakter ini kepada peserta


didik dalam kehidupan sehari-hari?

Pengalaman penting apa yang Bapak/ibu peroleh setelah mempelajari materi da-
lam modul ini?

Apakah Bapak/Ibu mengalami kesulitan mengkuti kegiatan pembelajaran dalam


modul ini?

44




BahasaIndonesiaSMPKKA

H. Pembahasan Latihan/Tugas/Kasus

LK 2.1 Memahami Karakteristik Peserta Didik


1) Hal-hal apa saja yang harus diketahui pendidik agar memahami
perkembangan karakteristik peserta didik?

1) Potensi yang dimiliki peserta didik

2) Tingkat perkembangan kedewasaan peserta didik

3) Kemampuan kognitif peserta didik

4) Potensi mandiri yang dimiliki peserta didik

5) Tingkat Kebutuhan peserta didikdalam hal bimbingan dan perlakuan


manusiawi

2) Sebutkan tahapan perkembangan kognitif !

TAHAPAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK

No Tahapan

1. Tahap Sensorik-Motorik (usia 0-2 tahun)

2. Tahap Pra-Operasional (usia 2-7 tahun)

3. Tahap Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun)

4. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa)

LK 2.2 Mengidentifikasi Potensi Peserta Didik

Permasalahan Solusi

Ketika melaksanakan Usaha yang dilakukan oleh pendidik untuk


pembelajaran, Anda berhadapan meningkatkan motivasi semangat belajar
dengan peserta didik yang peserta didik yang malas antara lain
malas belajar. Apa tindakan melakukan pendekatan secara persuasif dan
yang akan Anda lakukan? edukatif. Selain itu, pendidik harus berupaya
dengan merancang pembelajaran yang lebih
menarik, memilih bahan ajar yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik,
menggunakan media pembelajaran yang
menarik, dan lain-lain.

45





KegiatanPembelajaran

LK 2.3 Mengidentifikasi Pemahaman Awal Peserta Didik

Pertanyaan Jawaban

Apakah tujuan Tujuan mengidentifikasi pemahaman awal peserta


mengidentifikasi didik adalah:
pemahaman awal
a. Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat
(entry behavior)
berkenaan dengan kemampuan awal peserta didik
peserta didik?
sebelum mengikuti program pembelajaran tertentu.
b. Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan, serta
kecendrungan peserta didik berkaitan dengan
pemilihan program pembelajaran tertentu yang akan
diikuti mereka.
c. Menentukan desain program pembelajaran dan atau
pelatihan tertentu yang perlu dikembangkan sesuai
dengan kemampuan awal peserta didik.

Bagaimanakah Cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi


caramengidentifikasi Pemahaman awal peserta didik adalah dengan cara (1)
pemahaman awal pre test, (2) observasi, dan (3) wawancara.
(entry behavior)
peserta didik?

LK 2.4 Mengidentifikasi Kesulitan Belajar Peserta Didik


Kasus Ryan termasuk kategori kasus keluarga, mengatasinya dengan
memberi motivasi kepada keluarga Ryan.

46




BahasaIndonesiaSMPKKA

Evaluasi

Kerjakan soal di bawah ini! Pilihlah jawaban yang paling benar!

1. Pak Dema sangat memahami karakteristik siswa-siswinya. Karena siswa-


siswinya sering menunjukkan sikap kurang antusias setiap kali diskusi
kelompok, kali ini Pak Dema melakukan kebijakan yang berbeda dari
biasanya. Pak Dema membentuk kelompok-kelompok kecil terdiri atas 4-5
siswa yang heterogen terdiri atas putra dan putri. Ternyata upaya Pak
Dema ini berhasil. Tiap-tiap kelompok menjadi lebih antusias berdiskusi.
Keberhasilan Pak Dema tersebut disebabkan adanya perkembangan fisik
anak pada bagian ....
A. Kelenjar eksostrin
B. Hormon testosteron
C. Kelenjar endoktrin
D. Struktur fisik

2. Seorang siswa diminta untuk mengidentifikasi masalah yang mereka


hadapi, lalu masalah itu didiskusikan dalam kelompok untuk mendapatkan
solusinya.
Ilustasi ini berkaitan dengan perkembangan ....
A. kemampuan kognitif
B. kemampuan interaksional
C. kemampuan integrasi diri
D. kemampuan komunikatif

47





Evaluasi

3. Seorang anak yang tidak mampu membangun kerja sama dalam kelompok.
Dia cenderung menguasai forum dan tidak memberi kesempatan kepada
teman-temannya. Jika teman lain berhasil mengendalikan diskusi, dia lebih
memilih bekerja mandiri.
Anak seperti itu bermasalah dalam hal perkembangan ....
A. kognitif interaksional
B. sosial emosional
C. moral spiritual
D. sosial kognitif

4. Seorang anak yang memiliki moralitas benar-benar diinternalisasikan dan


tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Dia mengenal tindakan
moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, lalu membuat keputusan menurut
suatu kode moral pribadi.
Hal ini merupakan contoh perilaku moral-spritual pada tahapan ...
A. penalaran prakonvensional
B. penalaran interkonvensional
C. penalaran pascakonvensional
D. penalaran konvensional

5. Salah satu faktor internal yang memengaruhi potensi intelektual peserta


didik adalah motivasi intrinsik. Hal-hal yang termasuk faktor motivasi
intrinsik adalah ....
A. budaya dan kebiasaan
B. harmonisasi keluarga
C. daya tarik integrasi
D. sifat positif dan kreatif

48




BahasaIndonesiaSMPKKA

6. Seorang peserta didik merasa kurang bersemangat pada jam usai


pembelajaran. Dia bahkan lebih senang tinggal di sekolah sampai sore,
petugas kebersihan sekolah sampai menyuruhnya pulang karena matahari
hampir tenggelam.
Peserta didik tersebut dicurigai memiliki hambatan pengembangan potensi
berupa faktor ....
A. intelegensi dan kognitif
B. budaya dan pembiasaan
C. keluarga dan lingkungan masyarakat
D. emosional dan kepribadian

7. Seorang guru berusaha untuk memberikan pembelajaran yang variatif


kepada peserta didiknya. Dia ingin seluruh peserta didik berkembang
sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didiknya.
Kegiatan yang harus dilakukan guru agar terpenuhi harapannya tersebut
adalah ...
A. mendata bekal awal yang dimiliki oleh masing-masing peserta didiknya.
B. mempersiapkan rancangan pembelajaran sesuai dengan keinginan
guru.
C. membuat media pembelajaran yang mendukung pembelajarannya.
D. mengumpulkan berbagai sumber belajar sesuai keinginan guru.

8. Memaksimalkan kegiatan ekstrakurikuler, melakukan rekreasi dengan guru,


dan melakukan kegiatan informal lainnya memiliki fungsi untuk mengatasi
kesulitan belajar dalam hal .
A. mengaktualisasikan diri
B. penciptaan hubungan yang baik
C. mengemukakan gagasan
D. memformulasikan tindakan

49





Evaluasi

9. Cara yang yang paling cepat dan akurat yang digunakan untuk
mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik yang bersumber dari faktor
sosial adalah
A. brainstorming
B. wawancara
C. angket
D. sosiometri

10. Status pengetahuan dan keterampilan peserta didik sekarang untuk menuju
ke status yang akan datang yang diinginkan guru agar tercapai oleh peserta
didik merupakan konsep dasar dari .
A. proses belajar
B. kemajuan belajar
C. bekal awal
D. capaian belajar

50




BahasaIndonesiaSMPKKA

Penutup

Dengan tuntasnya mempelajari materi dalam modul Pengembangan Keprofesian


Berkelanjutan bagi guru Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi A ini,
Anda diharapkan tidak lagi mengalami kesulitan dalam mengembangkan
pembelajaran yang efektif dan bermakna di kelas. Guru sebaiknya mendapatkan
pemahaman terhadap kompetensi pedagogik dan profesional dengan komposisi
yang ideal. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan tidak dapat
dilewatkan pada setiap pertemuan.

Materi yang diuraikan pada kegiatan pembelajaran ini diharapkan dapat


menambah wawasan guru dalam menentukan karakteristik, potensi, kesulitan
belajar peserta didik. Peserta diklat juga diharapkan mampu merancang kegiatan
yang dapat mengatasi kesulitan belajar peserta didik.

51




BahasaIndonesiaSMPKKA

Daftar Pustaka

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta
Effendi, Mukhlison dan Siti Rodliyah. 2004. Ilmu Pendidikan. Ponorogo: PPS
Press
Fauzi, Ahmad. 2011. Analisis Karakteristik Siswa. Diunduh dari
http://pengantarpendidikan.files.wordpress.com/2011/02/analisis-
karakteristik-siswa.pdf. Diakses 28 Mei 2012.
Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hernawati, Kuswari. 2011. E-Learning Adaptif Berbasis Karakteristik Peserta
Didik. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/adaptif%20elearning.pdf
Hurlock, E.B. 1980. Psikolog Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Terjemahan Istiwidanti dan Soedarjarwo. Jakarta:
Erlangga.
Hurlock, E.B. 1997. Perkembangan Anak Jilid 1. Terjemahan Tsandrasa, M.M.
dan Zarkasih, M. Jakarta: Penerbit Erlangga
Mardiya. 2009. Peranan Orang Tua dalam Pembentukan Karakter dan Tumbuh
Kembang Anak. Diunduh dari http://mardiya.wordpress.com/2009/10/25/
peranan-orang-tua-dalam-pembentukan-karakter-dan-tumbuh-kembang-
anak.
Muda, Aslam Syah. 2012. Pengaruh Pola Asuh terhadap Kepribadian Anak.
Diunduh dari http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/06/pengaruh-pola-
asuh-terhadap-kepribadian-anak/
Partanto, Pius A. dan M. Dahlan Al-Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer.
Surabaya: Arkola.
Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: CV Remaja Karya.
Santrock, J.W. 2002. Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup
(Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Semiawan, Cony. 2008. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT
Grasindo.
Suhadianto. 2009. Pentingnya Mengenal Kepribadian Siswa untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar. Diunduh dari http://h2dy.wordpress.com/2009/02/17/
pentingnya-mengenal-kepribadian-siswa-untuk-meningkatkan-prestasi-
belajar.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sumarmo, Alim. 2012. Memahami 9 Tipe Kecerdasan Jamak. Diunduh dari
http://blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/memahami-9-tipe-
kecerdasan-jamak. Diakses 22 Juni 2012.

53




DaftarPustaka

Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung:


Remaja Rosdakarya.
Taimiyah, Ibnu (Syaikhul Islam). Iqtidha Ash Shiratil Mustaqim, Taliq: Dr. Nashir
bin Abdul Karim Al Aql.
Tidjan, dkk. 2000. Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah. Yogyakarta:
UNY Press.
Uno, Hamzah. 2008. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar
yang Kreatif dan Efektif . Jakarta: Bumi Aksara.
Zainudin, Akbar. 2010. Gaya belajar dan modalitas belajar siswa. Diunduh dari
http://ideguru.wordpress.com/2010/04/12/memahami-perbedaan-gaya-
belajar-siswa. Diakses 31 Mei 2012.

54




BahasaIndonesiaSMPKKA

Glosarium

Karakter : kata sifat, watak, akhlak, atau tabiat

Minat : sebagai suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu


camppuran dari perasaan, harapan, pendirian,, prasangka,
rasa takut atau kecenderungan lain yang mengarahkan
individu kepada suatu pilihan tertentu

Motivasi ekstrinsik : faktor yang datang dari luar individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan belajar

Pertumbuhan fisik : perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan merupakan


gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Fisik atau tubuh
manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan
sangat mengagumkan.

Potensi peserta : kemampuan yang mungkin dikembangkan atau


didik menunjang potensi lain. Potensi ini meliputi potensi fisik,
intelektual, kepribadian, minat, potensi moral dan religius.

Sosio-emosional : perubahan yang terjadi pada diri setiap individudalam


warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku
individu.

Periode pranatal : Periode sebelum lahir, masih dalam kandungan.

Penalaran : Tingkat penalaran yang paling rendah dalam teori


prakonvensional perkembangan moral Kohlberg, yakni penalaran moral
masih dikendalikan oleh imbalan dan hukuman.

Penalaran : Tingkat penalaran kedua atau tingkat menengah dalam


konvensional teori perkembangan moral Kohlberg, yakni mau mentaati
standar-standar internal tertentu atau diri sendiri, tetapi
masih belum mau mentaati standar-standar internal orang
lain, termasuk orang tua atau masyarakat.

55




Glosarium

Penalaran : Tingkat penalaran paling tinggi dalam teori perkembangan


pascakonvensional moral Kohlberg, yakni moralitas benar-benar diinternalisasi
dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.

