Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TEKNIK PENGUKURAN

Di susun oleh :

Herninda Ayu M. S.
(161910101048)

Program Studi S1 Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Jember

Tahun Akademik 2016 / 2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu Pengukuran merupakan ilmu pengetahuan yang berlandaskan
eksperimen, dimana eksperimen itu sendiri terbagi dalam beberapa tahapan, di
antaranya pengamatan, pengukuran, menganalisis, dan membuat laporan hasil
eksperimen. Dalam melakukan eksperimen diperlukan pengukuran dan alat yang
digunakan di dalam pengukuran yang disebut alat ukur. Salah satu contohnya adalah
alat ukur besaran massa seperti neraca, mikrometer, avometer, jangkasorong, dan
gelas ukur. Sebelum memakai neraca, mikrometer, avometer, jangkasorong, dan gelas
ukur didalam suatu eksperimen, hal pertama yang harus dipahami dalam suatu
praktikum adalah prinsip kerja serta fungsi dari komponen-komponen yang terdapat
pada neraca, mikrometer, avometer, jangkasorong, dan gelas ukur tersebut agar
diperoleh data yang benar. Selain itu, untuk memperoleh data yang benar dan akurat
di dalam suatu eksperimen diperlukan juga pengukuran dan penulisan hasil
pengukuran dalam satuan yang benar serta keselamatan kerja dalam pengukuran
menjadi poin yang patut diperhitungkan sehingga berbagai peristiwa kecelakaan yang
terjadi di dalam melakukan eksperimen tidak perlu terjadi.Oleh sebab itu,
Pengetahuan alat merupakan salah satu faktor yang penting untuk mendukung
kegiatan praktikum.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konstruksi umum alat ukur?
Apa itu ketelitian dan alat ukur?
Bagaimanakah mekanisme pengkondisian sinyal?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konstruksi Umum dan Alat Ukur


Kita telah mengenal apa yang disebut dengan mistar atau penggaris, mistar ini ada
yang terbuat dari kayu, ada yang dari pastik, dan yang paling baik terbuat dari
besi stainless. Pada salah satu penampang lebar dari mistar tersebut biasanya
dicantumkan angka - angka yang menunjukkan skala dari mistar. Dengan mistar
ini kita dapat menentukan ukuran panjang sesuatu yang besarnya dapat dibaca
langsung dari penunjukan skala yang ada pada mistar. Dengan mistar ini kita
dapat menentukan ukuran panjang sesuatu yang besarnya dapat dibaca langsung
dari penunjukan skala yang ada pada mistar. Dengan demikian mistar yang
digunakan untuk mengukur panjang tersebut dapat dinamakan sebagai alat ukur.
Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa mistar merupakan alat ukur yang paling
sederhana bila ditinjau adanya satuan dasar. Dalam metrologi industri, benda-
benda yang diukur tidaklah sesederhana kalau dibandingkan dengan pengukuran
sebuah balok kayu yang panjang, lebar dan tingginya sudah begitu terakhir.
Geometri benda ukur biasanya begitu komplek sehingga dalam pengukuran
diperlukan kombinasi cara dan bentuk pengukuran yang bermacam-macam.
Dengan demikian diperlukan juga bermacam-macam alat ukur yang memiliki
karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik dari alat-alat ukur inilah yang
menyebabkan adanya perbedaan antara alat ukur yang satu dengan alat ukur
lainnya.
Karakteristik ini biasanya menyangkut pada konstruksi dan cara kerjanya. Secara
garis besar, sebuah alat ukur mempunyai tiga komponen utama yaitu sensor,
pengubah dan pencatat/penunjuk.

