TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Nephrektomi adalah pembedahan untuk mengangkat ginjal. Ginjal merupakan organ
yang penting untuk kehidupan, maka nephrektomi dilakukan sesuai dengan indikasi2.
Indikasi untuk dilakukan nephrektomi adalah kanker ginjal, trauma berat ginjal
hydronephrosis, infeksi kronik, penyakit ginjal polikistik, hipertensi ginjal dan kalkulus.
Nephrektomi dapat hanya mengangkat sebagian kecil dari ginjal atau bahkan bisa juga
mengangkat ginjal dengan jaringan sekitarnya. Pada nephrektomi parsial hanya bagian
ginjal yang mengalami infeksi saja yang diangkat. Pada nephrektomi radikal ginjal diangkat
beserta bagian ureter, kelenjar adrenal dan jaringan lemak yang mengelilingi ginjal.
Nephrektomi simpel dilakukan untuk tujuan transplantasi dengan mengangkat ginjal dan
ureter.
Nefrektomi radikal adalah prosedur pembedahan yang menghapus seluruh bagian dari
satu ginjal bersama dengan lemak sekitar, fasia, dua pertiga ureter, kelenjar adrenal dan
kelenjar getah bening di sisi yang sama.
Indikasi medis dilakukannya nefrektomi radikal biasanya adalah karsinoma sel ginjal
(hipernefroma) atau penyakit ginjal polikistik yang telah benar-benar merusak jaringan
ginjal.
2.1.1 Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan berbentuk seperti kacang. Terletak di
kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutup atas ginjal kanan terletak
setinggi kosta 12, sedangkan kutup atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Setiap
ginjal pada orang dewasa memiliki panjang 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan
beratnya antara 120 sampai 150 gram. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis
mengkilat, terbagi menjadi dua bagian yaitu: bagian eksternal yang disebut Korteks,
dan bagian internal disebut Medula.
Dilihat dari permukaan anterior, struktur ginjal terdiri dari; arteri dan vena renalis,
saraf dan pembuluh getah bening yang keluar dan masuk melalui hilus, ureter. Darah
dialirkan ke dalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal
melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior.Aliran darah yang melalui
ginjal jumlahnya 25% dari curah jantung.
Dilihat dari potongan longitudinal, struktur ginjal terdiri dari: Kapsula, Korteks,
Piramid medula, nefron (terdiri dari glomerulus dan tubulus: proksimal, ansa Henle,
distal), kaliks (minor dan mayor), pelvis ginjal dan ureter.
Penyakit ginjal dimanifestasikan dengan adanya perubahan struktur ginjal, yaitu
adanya perbedaan panjang dari kedua ginjal yang lebih dari 1,5 cm.
2.1.2 Ureter
Ureter merupakan pipa panjang dengan dinding yang sebagian besar terdiri atas otot
polos. Setiap ureter memiliki panjang 10 sampai 12 inci, Organ ini menghubungkan
setiap ginjal dengan kandung kemih. Organ ini berfungsi sebagai pipa untuk
menyalurkan urin ke kandung kemih.
2.1.3 Vesica Urinaria (Kandung Kemih)
Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang sebagian besar dindingnya terdiri
dari otot polos disebut muskulus detrusor yang dapat mengempis, terletak dibelakang
simfisis pubis. Kontraksi otot ini terutama berfungsi untuk mengosongkan kandung
kemih pada saat BAK. Organ ini berfungsi sebagai wadah sementara untuk
menampung urin dan mendorong kemih keluar tubuh dibantu oleh uretra.
2.1.4 Uretra
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih
sampai ke luar tubuh. Panjang uretra pada wanita 1,5 inci dan pada laki-laki sekitar 8
inci.
2.1.5 Meatus urinarius (Muara uretra)
3.1.4 Patofisiologi
Tumor wilms muncul saat sel yang membentuk ginjal gagal berkembang dan malah
menggandakan diri pada bentuknya yang primitif. Tumor wilms biasanya terlihat jelas
pada anak usia 1-5 tahun. Massa seringkali mengubah ginjal dan memampatkan
jaringan normal menjadi jaringan tipis. Tumor wilms berasal dari parenkim ginjal. Hal
ini menyebabkan perdarahan sehingga saat buang air kecil mengandung darah.