56

MODUL
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

MATA PELAJAR
BAHASA INDONESIA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER
DAN PENGEMBANGAN SOAL

KELOMPOK KOMPETENSI A

PROFESIONAL:
HAKIKAT DAN PEMEROLEHAN BAHASA

Penulis:
Drs. Mudini (bangdinik@gmail.com)
Muhammad Nasir, M.Pd. (muhnasir02@yahoo.com)
Mulyadi (mulyadi_115@yahoo.co.id)
Anggraini (dewi55anggrainitahir@gmail.com)

Penelaah:
Andik Wahyu Sulistiyo, S.S. (ws.andik@gmail.com)

Desain Grafis dan Ilustrasi:


TIM Desain Grafis

Copyright 2017
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial
tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan.




BahasaIndonesiaSMPKKA

Daftar Isi

Hal.
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
Daftar Tabel ......................................................................................................... iv
Daftar Gambar .................................................................................................... iv
Pendahuluan ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 3
C. Peta Kompetensi .......................................................................................... 3
D. Ruang Lingkup ............................................................................................. 3
E. Cara Penggunaan Modul ............................................................................. 4
Kegiatan Pembelajaran 1 Hakikat Bahasa ...................................................... 11
A. Tujuan Pembelajaran ................................................................................. 11
B. Indikator Pencapaian Kompetensi ............................................................. 11
C. Uraian Materi.............................................................................................. 11
D. Aktivitas Pembelajaran ............................................................................... 15
E. Latihan/Kasus/Tugas ................................................................................. 17
F. Rangkuman ................................................................................................ 18
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................................. 19
Kegiatan Pembelajaran 2 Pemerolehan Bahasa............................................. 21
A. Tujuan Pembelajaran ................................................................................. 21
B. Indikator Pencapaian Kompetensi ............................................................. 21
C. Uraian Materi.............................................................................................. 21
D. Aktivitas Pembelajaran ............................................................................... 33
E. Latihan/Kasus/Tugas ................................................................................. 35
F. Rangkuman ................................................................................................ 39
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................................. 41
H. Pembahasan Latihan/Kasus/Tugas ........................................................... 43

iii

Evaluasi .............................................................................................................. 47
Penutup .............................................................................................................. 55
Daftar Pustaka.................................................................................................... 57
Glosarium ........................................................................................................... 59

Daftar Tabel

Hal.
Tabel 1 Peta Kompetensi Profesional .................................................................. 2
Tabel 2 Daftar Lembar Kerja Modul KK A Profesional ......................................... 4
Tabel 3 Indikator Pencapaian Kompetensi Pembelajaran 1 .................................. 7
Tabel 4 Indikator Pencapaian Kompetensi Pembelajaran 2 ............................... 12
Tabel 5 Fase Pemerolehan Bahasa Menurut Ross Dan Roe ............................. 20
Tabel 6 Kisi-kisi Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMP/MTs 2016-2017........... 25

Daftar Gambar

Hal.
Gambar 1 Alur Model Pembelajaran Tatap Muka ............................................... 2
Gambar 2 Alur Model Pembelajaran Tatap Muka Penuh .................................... 3
Gambar 3 Alur Model Pembelajaran Tatap Muka In-On-In .................................. 5

iv




BahasaIndonesiaSMPKKA

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Peningkatan mutu pendidikan akan berhasil dengan baik apabila ditunjang oleh
mutu guru yang baik. Peran guru sangat dibutuhkan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, kehadiran guru profesional akan mampu memberikan
kesejahteraan profesional kepada setiap peserta didik yang akan meningkatkan
kecerdasan bangsa yang selanjutnya akan bermuara pada kesejahteraan umum.
Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa masa depan masyarakat, bangsa,
dan negara di dunia ini termasuk di Indonesia sebagian besar ditentukan oleh
peran guru.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh para pendidik untuk menjadikan
dirinya sebagai pendidik yang profesional adalah selalu meningkatkan
kompetensinya, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, maupun
sosial. Hal ini mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku, yaitu:
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 74 tahun 2008 tentang Guru yang
menyatakan bahwa pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi Guru
dilakukan dalam rangka memenuhi kualifikasi dan menjaga agar kompetensi
keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
seni dan budaya dan/atau olah raga.

Masyarakat dan pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan dengan seluruh jajarannya memikul kewajiban untuk mewujudkan
kondisi yang memungkinkan guru melaksanakan pekerjaan atau jabatannya
secara profesional. Oleh karena itu, sebagai aktualisasi tugas guru sebagai
tenaga professional, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 32 tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah (Kemendikbud)
akan memfasilitasi guru untuk dapat mengembangkan keprofesiannya secara




Pendahuluan

berkelanjutan melalui program Pendidikan dan Pelatihan Pasca-Uji Kompetensi


Guru (Diklat Pasca-UKG).

Program pendidikan dan pelatihan (Diklat) merupakan bagian penting dari


pengembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan. Pelaksanaan Diklat
juga tidak lepas dari tujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan mata pelajaran/ tugas yang diampunya

Modul ini berisi materi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah


pertama (SMP), yang telah disusun sesuai dengan Standar Kompetensi Guru
yang diturunkan dari Permendikbud No 16 Tahun 2007. Modul ini dilengkapi
dengan aktivitas pembelajaran yang terintegrasi dengan Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK). Penguatan Pendidikan Karakter akan menjadi watak, budi
pekerti, yang menjadi ruh dalam dunia pendidikan. Pengintegrasian Penguatan
Pendidikan Karakter dalam modul pengembangan keprofesian berkelanjutan ini
dikembangkan dengan mengintegrasikan lima nilai utama yaitu; religius,
nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Kelima nilai utama tersebut
terintegrasi dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam modul.

Pendidikan karakter sudah menjadi sebuah gerakan pendidikan di sekolah untuk


memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa (estetik),
olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik). Implementasi Gerakan PPK ini
dapat berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat
(keluarga dan komunitas). Modul ini juga dilengkapi dengan latihan yang berisi
masalah dan kasus pembelajaran untuk mengukur pemahaman dan melatih
keterampilan peserta.

Penyusunan modul ini bertujuan untuk memberikan referensi kepada para guru
sekolah menengah pertama agar dapat menguasai kompetensi profesional
terkait dengan bahasa Indonesia yang terdiri atas pemahaman, sikap, dan
keterampilan terhadap: (1) Apresiasi Puisi dan (2) Apresiasi Prosa Kompetensi
tersebut merupakan standar minimal yang harus dikuasai oleh guru SMP agar
memiliki keterampilan berbahasa dan kebahasaan yang akan mendukung
keberhasilannya dalam menjalankan tugas pokoknya dalam pembelajaran di
dalam maupun di luar kelas.

2




BahasaIndonesiaSMPKKA

B. Tujuan

Modul ini secara umum bertujuan untuk mendukung pelaksanaan diklat


Pengembangan keprofesian berkelanjutan Bahasa Indonesia Sekolah Menengah
Pertama Kelompok Kompetensi Professional. Tujuan khusus modul ini
diharapkan setelah menempuh proses pembelajaran peserta mampu
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan khususnya kompetensi profesional
Hakikat Bahasa dan Pemerolehan Bahasa dengan mengintegrasikan nilai-nilai
penguatan pendidikan karakter.

C. Peta Kompetensi

Kompetensi yang akan dicapai melalui modul ini mengacu pada Permendiknas
nomor 16 Tahun 2007 dengan mengembangkan kompetensi profesional Bahasa
Indonesia menjadi indikator pencapaian kompetensi untuk guru Sekolah
Menengah Pertama.

Tabel 1. Peta Kompetensi Profesional

Kompetensi
Kompetensi Inti Kompetensi Guru
Utama
Profesional 20. Menguasai materi, 20.2 Memahami hakikat
struktur, konsep, dan pola bahasa dan
pikir keilmuan yang pemerolehan bahasa
mendukung mata
pelajaran yang diampu

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup modul Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengah


Pertama mendukung kompetensi profesional. Oleh karena itu, modul ini mengkaji
bidang keterampilan dan pengetahuan tentang pembelajaran bahasa Indonesia
untuk guru Sekolah Menengah Pertama.




Pendahuluan

Berikut dijelaskan gambaran singkat tiap-tiap indikator dalam peta kompetensi


yang dijabarkan dalam kegiatan pembelajaran.

1. Menjelaskan konsep hakikat bahasa


2. Menjelaskan konsep pemerolehan bahasa (kognitif dan behavior)

E. Cara Penggunaan Modul

Secara umum, cara penggunaan modul pada setiap Kegiatan Pembelajaran


disesuaikan dengan skenario setiap penyajian mata diklat. Modul ini dapat
digunakan dalam kegiatan pembelajaran guru, baik untuk moda tatap muka
dengan model tatap muka penuh maupun model tatap muka In-On-In. Alur model
pembelajaran secara umum dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Gambar 1. Alur Model Pembelajaran Tatap Muka

Untuk memperjelas bagan tersebut, berikut ini diuraikan tentang (1) deskripsi
kegiatan diklat tatap muka penuh; (2) deskripsi kegiatan diklat tatap muka in-on-
in; dan (3) lembar kerja.

1. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka Penuh

4




BahasaIndonesiaSMPKKA

Kegiatan pembelajaran diklat tatap muka penuh adalah kegiatan fasilitasi


peningkatan kompetensi guru melalui model tatap muka penuh yang
dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis di lingkungan ditjen GTK dan lembaga
diklat lainnya. Kegiatan tatap muka penuh ini dilaksanakan secara terstruktur
pada suatu waktu yang dipandu oleh fasilitator.

Tatap muka penuh dilaksanakan menggunakan alur pembelajaran yang dapat


dilihat pada alur di bawah ini.

Gambar 2. Alur Model Pembelajaran Tatap Muka Penuh

Kegiatan pembelajaran dengan model tatap muka penuh dapat dijelaskan


sebagai berikut.

a. Pendahuluan
Fasilitator memberi peserta kesempatan untuk mempelajari lima hal pokok
pendahuluan, meliputi (1) latar belakang kegiatan, (2) tujuan diklat secara
umum dan tujuan pembelajaran secara khusus pada modul kelompok
kompetensi A ini, (3) kompetensi dan indikator yang akan dicapai melalui
modul ini, (4) ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran, dan (5) langkah-
langkah penggunaan modul ini.




Pendahuluan

b. Mengkaji Materi
Fasilitator memberi peserta kesempatan untuk mempelajari materi yang
diuraikan pada subbagian Uraian Materi secara singkat sesuai dengan
indikator pencapaian hasil belajar. Peserta dapat mempelajari materi secara
individual atau berkelompok, kemudian diperbolehkan menanyakan hal-hal
atau masalah yang ditemui kepada fasilitator.

c. Melaksanakan aktivitas pembelajaran


Peserta melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai rambu-rambu atau
instruksi yang tertera pada modul dengan dipandu fasilitator. Kegiatan
pembelajaran di kelas dilaksanakan dengan pendekatan interaksional atau
kooperatif yang akan secara langsung dipandu oleh fasilitator, bisa berupa
diskusi, praktik, latihan kasus, dan lain-lain. Lembar kerja digunakan peserta
untuk menuangkan pemahamannya tentang materi-materi yang dipelajari.
Pada aktivitas pembelajaran tersebut peserta secara aktif menggali
informasi, mengumpulkan dan mengolah data sampai pada peserta dapat
membuat simpulan kegiatan pembelajaran.

d. Presentasi dan Konfirmasi


Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi hasil kegiatan, sedangkan
fasilitator melakukan konfirmasi terhadap materi dan dibahas bersama. Pada
bagian ini juga peserta dan penyaji me-review materi berdasarkan seluruh
kegiatan pembelajaran.

e. Persiapan Tes Akhir


Pada bagian ini fasilitator didampingi panitia menginformasikan tes akhir
yang akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan layak tes akhir.

2. Deskripsi Kegiatan Diklat Tatap Muka In-On-In


Kegiatan diklat tatap muka dengan model In-On-In adalah kegiatan fasilitasi
peningkatan kompetensi guru yang menggunakan tiga kegiatan utama, yaitu in
service learning 1 (In-1), on the job learning (On), dan In Service Learning 2 (In-
2). Secara umum, kegiatan pembelajaran diklat tatap muka In-On-In tergambar
pada alur berikut ini.

6




BahasaIndonesiaSMPKKA

Gambar 3. Alur Model Pembelajaran Tatap Muka In-On-In

Kegiatan pembelajaran tatap muka pada model In-On-In dapat dijelaskan


sebagai berikut.

a. Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dilaksanakan bertepatan dengan pelaksanaan in
service learning 1. Dalam sesi pendahuluan ini fasilitator memberi
kesempatan kepada peserta diklat untuk mempelajari lima hal, yaitu (1) latar
belakang yang memuat gambaran materi, (2) tujuan kegiatan pembelajaran
setiap materi, (3) kompetensi atau indikator yang akan dicapai dalam modul,
(4) ruang lingkup materi kegiatan pembelajaran, dan (5) langkah-langkah
penggunaan modul.