3
2.1.1 Sensor atau Peraba
Sensor merupakan bagian dari alat ukur yang menghubungkan alat ukur
dengan benda atau obyek ukur. Atau dengan kata lain sensor merupakan
peraba dari alat ukur. Sebagai peraba dari alat ukur, maka sensor ini akan
kontak langsung dengan benda ukur. Contoh dari sensor ini antara lain
yaitu: kedua ujung dari mikrometer, kedua lengan jangka sorong, ujung
dari jam ukur, jarum dari alat ukur kekasaran. Contoh contoh sensor ini
termasuk dalam kategori sensor mekanis. Pada alat - alat ukur optik juga
memiliki sensor yaitu pada sistem lensanya. Ada juga sensor lain yaitu
sensor pneumatis yang banyak terdapat dalam alat-alat ukur yang prinsip
kerjanya secara pneumatis.
2.1.2 Pengubah
Bila sensor tadi merupakan bagian alat ukur yang menyentuh langsung
benda ukur,maka bagian manakah dari alat ukur tersebut yang akan
memberi arti dari pengukuran yang dilakukan. Sebab, tanpa adanya bagian
khusus dari alat ukur yang meneruskan apa yang diterima oleh sensor
maka si pengukurpun tidak memperoleh informasi apa-apa dari benda
ukur. Ada satu bagian dari alat ukur yang sangat penting yang berfungsi
sebagai penerus, pengubah atau pengolah semua isyarat yang diterima
oleh sensor, yaitu yang disebut dengan pengubah. Dengan adanya
pengubah inilah semua isyarat dari sensor diteruskan ke bagian lain yaitu
penunjuk/pencatat yang terlebih dahulu di ubah datanya oleh bagian
pengubah. Dengan demikian pengubah ini mempunyai fungsi untuk
memperjelas dan memperbesar perbedaan yang kecil dari dimensi benda
ukur. Pada bagian pengubah inilah yang diterapkan bermacam macam
cara kerja, mulai dari cara kinematis, optis, pneumatis, sampai pada cara
gabungan.

4
A. Pengubah Mekanis
Cara kerja dari pengubah mekanis ini berdasarkan pada prinsip
kinematis yang melakukan perubahan gerakan lurus (translasi)
menjadi gerakan berputar (roatasi). Contohnya antara lain yaitu: sistem
kerja roda gigi dan poros bergigi dari jam ukur (dial indicator), sistem
kerja ulir dari mikrometer. Gambar dibawah ini menunjukkan diagram
skematis dari prinsip kerja mekanis.

Gambar1.16. Pengubah kinematis dari mikrometer dan jam ukur

B. Pengubah Mekanis Optis


Dalam alat ukur pembanding ini digunakan sistem pengubah gabungan
yaitu pengubah mekanis dan pengubah optis. Pengubah mekanis
berfungsi untuk menghasilkan perubahan jarak karena persentuhan
sensor dengan obyek ukur. Perubahan ini akan diperjelas melalui
perbesaran optis. Gambar 1.24a menunjukkan diagram skematis dari
gabungan antara pengubah mekanis dengan pengubah optis. Pengubah
optis di sini bekerja menurut prinsip optik, yaitu dengan menggunakan
beberapa cermin atau lensa. Dari gambar tersebut terlihat adanya
cermin datar, proyektor kondensor. Perubahan batang pengukur akan
mengubah posisi kemiringan dari cermin. Kemiringan posisi pemantul
cahaya ini mengakibatkan perubahan bayangan yang terjadi yang
diproyeksikan ke layar kaca yang berskala. Bila jarak kedua ujung

5
batang kinematis terhadap engsel batang ukur (silinder ukur) adalah
dua berbanding satu maka dari gambar 1.24a diperoleh perbesaran
sebagai berikut:
Perbesaran mekanis = 1x 20 x 1 = 20 satuan,
Perbesaran optis = 50 x 2 = 100 satuan
Perbesaran total = 20 x 100 = 200 satuan
Angka 2 merupakan faktor perbesaran yang timbul akibat perubahan
kemiringan cermin pemantul.

Gambar 1.20. Sistem pengubah mekanis optis.