Disamping itu dapat disertai hipertensi karena tumor wilms dapat merangsang aktifitas
renin. (www. Dokterfoto.com). Tumor wilms merupakan tumor ginjal yang muncul
dari parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimal ginjal, yang biasanya
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya riwayat keluarga, asupan bahan/obat
tertentu. Tumor yang lebih besar akan meluas ke bangunan sekitar menyebabkan
obstruksi vena kava inferior sehingga terjadi asites/edema dan obstruksi usus
(konstipasi). Tumor ini tumbuh cepat. Metastasis terjadi melalui aliran darah ke paru-
paru dan hati. Tumor ini menyebar melalui pembuluh limfe ke nodus retroperitoneal.
Tempat paling umum untuk metastasis ini adalah paru-paru diikuti hati, ginjal. Tumor
ini tidak boleh dipalpasi karena dapat menyebabkan penyebaran tumor ke tempat lain
atau dapat menyebabkan emboli pulmoner. Cara penyebaran bisa secara langsung
menembus ginjal. Kemudian ke jaringan sekitarnya dan melalui pembuluh limfe/vena
renalis. Hal ini dapat mengakibatkan hematuria, anemia, nyeri. Lama kelamaan akan
terbentuk massa di abdomen sehingga timbullah kanker ginjal yang kemudian akan
memproduksi zat yang menyerupai hormone yang dapat mendorong terjadinya
hipertensi.
3.1.5 WOC Tumor Wilms ( Renal )
Kelainan Genetika
Tumor Wilms
Tumor belum
Menembus kapsul ginjal
Berdiferensiasi
Tumor menembus kapsul ginjal MK: Nyeri
Disfungsi ginjal Hematoma Otak
Gangguan glomerulus Gangguan keseimbangan Menyebar ke abdomenParu-
paru
asam basa Kakeksia Sesak Nafas
Gangguan filtrasi Asidosis metabolic Hemi hipertrofi Nutrisi Berkurang
Hematuria cairan banyak keluar Mual dan muntahGang3 Metabolisme
Tindakan Operasi
Pre operasi Post operasi
Insisi
3.1.7 Komplikasi
( Charette Jane : 1999)
a. Metastasis ke paru-paru, sum-sum tulang belakang, hati, otak
b. Sesak nafas
c. Efek samping dari kemoterapi dan terapi radiasi (mual, muntah ,suhu tubuh
meningkat, kerontokan rambut)
d. Komplikasi pembedahan (atelektasis, pneumonia, hemoragis)
5.1.5 Induksi
a. Propofol
1) Induksi Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah campuran 1% obat
dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan
2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa
premedikasi.
2) Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara cepat.
Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai
plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol
yang berkesinambungan dengan opiat,N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.
3) Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini
disebabkan karena vasodilatasi perifer dari pada penurunan curah jantung.
Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak
merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan
tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih
cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi yang minimal.
4) Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan,
apnea, brokospasme dan laringospasme. Pada system kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat
adanya sakit kepala, pusing, euforia,kebingungan, kejang, mual dan muntah.
b. Tiopenthal
a. Indikasi
Obat induksi, suplementasi dari anestesi regional, antikonvulsan, pengurangan
dari tekanan intracranial, proteksi serebral ( narcosis barbiturate )
b. Dosis
Induksi IV 3 5 mg/kgbb ( dewasa )
Induksi IV 5 6 mg/kgbb ( anak )
Induksi IV 7 8 mg/kgbb ( bayi )
Suplementasi anestesi IV 0,5 1 mg/kgbb
Infuse 0,05 0,35 mg/kgbb/menit
c. Onset
10 20 detik
d. Duration
2 5 menit
e. Efek samping
Depresi sirkulasi, aritmia, depresi pernapasan, apnoe, laringospasme,
bronchospasme, mual, muntah, urtikaria, reaksi anafilaktik
c. Ketamin
a. Indikasi
Anestetik disosiatif, induksi dan pemeliharaan anestesi, khususnya pada pasien
hipovolemik atau beresiko tinggi, satu satunya anestetik untuk prosedur bedah
singkat.