Pendahuluan

b. In Service Learning 1 (IN1)


1) Mengkaji materi
Fasilitator memberikan kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk
mempelajari materi yang telah diuraikan dalam Bab II sub-C Uraian
Materi. Guru sebagai peserta dapat mempelajari materi secara individual
atau kelompok, kemudian mengonfirmasi permasalahan yang ditemukan
kepada fasilitator.

2) Melaksanakan aktivitas pembelajaran


Pada kegiatan ini peserta melakukan kegiatan pembelajaran sesuai
dengan rambu-rambu atau instruksi yang tertera pada modul dan
dipandu oleh fasilitator. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas
pembelajaran ini akan menggunakan pendekatan/metode yang secara
langsung berinteraksi di kelas pelatihan, baik itu dengan menggunakan
metode berfikir reflektif, diskusi, brainstorming, simulasi, atau studi kasus
yang kesemuanya dapat melalui Lembar Kerja yang telah direncanakan
untuk IN1. Selama melaksanakan aktivitas pembelajaran, peserta harus
secara aktif menggali informasi dan mempersiapkan rencana
pembelajaran pada on the job learning.

c. On the Job Learning (ON)


1) Mengkaji materi
Guru sebagai peserta mempelajari materi yang telah diuraikan pada in
service learning 1 (IN1). Guru sebagai peserta dapat membuka dan
mempelajari kembali materi sebagai rujukan untuk mengerjakan tugas-
tugas yang ditagihkan kepada peserta.

2) Melaksanakan aktivitas pembelajaran


Pada kegiatan ini peserta melaksanakan kegiatan pembelajaran di
sekolah maupun di kelompok kerja berbasis pada rencana yang telah
disusun pada IN1 dan sesuai dengan rambu-rambu atau instruksi yang
tertera pada modul. Kegiatan pembelajaran pada aktivitas pembelajaran
ini akan menggunakan pendekatan/metode praktik, eksperimen,
sosialisasi, implementasi, peer discussion yang secara langsung di

8




BahasaIndonesiaSMPKKA

dilakukan di sekolah maupun kelompok kerja melalui tagihan berupa


Lembar Kerja yang telah disusun sesuai dengan kegiatan pada ON.

Pada aktivitas pembelajaran materi pada ON, peserta secara aktif


menggali informasi, mengumpulkan dan mengolah data dengan
melakukan pekerjaan dan menyelesaikan tagihan pada on the job
learning.

d. In Service Learning 2 (IN2)


Pada kegiatan ini peserta melakukan presentasi produk-produk tagihan ON
yang akan dikonfirmasi oleh fasilitator dan dibahas bersama. Pada bagian ini
juga peserta dan penyaji me-review materi berdasarkan seluruh kegiatan
pembelajaran.

e. Persiapan Tes Akhir


Pada sesi ini fasilitator didampingi panitia menginformasikan tes akhir yang
akan dilakukan oleh seluruh peserta yang dinyatakan layak tes akhir.

3. Lembar Kerja
Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan kelompok kompetensi A
profesional Hakikat Pemerolehan Bahasa ini terdiri atas beberapa aktivitas
pembelajaran yang dapat diikuti oleh peserta untuk mendalami dan memperkuat
pemahaman tentang hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Oleh sebab itu,
dalam modul ini disiapkan beberapa lembar kerja yang nanti akan dikerjakan
oleh peserta. Berikut ini daftar lembar kerja yang akan Bapak/Ibu kerjakan!




Pendahuluan

Tabel 2. Daftar Lembar Kerja Modul KK A Profesional

No Kode LK Judul LK Keterangan


1 LK1.1 HakikatBahasa TM,IN1
2 LK1.2 CiriciriBahasa TM,IN1
3 LK2.1 PemerolehanBahasa TM,IN1
4 LK2.2 FasefasePemerolehanBahasa TM,ON
5 LK2.3 TataranPemerolehanBahasa TM,ON
6 LK2.4 PengembanganButirSoal TM,ON
7 LK2.5 PenilaianPresentasiLK2.2,2.3,dan2.4 TM,IN2

Keterangan
TM : Digunakan pada Tatap Muka Penuh
IN1 : Digunakan pada In service learning 1
ON : Digunakan pada on the job learning

10




BahasaIndonesiaSMPKKA

Kegiatan Pembelajaran 1
Hakikat Bahasa

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini dengan melaksanakan aktivitas pembelajaran


yang terintegrasi dengan nilai-nilai penguatan pendidikan karakter, peserta dapat
memiliki pemahaman yang komprehensif tentang hakikat bahasa.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator pencapaian kompetensi pada modul ini tertuang dalam tabel berikut ini.

Tabel 3. Indikator Pencapaian Kompetensi Pembelajaran 1


Kompetensi Guru (KG) Indikator Pencapaian Kompetensi
20.2 Memahami hakikat 20.2.1 Menjelaskan konsep hakikat bahasa
bahasa dan
pemerolehan bahasa

C. Uraian Materi

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipakai untuk berkomunikasi oleh
masyarakat pemakaianya. Bahasa berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu
seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi
sebagai sarana komunikasi serta sebagai integrasi dan adaptasi.

Owen (dalam Setiawan, 2006:1) menjelaskan bahwa language can be defined as


a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations
of those symbols (bahasa dapat didefinisikan sebagai kode yang diterima secara
sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui simbol-
simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh
ketentuan). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan
oleh para anggota kelompok sosial untuk mengidentifikasikan diri,
berkomunikasi, dan bekerja sama (Kridalaksana, 1983).

11




KegiatanPembelajaran1

Ada dua belas hakikat bahasa, yaitu (a) bahasa itu sistem, (b) bahasa itu
lambang, (c) bahasa itu bunyi, (d) bahasa itu arbitrer, (e) bahasa itu bermakna,
(f) bahasa itu konvensional, (g) bahasa itu unik, (h) bahasa itu universal, (i)
bahasa itu produktif, (j) bahasa itu bervariasi, (k) bahasa itu dinamis, dan (l)
bahasa itu manusiawi. Hal itu dijelaskan sebagai berikut.

1. Bahasa itu Sistem


Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan
yang bermakna dan berfungsi. Sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang
berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara
teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.
Sebagai sebuah sistem, bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis.
Sistematis berarti bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun
secara acak. Sistemis berarti bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal,
tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (disebut tataran
linguistik). Tataran linguistik terbagi atas tataran fonologi, tataran morfologi,
tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon.

2. Bahasa itu Lambang


Dalam kehidupannya, manusia selalu menggunakan lambang. Oleh karena
itu, Earns Cassirer menyatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol
(animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari
lambang, termasuk alat komunikasi verbal yang disebut dengan bahasa.
Chaedar Alwasilah (1993) menjelaskan bahwa lambang atau simbol
mengacu pada suatu obyek dan hubungan antara simbol dan obyek itu
bersifat manasuka. Lambang dapat dibuat dari bahasa apa saja, ia bisa
terbuat hari suatu benda seperti piramid yang melambangkan keagungan,
atau dari kain seperti warna putih atau hitam atau juga dalam bentuk ujaran.
Wujud bahasa dilambangkan dalam bentuk bunyi yang berupa satuan-
satuan bahasa seperti kata atau gabungan kata. Bunyi-bunyi yang diucapkan
manusia dalam kata atau gabungan kata itu merupakan lambang dari suatu
nomina, verba, konsep, dan lain-lain. Lambang-lambang tersebut bersifat
manasuka, yaitu tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara
lambang dan yang dilambangkan.

12




BahasaIndonesiaSMPKKA

3. Bahasa itu Bunyi


Kridalaksana (1983) menjelaskan bahwa bunyi adalah kesan pada pusat
saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena
perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan
alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia termasuk bunyi bahasa.

4. Bahasa itu Arbitrer


Kata arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap,
mana suka. Bahasa bersifat arbitrer, artinya hubungan antara lambang
bahasa dan sesuatu yang dilambangkannya bersifat mana suka dan
sewenang-wenang, sesuai kehendak masyarakat bahasa itu. Ferdinant de
Saussure (1966:67) mengemukakan dikotomi antara signifiant dan signifie.
Signifiant adalah penanda atau lambang bunyi itu, sedangkan signifie adalah
petanda atau konsep yang dikandung signifiant. Untuk menunjukkan sifat
bahasa yang arbitrer itu, Bolinger (1975:22) berargumen bahwa seandainya
ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya, maka
seseorang akan bisa menebak makna sebuah kata meski ia tidak tahu
bahasa tersebut. Kenyataannya, orang tidak bisa menebak makna suatu
kata yang belum pernah didengarnya atau dibacanya sama sekali karena
bunyi kata tersebut tidak mengandung saran atau petunjuk yang merujuk
pada makna kata tersebut. Oleh sebab itu, bahasa itu arbitrer.

5. Bahasa itu Bermakna


Salah satu sifat hakiki bahasa adalah wujudnya yang berupa lambang.
Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep,
suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu.
Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu memiliki makna. Karena bahasa itu
bermakna, segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut
bukan bahasa. Misalnya, ucapan [kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang]
memiliki makna sehingga termasuk bahasa, sedangkan ucapan [dsljk],
[ahgysa], [kjki], [ybewl] tidak memiliki makna sehingga bukan bahasa.

13




KegiatanPembelajaran1

6. Bahasa itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang dan sesuatu yang dilambangkan itu
bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut bersifat konvensional.
Artinya, penggunaan lambang tersebut harus atas kesepakatan masyarakat
pemilik bahasa tersebut. Pada awalnya kesepakatan itu tidak tertulis,
kesepakatan terjadi begitu saja, lalu dipatuhi oleh orang-orang sesudahnya
sehingga semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa
lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan
dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia harus
mematuhinya. Kalau tidak dipatuhi dan digantikan dengan lambang lain,
maka komunikasi akan terhambat.

7. Bahasa itu Unik


Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas
sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut
sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau
sistem-sistem lainnya.

8. Bahasa itu Universal


Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang
sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri
universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai
bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.

9. Bahasa itu Produktif


Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas,
tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-
satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan
sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem dalam
bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita
hasilkan beberapa satuan bahasa, antara lain: /ikat/, /kita/, /kiat/, dan /kait/.

10. Bahasa itu Bervariasi


Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang
dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama.

14




BahasaIndonesiaSMPKKA

Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi


bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu: (1) idiolek adalah
ragam bahasa yang bersifat perorangan; (2) dialek adalah variasi bahasa
yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat
atau suatu waktu; dan (3) ragam adalah variasi bahasa yang digunakan
dalam situasi tertentu, misalnya ragam baku dan ragam tidak baku.

11. Bahasa itu Dinamis


Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia
sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya.
Manusia dan bahasa memiliki hubungan yang terikat dan terkait. Sementara
itu, kehidupan manusia itu selalu berubah. Akibatnya, bahasa menjadi ikut
berubah, tidak tetap, dan dinamis. Perubahan itu bisa berupa pemunculan
kata baru, perubahan makna, dan lain-lain.

12. Bahasa itu Manusiawi


Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi
binatang bersifat tetap atau statis, sedangkan alat komunikasi manusia
bersifat produktif dan dinamis. Oleh sebab itu, bahasa bersifat manusiawi,
dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh
manusia.

D. Aktivitas Pembelajaran

Langkah-langkah aktivitas pembelajaran yang harus dilaksanakan adalah


sebagai berikut.

1. Kegiatan 1: Pendahuluan
a. Sebelum peserta melakukan aktivitas pembelajaran, peserta berdoa
menurut keyakinannya agar aktivitas pembelajaran dapat berjalan lancar.
Berdoa dapat dipimpin oleh ketua kelas dalam pelatihan ini.

b. Peserta memahami kompetensi, tujuan, indikator pembelajaran, dan


kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, agar pembelajaran lebih
terarah dan terukur.

15




KegiatanPembelajaran1

2. Kegiatan 2: Curah Pendapat tentang Hakikat dan Pemerolehan Bahasa
a. Peserta diminta melaksanakan curah pendapat untuk menjelaskan
berbagai masalah yang dihadapi dalam pembelajaran bahasa Indonesia,
khususnya yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa siswa. Peserta
melaksanakan curah pendapat secara kreatif, percaya diri, dan tanggung
jawab.

b. Sebagai langkah awal dan agar kegiatan curah pendapat berjalan


dengan baik, peserta diharapkan dapat menjawab pertanyaan berikut ini!

