Anda di halaman 1dari 12

Cephal Hematoma pada NCB-BMK

Sari Budi Safitry


102014001
F5
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : Saribudi.safitry@yahoo.com

Pendahuluan

Dalam membantu proses persalinan, dapat terjadi yang dinamakan trauma atau jejas
lahir. Jejas ini dapat merupakan akibat dari keterampilan atau perhatian medis yang tidak
tepat atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian.1

Dalam konteks ini akan dibahas lebih lanjut dan lebih difokuskan mengenai trauma
ekstrakranial yang cukup sering terjadi pada neonatus. Seringkali penggunaan alat bantu
persalinan seperti vakum atau forsep cukup berpengaruh dalam terjadinya trauma.
Sefalohematom merupakan salah trauma lahir yang disebabkan oleh banyak faktor. Salah
satu faktor penyebabnya adalah ibu dengan diabetes gestasional yakni intoleransi glukosa
yang dimulai atau baru ditemukan pada waktu hamil. Pada ibu dengan diabetes gestasional
dapat mempengaruhi peningkatan risiko komplikasi yang berhubungan dengan persalinan,
termasuk cedera lahir.1Cephalhematoma biasanya disebabkan oleh cedera pada periosteum
tengkorak selama persalianan dan kelahiran, meskipun dapat juga timbul tanpa trauma lahir.
Cephalhematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema
pada kulit kepala. Insidennya adalah 2,5 %. Perdarahan dapat terjadi di satu atau kedua tulang
parietal. Tepi periosteum membedakan cephalhematoma dari caput sucsedeneum. Caput
terdiri atas pembengkaakan lokal kulit kepala akibat edema yang terletak di atas periosteum.
Selain itu, cephalhematoma mungkin timbul beberapa jam setelah lahir, sering tumbuh
semakin besar dan lenyap hanya setelah beberapa minggu atau bulan.1

Anamnesis
Anamnesis yang perlu dilakukan pada ibu hamil, tentu saja mencakup riwayat
kehamilan ibu secara keseluruhan:

Riwayat kehamilan sekarang

1
Pada riwayat kehamilan sekarang, perlu ditanyakan kapan hari terakhir menstruasi pada
pasien dan berapa lama siklus mestruasinya berlangsung?Sudah berapa bulan kehamilan
dijalani?Pernahkah ada perdarahan, diabetes, anemia, hipertensi, infeksi saluran kemih
atau masalah selama kehamilan? Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien, misalnya
seperti mual, muntah, nyeri tekan pada payudara, dan frekuensi dalam berkemih?
Riwayat obstetrik dahulu
Pada anamnesis tahap ini, dapat ditanyakan mengenai riwayat lengkap kehamilan
sebelumnya meliputi riwayat paritas = jumlah persalinan bayi yang berpotensial untuk
lahir hidup beserta graviditas = jumlah kehamilan yang pernah dijalani. Selain kedua hal
di atas, perlu ditanyakan pula mengenai cara persalinan sebelumnya, komplikasi yang
terjadi pada ibu atau bayi, kesulitan saat menyusui, berat lahir bayi yang pernah
dilahirkan, riwayat keguguran dan riwayat ginekologis terdahulu. Tanyakan juga secara
khusus mengenai penyakit jantung, murmur, diabetes, hipertensi, anemia, epilepsi dan
lakukan penilaian fungsi kardiorespiratorius pada ibu.
Riwayat bayi baru lahir
Riwayat bayi baru lahir mencakup informasi sebagai berikut, identifikasi data bayi
(nama, tanggal lahir, jenis kelamin, jenis pemberian makanan), riwayat keluarga
(diabetes, kelainan kongenital, penyakit infeksi, kelainan kardiopulmonal, kesehatan
ayah, saudara kandung dan anggota keluarga lain; kondisi medis atau sifat yang
diturunkan dari generasi ke generasi dalam keluarga, dan nenek moyang orang tua, data
demografik orang tua(usia, pendidikan, pekerjaan, latar belakang etnik dan ras),
riwayat ibu (graviditas, paritas, HPHT, taksiran partus, komplikasi kehamilan
sebelumnya, riwayat ginekologi dan riwayat bedah/medis, riwayat antepartum seperti (1)
penyalahgunaan zat (2) diabetes gestasional (3) preeklampsia (4) perdarahan selama
kehamilan (5) ketidakukuran sesuai dengan usia kehamilan (6) polihidramnion atau
oligohidramnion, infeksi, obat-obatan yang dikonsumsi), hasil tes laboratorium ibu
(golongan darah dan faktor Rh, penapisan antibodi, titer rubela, serologi, panel hepatitis,
nilai Hb dan Hct, pemeriksaan TB), persalinan dan pelahiran (tanggal dan waktu
melahirkan, usia gestasi saat melahirkan dengan menggunakan penanggalan dan
pemeriksaan USG, lama kala satu dan dua persalinan, gawat janin, demam pada ibu,
keberadaan mekonium, lama ketuban pecah, presentasi, cara melahirkan, penggunaan
alat bantu, analgesia dan waktu, anestesi dan komplikasinya, ukuran plasenta, warna dan
bau plasenta, insersi tali pusat dan penampilan tali pusat termasuk jumlah pembuluh
darah dan ukurannya), periode segera setelah lahir (nilai APGAR, resusitasi, tanda-

