Anda di halaman 1dari 18

MANAJEMEN FARMASI

SISTEM MANAJEMEN PERGUDANGAN INDUSTRI KOSMETIK

OLEH :

1. NI PUTU LINDAYANTI (151091)


2. NI KADEK INDAH CAHYANI DEWI (151092)
3. NI WAYAN SERIASIH (151093)
4. YULI YANTI SITI NUGRAHA (151094)
5. PUTU DESSY MEYAGE WULANDARI (151095)
6. NI LUH PURNIA DEWI (151096)
7. I KOMANG HARRIS WIJAYA (151097)
8. I KADEK DESKA WINDU NATA (151098)
9. I GEDE DICKY PRATAMA DEINATA (151099)

AKADEMI FARMASI SARASWATI DENPASAR


2017
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kosmetik saat ini telah menjadi kebutuhan manusia yang tidak bisa dianggap
sebelah mata lagi. Jika disadari bahwa wanita maupun pria, sejak dari bayi hingga
dewasa, kelahiran hingga kematian, semua membutuhkan kosmetik. Lotions untuk kulit,
powder, sabun, depilatories, deodorant merupakan salah satu dari sekian banyak
kategori kosmetik. Dan sekarang semakin terasa bahwa kebutuhan adanya kosmetik
yang beraneka bentuk dengan ragam warna dan keunikan kemasan serta keunggulan
dalam memberikan fungsi bagi konsumen menuntut industri kosmetik untuk semakin
terpicu mengembangkan teknologi yang tidak saja mencakup peruntukkannya dari
kosmetik itu sendiri namun juga kepraktisannya didalam penggunaannya.
Perkembangan kosmetik yang demikian pesat dan semakin tingginya tingkat
kritisi dari masyarakat, membuat pemerintah khususnya Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia untuk dapat membuat kebijakan dan aturan-aturan tentang
kosmetik yang tidak saja mampu mengkomodasi kemauan dan keinginan industri
kosmetik dari sisi inovasi dan kreativitasnya namun juga harus dapat mengajak industri
kosmetik untuk dapat menghasilkan kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat.
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting
untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan
keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus
menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat
menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram..
Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan
sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses
produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Selain itu sistem pergudangan di industri farmasi juga sangat penting diterapkan sesuai
dengan standar CPKB untuk menjamin mutu dari semua bahan mentah yang disimpan
sebelum diproduksi maupun kosmetik yang telah jadi dan disimpan sebelum
didistribusikan ke konsumen. Oleh sebab itu pada makalah ini akan dibahas tentang
perbandingan penerapan manajemen pergudangan di salah satu industri kosmetik di
wilayah bali dengan standar CPKB yang ditetapkan oleh BPOM.
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana standar CPKB menurut ketentuan BPOM?
2. Bagaimana perbandingan antara sistem pergudangan yang ada di Industry Kosmetik X
dengan standar CPKB menurut ketentuan BPOM?

I.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui standar CPKB menurut ketentuan BPOM.
2. Untuk mengetahui perbandingan sistem pergudangan di Industri Kosmetik X dengan
standar yang ditetapkan oleh BPOM.

I.4. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat tentang manajemen pergudangan di
Industri Kosmetik dan mengetahui standar-standar yang ditetapkan oleh BPOM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SISTEM PERGUDANGAN DI INDUSTRI KOSMETIK

2.1. Standar Acuan Sistem Pergudangan Industri Kosmetik


Standar yang digunakan dalam manajemen pergudangan di Industri Kosmetik
adalah sebagai berikut :
1. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.00.05.4.3870 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2003.
2. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.
03.42.06.10.4556 Tentang Petunjuk Operasional Pedoman CPKB Tahun 2010.