Bekerjanya sistem optis pada pengubah mekanis optis tersebut dapat
diterangkan melalui gambar 1.25. Bila sinar datang membentuk sudut
terhadap garis normal maka sinar pantulnya akan membentuk sudut
yang sama. Apabila cermin datar dimiringkan sebesar sedangkan
sinar datangnya arahnya tetap seperti tadi maka sinar pantul antara sinar
pantul sebelum cermin dimiringkan dengan sinar pantul sesudah cermin
dimiringkan akan membentuk sudut , sudut antara normal pertama
dan normal kedua menjadi . Sudut antara sinar datang dan normal 2
adalah + . Sudut antara normal 2 dan sinar pantul 2 adalah + .
Dengan demikian sudut antara sinar datang dan sinar pantul adalah 2 (
+ ).

6
Gambar 1.21. Prinsip optis.

C. Pengubah Elektris
Kini sudah banyak alat-alat ukur yang cara kerjanya menggunakan
sistem elektronik, di samping alat-alat ukur yang dioperasikan secara
manual. Prinsip kelistrikan yang digunakan dalam pengubah elektris
ini mempunyai fungsi untuk mengubah semua isyarat yang diterima
oleh alat ukur (besaran yang tidak bersifat elektris) menjadi suatu
besaran yang bersifat elektris. Dengan adanya prinsip kelistrikan maka
besaran yang bersifat kelistrikan tersebut diolah dan diubah menjadi
lebih jelas sehingga perubahan ini dapat dibaca pada skala alat ukur.
Salah satu contoh dari pengubah elektris ini adalah pengubah yang
bekerjanya dengan prinsip kapasitor. Timbulnya kapasitor karena
adanya dua buah pelat metal yang berpenampang sama diletakkan
berdekatan dengan jarak . Besarnya kapasitas tergantung pada jarak .
Makin jauh jarak pelat maka kapasitasnya akan menjadi turun,
sebaliknya makin dekat jarak pelat kapasitasnya makin naik. Bila
silinder sensor menyentuh obyek ukur tentu terjadi perubahan jarak

7
antara pelat metal karena diubah oleh silinder tadi. Prinsip perubahan
inilah yang digunakan oleh alat-alat ukur yang mempunyai pengubah
mengikuti sistem elektris.

D. Pengubah Optis
Dalam ilmu fisika dipelajari masalah optis dengan hokum - hukumnya.
Prinsip-prinsip dalam optis inilah yang digunakan oleh alat alat ukur
yang mempunyai pengubah optis. Sebetulnya sistem optis di sini
hanya berfungsi untuk membelokkan berkas cahaya dari obyek ukur
sehingga terjadi bayangan maya atau nyata yang ukurannya bisa
menjadi lebih besar dari pada obyek ukurnya. Dalam sistem optis
kebanyakan menggunakan bermacam-macam lensa seperti cermin
datar, lensa cekung dan cembung, lensa prisma, dan sebagainya.
Contoh dari alatalat ukur yang menggunakan pengubah sistem optis
ini adalah: kaca pembesar, mikroskop, proyektor, teleskop,
autokolimator, dan teleskop.

E. Pengubah Pneumatis
Kondisi aliran udara yang tertentu akan berubah bila area di mana
udara itu lalu juga berubah (menjadi lebih sempit atau lebih luas).
Prinsip inilah yang digunakan dalam alat ukur yang memakai
pengubah system pneumatis. Jadi, pada sistem pneumatis kondisi
aliran udara akan berubah bila celah antara obyek ukur dengan sensor
alat ukur dimana udara lalu juga mengalami perubahan. Untuk
mengetahui perubahan ini digunakan cara yaitu pengukur perubahan
tekanan dan kecepatan aliran udara. Dalam pengubah system
pneumatis paling tidak terdapat tiga komponen yaitu:
1. sumber udara tekan,
2. sensor sekaligus sebagai pengubah,
3. pengukur perubahan aliran udara.

8
Ada dua macam sistem pengubah pneumatis yang biasa digunakan
yaitu:
1. sistem tekanan balik (back pressure system).
2. sistem kecepatan aliran (flow velocyty system).

