PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI
Fraktur memasuki sendi siku, karena itu juga merusak kartilago artikular. Pada
fraktur melintang, aponeurosis triseps dapat tetap utuh, dalam hal inni fragmen
fragmen fraktur tetap besama sama.
4 Trauma Tangan
Trauma tangan dapat terjadi pada tulang radius, tulang ulna dan tulang tulang
pergelangan tangan oleh berbagai keadaan yang meliputi cedera akibat trauma.
a. Fraktur Radius
Fraktur radius adalah terputusnya hubungan tulang radius. Pada kondisi klinik
bisa berupa frakrtur terbuka yang disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,
jaringan saraf, pembuluh darah) dan fraktur radius tertutup yang disebabkan
oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung ataupun trauma tidak
langsung.
Fraktur terbuka pada radius sering terjadi dalam kecelakaan lalu lintas atau
suatu trauma tajam akibat luka bacok pada lengan bawa menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak dan tulang pada radius. Pada trauma tidak
langsung, daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan
frakturspiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan
langsung atau daya tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada
tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbullkan oleh tarikan
otot otot yang melekat pada radius otot tersebut adalah biseps dan otot
supinatorpada sepertiga bagian atas, pronator teres pada sepertiga pertengahan
dan pronator quadratus pada sepertiga bagian bawah. Perdarahan dan
pembengkakan kompertemen otot pada lenga baah dapat menyebabkan
gangguan peredaran darah.
b. Fraktur Radius Ulna
Fraktur radius-ulna adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna yang
disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung ataupun
trauma tidak langsung. Pada trauma tidak langsung, daya pemutar biasanya
menimbulkan fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang
berbeda.
c. Fraktur Monteggia
Fraktur monteggia ialah terputusnya hubungan seperti bagian proksimal ulna
dan dislokasi kaput radius yang disebabkan oleh cidera akibat jatuh dengan
tangan dan pada saat yang sama tubuh memuntir. Pada daya pemuntir
menimbulkan daya gerak yang dapat dengan kuat mempronasikan lengan
bawah.
d. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi adalah terputusnya hubungan tulang pada 1/3 distal radius
disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal yang disebabkan oleh cedera pada
lengan bawah akibat jatuh pada tangan dengan posisi hiperekstensi.
e. Fraktur Colles
Fraktur colles ialah terputusnya hubungan tulang secara melintang pada radius
tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal.
f. Fraktur Smith
Fraktur jenis ini lebih sering ditemukan pada pria dari pada wanita. Ditemukan
deformitas dengan fragmen distal mengalami pergeseran ke volar dimana garis
fraktur tidak melalui persendian.
g. Fraktur Metakarpal
Fraktur metakarpal ialah terputusnya hubungan tulang-tulang metakarpal yang
disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada tangan.
h. Fraktur Falang
Fraktur farang ialah terputusnya hubungan tulang jari-jari tangan yang
disebabkan oleh trauma langsung pada jari tangan. Jari biasanya mengalami
cedera akibat benturan langsung , dan mungkin terdapat banyak pembengkakan
atau luka terbuka.
Kecelakaan (Jatuh)
Hemarthosis
Fraktur
2. Trauma Siku
a. Fraktur Suprakondiler Humeri (SPCH)
Penatalaksanaan Fraktur yang Bergeser ke Posterior
1. Jika tidak ada pergeseran, tidak diperlukan dilakukan reduksi
penanggualangan konservatif fraktur suprakondiler humerus diindikasikan
pada anak undisplacedl minimally desplaced fractures atau pada fraktur
sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengan kapasitas fungsi yang
terbatas. Pada prinsipnya adalah reposisii dan imobilisasi. Pada undisplaced
fracture hanya dilakukan imobilisasi dengan elbow fleksi selama tiga
minggu.