2.2. Personalia
Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang
cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang
dibebankan kepadanya.
A. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung jawab
1. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu
hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan
tanggung jawab satu sama lain.
2. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan
berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan
dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua
pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan
pencatatan.
3. Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai
dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi
kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu
meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan
mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi,
atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak
sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan.
4. Hendaknya dijabarkan kewenangan dan tanggungjawab personil-personil lain
yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPKB dengan baik.
5. Hendaknya tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk
melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit
pemeriksaan mutu.
B. Pelatihan
1. Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus dilatih
dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan
yang Baik. Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih personil yang
bekerja dengan material berbahaya.
2. Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan.
3. Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi
secara periodik.
C. Struktur Organisasi Menurut Ketentuan BPOM
2.3. Sarana dan Prasarana
Peralatan harus didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat.
A. Rancang Bangunan
1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh
bereaksi atau menyerap bahan.
2. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk
misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau
adaptasi yang tidak salah/tidak tepat.
3. Peralatan harus mudah dibersihkan.
4. Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus
kedap terhadap ledakan.
B. Pemasangan dan Penempatan
1. Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan
yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk.
2. Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang
sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran
ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali.
3. Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu
udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas
harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi.
C. Pemeliharaan
1. Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus dipelihara
dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus
disimpan.
2. Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas
diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.
2.4. Standar Pergudangan di Industri Kosmetik
2.4.1. Penerimaan
Area penerimaan dan pengiriman dibuat sedemikian rupa untuk
memudahkan pembongkaran dan penurunan barang dari kontener dan aman
bagi personel maupun barang. Area harus terlindung dari hujan, paparan panas,
mempunyai akses yang cukup luas guna kegiatan bongkar barang, dilengkapi
dengan peralatan untuk membersihkan, memeriksa, menghitung barang-barang
baru datang sebelum disimpan. Untuk area pengiriman hendaknya melindungi
bahan dan produk dari pengaruh cuaca serta aman bagi personel dan barang.
Area untuk penyimpanan bahan berbahaya harus dibuat sedemikian rupa seperti
gudang yang terpisah, ruangan dengan suhu rendah, dilengkapi pelindung,dan
ruangan terkunci.
Penerimaan barang hendaknya dilakukan pemeriksaan kelengkapan baik
dokumen terkait, kesesuaian fisik barang dan jumlah. Maka apabila terjadi
penyimpangan harus dilaporkan ke pihak bertanggung jawab dan apabila tidak
ada kesepakatan barang tersebut dikembalikan. Barang yang diterima dilakukan
pencatatan dalam bentuk kartu stok atau pencatatan dengan komputer. Dari sini
dilakukan pemberian nomor identitas. Setelah semua terpenuhi dapat dilakukan
pengambilan misalnya untuk pemeriksaan kualitas oleh bagian pengawas mutu.
2.4.2. Penyimpanan
Area hendaknya dirancang sesuai dengan kebutuhan atau sifat dari bahan
dan produk yang disimpan seperti pengatur suhu, cahaya, kelembaban, dan
sebagainya. Area penyimpanan juga hendaknya mempunyai alur atau akses
yang baik dan aman. Berdasarkan dari sifat bahan yang disimpan hendak
disediakan suatu area atau ruang penyimpanan terpisah untuk bahan baku,
pengemas, produk antara/ruahan, dan produk jadi.
Contoh pengaturan suhu untuk penyimpanan bahan baku dan produk :
1. Suhu ruang : 25 30OC