1) Perlukah guru bahasa Indonesia sebagai seorang pengajar,


mengetahui dan memahami Hakikat Bahasa? Berikan alasannya!
2) Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami kesulitan dalam mengajarkan
bahasa Indonesia kepada anak-anak?
3) Bagaimana Bapak/Ibu menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa komunikasi di dalam kelas?

c. Peserta menjawab curah pendapat secara kreatif, mandiri, jujur dan


penuh tanggung jawab.

d. Fasilitator memberikan penguatan terhadap jawaban curah pendapat


yang diberikan peserta dengan mengintegrasikan nilai-nilai penguatan
pendidikan karakter.

3. Kegiatan 3: Diskusi tentang Hakikat Bahasa dan Ciri-ciri Bahasa


a. Peserta diklat berdiskusi mengerjakan LK 1.1 Hakikat Bahasa dan LK 1.2
Ciri-ciri Bahasa. Sesama peserta saat berdiskusi menghargai semangat
kerjasama dalam menyelesaikan persoalan bersama, komitmen atas
keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, dan
solidaritas. Peserta mampu menghormati perbedaan pendapat dalam
berdiskusi dan tidak memaksakan kehendak.

b. Hasil diskusi setiap kelompok dipajang. Dalam setiap kelompok,


sebagian anggota bertugas sebagai penjaga pajangan, sedangkan
sebagian anggota lainnya bertugas sebagai pengunjung pajangan
kelompok lain. Saat perwakilan kelompok mengunjungi hasil diskusi
kelompok lain, perwakilan kelompok yang berkunjung menanyakan hal-
hal yang belum dipahami dari hasil diskusi kelompok lain. Perwakilan

16




BahasaIndonesiaSMPKKA

kelompok yang menjaga pajangan bertugas memberikan penjelasan


kepada kelompok-kelompok lain yang datang. Hal ini menunjukkan sikap
komitmen atas keputusan bersama.

c. Wakil dari masing-masing kelompok melaporkan hasil kunjungannya di


depan kelas dengan percaya diri. Hal ini menunjukkan rasa senang
berbicara secara teratur.

d. Saat wakil kelompok melaporkan hasil kunjungannya, peserta lain


memperhatikan dengan seksama. Hal ini mencerminkan menghargai
orang lain dan solidaritas.

e. Fasilitator memberikan penguatan tentang: (1) hakikat bahasa dan (2)


ciri-ciri bahasa.

E. Latihan/Kasus/Tugas

1. LK 1.1 Hakikat Bahasa


Ada beberapa pendapat para ahli tentang hakikat bahasa. Setelah membaca
modul, sekarang jelaskanlah hakikat bahasa!

2. LK 1.2 Ciri-ciri Bahasa


Berdasarkan hakikat bahasa yang telah Saudara pahami, sebutkanlah ciri-ciri
bahasa!

17




KegiatanPembelajaran1

F. Rangkuman

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para
anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1983). Ciri atau sifat yang hakiki dari
bahasa yaitu: (1) bahasa adalah sebuah sistem, (2) bahasa berwujud lambang,
(3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu
bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8)
bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu
bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, dan (12) bahasa itu manusiawi.

Sebagai sebuah sistem, bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis
berarti bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak.
Sistemis berarti bahasa itu bukan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem
atau sistem bawahan (disebut tataran linguistik).

Wujud bahasa dilambangkan dalam bentuk bunyi yang berupa satuan-satuan


bahasa seperti kata atau gabungan kata. Lambang-lambang tersebut bersifat
manasuka, tidak ada hubungan antara lambang dan yang dilambangkan.

Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak
semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.

Bahasa bersifat arbitrer, berarti antara lambang dan yang dilambangkan bersifat
mana suka dan sewenang-wenang, sesuai kehendak masyarakat bahasa itu.

18




BahasaIndonesiaSMPKKA

Bahasa itu bermakna, berarti bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu


konsep, ide, atau pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka,
dapat dikatakan bahwa bahasa itu memiliki makna.

Bahasa itu konvensional, berarti penggunaan lambang tersebut harus atas


kesepakatan masyarakat pemilik bahasa. Pada awalnya kesepakatan itu tidak
tertulis, terjadi begitu saja, namun diikuti oleh semua orang.

Bahasa itu unik, berarti setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang
membedakannya dari bahasa yang lain.

Bahasa itu universal, berarti setiap bahasa itu mempunyai ciri yang sama
sehingga bisa disebut sebagai bahasa.

Bahasa itu produktif, berarti meskipun unsur-unsur bahasa itu jumlahnya


terbatas, unsur-unsur tersebut dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak
terbatas.

Bahasa itu bervariasi, berarti dalam sebuah bahasa bisa terdapat beberapa
ragam. Ragam bahasa itu bisa bersifat perorangan (idiolek) dan komunal
(dialek).

Bahasa itu dinamis, berarti bahasa itu bisa mengalami perubahan seperti
pemunculan kata baru, perubahan makna, dan lain-lain.

Bahasa itu manusiawi, berarti bahasa itu milik manusia dan hanya dapat
digunakan oleh manusia. Binatang dan tumbuhan tidak memiliki bahasa dan
tidak dapat menggunakan bahasa.

G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Nilai-nilai karakter apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah membahas materi hakikat
bahasa?

19




KegiatanPembelajaran1

Nilai-nilai karakter apa yang dapat Bapak/Ibu terapkan kepada peserta didik
setelah mempelajari materi ini?

Bagaimana cara Bapak/Ibu membiasakan nilai-nilai karakter ini kepada peserta


didik dalam kehidupan sehari-hari?

Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibuperoleh setelah mempelajari materi


dalam modul ini?

Apakah Bapak/Ibu mengalami kesulitan mengkuti kegiatan pembelajaran dalam


modul ini?

20




BahasaIndonesiaSMPKKA

Kegiatan Pembelajaran 2
Pemerolehan Bahasa

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini dengan melaksanakan aktivitas pembelajaran


yang terintegrasi dengan nilai-nilai penguatan pendidikan karakter, peserta dapat
memiliki pemahaman yang komprehensif tentang konsep pemerolehan bahasa
dan fase-fasenya.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator pencapaian kompetensi pada modul ini tertuang dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. Indikator Pencapaian Kompetensi Pembelajaran 2

Kompetensi Guru (KG) Indikator Pencapaian Kompetensi

20.2 Memahami hakikat 20.2.1 Menjelaskan konsep pemerolehan bahasa


bahasa dan (kognitif dan behavior)
pemerolehan 20.2.2 Menjelaskan fase-fase pemerolehan bahasa
bahasa 20.2.3 Menjelaskan tataran pemerolehan bahasa

C. Uraian Materi

Materi pada kegiatan pembelajaran ini adalah konsep pemerolehan bahasa dan
fase-fase pemerolehan bahasa.

1. Pemerolehan Bahasa
Uraian materi tentang pemerolehan bahasa ini meliputi dua materi pokok, yaitu
(1) hakikat pemerolehan bahasa dan (2) teori pemerolehan bahasa anak yang
terdiri atas empat macam teori, meliputi (a) teori behaviorisme, (b) teori

21




KegiatanPembelajaran2

nativisme, (c) teori kognitivisme, dan (d) teori interaksionisme. Hal itu dipaparkan
sebagai berikut.

a. Hakikat Pemerolehan Bahasa


Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa adalah
suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara
tidak sadar, implisit, dan informal (Maksan, 1993:20). Lyons (1981:252)
menyatakan bahwa suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk
proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa
disebut pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa yang
dipakainya tanpa terlebih dahulu mempelajari bahasa tersebut. Stork dan
Widdowson (1974:134) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa dan
akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam
bahasa ibunya. Huda (1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa
adalah proses alami di dalam diri seseorang menguasai bahasa.
Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan hasil kontak verbal dengan
penutur asli lingkungan bahasa itu. Dengan demikian, istilah pemerolehan
bahasa mengacu ada penguasaan bahasa secara tidak disadari dan tidak
terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa
yang dipelajari.

Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua kemampuan, yaitu kemampuan


menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan
orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu maka pemerolehan bahasa adalah
proses memiliki kemampuan berbahasa baik berupa pemahaman maupun
pengungkapan secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal
(Tarigan dkk., 1998). Selain itu, Kiparsky (dalam Tarigan, 1988) menjelaskan
bahwa pemerolehan bahasa adalah proses anak-anak untuk menyesuaikan
serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih
kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa
tersebut. Jadi, proses pemerolehan adalah proses bawah sadar.
Penguasaan bahasa tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran
yang secara eksplisit tentang sistem kaidah yang ada dalam bahasa kedua.

22




BahasaIndonesiaSMPKKA

b. Teori Pemerolehan Bahasa Anak


Teori pemerolehan bahasa pada anak meliputi teori behaviorisme, nativisme,
kognitivisme, dan interaksionisme.

1) Teori behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat
diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi
(response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang
tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika
reaksi tersebut dibenarkan. Pada saat ini anak belajar bahasa pertama.
Contohnya, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali.
Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang
mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan
barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapatkan kritikan karena
pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan
membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal
yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak.

Ada beberapa hal yang perlu dipahami terkait pemerolehan bahasa


menurut teori behavioris:

Belajar bahasa itu empiris, didasarkan pada data yang diamati.


Kaum behavioris menganggap proses belajar pada manusia sama
dengan proses belajar pada binatang; manusia tidak mempunyai
potensi bawaan untuk belajar bahasa; pikiran anak merupakan
tabula rasa yang akan diisi dengan asosiasi S-R; semua perilaku
merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk dalam
rangkaian asosiatif.
Belajar bagi kaum behavioris adalah pembentukan hubungan
asosiatif antara stimulus dan respon yang berulang-ulang hingga
membentuk kebiasaan. Kegiatan ini disebut pengondisian.
Pengondisian harus disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi
antara S-R.
Bahasa adalah perilaku manusia yang paling kompleks.
Anak menguasai bahasa melalui peniruan.

23




KegiatanPembelajaran2

Perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan
intensitas latihan yang disodorkan.

B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Bukunya berjudul Verbal


Behavior (1957) digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini.
Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang
dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner (1957), perilaku
kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh
konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan
terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu
akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement yang cocok,
perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.

Namun demikian, banyak kritik untuk aliran ini. Chomsky mengatakan


bahwa teori yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa
menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali.
Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa
penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini. Aliran behaviorisme
menyatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi
hubungan stimulus-response. Hal tersebut tidak benar karena tidak
semua perilaku berasal dari stimulus-response.

2) Teori nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya
dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai
bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa
asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan
(genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama
(merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran
kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat
dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa
anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata
bahasa yang rumit dari orang dewasa.

Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit
sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui

24




BahasaIndonesiaSMPKKA

peniruan. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir


sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language
acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan
diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh
masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di
lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa
pertamanya.

Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan
oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak
memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat makanan
sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa
pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh
serigala (Baradja, 1990:33). Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak
dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan menguasai sistem
bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat
membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.

3) Teori kognitivisme

Aliran kognitivisme berawal dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang


berbunyi Logical thinking underlies both linguistic and nonlinguistic
developments. Pernyataan ini memancing para ahli psikologi kognitif
menerangkan pertumbuhan kemampuan berbahasa karena menilai
penjelasan Chomsky tentang hal itu belum memuaskan.

Teori Kognitivisme menjelaskan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri


alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa
kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif.Bahasa distrukturi
oleh nalar.Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan
yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-
urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan
bahasa (Chaer, 2003:223).Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat
Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari
perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang

25




KegiatanPembelajaran2

kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa.
Bahasa harus diperoleh secara alamiah.

Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah


perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa.Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap
belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya.Anak hanya
mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu
tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen
sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan
benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini berkembang menjadi
kata-kata awal yang diucapkan anak.

4) Teori interaksionisme

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa


merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan
lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan
adanya interaksi antara masukan input dan kemampuan internal yang
dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun,
tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai
bahasa tertentu secara otomatis.

Dalam pemerolehan bahasa pertama anak sangat dipengaruhi oleh


faktor internal dan eksternal. Benar jika ada teori yang mengatakan
bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada
LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah
dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak
telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang
dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3).
Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor
yang memengaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan
yang telah membuktikan hal ini.

26




BahasaIndonesiaSMPKKA

2. Fase Pemerolehan Bahasa


Tarigan (1988) membagi fase perolehan bahasa anak menjadi empat, yaitu fase
pralingustik, fase satu kata, fase dua kata, dan fase banyak kata. Fase pertama
adalah tahap pralinguistik (usia 0-12 bulan), anak mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa yang masih belum bermakna, baik vokal maupun konsonan, masih
belum mengacu pada kata atau makna tertentu. Bahkan, pada awal kelahirannya
bayi hanya mengeluarkan suara berupa tangisan.