2.1.3 Penunjuk atau Pencatat


Hampir semua alat ukur mempunyai bagian yang disebut dengan
penunjuk atau pencatat kecuali beberapa alat ukur batas atau standar. Dari
bagian penunjuk inilah dapat dibaca atau diketahui besarnya harga hasil
pengukuran. Secara umum, penunjuk/pencatat ini dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu:
1. Penunjuk yang mempunyai skala.
2. Penunjuk berangka (sistem digital).

2.1.3.1 Penunjuk yang Mempunyai Skala


Susunan garis-garis yang dibuat secara teratur dengan jarak garis
yang tetap serta tiap garis mempunyai arti tertentu biasanya
disebut dengan skala. Pada alat ukur panjang satu meter misalnya,
jarak antara dua garis atau jarak antara garis-garis menunjukkan
bagian-bagian dari satu meter. Demikian juga untuk alat-alat ukur
yang lain misalnya derajat untuk sudut. Dalam pembacaan skala
biasanya dibantu dengan garis indeks atau jarum penunjuk yang
bergeser secara relatif terhadap skala. Dengan memperhatikan
posisi dari garis indeks dan jarum penunjuk maka diketahui berapa
besar dimensi dari obyek yang diukur. Kadang-kadang untuk
skala-skala ukur tertentu tidak bisa dibaca langsung ukurannya
karena masih harus dikalikan dengan bilangan tertentu sesuai
dengan ketelitian alat ukurnya. Kadang-kadang posisi garis indeks
tidak selalu tepat dengan garis skala ukur sehingga hal ini sering
menimbulkan perkiraan dalam pembacaannya. Untuk mengurangi

9
sistem perkiraan dalam membaca skala maka dibuat skala nonius
sebagai pengganti garis indeks. Ada dua macam skala nonius yaitu
skala nonius satu dimensi dan skala nonius dua dimensi.

2.2 Alat Ukur dan Ketelitian


Dalam Fisika dikenal berbagai macam besaran. Besaran tersebut dikelompokkan
dalam 2 kategori yakni besaran pokok/dasar dan besaran turunan. Semua besaran
fisik dapat dinyatakan dalam beberapa satuan pokok. Pemilihan satuan standar
untuk besaran pokok menghasilkan suatu sistem satuan. Sistem satuan yang
digunakan secara universal dalam masyarakat ilmiah adalah Sistem Internasional
(SI). Berikut klasifikasi besaran-besaran fisika beserta dimensi dan satuannya

Tabel 1. Besaran fisika, dimensi, dam satuannya

10
Penggunaan alat ukur pada setiap pengukuran sangat ditentukan oleh macam
kegunaan, batas ukur dan ketelitian alat ukurnya. Sebagai contoh untuk mengukur
massa suatu benda yang diperkirakan sebesar 50 kg, maka alat yang harus
digunakan haruslah timbangan dengan batas ukur minimal senilai massa benda
itu. Timbangan tersebut harus memiliki ketepatan pengukuran yang baik,
sehingga hasil pengukuran sesuai dengan keadaan sesungguhnya.

Berikut ini adalah karakteristik alat ukur besaran pokok dalam fisika,
antara lain jangka sorong, mikrometer skrup, neraca, stopwatch dan termometer.

A. JANGKA SORONG

Skala tetap pada jangka sorong disebut skala dasar (SD) dengan batas skala 10
cm. Skala geser pada Jangka Sorong disebut skala pembantu (SP) dengan
batas skala10 mm.

Kegunaan Jangka Sorong:


Digunakan untuk mengukur panjang, lebar, tebal, atau pun kedalaman
benda/zat .

Ketelitian Jangka Sorong:


Paling tidak ada 2 jenis jangka sorong, yakni jangka sorong yang memiliki
ketelitian 0,05 mm dan yang memiliki ketelitian 0,1 mm.