2
tanda vital, suhu, status vitamin K, kemampuan mengisap, menyusu, keterjagaan, apakah
sudah mengeluarkan air kemih atau mekonium, apakah bayi melonjak-lonjak,
mengeluarkan tangisan yang tidak lazim), hasil tes laborarium (kadar glukosa,
golongan darah, faktor Rh, tes Coomb, Hct.2

Pemeriksaan fisik
A. Head to toe
Neonatus harus diperiksa secara singkat pada saat lahir untuk menilai usia gestasi,
menentukan ukuran untuk usia gestasi, memeriksa abnormalitas kongenital mayor, dan
mendeteksi penyakit yang mengancam jiwa. Selama 6 jam pertama setelah lahir, harus sering
dilakukan evaluasi perawatan berupa pencatatan frekuensi denyut jantung,frekuensi serta
upaya pernapasan, suhu, perfusi kulit, warna kulit, dan aktivitas neuromuskular. Oleh karena
pemberian makan pertama biasanya terjadi dalam periode ini, pengisapan dan koordinasi
proses menelan juga harus diperiksa. Frekuensi evaluasi terhadap bayi normal dapat
dikurangi setelah itu, tetapi harus dilakukan sekurang-kurangnya setiap 8 jam. Bila pada jam-
jam pertama ini diketahui terdapat abnormalitas, observasi yang cermat terhadap bayi
tersebut harus diteruskan sementara dilakukan intervensi diagnostik dan terapeutik.2
Pemeriksaan medis secara terperinci harus dilakukan terhadap semua bayi dalam 24
jam pertama kehidupannya. Bayi yang tetap tinggal di rumah sakit selama 2 hari atau lebih
harus diperiksa ulang sebelum pemulangan. Bayi yang dipulangkan lebih awal, pada 24 jam
setelah lahir, perlu dilihat dan diperiksa ulang pada usia 3-4 hari.1,2
Pemeriksaan fisik harus dilakukan di tempat yang hangat dan bebas dari angin untuk
mencegah bayi menggigil. Memeriksa bayi dalam suatu penghangat radian (radiant heater,
semacam pemanas dengan prinsip kerja pemancaran) dengan suhu yang dapat diatur (servo-
controlled) adalah cara yang baik untuk melakukan hal tersebut. Mencuci tangan secara
cermat sebelum memegang setiap bayi penting untuk mencegah penyebaran bakteri patogen.
Hal yang juga penting adalah memakai pita pengukur dan stetoskop bersih untuk setiap bayi
atau membersihkan peralatan di antara setiap pemeriksaan bila digunakan pada lebih dari satu
bayi.2
Ada beberapa aturan umum yang harus dipatuhi. Amati penampilan, postur, dan
perilaku bayi sebelum melakukan palpasi dan auskultasi. Bila ditemukan satu anomali,
carilah anomali lain karena biasanya kelainan tersebut cenderung terjadi bersamaan.
Kumpulan temuan fisik dapat menunjukkan suatu sindrom spesifik. Sebagai contoh,
gambaran sindrom Down merupakan tanda bagi bayi yang memiliki retardasi mental dalam