2. Suhu ruang yang dikendalikan : 25OC
3. Sejuk : 8-15OC
4. Dingin : 2-8oC
5. Beku : di bawah 0oC
Secara umum, area penyimpanan hendaklah mempunyai alur/akses yang
baik, aman (seperti alat pelindung diri, tanda keamanan, tanda bahaya/sistem
alarm, alat pemadam api) dari aspek bahan, produk maupun dari personil yang
akan melaksanakan kegiatan di dalam area penyimpanan, memiliki penerangan
yang cukup, bersih, kering, beraliran udara lancar, bebas hama dan serangga,
suhu dan kelembaban yang sesuai dengan bahan yang disimpan. Bahan dan
produk yang harus disimpan dalam kondisi suhu dan kelembaban tertentu,
hendaklah dipantau secara terus menerus dengan jumlah dan lokasi titik
pemantauan sesuai dengan area penyimpanan.
Berdasarkan dari sifat bahan yang disimpan, hendaklah disediakan suatu
area/ruangan penyimpanan terpisah untuk bahan sebagai berikut:
1. Bahan baku
Penyimpanan untuk bahan baku dapat dikelompokkan untuk bahan yang
bersifat antara lain: mudah terbakar, eksplosif, toksik, Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3) dan korosif.
2. Bahan pengemas
Penyimpanan untuk bahan pengemas sebenarnya mempunyai persyaratan
yang lebih ringan. Penyimpanan bahan pengemas hendaklah disesuaikan
dengan fungsi dan sifat bahan misalnya: aluminium foil, label, stiker, karton
yang sudah dilengkapi dengan bahan perekat/lem disimpan dalam gudang
sejuk; bahan plastic yang mempunyai kecenderungan elektrostatik yang
akan menarik debu disimpan sedemikian rupa sehingga terlindung dari
debu.
3. Produk antara/produk ruahan
Perlu dipisahkan antara produk antara/produk ruahan yang sudah lulus uji
dan yang masih dikarantina, untuk menghindari tercampur baurnya kedua
produk tersebut. Untuk beberapa produk antara/produk ruahan yang
mempunyai sifat mudah terbakar diperlukan suatu area penyimpanan yang
khusus.
4. Produk jadi
Penyimpanan produk jadi harus dipisahkan areanya, sesuai status produk
tersebut, antara lain: masih dikarantina, diluluskan, ditolak, dan produk
kembalian. Penandaan terhadap status produk jadi ini harus jelas untuk
menghindari kekeliruan pengiriman.
Semua aktifitas harus dicatat dan disimpan. Pengeluaran bahan/produk
harus mengikuti sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First
Out).
1. FIFO (First In First Out) adalah penyimpanan obat berdasarkan obat yang
datang lebih dulu dan dikeluarkan lebih dulu.
2. FEFO (First Expired First Out) adalah penyimpanan obat berdasarkan obat
yang terakhir masuk dikeluarkan terlebih dahulu.
Pengawasan bahan atau produk yang sudah tidak memenuhi standar harus
dikeluarkan dari stok dan harus menyangkut aspek administrasi dan fisik. Bila
dilakukan pergantian wadah dan label harus ada persetujuan dari Kepala Bagian
Pengawas Mutu dan label baru tidak boleh menutupi label identitas asli.
2.4.3. Distribusi
Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan
lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi.
Selanjutnya produk dapat didistribusikan.
Beberapa prosedur yang dilakukan dalam pendistribusian produk jadi yaitu :
a. Penyerahan produk jadi dalam status karantina harus disertai surat
penyerahan produk jadi.
b. Produk jadi dalam status karantina tidak dapat didistribusikan sebelum
diluludkan oleh Badan Pengawasan Mutu.
c. Setiap pengiriman produk jadi harus disertai dan sesuai dengan surat
pengiriman yang dikeluarkan oleh bagian logistik.
d. Setiap pengiriman produk jadi harus dicatat di kartu persediaan baik jumlah,
nomor bets, dan penerima.
e. Setiap pengiriman produk jadi harus mengikuti sistem FIFO (First In First
Out) artinya produk yang pertama masuk yang pertama dikeluarkan atau
sistem FEFO (First Expired First Out) artinya produk yang lebih dahulu
kadaluwarsa yang pertama dikeluarkan.
2.4.4. Pemusnahan
Kosmetika yang yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan keamanan,
manfaat, mutu, penandaan, klaim, dan dinotifikasi oleh Kepala Badan maka
wajib dilakukan penarikan dari peredaran. Kosmetika yang dilakukan penarikan
dari peredaran dan dapat membahayakan kesehatan maka wajib dilakukan
pemusnahan. Kosmetika dengan penandaan yang tidak objektif, menyesatkan,
dan/atau berisi informasi seolah-olah sebagai obat maka dilakukan pemusnahan
terhadap penandaannya. Dalam hal melepas penandaan berakibat merusak isi,
maka pemusnahan dilakukan berikut produknya. Pemusnahan ini dilakukan atas
perintah Kepala Badan dan disaksikan oleh petugas dan dilaporkan pada kepala
badan dan harus dilengkapi dengan berita acara pemusnahan.
2.5. POB (Prosedur Operasional Baku)
NAMA PROSEDUR OPERASIONAL BAKU Halaman 1 dari 4
PERUSAHAAN Nomor:
PEMBERSIHAN DAN DESINFEKSI POB P-DRP 001
RUANGAN PRODUKSI
Industri
Kosmetik X DEPARTEMEN DEPARTEMEN Tanggal berlaku
PRODUKSI QC 1 April 2017 - 1
April 2019

Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh Mengganti Nomor :


- Tanggal :

Tanggal Tanggal Tanggal


1 April 2017 1 April 2017 1 April 2017

1. Desinfeksi adalah proses perusakan sel mikroba, tetapi tidak dapat menghilangkan/
merusak spora.
i. Desinfektan hendaknya dipilih menurut kegunaannya berdasarkan pemeriksaan
potensinya secara mikrobiologi atau informasi dari pabrik pembuat.
ii. Desinfektan yang digunakan hendaklah sesuai dengan permukaan objek yang
akan didesinfeksi dan alat yang akan digunakan untuk pelaksanaan desinfeksi
iii. Harus dipastikan bahwa desinfektan tidak menyebabkan korosi atau perubahan
warna pada lantai, permukaan alat dari logam maupun yang dicat.
iv. Harus diperhatikan keterangan pembuat mengenai formulasinya dan
kemungkinan dampaknya terhadap kesehatan.
v. Dianjurkan agar pemakaian silih berganti dua atau lebih desinfektan masing-
masing selama waktu tertentu untuk mencegah resistensi mikroba. Desinfektan
pengganti hendaklah mempunyai struktur kimia dan kerja antimikroba yang
berbeda.
vi. Contoh desinfektan seperti tercantum pada tabel di bawah ini :

NO. KADAR YANG PEMAKAIAN DAN KETERANGAN


NAMA BAHAN DIGUNAKAN
1. Klorheksidin 2,5 % a. Lantai, tangan dan peralatan untuk
glukonat dan pengolahan aseptis.
Setrimid b. Daya kerjanya dihambat oleh sabun
dan deterjen anionik.
c. Daya kerjanya berkurang jika
kontak dengan plastik, kain pel
katun dan air sadah.
2. Kresol 5% Lantai
3. Isopropil Alkohol 70 % Peralatan dan permukaan
4. Formaldehida Bentuk gas a. Fumigasi daerah pengolahan secara
aseptis.
b. Uapnya yang berbau menusuk
bersifat sporisidal.
5. Natrium Hipoklorit 0,1 1 % a. Permukaan-permukaan.
b. Dapat mengikis baja tahan karat.
2. Antiseptika adalah bahan yang digunakan pada jaringan hidup (misalnya kulit) untuk
membunuh mikroorganisme atau menghambat pertumbuhannya.

I. Pengamanan
1. Bahan pembersih dan desinfektan harus ditangani secara hati-hati karena merupakan
bahan yang ampuh dan berbahaya. Petunjuk penggunaan dari pabrik pembuat harus
diperhatikan/diikuti baik-baik.
2. Gunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, kaca mata pelindung, sepatu
pengaman pada waktu bekerja dengan bahan-bahan tersebut.
3. Bahan pembersih dan desinfektan umumnya jangan digunakan dalam campuran, karena
ada kemungkinan bereaksi secara kimia dan menimbulkan bahaya.
4. Desinfektan yang mengandung alkohol atau pelarut lain yang mudah terbakar harus
disimpan dan ditangani secara khusus.
5. Bahan pembersih atau desinfektan jangan diganti dengan yang lain sebelum dipastikan
bahwa bahan pengganti tersebut mempunyai efektifitas dan keamanan yang sama
dengan bahan yang digunakan sebelumnya.

II. Pemakaian Bahan Pembersih dan Desinfektan


1. Desinfektan pada umumnya tersedia dalam bentuk larutan pekat serta harus diencerkan
sesuai petunjuk dari pabrik pembuatnya. Pengenceran tersebut harus sesuai dengan
ketentuan dan dicatat. Janganlah membuat pengenceran lebih lanjut selama
penggunaannya.
2. Pengenceran hendaklah dilakukan menggunakan air bersih. Penggunaan air sadah harus
dihindari karena dapat menurunkan efektifitasnya.
3. Desinfektan dan bahan pembersih harus diencerkan segera sebelum dipakai.
4. Larutan pembersih dan larutan desinfektan yang tidak terpakai harus dibuang dan
wadahnya dicuci setiap hari setelah selesai digunakan.
5. Jangan mencampur desinfektan yang mempunyai struktur kimia yang berlainan dengan
bahan pembersih, karena dapat mengurangi daya kerja antimikroba secara drastis.