Fase kedua adalah tahap satu kata (12-18 bulan), anak sudah mulai belajar
menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya.
Satu kata mewakili satu frase atau lebih. Kata-kata pertama yang lazim
diucapkan berhubungan dengan objek-objek atau perbuatan. Kata-kata yang
sering diucapkan orang tua sewaktu mengajak bayinya berbicara berpotensi
lebih besar menjadi kata pertama yang diucapkan si bayi. Selain itu, anak usia
12-18 bulan cenderung lebih cepat menguasai pengucapan kata-kata yang
mengandung konsonan bilabial (b, p, m) dan vokal a. Vokal a secara artikulasi
mudah diucapkan karena hanya membuka mulut saja.

Fase ketiga adalah tahap dua kata (18-24 bulan), sebagian besar anak pada usia
tersebut sudah mulai mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata yang
diucapkan ketika masih tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan
pendek tanpa kata penunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang
seharusnya digunakan. Anak mulai dapat mengucapkan Ma, maem,
maksudnya Mama, saya mau makan. Pada tahap dua kata ini anak mulai
mengenal berbagai makna kata, tetapi belum dapat menggunakan bentuk
bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa.
Selain itu, anak belum dapat menggunakan pronomina saya, aku, kamu, dia,
mereka, dan sebagainya.

Fase keempat adalah tahap banyak kata (3-5 tahun). Pada saat anak berusia 3
tahun, perbendaharaan kata anak semakin kaya. Mereka sudah mulai mampu
membuat kalimat pertanyaan, pernyataan negatif, kalimat majemuk, dan
berbagai bentuk kalimat. Tompkins dan Hoskisson (dalam Tarigan dkk., 1998)
menyatakan bahwa pada usia 3-4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan
tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi hanya sekadar mengucapkan dua

27




KegiatanPembelajaran2

kata, tetapi bisa tiga atau lebih. Selanjutnya, pada umur 5-6 tahun, bahasa anak
telah menyerupai bahasa orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah
dikuasainya dan pola bahasa serta panjang tuturannya semakin bervariasi. Anak
telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai
keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.

Fase pemerolehan bahasa menurut Ross dan Roe (dalam Zuchdi dan
Budiasih,1997) terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah fase fonologis,
terjadi pada sekitar usia 0-2 tahun. Pada fase ini anak baru saja mulai bermain
dengan bunyi-bunyi bahasa, mengoceh-ngoceh, kemudian berkembang sampai
mengucapkan kata-kata sederhana. Fase kedua adalah fase sintaksis, terjadi
pada sekitar usia 2-7 tahun. Pada fase ini anak mulai menunjukkan kesadaran
gramatis, dan berusaha berbicara menggunakan kalimat. Fase ketiga adalah
fase semantik, terjadi pada sekitar usia 7-11 tahun. Pada fase ini anak mulai
dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung dalam
kata. Secara ringkas, hal itu tampak pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Fase Pemerolehan Bahasa Menurut Ross dan Roe

Perkiraan Fase Pemerolehan


Kemampuan Anak
Umur Bahasa

Anak bermain dengan bunyi-bunyi bahasa,


mulai mengoceh sampai mengucapkan
0-2 tahun Fase fonologis
kata-kata yang sederhana.

Anak menunjukkan kesadaran gramatis,


2-7 tahun Fase sintaksis berbicara menggunakan kalimat.

Anak dapat membedakan kata sebagai


7-11 tahun Fase semantik simbol dan konsep yang terkandung dalam
kata.

3. Tataran Pemerolehan Bahasa


Darjowidjojo (2003) memiliki pandangan yang agak berbeda daripada Ross dan
Roe (dalam Zuchdi dan Budiasih,1997) bahwa fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan pragmatik itu menjadi tataran dalam pemerolehan bahasa.
Perkembangan pemerolehan bahasa anak bisa berawal dari tataran fonologi,

28




BahasaIndonesiaSMPKKA

namun sebelum mencapai kesempurnaan pada tataran fonologi, sangat mungkin


seorang anak juga mengalami perkembangan pemerolehan bahasa pada tataran
yang lain, misalnya semantik. Berikut ini dijelaskan perkembangan pemerolehan
bahasa pada tiap-tiap tataran.

c. Pemerolehan Bahasa pada Tataran Fonologi


Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak
dewasanya. Ini berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar 70%.
Karena perbedaan ini, binatang sudah dapat melakukan banyak hal segera
setelah lahir, sedangkan manusia hanya bisa menangis dan menggerak-
gerakkan badannya. Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan
bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi-bunyi ini
belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan
jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang
telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo, 2012:244). Anak
mendekutkan bunyi-bunyi yang belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur
6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal dalam bentuk
celotehan. Celotehan dimulai dengan konsonan bilabial hambat dan bilabial
nasal, disertai vokal /a/ sehingga strukturnya adalah KV.

d. Pemerolehan Bahasa pada Tataran Morfologi


Afiksasi bahasa Indonesia merupakan salah aspek morfologi yang kompleks.
Hal ini terjadi karena satu kata dapat berubah makna karena proses
afiksasinya (prefiks, sufiks, simulfiks) berubah-ubah. Misalnya kata satu
dapat berubah menjadi: bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan,
disatukan, persatuan, kesatuan, mempersatukan, dan seterusnya. Zuhdi dan
Budiasih (1997) menyatakan bahwa anak-anak mempelajari morfem mula-
mula bersifat hafalan. Hal ini kemudian diikuti dengan membuat simpulan
secara kasar tentang bentuk dan makna morfem. Akhirnya anak membentuk
kaidah. Proses rumit ini dimulai pada periode prasekolah dan terus
berlangsung sampai pada masa adolesen.

e. Pemerolehan Bahasa pada Tataran Semantik


Menurut beberapa ahli psikolingguistik perkembangan kanak-kanak
memperoleh makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik

29




KegiatanPembelajaran2

kata itu satu demi satu sampai semua fitur semantik dikuasai, seperti yang
dikuasai oleh orang dewasa (Mc.Neil, 1970; Clark, 1997). Clark (1997)
menyimpulkan pemerolehan bahasa pada tataran semantik dapat dibagi
menjadi empat tahap, sebagai berikut.

1) Tahap penyempitan makna kata


Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun
(1,0-1,6 tahun). Pada tahap ini kanak-kanak menganggap satu benda
tertentu yang disebut gukguk hanyalah anjing yang dipelihara di rumah
saja tidak termasuk yang berada di luar rumah.

2) Tahap generalisasi berlebihan


Tahap ini berlangsung antara usia satu setengah tahun hingga dua tahun
setengah (1,6-2,6 tahun). Pada tahap ini anak-anak mulai
menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan. Jadi yang
dimaksud dengan anjing atau gukguk adalah semua binatang berkaki
empat.

3) Tahap medan semantik


Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima
tahun (2,6-5,0 tahun). Pada tahap ini kanak-kanak mulai
mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan
semantik. Pada mulanya proses ini berlangsung jika makna kata-kata
yang digeneralisasi secara berlebihan semakin sedikit setelah kata-kata
baru untuk benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai
oleh kanak-kanak. Umpamanya kalau pada utamanya kata anjing
berlaku untuk semua binatang berkaki empat, namun setelah mereka
mengenal kata kuda, kambing, harimau maka kata anjing berlaku untuk
anjing saja.

4) Tahap generalisasi
Tahap ini berlangsung setelah kanak-kanak berusia lima tahun. Pada
tahap ini kanak-kanak telah mulai mampu mengenal benda-benda yang
sama dari sudut persepsi, bahwa benda-benda itu mempunyai fitur-fitur
semantik yang sama. Pengenalan seperti ini semakin sempurna jika
kanak-kanak itu semakin bertambah usia. Jadi, ketika berusia antara

30




BahasaIndonesiaSMPKKA

lima tahun sampai tujuh tahun misalnya, mereka telah mampu mengenal
yang dimaksud dengan hewan.

f. Pemerolehan Bahasa pada Tataran Sintaksis


Pada tataran sintaksis, anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata atau bagian kata. Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh,
tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata dari seluruh
kalimat itu. Yang menjadi pertanyaan adalah kata mana yang dipilih?
Seandainya anak itu bernama Fajri dan yang ingin dia sampaikan adalah
Fajri mau makan, dia akan memilih jri (untuk Fajri), mau (untuk mau),
ataukah kan (untuk makan)? Dari tiga kata pada kalimat Fajri mau makan,
yang baru adalah kan. Karena itulah anak memilih kan, dan bukan jri, atau
mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan
Ujaran Satu Kata (USK) (one word utterance) anak tidak sembarangan saja
memilih kata; dia memilih kata yang memberikan informasi baru.

Dari segi sintaktiknya, USK sangat sederhana karena memang hanya terdiri
dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya
sebagian saja dari kata itu. Di samping ciri ini, USK juga mempunyai ciri-ciri
yang lain. Pada awalnya USK hanya terdiri dari KV saja. Bila kata itu KVK
maka K yang kedua dilesapkan. Kata mobil akan disingkat menjadi /bi/.
Pada perkembangannya kemudian, konsonan akhir ini mulai muncul. Pada
umur 2;0 misalnya, Echa menamakan ikan sebagai /kan/, persis sama
dengan kata bukan. Pada awal USK juga tidak ada gugus konsonan. Semua
gugus yang ada di awal atau akhir kalimat disederhanakan menjadi satu
konsonan saja. Kata Indonesia putri (untuk Eyang putri) diucapkan oleh Echa
mula-mula sebagai Eyang /ti/. Ciri lain dari USK adalah kata-kata dari
kategori sintaktik utama (content words), yakni nomina, verba, adjektiva, dan
mungkin juga adverbia. Tidak ada kata fungsi seperti form, to, dari, atau ke.
Di samping itu, kata-katanya selalu dari kategori sini dan kini. Tidak ada yang
merujuk kepada yang tidak ada di sekitar atau pun ke masa lalu dan masa
depan. Anak pun juga dapat menyatakan negasi no atau nggak,
pengulangan more atau lagi, dan habisnya sesuatu gone!

31




KegiatanPembelajaran2

Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata (UDK) (two
word utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga
seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya telah
menyala. Echa misalnya, bukan mengatakan /lampunala/ lampu nyala tapi
/lampu // nala/. Jadi, berbeda dengan USK, UDK sintaksisnya lebih kompleks
(karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas.

g. Pemerolehan Bahasa pada Tataran Pragmatik


Tahap pemerolehan pragmatik anak dipengaruhi lingkungannya. Dalam
pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya berbahasa, tetapi juga
memperoleh tindak berbahasa. Dijelaskan oleh Dardjowidjojo (2003:266-267)
bahwa teori pemerolehan pragmatik terbagi menjadi dua teori besar, yaitu (1)
teori pemerolehan niat komunikatif dan (2) teori pemerolehan kemampuan
percakapan.

Dalam teori pemerolehan niat komunikatif, dijelaskan bahwa pada minggu-


minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat komunikatif
dengan tersenyum, menoleh bila dipanggil, menggapai bila diberi sesuatu,
dan memberikan sesuatu kepada orang lain. Dalam teori pemerolehan
kemampuan percakapan, dijelaskan bahwa percakapan mempunyai struktur
yang terdiri dari tiga komponen, yaitu (1) pembukaan, (2) giliran, dan (3)
penutup.

Bila orang tua menyapanya atau anak-anak yang menyapa terlebih dahulu,
itu adalah tanda bahwa percakapan akan dimulai atau sebagai pembukaan.
Pada tahap giliran, akan terjadi pemberian respon. Pada bagian penutup
tidak mustahil pula bahwa pertanyaan tadi tidak terjawab karena anak pergi
begitu saja atau beralih ke kegiatan lain.

32




BahasaIndonesiaSMPKKA

D. Aktivitas Pembelajaran

Langkah-langkah aktivitas pembelajaran yang harus dilaksanakan adalah


sebagai berikut.

1. Kegiatan 1: Pendahuluan
a. Sebelum peserta melakukan aktivitas pembelajaran, peserta berdoa
menurut keyakinannya agar aktivitas pembelajaran dapat berjalan lancar.
Berdoa dapat dipimpin oleh ketua kelas dalam pelatihan ini.
b. Peserta memahami kompetensi, tujuan, indikator pembelajaran, dan
kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, agar pembelajaran lebih
terarah dan terukur.