2. Fraktur yang disertai pergeseran harus direduksi secepat mungkin, dibawah
anestesi umum. Hal ini dilakukan dengan manuver secara metodik dan
berhati hati:
a) traksi selama 2-3 menit di sepanjang lengan tersebut dengan traksi lawan
diatas siku
b) koreksi terhadap kemiingan, pergeseran atau pemuntiran ke samping
(dibanding dengan lengan sebelahnya)
c) siku difleksikan perlaan lahan sementtara traksi dipertahankan
d) tekanan jari di belakang fragmen distal untuk mengoreksi kemiringan
posterior.
Kemudian nadi diraba jika nadi tak ada, kenduran fleksi aiku hingga
naddi muncul lagi. Pemeiksaan Rontgen dilakukan untuk memastikan
reduksi, sambil memeriksa dengan cermat bahwa tidak terjadi angulasi
varus atau valgus dan tidak ada deformitas rotasional (tanda tanda ini
dapat terlihat dengan memperhatikan sudut Baumann).
Setelah reduksi, lengan dipertahankan dalam suatu collar dan menset,
terus menerus selama 3 minggu. Setelah itu, diperbolehkan melakukan fleksi
siku aktif, tetapi lengan disangga dalam kain gendongan dan ekstensi
dihindari selama 3 minggu lagi.
Traksi kerangka meluli olekranon, dengan lengan yang ditahan diatas, dapat
digunakan dalam situasi khusus:
a) Bila fraktur tidak dapat direduksi dengan manipulasi
b) Bila siku berfleksi 90 derajat, nadi hilang
c) Untuk cedera gabungan yang berat atau cedera ganda pada tungkai.
Setelah pembengkakan mereda, usaha selanjutnya dapat dilakukan
denga reduksi tertutup
Fraktur direduksi dengan menarik lengan bawah dengan siku pada posisi
semi-fleksi, melakukan tekanan jempol pada bagian depan fragmen distal
kemudian mengekstensikan siku sepenuhnya. Suatu slab posterior dipasang
dan dipertahankan selama 3 minggu. Sesudah itu, dibiarkan untuk
memperoleh kembali fleksinya secara berangsur angsur.
b. Fraktur Olekranon
Penatalaksanaan pada fraktur olekranon kominutif dengan triseps yang
tidak cedera dilakukan imobilisasi siku. Lengan diistirahatkan menggunakan
mitela selama seminggu, kemudian dilakukan pemeiksaan Rontgen lagi untuk
memastikan bahwa tidak terjadi pergeseran kemudian pasien dianjurkan untuk
memulai gerakan aktif.
Fraktur melintang yang tak bergesr tidak terpisah ketika siku difoto
dengan sinar X dalam posisi fleksi dapat diterapi secara tertutup. Siku
dimobilisasi dengan gips pada posisi fleksi sekitar 60 derajat selama 2-3
minggu, kemudian latihan dimulai.
Fraktur yang bergeser hanya dapat dipertahankan dengan membebat
lengan pada posisi yang benar benar harus dan kekakuan pada posisi ini akan
memberikan komplikassi. Mekanisme ekstensor harus diperbaiki dengan
operasi. Fraktur direduksi dan ditahan sengan sekrup panjang atau dengan
pemasangan nail dan K-wire. Mitela dipakai selama 3 minggu dan pasien
diajarkan teknik ROM.
3. Trauma Tangan
a. Fraktur Radius
Intervensi yang dilakukan pada fraktur radius, meliputi hal hal berikut :
1. Debridemen. Bedah perbaikan dilakukan pada jaringan lunak yang membuat
kerusakan
2. Reduksi terbuka. Pemasangan fiksasi interna dengan reduki terbuka
dilakukan untuk fraktur radius
Gambar 13.84 Radiologis pada fraktur radius dan pemasangan fiksasi interna
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menususk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukann untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
member petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang
menyebabkan fraktur patalogis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetic (Ignatavicius, Donna D,
1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat menggangu metabolism kalsium, pengkonsumsian alcohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah musculoskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi
Anna, 1991)
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat menggangu pola dan gerak, sehingga hal ini dapat
menggangu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
dan kesulitan tidur serta penggunaan obatt tidur. (Doengos. Marilynn
E, 1999)
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur disbanding pekerjaan yang
lain. (Ignativicius, Donna D, 1995)
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap. (Ignatavicius, Donna D,
1995)
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 1995)
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbbul gangguan, begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignitavicius, Donna D, 1995).