III. Ketentuan mengenai Prosedur Operasional Baku pembersihan dan desinfeksi.


1. Harus ada Prosedur Operasional Baku mengenai setiap cara pembersihan dan desinfeksi.
Prosedur tersebut hendaknya ditulis dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh
pelaksana pembersih dan desinfeksi.
2. Prosedur tersebut hendaknya meliputi secara rinci:
i. Daerah atau ruangan yang harus dibersihkan dan didesinfeksi.
ii. Permukaan yang harus dibersihkan dan didesinfeksi.
iii. Jadwal pembersihan dan desinfeksi.
iv. Jenis bahan yang digunakan, konsentrasi yang digunakan dan cara penggunaan.
v. Jadwal pertukaran penggunaan bahan desinfeksi.
3. Prosedur tersebut harus disetujui oleh Kepala Pengawasan Mutu.
4. Prosedur tidak boleh diubah tanpa sepengetahuan Penanggung Jawab Kebersihan
termasuk Penanggung Jawab Pengawasan Mutu.
NAMA PROSEDUR OPERASIONAL BAKU Halaman 1 dari 2
PERUSAHAAN Nomor:
SANITASI GUDANG BAHAN BAKU DAN POB SGBB-P 001
Industri PENGEMAS
Kosmetik X DEPARTEMEN DEPARTEMEN Tanggal berlaku
PRODUKSI QC 1 April 2017 - 1
April 2019

Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh Mengganti Nomor :


Tanggal :

Tanggal Tanggal Tanggal


1 April 2017 1 April 2017 1 April 2017

I. Tujuan
Sanitasi bangunan bertujuan mengurangi populasi mikroba agar sarana produksi kosmetik dan sarana sekelilingnya
mempunyai tingkat kebersihan yang sesuai untuk menunjang produksi kosmetik yang memenuhi syarat mutu.

II. Pelaksana dan Penanggung Jawab


1. Sanitasi bangunan dilaksanakan oleh Pelaksana Sanitasi.
2. Dalam tugas dan tanggung jawabnya Pelaksana Sanitasi melapor kepada Kepala bagian pengawas mutu.
3. Kepala Bagian Pengawasan Mutu mengatur jadwal pemeriksaan tingkat kebersihan.
4. Kepala Bagian Produksi menghubungi Kepala Bagian pengawasan mutu jika sesudah pelaksanaan sanitasi di
ruangan produksi dan sekitarnya tingkat kebersihan yang dicapai tidak memenuhi syarat.

III. Larutan Sanitasi


1. Etil alkohol 95%
2. Etil alkohol 70% aq.solution
Catatan: - larutan sanitasi diganti sebulan sekali
- larutan sanitasi disimpan tidak lebih dari seminggu.

IV. Pelaksanaan Sanitasi


1. Bersihkan lantai dengan vacuum cleaner sekali sehari. Dipel dengan larutan antiseptik dan disemprot
menggunakan sanitizer. Jangan gunakan sapu, karena akan menyebabkan debu dan kotoran beterbangan ke
dalam kosmetik yang diproduksi.
2. Hilangkan kotoran dari bawah peralatan, di sudut-sudut dan di tempat yang sukar terjangkau. Hal ini akan
meniadakan persediaan pangan bagi hama serta mempertahankan kebersihan area bangunan.

3. Bersihkan dan sanitasi permukaan meja kerja. Bakteri patogen mungkin terdapat pada permukaan tersebut dan
dapat terbawa ke dalam kosmetik.
4. Atur tekanan udara, filter, kelembaban serta suhu yang sesuai. Sering bersihkan filter dan pipa.
5. Singkirkan barang-barang yang tidak terpakai.
6. Sediakan tong sampah tertutup di luar ruangan.
7. Cuci dan sanitasi wadah dan tangki sebelum digunakan. Hal ini akan mengurangi penyebaran mikroorganisme
yang patogen.
8. Bersihkan toilet, loker dan ruang ganti sedikitnya sekali sehari.
9. Sediakan air panas dan air dingin yang mengalir dan sabun dalam dispenser untuk mencuci tangan. Gunakan
handuk kering dan bersih untuk mengeringkan.