2. Kegiatan 2: Tugas mandiri Pemerolehan Bahasa


a. Peserta secara mandiri mengerjakan LK-2.1 (Pemerolehan Bahasa).
Masing-masing peserta mengerjakan secara kreatif, percaya diri, dan
tanggung jawab.
b. Peserta saling bertukar hasil pekerjaan, lalu saling mengoreksi. Peserta
diharapkan mampu mengoreksi pekerjaan teman secara objektif.
c. Hasil pekerjaan yang sudah dikoreksi oleh temannya dipajang di papan
pajangan yang telah disediakan.
d. Setiap peserta dapat saling membaca pekerjaan temannya. Hal ini
mencerminkan pembelajar sepanjang hayat.
e. Fasilitator memberi penguatan terhadap materi yang sedang dibahas.

3. Kegiatan 3: Mendiskusikan Fase-fase Pemerolehan Bahasa


a. Peserta diklat berdiskusi dalam kelompok mengerjakan LK-2.2 (Fase-
fase Pemerolehan Bahasa). Sesama peserta saat berdiskusi
mencerminkan tindakan menghargai pendapat teman dalam
kelompoknya. Bila terjadi perbedaan pendapat dalam diskusi peserta
tidak memaksakan kehendak.
b. Wakil dari masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi di depan
kelas dengan semangat, hal ini memperlihatkan rasa senang berbicara
secara teratur. Setiap perwakilan kelompok melaporkan hasil hasil
diskusi dengan percaya diri.

33




KegiatanPembelajaran2

c. Saat wakil kelompok presentasi, peserta lain memperhatikan dengan
seksama, empati, menghargai orang lain dan solidaritas.
d. Fasilitator memberikan penguatan terhadap materi yang telah menjadi
keputusan bersama dalam diskusi.

4. Kegiatan 4: Pembuatan Kisi-kisi Soal


a. Peserta membentuk kelompok kecil terdiri sekitar 4 orang.
b. Peserta bersama kelompoknya membuat kisi-kisi penulisan soal tes
prestasi akademik dengan mengerjakan LK 2.3 (Kisi-kisi Penulisan Soal
Tes Prestasi Akademik). Penulisan kisi-kisi soal mengacu pada materi
kisi-kisi UN yang ditetapkan Kemendikbud, yang masih terkait dengan
materi modul ini.
c. Dalam menyusun kisi-kisi, sebagian butir kisi-kisi dirancang untuk
mengembangkan soal yang bersifat HOT (higher order thinking). Soal
HOT adalah soal yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi,
yakni soal yang tidak sekadar mengukur kemampuan mengingat dan
memahami. Dengan kata lain, soal HOT adalah soal yang kategori
minimalnya C3.
d. Kelompok memresentasikan kisi-kisinya di depan kelas. Kelompok lain
memberikan tanggapan, kritik, dan saran.
e. Fasilitator memberikan penguatan mengenai butir kisi-kisi yang perlu
diperbaiki.

5. Kegiatan 5: Pengembangan Butir Soal


a. Peserta berkumpul bersama kelompoknya masing-masing.
b. Peserta beserta kelompoknya mengembangkan kartu soal untuk tiap-tiap
butir kisi dengan mengerjakan LK 2.4 (Pengembangan Butir Soal).
Penulisan butir soal mengacu pada tuntutan HOT, yakni tuntutan berpikir
tingkat tinggi, tidak sekadar mengingat dan memahami, namun lebih dari
itu, berpikir aplikasi, analisis, evaluasi, atau kreasi. Jadi, level minimal
soal yang dikembangkan adalah C3.
c. Kelompok memresentasikan soal-soal yang telah mereka buat di depan
kelas. Kelompok lain memberikan tanggapan, kritik, dan saran.
d. Fasilitator memberikan penguatan mengenai butir-butir soal yang perlu
diperbaiki.

34




BahasaIndonesiaSMPKKA

Tabel 6. Kisi-kisi Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMP/MTs 2016-2017


Lingkup Materi
Level Kognitif Membaca
Menulis Menyunting Kata, Menyunting Ejaan
Nonsastra Membaca Satra
Terbatas Kalimat, Paragraf dan Tanda Baca
Pengetahuan dan Siswa dapat Siswa dapat Siswa dapat Siswa dapat Siswa dapat
Pemahaman - menentukan - menentukan melengkapi - menunjukkan - menunjukkan
Mengidentifikasi makna makna kata dalam istilah/kata kata yang tidak kesalahan
Menentukan kata/kalimat pada cerpen dan fabel dalam kalimat sesuai kaidah penggunaan
Memaknai teks - menentukan - menunjukkan ejaan
- menentukan makna tersurat kalimat yang - menunjukkan
informasi tersurat dalam cerpen dan tidak sesuai kesalahan
teks fabel kaidah penggunaan
- menentukan - menentukan tanda baca
bagian teks bagian cerpen
dan fabel
Aplikasi Siswa dapat Siswa dapat Siswa dapat Siswa dapat Siswa dapat
Menyimpulkan - menentukan ide - menyimpulkan - menyusun - menggunakan - menggunakan
Menggunakan pokok makna simbol dalam urutan kata ejaan
konsep/prinsip teks cerpen dan fabel kalimat berbagai bentukan (mengisi - menggunaan
- menyimpulkan isi - menyimpulkan isi jenis teks kata sesuai kaidah tanda
teks tersirat dalam - melengkapi bentukan kata) Baca
- menyimpulkan cerpen/fabel paragraf - mengisi konjungsi
pendapat - menyimpulkan - melengkapi dalam kalimat
pro/kontra sebab/akibat konflik bagian
dalam teks teks (eksposisi,
- meringkas isi teks deskripsi,
ulasan, dan
lain-lain)
Penalaran Siswa dapat Siswa dapat Siswa dapat Siswa dapat Siswa dapat
Mengevaluasi - membandingkan - membandingkan - memvariasikan - memperbaiki - memperbaiki
Membandingkan penggunaan pola pengembangan kata kesalahan kesalahan
pola bahasa cerpen dan fabel - memvariasikan penggunaan penggunaan ejaan
(menganalisis) dan pola penyajian - membandingkan kalimat kata, kalimat, dan - memperbaiki
Menanggapi beberapa jenis penggunaan bahasa - menulis ketidakpaduan kesalahan
Memvariasikan teks cerpen/fabel dengan ilustrasi paragraf penggunaan tanda
menilai - menunjukkan bukti tertentu - menentukan baca
keunggulan/ latar dan watak - mengubah teks alasan - menentukan
kelemahan teks - mengomentari ke kesalahan alasan
- mengomentari isi unsur bentuk lain penggunaan kesalahan
teks intrinsik karya sastra kata, kalimat, dan penggunaan ejaan
ketidakpaduan dan tanda baca
paragraph

E. Latihan/Kasus/Tugas

1. LK 2.1 Pemerolehan Bahasa


Jawablah pertanyaan berikut ini!
1) Sebutkan keterampilan pokok yang pada hakikatnya terlibat dalam
pemerolehan bahasa!
2) Jelaskan teori pemerolehan bahasa menurut teori behaviorisme,
nativisme, kognitivisme, dan interaksionisme!

35




KegiatanPembelajaran2

2. LK 2.2 Fase-fase Pemerolehan Bahasa


Buatlah peta konsep fase-fase pemerolehan bahasa menurut Tarigan!

3. LK 2.3 Tataran Pemerolehan Bahasa


Buatlah peta konsep pemerolehan bahasa pada tiap-tiap tataran bahasa
(fonologi, morfologi, semantik, sintaksis, dan pragmatik)!

36




BahasaIndonesiaSMPKKA

4. LK 2.4 Pengembangan Butir Soal


Buatlah kisi-kisi penulisan soal tes prestasi akademik dengan mengacu pada
kisi-kisi UN yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud, namun pilihlah lingkup
materi yang masih terkait dengan materi modul ini! Gunakan format kisi-kisi
seperti berikut ini.

atau

Buatlah 6 kartu soal yang terdiri atas 3 kartu soal pilihan ganda dan 3 kartu
soal uraian! Soal dibuat berdasarkan kisi-kisi penulisan soal yang sudah
dibuat pada LK 2.4. Usahakan sebagian besar soal yang dibuat itu bersifat
HOT (Higher Order Thinking)! Gunakan format kartu soal berikut ini!

37




KegiatanPembelajaran2

5. LK 2.5 Penilaian Presentasi LK (Penilaian Berbasis Kelas)

No Aspek Penilaian Bobot Skor Nilai

1 Kemampuan mendeskripsikan gagasan 20%


a. Ide pokok
b. Keberuntunan berpikir
c. Penggunaan bahasa Indonesia
d. Penggunaan media
2 Kemampuan menjelaskan isi presentasi 20%
a. Kelancaran penyampaian gagasan
b. Kejelasan metode dan prosedur kerja

3 Kemampuan menunjukkan orsinalitas 20%


a. Bukti empiris atas argumen
b. Konsistensi argumentasi

4 kemampuan mempertahankan konsep dalam 25%


menjawab pertanyaan
a. Kemampuan argumentasi
b. Keruntutan dalam penalaran
c. Ketepatan dalam menjawab pertanyaan
d. Akurasi uraian materi dengan kesimpulan
5 sikap dalam presentasi 15%
a. Kerapian
b. Kesopanan

38




BahasaIndonesiaSMPKKA

komentar/Tanggapan

F. Rangkuman

Pada hakikatnya pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu


kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan
memahami tuturan orang lain. Teori pemerolehan bahasa anak meliputi teori
behaviorisme, nativisme, kognitivisme, dan interaksionisme. Teori behaviorisme
menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan
hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Teori Nativisme
bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat
menguasai bahasa manusia. Teori kognitivisme bahasa bukanlah suatu ciri
alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan
yang berasal dari kematangan kognitif. Teori interaksionisme beranggapan
bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan
mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.

Ada empat fase pemerolehan bahasa, meliputi fase pralingustik, fase satu kata,
fase dua kata, dan fase banyak kata. Fase pertama adalah tahap pralinguistik
(usia 0-12 bulan), anak mengucapkan bunyi-bunyi bahasa yang masih belum
bermakna, baik vokal maupun konsonan. Fase kedua adalah tahap satu kata
(12-18 bulan), anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata yang memiliki
arti yang mewakili keseluruhan idenya. Fase ketiga adalah tahap dua kata (18-24
bulan), sebagian besar anak pada usia tersebut sudah mulai mencapai tahap

39




KegiatanPembelajaran2

kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika masih tahap satu kata
dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata penunjuk, kata depan,
atau bentuk-bentuk lain yang seharusnya digunakan. Fase keempat adalah
tahap banyak kata (3-5 tahun). Pada saat anak berusia 3 tahun, perbendaharaan
kata anak semakin kaya. Mereka sudah mulai mampu membuat kalimat
pertanyaan, pernyataan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat.

Pemerolehan bahasa anak terjadi di berbagai tataran, meliputi fonologi,


morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Pemerolehan bahasa pada tataran
fonologi terjadi sebelum anak masuk SD, anak menguasai sejumlah fonem/bunyi
bahasa, tetapi masih ada beberapa fonem yang masih sulit diucapkan dengan
tepat. Pemerolehan bahasa pada tataran morfologi terjadi sejak prasekolah dan
terus berlangsung sampai pada masa adolesen melalui kegiatan afiksasi.
Pemerolehan bahasa pada tataran sintaksis tampak ketika anak mulai
mengucapkan satu kalimat dengan menggunakan ujaran satu kata, kemudian
berkembang menjadi dua kata, dan seterusnya. Pemerolehan bahasa pada
tataran semantik terjadi ketika anak memperoleh makna suatu kata dengan cara
menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu sampai semua fitur
semantik dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang dewasa. Pemerolehan
bahasa pada tataran pragmatik terjadi ketika anak mulai berinteraksi dengan
orang lain atau dengan lingkungannya. Di dalam pemerolehan pragmatik, anak
tidak hanya berbahasa tetapi juga memperoleh tindak berbahasa. Teori
pemerolehan pragmatik terbagi menjadi dua teori besar, yaitu (1) teori
pemerolehan niat komunikatif dan (2) teori pemerolehan kemampuan
percakapan.

40




BahasaIndonesiaSMPKKA

G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Nilai-nilai karakter apa yang Bapak/Ibu peroleh setelah membahas materi


pemerolehan bahasa?

Nilai-nilai karakter apa yang dapat Bapak/Ibu terapkan kepada peserta didik
setelah mempelajari materi ini?

Bagaimana cara Bapak/Ibu membiasakan nilai-nilai karakter ini kepada peserta


didik dalam kehidupan sehari-hari?

Pengalaman penting apa yang Bapak/Ibuperoleh setelah mempelajari materi


dalam modul ini?