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktura yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(Ignitavicius, Donna D, 1995)
(10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
(Ignitavicius, Donna D, 1995).
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignitavicius,
Donna D, 1995).
2) Pemeriksaan Fisik
Selain foto polos x-ray (plane x-ray mungkin perlu tehnik khususnya
seperti :
a. Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
c. Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
d. Computed Tomografi Scanning : menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
b.) Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim Otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Tranferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c.) Pemeriksaan Lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsy tulang dan otot : pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignitavicius, Donna D, 1995)
b. Analisa Data
2. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik akyual maupun
potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung
jawab.
3. Perencanaan
Dx Intervensi Rasional
1 - Kaji lokasi, intensitas dan tipe - Untuk menentukan tindakan
nyeri keperawatan yang tepat
- Imobilisasi bagian yang sakit - Untuk mempertahankan posisi
- Tingikan dan dukung ekstremitas fungsional tulang
yang terkena - Untuk memperlancar arus balik vena
- Dorong menggunakan teknik - Agar klien rileks
manajemen relaksasi - Untuk mengurangi nyeri
- Berikan obat analgetik sesuai
indikasi
2 - Kaji derajat imobilisasi yang - Untuk menentukan tindakan
dihasilkan oleh cedera keperawatan yang tepat
- Dorong partisipasi pada aktivitas - Melatih kekuatan otot klien
terapeutik - Melatih rentang gerak aktif/pasif klie
Bantu dalam rentang gerak secara bertahap
pasif/aktif yang sesuai - Untuk mencegah terjadinya dekubitus
- Ubah posisi secara periodik - Melatih rentang gerak aktif/pasif klien
- Kolaborasi dengan ahli secara bertahap
terapis/okupasi dan atau
rehabilitasi medic
3 - Kaji kulit untuk luka terbuka - Memberikan informasi mengenai
terhadap benda asing, kemerahan, keadaan kulit klien saat ini
perdarahan, perubahan warna - Menurunkan tekanan pada area yang
- Massage kulit, pertahankan peka dan berisiko rusak.
tempat tidur kering dan bebas - Untuk mencegah terjadinya dekubitus
kerutan - Mengurangi kontaminasi dengan agen
Ubah posisi dengan sering luar
- Bersihkan kulit dengan air - Untuk mengurangi resiko gangguan
hangat/NaCl integritas kulit
- Lakukan perawatan luka secara
steril
4 - Kaji tingkat kecemasan klien - Untuk mengetahui tingkat kecemasaan
(ringan, sedang, berat, panik) klien
- Dampingi klien - Agar klien merasa aman dan nyaman
- Beri support system dan motivasi - Meningkatkan pola koping yang
klien efektif
- Beri dorongan spiritual - Agar klien dapat menerima kondisinya
- Jelaskan jenis prosedur dan saat ini
tindakan pengobatan - Informasi dapat menurunkan ansietas
4. Pelaksanaan
Dx Intervensi Rasional
1 - Kaji lokasi, intensitas dan tipe - Untuk menentukan tindakan
nyeri keperawatan yang tepat
- Imobilisasi bagian yang sakit - Untuk mempertahankan posisi
- Tingikan dan dukung ekstremitas fungsional tulang
yang terkena - Untuk memperlancar arus balik vena
- Dorong menggunakan teknik - Agar klien rileks
manajemen relaksasi - Untuk mengurangi nyeri
- Berikan obat analgetik sesuai
indikasi
2 - Kaji derajat imobilisasi yang - Untuk menentukan tindakan
dihasilkan oleh cedera keperawatan yang tepat
- Dorong partisipasi pada aktivitas - Melatih kekuatan otot klien
terapeutik - Melatih rentang gerak aktif/pasif klie
Bantu dalam rentang gerak secara bertahap
pasif/aktif yang sesuai - Untuk mencegah terjadinya dekubitus
- Ubah posisi secara periodik - Melatih rentang gerak aktif/pasif klien
- Kolaborasi dengan ahli secara bertahap
terapis/okupasi dan atau
rehabilitasi medic
3 - Kaji kulit untuk luka terbuka - Memberikan informasi mengenai
terhadap benda asing, kemerahan, keadaan kulit klien saat ini
perdarahan, perubahan warna - Menurunkan tekanan pada area yang
- Massage kulit, pertahankan peka dan berisiko rusak.