3
derajat tertentu dan yang mungkin menderita polisitemia, penyakit jantung kongenital, dan
obstruksi usus kongenital. Adanya bukti trauma kelahiran hendaknya diperheparkan.yang
terutama sering dijumpai pada bayi besar atau proses persalinan sulit (persalinan sungsang,
distosia bahu, dst.). Bila ada, trauma dapat ditemukan pada beberapa tempat. Oleh karena itu,
seperti halnya anomali, adanya trauma pada satu tempat memerlukan pemeriksaan secara
cermat untuk mencari trauma di tempat lain.3

B. Apgar Score
Virginia Apgar menetukan sistem pengukuran yang sederhan dan handal untuk derajat
stress intrapartum saat lahir. Kegunaan utama sistem skor ini adalah untuk memaksa
pemeriksa memeriksa anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai faktor yang
mungkin berkaitan dengan masalah kardiopulmonal. Skor 0,1, atau 2 diberikan pada masing-
masing dari kelima variable, 1 dan 5 menit setelah lahir. Skor 10 berarti bahwa seluruh bayi
berwarna merah muda dan memiliki tanda vital normal, sedangkan skor 0 berarti bahwa bayi
apnea dan tidak memiliki denyut jantung. Terdapat hubungan terbalik antara skor Apgar
dengan derajat asidosis serta hipoksia. Skor 4 atau kurang pada usia 1 menit berhubungan
dengan peningkatan insidensi asidosis, sedangkan skor 8-10 biasanya berhubungan dengan
peningkatan insiden asidosis, distress pernapasan, serta kematian. Meskipun demikian,
banyak neonatus yang lahir dengan skor apgar rendah ternyata tidak asidosis. Penentuan skor
Apgar harus diteruskan setiap 5 menit, sampai skor mencapai nilai 7. 4

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2


Warna kulit seluruhnya biru warna kulit tubuh normal warna kulit tubuh, tangan, dan
merah muda, tetapi tangan dan kaki normal merah muda, tidak
kaki kebiruan (akrosianosis) ada sianosis
Denyut tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit
jantung
Respons tidak ada meringis/menangis lemah meringis/bersin/batuk saat
refleks respons ketika distimulasi stimulasi saluran napas
terhadap
stimulasi
Tonus otot lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif
Pernapasan tidak ada lemah atau tidak teratur menangis kuat, pernapasan
baik dan teratur
Tabel 1. APGAR Score4

4
C. Lubchenko Curve
Kurva Lubchenco sampai saat sekarang ini masih digunakan oleh setiap praktisi
dalam merawat bayi baru lahir. Kurva Lubchenco adalah kurva pertumbuhan yang disajikan
dalam bentuk table.Definisi tentang bayi prematur adalah setiap bayi baru lahir dengan berat
lahir <2500 g. Definisi ini direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics dan
World Health Assembly. Dokter ahli pediatricsdihadapkan pada masalah hubungan antara
usia kehamilan dan pertumbuhan janin. Dengan Kurva Lubchenco diharapkan dapat
menunjukkan hubungan pertumbuhan janin dan usia kehamilan.5
Dari Kurva Lubchenco dimungkinkan definisi yang lebih tepat lahir prematur dan
adopsi luas dari istilah"kecil untuk usia kehamilan","besar untuk usia kehamilan",
"kelambatan pertumbuhan intrauterine," dan janin dysmaturity. Hal ini juga membentuk
dasar untuk memeriksa bayi dengan berat badan lahir lebih besar dari nilai persentil lebih
90% atau berat badan lahir kurang dari persentil kurang dari 10, sehingga dapat diprediksi
masalah medis yang mungkin terjadi.4-5

Pemeriksaan penunjang
Pada ibu dengan DM gestasional (DMG) harus dilakukan pengamatan gula darah
preprandial dan posprandial.6 Fourth International Worksbop Conference on stational
Diabetes Mellitus menganjurkan untuk mempertahankan konsentrasi gula darah kurang dari
95 mg/dl (5,3 mmol/1) sebelum makan dan kurang dari 140 dan 120 mg/dl (7,8 dan 6,7
mmol/1), satu atau dua jam setelah makan.
Selain pemeriksaan kadar gula darah, juga harus dilakukan pemeriksaan USG untuk
mendeteksi adakah kelainan pada janin. Pada bayi cukup bulan, besar masa kehamilan
dengan cephalhematoma, tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diperlukan. Pemeriksaan
radiologik kepala atau CT-scan dilakukan bila terdapat kelainan neurologis atau jika terdapat
fraktur tulang tengkorak.6

Diagnosis Kerja
Cephalhematoma
Cephal hematoma adalah perdarahan subperiosteal akibat kerusakan jaringan
poriestum karena tarikan atau tekanan jalan lahir dan tidak pernah melampaui batas sutura
garis tengah. Pemeriksaan x-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur
(mendekati hampir 5% dari seluruh cephalhematoma). Tulang tengkorak yang sering terkena
adalah tulang temporal atau parietal ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. Cephal
hematoma adalah pembengkakan pada daerah kepala yang disebabkan karena adanya

5
penumpukan darah akibat pendarahan pada subperiostinum Kelainan ini agak lama
menghilang (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan anemia dan
hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik, dan bilirubin. Aspirasi darah
dengan jarum tidak perlu di lakukan. Klasifikasi Menurut letak jaringan yang terkena ada 2
jenis yaitu: Subgaleal Galea merupakan lapisan aponeurotik yang melekat secara longgar
pada sisi sebelah dalam periosteum.3 Pembuluh-pembuluh darah vena di daerah ini dapat
tercabik sehingga mengakibatkan hematoma yang berisi sampai sebanyak 250 ml darah.
Terjadi anemia dan bisa menjadi shock. Hematoma tidak terbatas pada suatu daerah tertentu.
Penyebabnya adalah perdarahan yang letaknya antara aponeurosis epikranial dan periosteum.
Dapat terjadi setelah tindakan ekstraksi vakum. Jarang terjadi karena komplikasi tindakan
mengambil darah janin untuk pemeriksaan selama persalinan, risiko terjadinya terutama pada
bayi dengan gangguan hemostasis darah. Sedangkan untuk kadang-kadang sukar didiagnosis,
karena terdapat edema menyeluruh pada kulit kepala. Perdarahan biasanya lebih berat
dibandingkan dengan perdarahan subperiosteal, bahaya ikterus lebih besar. Subperiosteal
Karena periosteum melekat pada tulang tengkorak di garis-garis sutura, maka hematoma
terbatas pada daerah yang dibatasi oleh sutura-sutura tersebut. Jumlah darah pada tipe
subperiosteal ini lebih sedikit dibandingkan pada tipe subgaleal, fraktur tengkorak bisa
menyertainya.7

Diagnosis banding
1. Caput succedaneum
Caput succedaneum merupakan penumpukan cairan serosanguineous, subkutan, dan
ekstraperiosteal dengan batas yang tidak jelas. Kelainan ini biasanya pada presentasi kepala,
sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Tekanan dari uterus atau jalan lahir dapat
mencetuskan penumpukan serum atau darah di atas periosteum. Caput juga dapat disebabkan
oleh adanya ekstrasi vacuum pada saat proses pengeluaran kepala bayi. Kepala bayi baru
lahir memiliki proporsi besar dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, kepala juga lunak
dengan tulang tengkorak, akibatnya dapat terjadi berbagai jenis trauma dikepala. Caput
succedaneum biasanya tidak menimbulkan komplikasi dan akan hilang 12 jam sampai 2 hari
setelah kelahiran. Terapi hanya berupa observasi.7
2. Perdarahan subgaleal
Perdarahan subgaleal adalah perdarahan ke dalam kompartemen subgaleal. Kompartemen
subgaleal adalah ruang potensial yang berisi jaringan ikat tersusun longgar; terletak di bawah
galea aponeurosis, suatu selubung tendo yang menghubungkan otot frontal dan oksipital dan