Contoh penggunaan Jangka Sorong:


Pada pengukuran panjang sebuah balok kayu dengan menggunakan Jangka
Sorong

11
dengan ketelitian 0.01 mm diperoleh penunjukan sebagai berikut:

1 mm + 2 (ketelitian) = 1 mm + 2 x 0.0 mm = 1,01 mm

B. MIKROMETER SEKRUP

Kegunaan mikrometer sekrup:


Alat ini biasanya difungsikan untuk mengukur diameter benda-benda
berukuran milimeter ataubeberapa centimeter saja.

Ketelitian mikrometer sekrup:


Micrometer sekrup hanya ada satu macam, yakni yang berketelitian 0.01 mm.

Contoh penggunaan mikrometer sekrup:


Pada pengukuran panjang sebuah balok kayu dengan menggunakan Jangka
Sorong dengan ketelitian 0.01 mm diperoleh penunjukan sebagai berikut:

Jadi panjang balok kayu tersebut adalah

p = 4,5 mm + 12 x (ketelitian) = 4,5 mm + (12 X 0.01 mm) = 4,62 mm

12
C. Spherometer

Spherometer merupakan alat untuk mengukur jejari kelengkungan suatu


permukaan. Biasanya digunakan untuk mengukur kelengkungan lensa.
Spherometer memiliki 4 kaki, dengan 3 kaki yang permanen dan satu kaki
tengah yang dapat diubah-ubah ketinggiannya. Ketelitian spherometer bisa
mencapai 0,01 mm.

D. Neraca Torsi

Neraca torsi digunakan untuk mengukur massa suatu zat. Ketelitian yang
dimiliki neraca ini bermacam-macam antara lain sebesar 0,1 g atau 0,05 g
atau 0,01 g.

E. Specific Gravity/Densitometer

Specific gravity adalah alat yang digunakan untuk mengukur kerapatan


(massa jenis) suatu zat cair. Bedanya dengan densitometer adalah bahwa nilai
yang ditunjukkan oleh specific gravity merupakan nilai relatif terhadap
kerapatan air (1 g/ml).

F. Stopwatch

Stopwatch merupakan alat pengukur waktu. Stopwatch yang sering dipakai


biasanya berketelitian 0,1 s atau 0,2 s. Telepon genggam (HP) biasanya juga
disertai fasilitas stopwatch. Ketelitian stopwatch pada telepon genggam
biasanya 0,01 s.

G. Temometer

Termometer adalah alat pengukur suhu. Termometer yang biasa digunakan


dalam Lab. Fisika Dasar adalah termometer Celcius dengan ketelitian 0,5 0 C
atau 1 0 C.

13
H. Multimeter

Multimeter adalah alat pengukur besaran listrik, seperti hambatan, kuat arus,
tegangan, dsb. Ketelitan alat ini sangat beragam dan bergantung pada besar
nilai maksimum yang mampu diukur. Berhati-hatilah dalam menggunakan
alat ini. Perhatikan posisi saklar sesuai dengan fungsinya dan besar nilai
maksimum yang mampu diukur. Jika digunakan untuk mengukur tegangan
maka alat ini harus dirangkai paralel, colok (+) dihubungkan dengan (+)
rangkaian, sedangkan colok (-) dengan bagian (-)nya. Sedangkan jika
digunakan untuk mengukur kuat arus yang melalui suatu cabang rangkaian
maka alat ini harus dirangkai secara seri melalui cabang tersebut.

2.3 Pengkondisi Sinyal Analog dan Digital


Sensor-sensor elektronika memiliki karakteristik yang berbeda-beda, mulai dari
ukuran, kepresisian, level tegangan masukan dan keluaran, dan sebagainya. Pada
kali ini penulis akan membahas karakteristik yang berhubungan dengan level
keluaran sensor. Keluaran sensor ada berupa sinyal analog dan ada pula yang
berupa sinyal digital. Contoh sensor dengan keluaran berupa sinyal analog yaitu,
sensor suhu, sensor garis, sensor arus, sensor load cell, dan sebagainya.
Sedangkan contoh sensor dengan keluaran berupa sinyal digital yaitu, sensor api,
sensor asap, sensor pyroelectric / passive infrared (PIR) dan lain sebagainya.
Sinyal keluaran analog dan digital memiliki perbedaan perlakuan sebelum data
mereka diambil oleh suatu device, seperti misalnya device mikrokontroller.
Berikut ini masing-masing penggunaan pengkondisi sinyal sensor.