tempat tidur kering dan bebas - Untuk mencegah terjadinya dekubitus
kerutan - Mengurangi kontaminasi dengan agen
Ubah posisi dengan sering luar
- Bersihkan kulit dengan air - Untuk mengurangi resiko gangguan
hangat/NaCl integritas kulit
- Lakukan perawatan luka secara
steril
4 - Kaji tingkat kecemasan klien - Untuk mengetahui tingkat kecemasaan
(ringan, sedang, berat, panik) klien
- Dampingi klien - Agar klien merasa aman dan nyaman
- Beri support system dan motivasi - Meningkatkan pola koping yang
klien efektif
- Beri dorongan spiritual - Agar klien dapat menerima kondisinya
- Jelaskan jenis prosedur dan saat ini
tindakan pengobatan - Informasi dapat menurunkan ansietas
BAB III
APLIKASI TEORI
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko untuk disfungsi Peripheral neurovascular
b. Nyeri Akut
c. Resiko Infeksi
d. Gangguan mobilitas Fisik
3. Intervensi Keperawatan
N
o
Tujuan
. & Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil
D
x
Tujuan:
1 1. Immobilisasi sendi langsung di 1. Untuk
. bawah dan di atas tempat yang memfasilitasi
Pasien dapat
dicurigai fraktur. pemantauan status
mempertahankan
sirkulasi.
sirkulasi pada 2. Kaji sirkulasi sebelum
ektremitas setelah pemasangan gips. 2. Untuk medeteksi
dilakukan tindakan tanda-tanda
3. Tinggikan anggota gerak lebih
keperawatan gangguan sirkulasi
tinggi dari pada letak jantung
kurang dari 1jam
setelah pembedahan. 3. Untuk mengurangi
Kriteria hasil : penekanan
4. Hindari memfleksikan ektremitas
1. Pasien 4. Fleksi dapat
mempertahankan yang terkena menurunkan
sirkulasi pada sirkulasi vena
5. Ajarkan pasien, anggota kelurga
ektremitas
tentang posisi yang tepat untuk 5. Untuk menghidari
2. Pasien dapat berbaring ditempat tidur dan penumpukan darah
merasakan dan duduk. dan ulkus tekanan.
menggerakkan
masing-masing
kaki atau jari 1
setelah
pemasangan gips.
Tujuan
2 : 1. Kaji jenis dan tingkat nyeri 1. Untuk memberikan
. pasien penanganan yang
Nyeri pasien
2. Minta pasien untuk menjelaskan tepat
berkurang
tingkat nyerinya dengan skala 1- 2. Untuk
10 memfasilitasi
Kriteria Hasil :
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pengkajian yang
1. Pasien memberian obat nyeri akurat tingkat
mengungkapnkan 4. Bant pasien untuk mendapatkan nyerri pasien.
perasaan nyaman posisi yang nyaman dan gunakan 3. Untuk mengurangi
berkurangnya bantal untuk menyokong daerah rasa nyeri
nyeri. yang sakit. 4. Untuk menurunkan
ketegangan otot
dan
mendistribusikan
kembali tekanan
pada bagian tubuh.
Tujuan
3 : 1. Kaji derajat imobilisasi yang 1. Untuk menentukan
dihasilkan oleh cedera tindakan
Pasien
. dapat 2. Dorong partisipasi pada aktivitas keperawatan yang
meningkatkan terapeutik tepat
kekuatan Bantu dalam rentang gerak 2. Melatih kekuatan
ektremitas setelah pasif/aktif yang sesuai otot klien
dilakukan tindakan 3. Ubah posisi secara periodik 3. Melatih rentang
keperawatan 4. Kolaborasi dengan ahli gerak aktif/pasif
selama terapis/okupasi dan atau klie secara
rehabilitasi medic bertahap
4. Untuk mencegah
terjadinya
Kriteria Hasil :
dekubitus
5. Melatih rentang
gerak aktif/pasif
klien secara
bertahap
Tujuan
3 : 1. Ajarkan pada pengunjung untuk 1. Untuk mencegah
Paien
. terbebas dari mencuci tangan sewaktu masuk penularan patogen
resiko infeksi dan meninggalkan ruangan 2. Agar pasien dapat
pasien berpastisipasi
Kriteria hasil :
2. Ajarken pasien teknik mencuci dalam perawatan
tangan yang benar 3. Untuk
1. Pasien tetap
3. Ajarkan pasien dan keluarganya mempertahankan
terbebas dari
tanda/gejala infeksi dan kapan tingkat kesehatan
infeksi
harus melaporkannya yang optimal
2 Suhu tetap dalam 4. Berikan terapi antibiotic bila 4. Untuk mengurai
keadaan normal. diperlukan bakteri pathogen
5. Pantau Suhu minimal setiap 4 5. Dapat merupakan
jam tanda awitan
adanya infeksi.
Tujuan
4 : 1. Kaji derajat imobilisasi yang 1. Untuk menentukan
. dihasilkan oleh cedera tindakan
Pasien dapat
2. Dorong partisipasi pada aktivitas keperawatan yang
meningkatkan
terapeutik tepat
kekuatan
Bantu dalam rentang gerak 2. Melatih kekuatan
ektremitas setelah
pasif/aktif yang sesuai otot klien
dilakukan tindakan
3. Ubah posisi secara periodik 3. Melatih rentang
keperawatan
4. Kolaborasi dengan ahli gerak aktif/pasif
selama
terapis/okupasi dan atau klie secara
rehabilitasi medic bertahap
4. Untuk mencegah
Kriteria Hasil : terjadinya
dekubitus
5. Melatih rentang
gerak aktif/pasif
klien secara
bertahap
4.Implementasi Keperawatan
Tanggal D Paraf &
Intervensi
Dan Waktu x Nama
5. Evaluasi Keperawatan
TGL/JAM EVALUASI PARAF
Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi karena jatuh dengan tangan
terentang. Fraktur adalah terputusnya sebuah jaringan tulang yang pada umumnya
disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya yaitu tekanan eksternal yang
dating lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Adapun fungsi dari tulang antara lain :
1. Member kekuatan pada kerangka tubuh
2. Tempat melekatnya otot
3. Melindungi organ penting
4. Tempat pembuatan sel darah
5. Tempat penyimpanan garam mineral
Terdapat berbagai jenis fraktur ekstremitas atas, fraktur yang paling sering terjadi
diantaranya :
1. Trauma Bahu
a. Fraktur Klavikula
Fraktur klavikula adalah putusnya hubungan tulang. Klavikula yang disebabkan
oleh suatu trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan
terputar/tertarik keluar (outstretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari
pergelangan tangan sampai klavikula.
b. Fraktur Skapula
Fraktur skapula adalah putusnya hubungan tulang belikat (skapula) yang
disebabkan oleh suatu trauma langsung pada badan atau leher skapula.
c. Fraktur Batang Humerus
Fraktur Humerus adalah terputusnya hubungan tulang batang humerus. suatu
cedera dari trauma langsung atau tidak langsung yang mengenai lengan atas
atau suatu kondisi fraktur patologis akibat metastasis pada tulang humerus.
2. Trauma siku
Trauma pada siku bisa terjadi pada tulang suprakondiler humeri, epikondilus
humeri, kaput radius, leher radius, olekranon, serta proksimal radius dan ulna oleh
berbagai keadaan yang meliputi cedera akibat trauma
3. Trauma Tangan
Trauma tangan dapat terjadi pada tulang radius, tulang ulna dan tulang tulang
pergelangan tangan oleh berbagai keadaan yang meliputi cedera akibat trauma.
Tanda dan gejala khas dari fraktur ekstremitas atas yaitu terlihat bengkak atau
benjolan besar atau deformitas, terlihat memar pada bagian yang fraktur,terkadang ada
jaringan lunak yang mengalami kerusakan, serta pasien akan terlihat menyeringai
kesakitan dan merasakan nyeri pada daerah fraktur.
Penanganan fraktur ekstremitas atas ini bermacam-macam dengan cara pemasangan
Gips, diberikan mobiliisasi, traksi, jika ada pergeseran maka perlu dilakukan reduksi.
Pada intinya reposisi sama mobilisasi harus dilakukan dengan tepat.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Fraktur menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Demikian pula menurut Sjamsuhidayat (2005),
fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sementara Doenges
(2000) memberikan batasan, fraktur adalah pemisahan atau patahanya tulang.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price, 1995). Sedangkan fraktur menurut Reeves (2001), adalah setiap retak atau
patah pada tulang yang utuh.
2. Fraktur humerus proksimal dapat terjadi pada kolum anatomikum maupun kolum
sirurgikum humeri. Kolum anatomikum humeri terletak tepat di bawah kaput
humeri. Kolum sirurgikum humeri terletak di bawah tuberkulum. Fraktur impaksi
kolum sirurgikum humeri paling sering terjadi pada wanita tua setelah jatuh dengan
posisi tangan menyangga. Fraktur ini pada dasarnya tidak bergeser. Pasien usia
sebaya yang aktif dapat mengalami fraktur kolum humeri dengan pergeseran
dengan pergeseran dengan disertai kerusakan rotator cuff.
3. Fraktur barang humerus paling sering disebabkan oleh (1) trauma langsung yang
mengakibatkan fraktur transversal, oblik, atau kominutif, atau (2) gaya memutar tak
langsung yang menghasilkan fraktur spiral. Saraf dan pembuluh darah brakhialis
dapat mengalami cedera pada fraktur ini.
4. Fraktur humerus distal akibat kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dengan siku
menumpu (dengan posisi ekstensi atau fleksi), atau hantaman langsung. Fraktur ini
dapat mengakibatkan kerusakan saraf akibat cedera pada saraf medianus, radialis,
atau ulnaris
5. Fraktur radius distal (fraktur Colles) merupakan fraktur yang sering terjadi dan
biasanya terjadi akibat jatuh pada tangan dorsifleksi terbuka.
6. Tanda dan gejalanya antara lain nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri
bertambah bila ditekan/diraba, tidak mampu menggerakkan lengan/tangan, spasme
otot.
1. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan normal.
2. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
3. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh fragmen
tulang.
4. Krepitasi jika digerakkan.
5. Perdarahan.
6. Hematoma.
7. Syok
8. Keterbatasan mobilisasi.
5.2 Saran
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan
benar sehingga klien dengan penyakit fraktur ekstremitas atas yang biasa terjadi pada
semua usia bisa segera ditangani dan diberikan perawatan yang tepat. Perawat juga
diharuskan bekerja secara profesional sehingga meningkatkan pelayanan untuk
membantu kilen dengan penyakit fraktur ekstremitas atas.
DAFTAR PUSTAKA