V. Pengendalian Hama
1. Hilangkan tempat untuk bersarang dengan menyingkirkan peralatan yang tak dipakai serta mempertahankan
kebersihan di semua area, terutama di belakang peralatan. Merawat lantai dan dinding dengan baik juga
menghilangkan tempat untuk bersarang.
2. Cegah hama masuk dengan memasang screen pada jendela dan pintu.
3. Isi lubang sekitar pipa dan drainase.
4. Periksa barang hantaran terhadap kemungkinan gigitan tikus atau kecoa yang mati dsb.
5. Eliminasi sumber air dan makanan bagi hama.
6. Cegah kontaminasi disebabkan oleh umpan yang beracun, yang harus diberi label racun.
7. Hama yang mati harus segera disingkirkan.
8. Sampah harus disimpan dalam wadah yang kedap terhadap hama dan kebersihan area harus dijaga.
BAB III
PEMBAHASAN
Salah satu industri kosmetik yang kami wawancarai tentang manajemen pergudangan
adalah Industri Kosmetik X yang terdapat di daerah Kebo Iwa Denpasar. Pergudangan dalam
Industri kosmetik ini memiliki beberapa tugas yaitu mengatur dan mencatat keluar masuknya
barang yang juga meliputi penerimaan barang, serta sebagai perlindungan penyimpanan
barang, pengembalian barang (bila barang yg masuk tidak sesuai), Stock Opname, dan yang
paling utama yaitu manajemen pergudangan merupakan pendukung proses produksi atau
yang biasa disebut dengan Manufactoring Support. Pergudangan dipimpin oleh seorang ketua
yang mendapatkan pelatihan yang rutin setiap bulannya. Ketua dalam pergudangan bukanlah
seorang apoteker akan tetapi karena adanya pelatihan menjadikan ketua pergudangan ini ahli
dalam bidangnya. Industri Kosmetik ini menerapkan standar dan prosedur sesuai dengan
CPKB .
Berikut ini beberapa standar yang telah di laksanakan pada Industri Kosmetik ini
adalah sebagai berikut :
1. Penerimaan
Proses masuknya Bahan Baku dari luar gudang penyimpanan:
a. Bahan baku dicek dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan baku yang dimiliki
(bentuk, jenis, ukuran disesuaikan dengan form permintaan barang)
b. Bila sesuai spesifikasi, semua informasi barang dicatat pada form penerimaan Barang
(berisi Tanggal, nama pemasok, batch, Expired, Jumlah)
c. Setelah itu barang disimpan di Gudang Bahan Baku sesua dengan Rak masing-masing
Bahan Baku
2. Penyimpanan
Untuk kondisi penyimpanan harus sesuai dengan semua aspek kondisi gudang dan
syarat penyimpanan bahan baku.
Kondisi Gudang:
a. Luas Gudang sesuai standar
b. Pencahayaan yang cukup
c. Suhu Ruangan dibawah 22 28 derajat (terdapat pendingin udara)
d. Terdapat Exhaust Fan
e. Terdapat perangkap Tikus
f. Terdapat rak penyimpanan yang memadai ( disesuaikan dengan jenis barang)
Syarat penyimpanan Bahan Baku dan Produk Jadi:
a. Diletakkan pada ruangan dengan kondisi gudang yang disebutkan diatas
b. Diletakkan dengan sistem FIFO (First In First Out)
c. Untuk bahan baku khususnya jenis serbuk, diletakkan dengan kontainer tertutup
d. Terdapat kartu Stok
Perbedaan antara perlakuan penyimpanan bahan baku dan produk jadi jauh berbeda
dari segi kondisi ruangan dan syarat ruangan, hanya saja pada penyimpanan produk jadi,
sebelum disimpan, diadakan pengecekan apakah sudah sesuai dan benar mengenai kode
produski, lebel, dan kemasan.
Dokumen yang diperlukan pada Gudang Penyimpanan Bahan Baku:
a. Kartu Persediaan Bahan Baku
b. Kartu Bahan Pengemas
c. Form Permintaan Barang
3. Pendistribusian
Proses keluarnya produk jadi dari Gudang Bahan Baku
a. Form permintaan bahan baku pleh bagian produksi ke bagian Gudang
b. Setelah Bahan Baku diberikan, dicatat ke kartu Persediaan Bahan Baku
BAB IV
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Dari observasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Industri
Kosmetk X adalah Industri Kosmetik yamg telah menerapkan manajemen
pergudangan sesuai standar CPKB seperti area gudang, kondisi dalam gudang,
penyimpanan bahan baku dan produk jadi. Selain itu hampir sesuai dengan rancangan
yang telah dibuat berdasarkan pedoman standar CPKB yang telah ditetapkan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.42.06.10.4556 tahun
2010 dan HK.00.05.4.3870 tahun 2003 tentang Petunjuk Operasional Pedoman
CPKB.

III.2. Saran
Untuk industri kosmetik lainnya disarankan selalu menerapkan standar yang
telah ditetapkan dalam CPKB sehingga dapat menjadi industri kosmetik yang bermutu
dan terpercaya.
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2003. Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik HK.00.05.4.3870 No.
HK.00.05.4.3870 Edisi Oktober 2003. Jakarta
Badan POM RI. 2003. Petunjuk Oprasional Pedoman CPOB No. HK.03.42.06.10.4556. Edisi
Juni 2010. Jakarta
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai