Vertigo
ANGGOTA:
FAKULTAS FARMASI
2016
I. PENDAHULUAN
A. EPIDEMOLOGI
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang digambarkan
sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau pusing
(dizziness). Prevalensi vertigo di Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah
30%, 24% diasumsikan karena kelainan vestibuler. Penelitian di Prancis menemukan
12 bulan setelahnya prevalensi vertigo 48% (Grill et al., 2013 cit., Bissdorf, 2013).
Prevalensi di Amerika, disfungsi vestibular sekitar 35% populasi dengan umur 40
tahun ke atas (Grill et al., 2013). Pasien yang mengalami vertigo vestibular, 75%
mendapatkan gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral (Chaker et
al., 2012).
Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia
40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering
dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan
stroke (Sumarilyah, 2010 cit., widiantoro, 2010). Umumnya vertigo ditemukan
sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4% 7% yang diperiksakan ke
dokter (Sumarilyah, 2010).
B. KLASIFIKASI
Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya.
Persepsi gerakan bisa berupa:
1. Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang timbul pada gangguan vestibular.
2. Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, melayang, mengambang yang timbul
pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual
Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu:
1. Vertigo vestibular perifer. Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis
2. Vertigo vestibular sentral. Timbul pada lesi di nukleus vestibularis batang otak,
thalamus sampai ke korteks serebri.
C. FAKTOR RESIKO
- Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
- Infeksi bakteri di telinga bagian dalam
- Infeksi virus (misalnya flu) yang mengganggu labirin telinga
- Radang sendi leher
- Pusat keseimbangan otak kekurangan sirkulasi darah
II. PATOFISIOLOGI
A. ETIOLOGI
Beberapa hal yang menjadi penyebab vertigo :
- Stroke
- Hipotensi
- Epilepsi
- Obat-obatan, seperti antibiotik, obat jantung, obat antihipertensi
- Tumor
- Tiroid
- Infeksi
B. GEJALA
C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu perasaan berputar yang
kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual,
muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih
lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus,
mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput
tipis. Pasien vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke
tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi
hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya
vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan
seringkali pasien merasa cemas. Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan
berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan
vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial
tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan
akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi
kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.
D. DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar,
tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan
ketegangan. Profil waktu, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksismal, kronikm progresif atau membaik.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik,
otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa pemeriksaan fungsi
pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab,
apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
(korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psiikologik/psikiatrik
yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus
dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung
kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus
ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat
diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk
memperbaiki ketidakseimbangan vestibular melalui modulasi transmisi saraf,
umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik.
V. TATALAKSANA TERAPI
A. GUIDELINE
B. TERAPI NON FARMAKOLOGI
- Diam, duduk atau berbaring ketika gejala terjadi, hindari perubahan posisi
secara tiba-tiba, dan hindari lampu terang untuk menghindari makin parahnya
gejala.
- Pandai menyiasati dan mengelola stres. Pada pasien stres, hormon
norepinefrin akan terstimulasi, dan menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah.
- Pemberian seduhan temulawak, karena temulawak mengandung kurkumin
yang berfungsi sebagai hepatoprotektor.
C. TERAPI FARMAKOLOGI
1. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk
penanganan vertigo, yang paling banyak dipakai adalah skopolamin dan
homatropin. Kedua preparat tersebut dapat juga dikombinasikan dalam satu
sediaan antivertigo. Antikolinergik berperan sebagai supresan vestibuler
melalui reseptor muskarinik. Pemberian antikolinergik per oral memberikan
efek rata-rata 4 jam, sedangkan gejala efek samping yang timbul terutama
berupa gejala-gejala penghambatan reseptor muskarinik sentral, seperti
gangguan memori dan kebingungan (terutama pada populasi lanjut usia),
ataupun gejala-gejala penghambatan muskarinik perifer, seperti gangguan
visual, mulut kering, konstipasi, dan gangguan berkemih.
2. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini merupakan
antivertigo yang paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo, dan termasuk
di antaranya adalah difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan
prometazin. Mekanisme antihistamin sebagai supresan vestibuler tidak banyak
diketahui, tetapi diperkirakan juga mempunyai efek terhadap reseptor histamin
sentral. Antihistamin mungkin juga mempunyai potensi dalam mencegah dan
memperbaiki motion sickness. Efek sedasi merupakan efek samping utama
dari pemberian penghambat histamin-1. Obat ini biasanya diberikan per oral,
dengan lama kerja bervariasi mulai dari 4 jam (misalnya, siklizin) sampai 12
jam (misalnya, meklozin).
3. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai
antivertigo di beberapa negara Eropa, tetapi tidak di Amerika. Betahistin
sendiri merupakan prekursor histamin. Efek antivertigo betahistin diperkirakan
berasal dari efek vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di
daerah telinga tengah dan sistem vestibuler. Pada pemberian per oral,
betahistin diserap dengan baik, dengan kadar puncak tercapai dalam waktu
sekitar 4 jam. Efek samping relatif jarang, termasuk di antaranya keluhan
nyeri kepala dan mual.
4. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan mual
pada pasien dengan gejala mirip vertigo. Sebagian besar antidopaminergik
merupakan neuroleptik. Efek antidopaminergik pada vestibuler tidak diketahui
dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa antikolinergik dan antihistaminik (H1)
berpengaruh pada sistem vestibuler perifer. Lama kerja neuroleptik ini
bervariasi mulai dari 4 sampai 12 jam. Beberapa antagonis dopamin
digunakan sebagai antiemetik, seperti domperidon dan metoklopramid. Efek
samping dari antagonis dopamin ini terutama adalah hipotensi ortostatik,
somnolen, serta beberapa keluhan yang berhubungan dengan gejala
ekstrapiramidal, seperti diskinesia tardif, parkinsonisme, distonia akut, dan
sebagainya.
5. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan berikatan di
tempat khusus pada reseptor GABA. Efek sebagai supresan vestibuler
diperkirakan terjadi melalui mekanisme sentral. Namun, seperti halnya obat-
obat sedatif, akan memengaruhi kompensasi vestibuler. Efek farmakologis
utama dari benzodiazepin adalah sedasi, hipnosis, penurunan kecemasan,
relaksasi otot, amnesia anterograd, serta antikonvulsan. Beberapa obat
golongan ini yang sering digunakan adalah lorazepam, diazepam, dan
klonazepam.
6. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal kalsium di
dalam sistem vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium
intrasel. Penghambat kanal kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler.
Flunarizin dan sinarizin merupakan penghambat kanal kalsium yang
diindikasikan untuk penatalaksanaan vertigo; kedua obat ini juga digunakan
sebagai obat migren. Selain sebagai penghambat kanal kalsium, ternyata
flunarizin dan sinarizin mempunyai efek sedatif, antidopaminergik, serta
antihistamin-1. Flunarizin dan sinarizin dikonsumsi per oral. Flunarizin
mempunyai waktu paruh yang panjang, dengan kadar mantap tercapai setelah
2 bulan, tetapi kadar obat dalam darah masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-4
bulan setelah pengobatan dihentikan. Efek samping jangka pendek dari
penggunaan obat ini terutama adalah efek sedasi dan peningkatan berat badan.
Efek jangka panjang yang pernah dilaporkan ialah depresi dan gejala
parkinsonisme, tetapi efek samping ini lebih banyak terjadi pada populasi
lanjut usia.
7. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus digunakan
secara hati-hati karena adanya efek adiksi.
8. Asetilleusin
Obat ini banyak digunakan di Prancis. Mekanisme kerja obat ini
sebagai antivertigo tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bekerja
sebagai prekursor neuromediator yang mempengaruhi aktivasi vestibuler
aferen, serta diperkirakan mempunyai efek sebagai antikalsium pada
neurotransmisi. Beberapa efek samping penggunaan asetilleusin ini di
antaranya adalah gastritis (terutama pada dosis tinggi) dan nyeri di tempat
injeksi.
9. Lain-lain
Beberapa preparat ataupun bahan yang diperkirakan mempunyai efek
antivertigo di antaranya adalah ginkgo biloba, piribedil (agonis dopaminergik),
dan ondansetron.
Subyektif :
- Mengeluh rasa kantuk dan pusing yang berkepanjangan, gemetar, dan badan
terasa kaku
- Riwayat penyakit hipertropi prostat
Obyektif : -
Assesment :
Planning :
Alasan : terapi hiperplasia prostat yang tidak mempunyai efek samping sakit
kepala, pusing dan atau vertigo, sehingga tidak memperparah pasien yang
mengalami pusing berkepanjangan
2. Proklorperazine
D. KIE
Fenisterid 5 mg 1 x sehari
Proklorperazine 5 mg 3 X sehari
Menginformasikan pada pasien tentang efek samping yang muncul
seperti mulut kering dapat diatasi dengan minum yang cukup
VII. KESIMPULAN
Pasien mengalami vertigo karena efek samping yang ditimbulkan dari doxacozin.
Terapi doxacozin diganti dengan finasterid dosis 5 mg / hari dan untuk pengobatan
vertigo dengan terapi proklorperazin 5 mg 3 X sehari.
DAFTAR PUSTAKA
Chain, T.C. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with Dizziness and
Vertigo. Illinois: Wolter Kluwer Lippincot. William and Wilkins. 2009 (Chain, 2009)
Hoan T., 2002. Obat Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya. Jakarta :