14
2.3.1 Pengkondisi Sinyal Analog

Sensor dengan sinyal keluaran analog dikondisikan dengan rangkaian


pengkondisi sinyal analog yang umumnya berupa pembagi tegangan,
jembatan wheatstone, penguat inverting dan penguat non inverting, dan
sebagainya. Berikut ini adalah contoh-contoh dari pengkondisi sinyal
analog.

Pembagi Tegangan
Sebelumnya, mari kita bahas tentang pengertian sensor dan tranduser.
Sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi
gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan energi
seperti energi listrik, energi kimia, energi mekanik dsb dengan masih
membutuhkan komponen lain untuk menghasilkan besaran yang lain.
Contoh, LDR sebagai sensor cahaya, kamera sebagai sensor
penglihatan, dan lain-lain.

Sedangkan tranduser adalah alat yang digunakan untuk


mengkonversi satu energi ke bentuk energi yang lain
tanpa membutuhkan komponen lain. Contoh, LM35 yaitu merubah
temperatur menjadi tegangan, generator yang merubah energi mekanik
menjadi energi listrik, dan lain-lain.

15
Berikut ini adalah contoh pengkondisi sinyal analog yang
menggunakan pembagi tegangan.

Gambar di atas adalah rangkaian pengkondisi sinyal sensor gas TGS


2620. Sensor ini dapat mendeteksi gas methana, CO, Iso-butan,
Hydrogen dan Ethanol. Sensor ini keluarannya berupa perubahan
resistansi. Sensor ini dapat dibaca oleh mikrokontroller jika
keluarannya berupa tegangan. Oleh karena itu diperlukan resitor dan
tegangan sumber agar keluarannya dapat dibaca oleh mikrokontroller
menggunakan fitur Analog to Digital Converter (ADC).

Jembatan Wheatstone
Jembatan Wheatstone adalah suatu rangkaian listrik yang digunakan
untuk mengukur suatu tahanan yang tidak diketahui besarnya.
(Suryatmo, 1986). Jembatan ini digunakan untuk memperoleh

16
ketelitian dalam melaksanakan pengukuran terhadap suatu tahanan
yang nilainya relative kecil sekali. (Pratama, 2010)
Berikut ini adalah contoh penggunaan rangkaian jembatan Wheatstone
pada sensor Strain-gauge.

Perubahan regangan yang terjadi pada strain gauge adalah sebanding


dengan perubahan nilai hambatan pada strain gage tetapi nilai
perubahan hambatannya sangat kecil sehingga dibutuhkan rangkaian
jembatan wheatstone agar dapat diukur.
Alur penggunaan jembatan Wheatstone pada Strain-gauge yaitu
adanya tekanan atau gaya Perubahan bentuk sensor Perubahan
resistansi sensor Jembatan Wheatstone tidak seimbang Tegangan
muncul.
Tegangan yang muncul mempunyai rumus:

Dalam gambar, pengaruh regangan terhadap tegangan keluaran


jembatan Wheatstone diilustrasikan seperti berikut ini:

17
Penguat Non Inverting
Tegangan sumber mikrokontroller umumnya menggunakan tegangan 5
Volt. Sehingga untuk Vref dari ADC biasanya menggunakan 5 Volt.
Untuk sensor atau tranduser yang mempunyai perubahan nilai
keluaran yang kecil, misalnya LM35 dengan keluaran 10mV/ derajat
Celcius, perlu dikuatkan agar dapat dengan mudah dibaca datanya.
Karena mikrokontroller tegangannya tegangan single supply (0 V-5
V), maka penguatan yang digunakan umumnya adalah penguat Non
Inverting yaitu penguatan yang keluarannya tidak mengubah polaritas
tegangan masukannya. Jika tegangan masukan berpolaritas positif,
maka keluarannya juga positif. Sebaliknya jika tegangan masukan
berpolaritas negatif, maka keluarannya juga negatif. Berikut ini adalah
contoh penggunaan penguat Non Inverting sebagai pengkondisi sinyal
analog.