41




KegiatanPembelajaran2

Apakah Bapak/Ibu mengalami kesulitan mengkuti kegiatan pembelajaran dalam


modul ini?

42




BahasaIndonesiaSMPKKA

H. Pembahasan Latihan/Kasus/Tugas

LK 1.1 Hakikat Bahasa

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, bermakna, unik,
universal, konvensional, produktif, variatif, dinamis, dan manusiawi yang dipakai
oleh masyarakat pemakaianya untuk bekerja sama, mengidentifikasi diri, dan
berkomunikasi. Dengan demikian, ada dua belas hakikat bahasa, yaitu (1)
bahasa itu sistem, (2) bahasa itu lambang, (3) bahasa itu bunyi, (4) bahasa itu
arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu konvensional, (7) bahasa itu
unik, (8) bahasa itu universal, (9) bahasa itu produktif, (10) bahasa itu bervariasi,
(11) bahasa itu dinamis, dan (12) bahasa itu manusiawi.

LK 1.2 Ciri-ciri Bahasa


Ciri-ciri bahasa: (1) terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut
pola tertentu (sistematis) dan membentuk satu kesatuan sistem tunggal
(sistemis); (2) terdiri atas lambang-lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia; (3) memiliki hubungan yang arbitrer antara lambang dan sesuatu yang
dilambangkannya; (4) bermakna; (5) bersifat konvensional; (6) bersifat unik atau
memiliki ciri khas sehingga tiap-tiap bahasa memiliki perbedaan; (7) memiliki ciri
universal atau kesamaan dengan bahasa-bahasa lain sedunia, yakni memiliki
bunyi vokal dan konsonan; (8) bersifat produktif sehingga dari unsur-unsur
bahasa yang jumlahnya terbatas bisa dihasilkan satuan-satuan bahasa yang
sangat banyak; (9) memiliki variasi-variasi dalam penggunaannya; (10) bersifat
dinamis sehingga sangat mungkin muncul istilah baru atau terjadi perubahan
makna pada suatu kata; dan (11) bersifat manusiawi.

LK 2.1 Pemerolehan Bahasa


1) Pada hakikatnya pemerolehan bahasa melibatkan dua keterampilan pokok,
yaitu keterampilan menghasilkan tuturan dan memahami tuturan orang lain.

2) Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati


langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respon).
Teori nativisme beranggapan bahwa bahasa hanya dapat dikuasai oleh
manusia, binatang tidak mungkin bisa menguasai bahasa. Teori kognitivisme

43




KegiatanPembelajaran2

beranggapan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah,
melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Teori interaksionisme beranggapan bahwa
pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental
pembelajaran dan lingkungan bahasa.

LK 2.3 Tataran Pemerolehan Bahasa


1) Pada tataran fonologi, anak pada usia 6 minggu mulai mengeluarkan
bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi-bunyi ini
belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar
dengan jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan
cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan.

2) Pada tataran sintaksis, anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu


kata atau bagian kata. Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat
penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata
dari seluruh kalimat itu.

LK 2.4 Pengembangan Butir Soal


Bila kita gunakan Kurikulum 2006, maka ada tiga kompetensi dasar yang sesuai
dengan materi modul ini, yaitu (1) KD 3.1 kelas VII, (2) KD 16.1 kelas VIII, dan (3)
KD 16.2 kelas VIII. Berikut ini adalah contoh kisi-kisi penulisan soal menurut
ketiga kompetensi tersebut.

Standar Kompetensi Bentuk Level


No. Kls Materi Indikator
Kompetensi Dasar Soal Soal
1 3. 3.1 VII Makna Dengan diberi paragraf Pilihan C6
Memahami Menemukan kata yang mengandung ganda
ragam teks makna kata kesalahan diksi, siswa
nonsastra tertentu dalam dapat menentukan
dengan kamus secara evaluasi yang tepat.
berbagai cara cepat dan tepat Dengan diberi paragraf Pilihan C3
membaca sesuai dengan rumpang, siswa dapat ganda
konteks yang menentukan kata yang Urai C
diinginkan tepat untuk melengkapi.
melalui an 3
kegiatan
membaca Dengan diberi beberapa Pilihan C3
memindai kata, siswa dapat menata ganda
urutan kata tersebut
sehingga menjadi
kalimat.
2 16. 16.1 VIII Pil Dengan diberi Urai C
ihan kutipan puisi yang an 3
Mengungkapk Menulis puisi
kata rumpang, siswa dapat
an pikiran dan bebas dengan

44




BahasaIndonesiaSMPKKA

Standar Kompetensi Bentuk Level


No. Kls Materi Indikator
Kompetensi Dasar Soal Soal
perasaan menggunakan menentukan satu kata
dalam puisi pilihan kata yang tepat untuk
bebas yang sesuai. melengkapinya, sesuai
konteks dalam puisi.

16.2 VIII U Dengan diberi kutipan Urai C6


puisi yang unsur
nsur an
Menulis puisi persajakannya minimal,
bebas dengan persaja siswa dapat memberikan
memperhatikan evaluasi tentang
kan
unsur penggunaan unsur
persajakan. persajakan dalam puisi.

Bila kita gunakan Kurikulum 2006, berikut ini contoh pengembangan butir soal
sesuai kisi-kisi di atas.

KARTU SOAL 1

Jenjang : SMP

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas : VII (Tujuh)

Kompetensi Dasar : 3.1 Menemukan makna kata tertentu dalam kamus secara
cepat dan tepat sesuai dengan konteks yang diinginkan
melalui kegiatan membaca memindai.

Materi Pokok : Makna kata

Indikator Soal : Dengan diberi sebuah paragraf yang rumpang, siswa dapat
menentukan sebuah kata yang tepat untuk melengkapinya.

Bentuk Soal : Pilihan Ganda

Level Soal : C3 (Aplikasi)

Sejak kecil aku dan dia selalu bersama, bermain bersama, bercanda bersama,
bahkan orangtuanya dan orangtuaku juga bersahabat karena rumah kami memang
berdekatan. [1] .... TK sampai sekarang kami selalu sekolah di sekolah yang sama.
Ternyata semua itu tidak ada artinya bagi dia. Hanya karena dia menilai aku sok
cantik, aku sok artis, aku sok percaya diri, dia tega membenciku [2] .... menjelek-
jelekkanku pada teman-teman baru di SMP. Bahkan ketika Pak Guru memanggil dan
mempertemukan aku dan dia, dia dengan tegas berkata bahwa dia membenciku. Aku

45




KegiatanPembelajaran2

syok sekali. Aku kaget dan benar-benar tidak menyangka, [3] .... dialah yang telah
mengadu-adu dan menyebabkan semua teman menjauhiku.

Kata yang tepat untuk bagian [1], [2], dan [3] adalah ...

A. [1] Mulai; [2] karena; [3] padahal

B. [1] Sejak; [2] setelah; [3] sebelumnya

C. [1] Mulai; [2] bahkan; [3] ternyata

D. [1] Padahal; [2] bahkan; [3] ternyata

Kunci Jawaban :C

Pembahasan : Sudah cukup jelas! Mulai TK sampai sekarang kami selalu


sekolah di sekolah yang sama. Hanya karena dia menilai aku sok cantik, aku sok
artis, aku sok percaya diri, dia tega membenciku bahkan menjelek-jelekkanku pada
teman-teman baru di SMP. Aku kaget dan benar-benar tidak menyangka, ternyata
dialah yang telah mengadu-adu dan menyebabkan semua teman menjauhiku.

46




BahasaIndonesiaSMPKKA

Evaluasi

Kerjakan soal di bawah ini! Pilihlah jawaban yang paling benar!

1. Sebuah benda berbentuk bundar berisi udara, terbuat dari kulit, dapat ditendang
atau dipukul oleh masyarakat bahasa disebut bola. Pernyataan tersebut
menunjukkan bahasa sebagai sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi
verbal yang disepakati.
Hal di atas termasuk dalam aliran ....
A. transformasional
B. tradisional
C. strukturalis
D. humanistik

2. Bentuk meja itu variatif ada yang segi empat dan ada yang bundar, ada yang
berkaki enam, empat, dua dan berkaki satu. Meskipun bentuknya berbeda tetapi
memiliki fungsi yang sama sehingga semua benda tersebut disebut meja.
Konsep di atas menunjukkan bahasa sebagai sistem ....
A. petanda penanda
B. ikon indeks
C. unik universal
D. variatif dinamis

3. Perhatikan ilustrasi berikut!


Dalam kelompok masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang
dengan status sosial, ekonomi, pendidikan, dan latar belakang budaya yang tidak
sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi.
Variasi berbahasa yang bersifat kelompok masyarakat disebut ....
A. dialek
B. idiolek
C. sosiolek
D. fungsiolek

47




Evaluasi

4. Seorang anak mulai menunjukkan niat komunikasinya dengan tersenyum, menoleh
bila dipanggil, menggapai bila diberi sesuatu, dan memberikan sesuatu kepada
orang lain. Tahapan pemerolehan bahasa anak yang tergambar dalam ilustrasi
tersebut temasuk dalam bidang ....
A. morfologi
B. semantik
C. pragmatik
D. fonologi

5. Unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur terbatas itu dapat dibuat satuan
bahasa yang tidak terbatas walaupun bersifat relatif, sesuai dengan sistem yang
berlaku dalam bahasa itu. Contoh dari huruf p, a, l, u dapat dibentuk kata palu, lupa,
dan pula. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa bahasa itu bersifat ....
A. konvensional
B. produktif
C. unik
D. bervariasi

6. Cermatilah ilustrasi berikut ini!


Perkembangan pengetahuan memengaruhi kemampuan berbahasa anak, misalnya
kemampuan anak mengujarkan kalimat menggunakan kosakata yang dimilikinya.
Semakin banyak pengetahuannya tentang kosakata dan kalimat, semakin
meningkat pula kemampuan berbahasanya. Dengan alasan itu, seorang guru
memberikan banyak pelatihan dan pengetahuan kebahasaan kepada murid-
muridnya. Tindakan guru ini menunjukkan bahwa guru tersebut mengikuti teori
pemerolehan bahasa pada aliran ....
A. interaksionalisme
B. behaviorisme
C. nativisme
D. kognitivisme

7. Cermati ilustrasi berikut!


Anak-anak memiliki perbendaharaan kata yang semakin kaya. Mereka mulai mampu
membuat kalimat seperti Bapak pergi ke mana?; Bukan saya yang mengambil,
dan berbagai kalimat yang lain. Kemampuan ini dicapai oleh anak-anak yang telah
berusia ....
A. 0-12 tahun
B. 12-18 bulan
C. 18-24 bulan
D. 3-5 tahun

48




BahasaIndonesiaSMPKKA

8. Susunan kalimat Apa kabar? tidak bisa diubah menjadi Kabar apa?. Hal itu
membuktikan bahwa ...
A. bahasa itu sistem.
B. bahasa itu produktif.
C. bahasa itu lambang.
D. bahasa itu bermakna.

9. Seorang anak telah memahami bahwa kata pelajar dibentuk oleh imbuhan pe-
dan kata ajar. Hal itu menunjukkan anak tersebut telah mendapatkan
perkembangan pemerolehan bahasa pada tataran ...
A. pralinguistik.
B. fonologi.
C. sintaksis.
D. morfologi.

10. Dalam ragam lisan, bahasa dilambangkan dengan ...


A. bunyi.
B. intonasi.
C. perkataan.
D. ucapan.

11. Di Indonesia orang menyebut air untuk menunjuk pada sebuah benda yang
bersifat cair, bisa direbus, bisa dipakai untuk mandi dan mencuci. Namun, di Inggris
orang menyebutnya water, sedangkan di Saudi Arabia orang menyebutkan
maan. Orang Jawa punya sebutan lain lagi, yakni banyu. Sementara Orang
Sunda menyebutnya cai.
Hal itu membuktikan bahwa ...
A. bahasa itu relatif.
B. bahasa itu produktif.
C. bahasa itu arbitrer.
D. bahasa itu lambang.

12. Orang-orang di Indonesia menyebut benda ini sebagai


buku, padahal tidak ada hubungan penalaran antara istilah
buku dan rupa benda tersebut. Meski demikian, orang
Indonesia tetap sepakat untuk menyebut benda tersebut
sebagai buku bukan bola.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa ...
A. bahasa itu arbitrer dan konvensional.
B. bahasa itu unik dan konvensional.

49




Evaluasi

C. bahasa itu bunyi dan bermakna.
D. bahasa itu arbitrer dan bermakna.

13. Bahasa Sunda memiliki fonem vokal /eu/, sedangkan bahasa Indonesia tidak
memilikinya. Berdasarkan kenyataan ini, dapat disimpulkan bahwa ...
A. bahasa itu bersifat unik.
B. bahasa itu bersifat universal.
C. bahasa itu bersifat dinamis.
D. bahasa itu bersifat produktif.

14. Dulu kata saudara digunakan untuk menyebut orang-orang yang masih memiliki
hubungan darah atau keluarga, namun sekarang kata tersebut mengalami perluasan
makna. Kata saudara digunakan untuk menyebut orang-orang yang menjadi lawan
bicara kita atau orang kedua. Peristiwa ini membuktikan bahwa ...
A. bahasa itu produktif.
B. bahasa itu konvensional.
C. bahasa manusiawi.
D. bahasa itu dinamis.

15. Di Makassar, pada Minggu 20 Maret 2016, Mila (17) dilaporkan membunuh buah
hatinya, Alif (13 bln), karena sang bayi sering menangis. Mila mengaku berniat
menenangkan si bayi dari tangisannya, tapi perlakuan Mila justru menyebabkan
anaknya tewas. Di hadapan penyidik Mila mengaku terpaksa menyiksa bayi hasil
perkawinannya dengan suami pertamanya itu karena kesal, bayinya yang masih
berusia 13 bulan itu sering menangis. (Sumber: Ibu Bunuh Bayinya Karena Sering
Menangis, m.liputan6.com, diakses 8 Maret 2017, 06:55 WIB)
Terkait teori pemerolehan bahasa, tanggapan yang paling tepat adalah ...
A. Anak yang berusia 13 bulan itu masih berada pada fase pralinguistik sehingga
belum mampu berkata-kata untuk menyampaikan isi hatinya. Oleh sebab itu,
seharusnya ibu memaklumi jika anak itu sering menangis.
B. Seharusnya anak berusia 13 bulan sudah bisa mengucapkan satu atau dua kata
untuk menyampaikan keinginan. Mungkin karena pengasuhan yang kurang
tepat, anak tersebut mengalami keterlambatan pemerolehan bahasa. Akibatnya,
anak tersebut sering menangis.
C. Anak yang berusia 13 bulan itu baru belajar mengucapkan satu kata dan belum
mampu berkata-kata sehingga menangis adalah cara dia untuk menyampaikan
pesan. Seorang ibu seharusnya memahami hal itu.
D. Seharusnya seorang ibu menyadari dan memaklumi jika anak yang berusia 13
bulan itu masih suka menangis karena pada usia itu anak memang masih

50




BahasaIndonesiaSMPKKA

berada pada fase pralinguistik. Pada fase itu anak-anak masih belajar
mengucapkan konsonan dan vokal dalam bentuk celotehan.

16. Saat itu pukul 5 pagi. Bu Ambar dikejutkan ulah anaknya yang tiba-tiba mendorong-
dorong tubuhnya. Bu Ambar bangun, Apa sayaaang? ujarnya sambil menatap
wajah anaknya yang lucu. Miik..., kata anaknya. Adik mau mimik? tanya sang ibu.
Miiik.., jawab si anak lagi, sambil bergeliat tampak akan mulai menangis.
Komentar yang paling tepat terkait teori pemerolehan bahasa adalah ...
A. Berdasarkan caranya berkomunikasi, tampak bahwa anak Bu Ambar berusia
sekitar 6-12 bulan. Kemampuan berbahasanya masih berada pada fase
pralinguistik.
B. Berdasarkan caranya berkomunikasi, tampak bahwa anak Bu Ambar berusia
sekitar 0-2 tahun. Kemampuan berbahasanya masih sampai pada fase fonologis
dan morfologis.
C. Berdasarkan caranya berkomunikasi, tampak bahwa anak Bu Ambar berusia
sekitar 12-18 bulan. Kemampuan berbahasanya masih sampai pada fase one
word utterance.
D. Berdasarkan caranya berkomunikasi, tampak bahwa anak Bu Ambar berusia
sekitar 12-24 bulan. Kemampuan berbahasanya masih sampai pada fase two
word utterance.

17. Adik, sudah makan siang? tanya mama Reza kepada buah hatinya.
Dah..., jawab anaknya.
Terkait dengan teori pemerolehan bahasa, berdasarkan peristiwa berbahasa
tersebut, dapat disimpulkan bahwa ...
A. Anak mama Reza berada pada fase ujaran satu kata, anak sudah mulai belajar
menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya.
B. Anak mama reza berada pada fase ujaran dua kata, ia mulai mengenal berbagai
makna kata, tetapi belum dapat menggunakan pronomina saya, aku, kamu, dia,
mereka, dan sebagainya.
C. Anak mama Reza berada pada fase banyak kata, ia mampu menggunakan
bahasa dengan berbagai cara untuk berbagai keperluan. Lesapan yang terjadi
adalah kesengajaan yang ia lakukan.
D. Anak mama Reza berada pada awal fase ujaran satu kata, anak baru bisa
mengucapkan satu suku kata untuk menyampaikan satu kata. Satu kata yang
dipilih itu mewakili keseluruhan idenya.

18. Siang itu cuaca sangat terik, udara panas sekali. Di rumah tidak ada air conditioning
(AC).
Dedek berkata kepada ibunya, Num... num.

51




Evaluasi

Eeeeh, adik haus ya? Ingin minum ya? ujar mama Dedek.
Dedek pun menjawab dengan sangat singkat lagi, Num... num.
Peristiwa tersebut dikategorikan pemerolehan bahasa pada tataran ....
A. fonologi
B. semantik
C. morfologi
D. sintaksis

19. Mama Dedek menanyai Dedek, Dedek, Dedek tahu tidak, alat-alat dapur itu apa
saja sih Dek? Dedek pun langsung berkata lantang, Pisau, piring, gelas, rantang,
panci! Pinteeer!!! teriak mama Dedek sambil mengangkat tubuh Dedek.
Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa pemerolehan bahasa Dedek sudah
berkembang pada tataran semantik tahap ....
A. Tahap penyempitan makna kata
B. Tahap generalisasi berlebihan
C. Tahap medan semantik
D. Tahap generalisasi

20. Saat itu Dedek berusia 2 tahun. Dedek dan mama Dedek pergi ke suatu tempat
wisata. Kebetulan di sana ada gambar-gambar beraneka binatang. Mama Dedek
karena ingin kecerdasan anaknya berkembang dengan baik, berkata kepada Dedek,
Dedek, binatang itu bermacam-macam. Ada binatang menyusui. Ada binatang yang
bertelur. Binatang menyusui itu juga bermacam-macam, ada kucing, anjing,
harimau, singa, sapi, kambing, dan lain-lain. Binatang yang bertelur itu juga
bermacam-macam, ada ayam, burung, bebek, angsa, dan lain-lain.
Tanggapan kritis terhadap peristiwa tersebut adalah ...
A. Tindakan mama Dedek itu sangat tepat. Anak pada usia 24 bulan memang pada
tataran sintaksis, belum mampu memroduksi satu kalimat yang terdiri atas
banyak kata. Namun, dari pada tataran semantiknya, anak pada usia 24 bulan
sudah memasuki fase medan semantik sehingga sangat tepat bila dikenalkan
pada macam-macam binatang.
B. Tindakan mama Dedek itu tidak salah. Anak pada usia 24 bulan memang pada
tataran sintaksis, belum mampu memroduksi satu kalimat yang terdiri atas
banyak kata. Namun, dari pada tataran semantiknya, anak pada usia 24 bulan
sudah memasuki fase generalisasi sehingga sangat tepat bila dikenalkan pada
macam-macam binatang.
C. Tindakan mama Dedek itu tidak tepat. Anak berusia 2 tahun pada tataran
sintaksis baru mampu memroduksi dua kata dalam ujarannya, bahkan pada
tataran semantiknya anak tersebut masih sampai pada fase generalisasi

52




BahasaIndonesiaSMPKKA

berlebihan, fase kedua pada tataran semantik. Oleh sebab itu, pengenalan
terhadap macam-macam binatang secara deduktif seperti itu tidak efektif.
D. Tindakan mama Dedek itu salah. Pemerolehan bahasa anak yang berusia 2
tahun masih sampai pada tataran fonologi dan morfologi. Anak tersebut baru
memiliki kemampuan pada level USK atau ujaran satu kata (one word
utterance). Pada tataran semantik anak yang berusia 2 tahun belum mampu
memahami kata-kata yang diucapkannya karena masih sebatas meniru-niru
ucapan orang yang di sekitarnya.

53




Evaluasi

Kunci Jawaban Evaluasi

1 C
2 A
3 A
4 C
5 B
6 B
7 D
8 A
9 D
10 A
11 C
12 A
13 A
14 D
15 C
16 C
17 C
18 D
19 D
20 C

54




BahasaIndonesiaSMPKKA

Penutup

Selamat Bapak/Ibu peserta diklat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan


Bahasa Indonesia SMP. Saat ini Bapak/Ibu telah menyelesaikan modul kelompok
kompetensi A pada aspek profesional. Artinya, Bapak/Ibu telah berhasil
menyelesaikan kegiatan belajar tentang hakikat bahasa dan pemerolehan
bahasa melalui serangkai aktivitas pembelajaran dan mengerjakan seluruh
lembar kerja. Semoga kegiatan belajar yang sudah Bapak/Ibu laksanakan ini
benar-benar bisa meningkatkan kompetensi Bapak/Ibu sehingga nanti Bapak/Ibu
bisa melaksanakan tugas tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai
pendidik yang lebih baik, arif, dan bijaksana. Semoga sukses!

55




BahasaIndonesiaSMPKKA

Daftar Pustaka

Alamsyah, Teuku. 1997. Pemerolehan Bahasa Kedua (Second Language


Acqusition). Diktat Kuliah Program S-2. Banda Aceh: Universitas Syiah
Kuala.

Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Linguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.

Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP MALANG.

Campbel, dkk. 2006. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple


Intelligences. Depok: Intuisi Press.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2012. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa


Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.

Victoria, Fromkin dan Rodman, Robert. 1993. An Introduction to Language.


Florida: Harcourt Brace Jovanovich Collage.

Mahmud, Saifuddin dan Saadiah. 1997. Teori Pembelajaran Bahasa: Materi


Kuliah Program Setara D-3. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.

Mahsun, M.S. 2014. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia kurikulum


2013. Jakarta: Rajawali Pers.

Marat, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT


Refika Aditama.

Nurhadi. 2000. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru dan YA3
Malang.

Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-Aspek Psikolinguistik. Jogjakarta: Nusa Indah.

Santrock, John W. 2011. Life-Span Development. Jakarta: Erlangga.

57




DaftarPustaka

Tompkins, G.E. dan Hoskisson, K. 1995. Language Arts: Content and Teaching
Strategies. Columbus, O.H.: Prentice Hall Inc.

Zuhdi, Darmiyati dan Budiasih. 1996/1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra


Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.

58




BahasaIndonesiaSMPKKA

Glosarium

Arbitrer : Sewenang-wenang, bersifat mana suka


Fonologi : Bagian dari tata bahasa atau ilmu bahasa yang mempelajari bunyi-
bunyi ujaran suatu bahasa; cabang linguistik yang mempelajari perihal
bunyi bahasa

Frasa : Satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat


nonpredikatif

Morfologi : Ilmu bahasa tentang seluk-beluk bentuk kata; cabang linguistik yg


mempelajari masalah morfem dan kombinasinya oleh lambang
tersebut

Pragmatik : Cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara


fungsional
Semantik : Ilmu tentang makna kata dan kalimat; bidang studi dalam lingusitik
yang mempelajari makna atau tentang arti
Semiotika : ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan
Signifiant : Penanda lambang bunyi

Signifie : Petanda konsep yang dikandung penandanya


Simulasi : Rangsangan
Sintagmatik : relasi antarmakna kata dalam satu frasa secara horizontal.
Sintaksis : cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam
tuturan

Sistem : Susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan

Sistematis : teratur menurut sistem; memakai sistem; dengan cara yang diatur
baik-baik
Tahap : Tahap anak belajar mengucapkan berbagai bunyi bahasa, baik vokal
pralinguistik
maupun konsonan.

Tahap satu : Tahap anak belajar mengucapkan dan menggunakan satu kata
kata setelah menguasai pengucapan bunyi-bunyi bahasa.
Tahap dua kata : Tahap anak belajar mengucapkan dan menggunakan dua kata
setelah menguasai pengucapan dan penggunaan satu kata.
Tahap banyak : Tahap anak belajar merangkai beberapa kata untuk menyampaikan
kata sebuah pesan kepada lawan tutur dalam bentuk kalimat atau klausa.
Unik : ciri khas, ciri yang membedakan sesuatu dari yang lain

59




Glosarium

Universal : ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di
dunia

Variasi bahasa : bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing
memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induksinya.

60

Anda mungkin juga menyukai