6
membentuk permukaan dalam kulit kepala. Cedera terjadi karena gaya yang menekan,
kemudian menarik kepala dari pelvic outlet. Ada beberapa laporan mengenai kekhawatiran
terhadap penggunaan ekstraktor vakum pada kelahiran dan hubungannya dengan perdarahan
subgaleal. Perdarahan bisa melewati batas tulang, sering sampai ke posterior ke leher, dan
berlanjut setelah kelahiran, dengan potensial komplikasi serius.7

Deteksi dini adanya perdarahan sangan vital; inspeksi dan pengukuran lingkar kepala
berkala untuk mengetahui perkembangan edema dan massa keras sangat penting. CT-scan
dan MRI berguna untuk konfirmasi diagnosis. Penggantian darah dan faktor pembekuan
darah yang hilang diperlukan pada kasus perdarahan akut. Tanda awalnya perdarahan
subgaleal adalah posisi telinga bayi yang maju dan ke lateral akibat hematoma yang terbentuk
di daerah belakang. Pemantauan bayi terkait perubahan tingkat kesadarannya juga merupakan
kunci untuk temuan dan penatalaksanaan awal. Peningkatan bilirubin serum bisa terjadi
sebagai akibat degradasi sel darah dalam hematoma.7

Etiologi
Cephalhematoma disebabkan oleh trauma pada tulang kepala, antara lain:7
1. Persalinan lama
Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis ibu
terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah.
2. Tarikan vakum atau cunam
Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat menyebabakan
penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke
jaringan periosteum.
3. Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.

Epidemiologi

Cephal hematoma terjadi sekitar 1-2 % dari jumlah kelahiran hidup. Insidens bayi
dengan cephal hematoma dapat terjadi pada persalinan normal, namun akan meningkat pada
partus lama, primipara, dan partus yang menggunakan ekstraksi vacuum atau forceps.7

Patofisiologi
A. Bagian kepala yang hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya penumpukan
daerah yang perdarahan sub periosteum.

7
B. Pada partus lama (kala I lama, kala II lama), kelahiran janin dibantu dengan
menggunakan vacum ekstraksi atau forseps yang sangat sulit. Sehingga moulage
berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput tengkorak rupture. Sehingga
menyebabkan pendarahan sub periosteum dan terjadi penumpukan darah sehingga terjadi
Cephal Hematoma.

C. Pada kelahiran spontan (kepala bayi besar) terjadi penekanan pada tulang panggul ibu.
Sehingga moulage terlalu keras atau berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan
selaput tengkorak rupture. Sehingga menyebabkan pendarahan sub periosteum dan terjadi
penumpukan darah sehingga terjadi Cephal Hematoma.Karena adanya tekanan yang
berlebihan, maka akan menyerap dan terabsorbsi keluar sehingga edema.
Komplikasi 8
a. Infeksi
Infeksi pada cephal hematom bisa terjadi karena kulit kepala luka
b. Ikterus
Pada bayi yang terkena cephalhematom dapat menyebabkan ikterus karena
inkompatibiliatas faktor rh atau golongan darah A,B,O antara ibu dan bayi
c. Anemia
Bisa terjadi pada bayai yang terkena cephal hematom karena pada benjolan terjadi
pendarahan hebat atau pendarahan hebat .
d. Klasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun
Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Jarang
menimbulkan perdarahan yang memerlukan transfusi, kecuali bayi yang mempunyai
gangguan pembekuan. Kadang-kadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak di
bawahnya atau perdarahan intra kranial.

Faktor Resiko
Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain primigravida, disproporsi
sefalopelvik (ibu pendek, kelainan rongga panggul), persalinan yang berlangsung terlalu lama
atau cepat, oligohidramnion, presentasi abnormal (sungsang), ekstrasksi forceps atau vakum
(midcavity), versi dan ekstraksi, bayi berat lahir sangat rendah atau sangat premature,
makrosomia, ukuran kepala janin besar, dan anomali janin.7

8
Tanda dan gejala klinis
Berikut ini adalah tanda-tanda dan gejala Cephal hematoma:8
1. Adanya fluktuasi
2. Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi lahir
3. Adanya chepal hematoma timbul di daerah tulang parietal berupa benjolan timbunan
kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian benjolan keras sampai
umur 1-2 tahun. Tempatnya tetap.
4. Kepala tampak bengkak dan berwarna merah, karena perdaraahan subperiosteum
5. Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang tengkorak ( tidak
melewati sutura).
6. Pada perabaan terasa mula mula keras kemudian menjadi lunak, tetapi tidak leyok pada
tekanan dan berfluktuasi.
7. Benjolan tampak jelas lebih kurang 6 8 jam setelah lahir
8. Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga, pembengkakan terbatas
9. Benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu.

Penatalaksanaan
Penanganan cephalhematoma biasanya hanya observasi dan akan mengalami resolusi
khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Transfusi karena
anemia atau hipovolemia hanya diperlukan bila terdapat akumulasi darah yang cukup banyak.
Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan)
dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain :8
1. Menjaga kebersihan luka
2. Tidak boleh melakukan massase luka / benjolan cephal hematoma
Dapat diberikan Vitamin K untuk mengurangi perdarahan selanjutnya. Daerahnya
harus dilindungi terhadap luka tetapi jendalan darah tidak perlu dikeluarkan. Kadang-kadang
terjadi infeksi dengan pembentukan abses yang harus didrainase.

Newborn Care

Kebutuhan dasar bayi baru lahir adalah dibantu segera pada saat lahir bila diperlukan,
terutama untuk membuka pernapasan dan selanjutnya dibantu untuk memperoleh nutrisi yang
cukup dalam mempertahankan suhu tubuh normal dan dalam menghindari kontak dengan
infeksi. Masalah yang harus diantisipasi sesudah persalinan janin normal meliputi apnea,

9
hipoventilasi, perdarahan, hipoksia, bradikardi, hipotermi, hipoglikemi, hipovolemi, hipotensi
dan anomali yang tidak diharapkan.4

Bayi berisiko rendah harus ditempatkan dengan kepala ke bawah segera sesudah
persalinan supaya mulut faring dan hidungnya bersih dari cairan, mukus, darah, dan puing-
puing amnion melalui gravitasi; pengisapan secara halus dengan balon pengisap atau kateter
karet yang lunak juga dapat membantu dalam mengeluarkan bahan-bahan ini. Jika bayi
tampak ada dalam keadaan yang baik, bayi dapat diberikan pada ibunya untuk dirawat
gabung dan disusui. Setelah itu yang perlu dilakukan adalah menilai keadaan fisik neonatus
dengan skor APGAR, skor Ballard, dan grafik Lubchenco.4

Mempertahankan panas tubuh bila dibandingkan secara relatif terhadap berat badan,
permukaan tubuh bayi baru lahir kira-kira 3 kali permukaan tubuh orang dewasa dan bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki lapisan pembungkus lemak subkutan yang
lebih tipis sehingga angka kehilangan panas yang diperkirakan pada bayi baru lahir sekitar 4
kali angka orang dewasa. Pada keadaan kamar bersalin biasa (20-25 C), suhu kulit bayi
turun sekitar 0,3 C per menit dan suhu tubuh bagian dalam sekitar 0,1C per menit yang
biasanya mengakibatkan kehilangan suhu tubuh bagian dalam (secara kumulatif) sebesar 2-
3C. Sesudah lahir dan persalinan pervaginam, banyak bayi baru lahir menderita asidosis
metabolik ringan sampai sedang dan mereka mengkompensasinya dengan hiperventilasi.
Namun akan lebih susah pada bayi yang depresi dan terpajan stress dingin dalam suhu kamar
bersalin. Oleh karena itu, lebih baik memastikan bayi kering dan terbungkus dalam selimut
atau ditempatkan pada tempat yang lebih panas sambil mendapat kontak kulit dari ibunya.4

Antiseptik kulit dan perawatan tali pusat untuk mengurangi insidens infeksi dan
periumbilikus, seluruh kulit dan tali pusat harus dibersihkan dalam kamar bersalin atau pada
saat bayi masuk ke dalam ruang perawatan, yaitu menggunakan kapas steril yang direndam
dalam air hangat atau larutan sabun ringan. Bayi dapat dibilas dengan air yang sesuai dengan
suhu tubuh untuk menghindari menggigil. Untuk mengurangi kolonisasi dengan S. aureus
dengan bakteri patogen lainnya setiap hari tali pusar diobati dengan bahan pewarna 3 kali
yaitu agen bakterisida. Cara lain yaitu tali pusar dicuci dengan klorheksidin, atau terkadang
dilakukan mandi dengan heksaklorofen 1 kali, karena penggunaan heksaklorofen berulang
mungkin neurotoksik sehingga tidak terlalu direkomendasikan.4

Mata semua bayi juga harus dilindungi terhadap infeksi gonore dengan meneteskan
perak nitrat tetes 1 %; salep mata steril eritromisin 0,5 % dan tetrasiklin 1 % merupakan

10
alternatif yang mungkin efektif terhadap konjungtivitis klamidia. Povidone iodine 2,5 % juga
efektif sebagai agen profilaksis sesaat. Walaupun pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
faktor lain selain dari defisiensi vitamin K, namun suntikan intramuskular larutan vitamin K
maupun pemberian vitamin K secara oral perlu diberikan sebagai profilaksis.4

Disamping itu, skrining neonatus tersedia untuk berbagai penyakit genetik, metabolik,
hematologik, dan endokrin. Uji skrining yang lazim dilakukan berupa sampel darah yang
diambil dari pungsi tumit bayi.4

Edukasi

Pada penderita cephal hematoma, dokter bisa menjelaskan kepada ibu dan keluarga
bayi bahwa tidak diperlukan tindakan atau penanganan khusus bila tanpa komplikasi. Salah
satu penyebab cephal hematoma adalah trauma lahir, karena itu untuk mencegah terjadinya
cephal hematoma bisa dilakukan dengan memimpin persalinan yang aman dan tepat.7

Prognosis
Sebagian besar trauma lahir termasuk sefalhematom, caput succadeneum dan lain lain
dapat sembuh sendiri dan prognosisnya baik.7-8

Kesimpulan
Bayi 40 minggu dari seorang ibu yang menderita DM gestasional dengan berat 4000
gram dengan bentuk kepala tidak simetris mengalami sefalhematoma yang biasanya berkaitan
dengan makrosomia dan penggunaan vacuum. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
lunak yang tidak melewati sutura kranialis. Perlu dijelaskan dan diedukasikan dengan jelas
kepada keluarga, untuk menghindari kesalahpahaman, bahwa sefalhematom sendiri
prognosisnya baik, dapat mulai menghilang dalam waktu 2 minggu sampai 3 bulan.
Perdarahan juga biasanya tidak bermakna. Setelah bayi dilahirkan lakukan newborn care
seperti biasa dan dekatkan dengan ibu.

Daftar Pustaka
1. Sarwono P. Ilmu Kebidanan. Penyakit dan perlukaan pada bayi baru lahir. Ed.4.
Jakarta: PT Bina Pustaka, 2016.h.720-3
2. Azis AH, Esty W. Asuhan neonatus, bayi dan balita. Jakarta: EGC, 2008

11
3. Cunningham G, Brahm U. Obstetri williams. Cedera pada janin dan neonatus. Ed.23.
Jakarta: EGC, 2012.h.662-1
4. Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Jakarta:EGC ;2010.H.214-76
5. Rudolph AM. Wahab AS, alih bahasa. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi XX. Vol I.
Jakarta: EGC ; 2006.h.274-90
6. Behman, Kligman, Arvin. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi XV. Volume 1, Jakarta:
ECG;2000, h. 537-77
7. Harjanto, Hadiyanto, Hartanto H, Chandranata L. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis
dan fungsi di bangsal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h.501-5
8. Pendit BU, alih bahasa. Obstetri williams. Ed ke-23. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.h.565.

12

Anda mungkin juga menyukai