18
2.3.2 Pengkondisi Sinyal Digital
Sensor dengan sinyal keluaran digital dikondisikan dengan rangkaian
pengkondisi sinyal digital yang umumnya berupa level
converter (pengkonversi level tegangan). Contoh konversi level tegangan
misalnya, 9 V menjadi 5 V, 5 V menjadi 3,3 V, 3,3 V menjadi 5 V, 3,3 V
menjadi 0 V, dan sebagainya.

Berikut ini adalah contoh level converter.

Rangkaian ini dapat dijelaskan, jika SW1 terhubung ke ground, maka


transistor Q1 mati dan Q2 aktif sehingga tegangan keluaran (Out) bernilai
0 Volt. Jika SW1 terhubung ke +3,3 Volt, maka Q1 aktif dan Q2 mati
sehingga tegangan keluaran bernilai +5 Volt.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam metrologi industri, benda-benda yang diukur tidaklah sesederhana kalau


dibandingkan dengan pengukuran sebuah balok kayu yang panjang, lebar dan
tingginya sudah begitu terakhir. Geometri benda ukur biasanya begitu komplek
sehingga dalam pengukuran diperlukan kombinasi cara dan bentuk pengukuran
yang bermacam-macam. Dengan demikian diperlukan juga bermacam-macam
alat ukur yang memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik dari alat-alat
ukur inilah yang menyebabkan adanya perbedaan antara alat ukur yang satu
dengan alat ukur lainnya.Karakteristik ini biasanya menyangkut pada konstruksi
dan cara kerjanya. Secara garis besar, sebuah alat ukur mempunyai tiga
komponen utama yaitu sensor, pengubah dan pencatat/penunjuk.

Dalam ilmu akuisisi data (pengambilan data sensor dengan benar).


Rangkaian tersebut adalah rangkaian pengkondisi sinyal. Suatu rangkaian yang
digunakan untuk menyesuaikan keluaran sensor terhadap device yang terhubung
dengannya agar data yang diambil valid. Sensor-sensor elektronika memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, mulai dari ukuran, kepresisian, level tegangan
masukan dan keluaran, dan sebagainya. Pada kali ini penulis akan membahas
karakteristik yang berhubungan dengan level keluaran sensor. Keluaran sensor
ada berupa sinyal analog dan ada pula yang berupa sinyal digital. Contoh sensor
dengan keluaran berupa sinyal analog yaitu, sensor suhu, sensor garis, sensor
arus, sensor load cell, dan sebagainya. Sedangkan contoh sensor dengan keluaran
berupa sinyal digital yaitu, sensor api, sensor asap, sensor pyroelectric / passive
infrared (PIR) dan lain sebagainya.Sinyal keluaran analog dan digital memiliki
perbedaan perlakuan sebelum data mereka diambil oleh suatu device, seperti
misalnya device mikrokontroller.

20
Daftar Pustaka

https://www.scribd.com/doc/211979216/Konstruksi-Umum-Dan-Alat-Ukur

zaidan.blog.unair.ac.id/files/2009/09/alat-ukur

http://goes-open.blogspot.com/2012/03/mengenal-sensor-gas-tgs2620.html

http://sulistiyonurhidayat.blogspot.com/2014/03/dasar-teori-jembatan-
wheatstone.html

http://fisikaveritas.blogspot.com/2014/01/aplikasi-jembatan-wheatstone-pada.html

21

Anda mungkin juga menyukai