b. Dosis
Sedasi atau alagesia 0,5 1 mg/kgbb IV
Induksi 1 2 mg/kgbb IV
c. Onset
< 30 detik
d. Duration
5 15 menit
e. Efek samping
Hipertensi, tachicardi, hipotensi, aritmia, bradikardi, depresi pernapasan, apnoe,
laringospasme, hipersalivasi, mual, muntah, delirium bangkitan
b. Jarum Epidural
Jarum epidural standar biasanya adalah 17-18. Panjang 3 atau 3,5 inci, bevel
tumpul dengan lengkungan 15-30 pada ujungnya. Jarum Tuohy adalah yang
paling sering digunakan (Gb.16-11). Ujung yang tumpul dan lengkung membantu
mendorong dura setelah melewati ligamentum flavum sehingga tidak dapat
menembusnya. Jarum lurus tanpa ujung lengkung (jarum Crawford) memiliki
insidens terjadinya tusukan dura yang tinggi. Namun mempermudah pemasangan
kateter epidural. Modifikasi jarum termasuk yang memiliki wing tip dan
introduser didesain untuk menentukan penempatan kateter.
c. Kateter Epidural
Menempatkan kateter di dalam ruang epidural memungkinkan infus kontinu atau
teknik bolus intermitten. Di samping memperpanjang durasi blok, hal ini juga
memungkinkan dosis total obat anestesi yang digunakan lebih rendah dan karena
itu lebih mengurangi efek gangguan hemodinamik saat diberikan initial dose.
Kateter epidural berguna untuk anestesi epidural intraoperatif atau analgesia
postioperatif. Biasanya, kateter ukuran 19 atau 20 dimasukkan melalui jarum
epidural ukuran 17 atau 18. Saat menggunakan jarum ujung melengkung, bevel
diarahkan ke kranial atau ke kaudal dan kemudian kateter didorong 2-6 inci ke
dalam ruang epidural. Semakin pendek jarak kateter di dorong, semakin mudah
kateter terdorong dan tercabut. Sebaliknya, semakin jauh kateter di dorong,
semakin tinggi kesempatan blok-blok unilateral kemungkinan akibat ujung kateter
meninggalkan ruang epidural melalui foramen intervertebrata atau masuk ke
dalam recessus lateral dari ruang epidural. Setelah memasukkan kateter
kekedalaman yang diinginkan, jarum ditarik keluar meninggalkan kateter di
tempat. Kateter diisolasi atau diamankan sepanjang punggung. Kateter memiliki
lubang masuk tunggal pada bagian distal atau untuk memudahkan insersi. Kawat
spiral yang memperkuat membuat kateter tidak mudah tertekuk. Ujung spiral ini
berkaitan dengan kurangnya insidens parasthesia, serta disersi intravaskuler.
f. Zat Anestesi
Zat anestesi epidural dipilih berdasarkan dampak klinisnya, apakah ia digunakan
sebagai anestesi primer atau digabung dengan anestesi umum, atau untuk
analgesia. Untuk antisipasi durasi prosedur mungkin memerlukan anastetik
single-shot kerja lama atau kerja singkat atau dengan pemasangan kateter
epidural. (Tabel 16-6). Pada umumnya menggunakan zat-zat kerja singkat sampai
sedang yang sering digunakan untuk anestesi pembedahan termasuk lidokain 1,5-
2%, Chlorpocaine 3% dan mepivacaine 2%. Zat-zat kerja lama termasuk
bupivacaine 0,5-0,75%, ropivacaine 0,5-1% dan etidocaine. Pengalaman dengan
levobupivacaine, S-Enantioners bupivacaine yang kurang toksik, masih kurang.
Hanya larutan anestesi lokal yang bebas pengawet atau khususnya yang sudah
diberi label untuk epidural atau kaudal yang dibolehkan.
Setelah bolus awal persegmen 1-2 ml (dalam dosis terpisah), ulangi pemberian
dosis melalui kateter epidural dilakukan dalam interval waktu, berdasarkan
pengalaman para ahli dengan zat atau saat blok memperlihatkan beberapa derajat
regresi. Waktu regresi 2 segmen adalah gambaran khas dari setiap anestesi lokal
dan diartikan sebagai waktu yang diperlukan untuk level sensorik untuk
berkurang 2 tingkat dermatom. (Tabel 16-7). Saat regresi 2 segmen terjadi,
seseorang secara umum aman untuk diberikan ulang 1/3 sampai dosis aktivasi
awal.
Harus diingat bahwa chlorprocaine, suatu ester dengan onset cepat, durasi singkat
dan toksisitas yang rendah, dapat dengan efek analgesik dari opiat epidural.
Formula chloroprocain yang lama dengan pengawet khususnya bisulfat dan
EDTA terbukti menimbulkan masalah. Preparat bisulfat menyebabkan
neurotoksik bila disuntikkan dalam volume besar secara intratekal, sementara
formula EDTA terkait dengan nyeri punggung berat (kemungkinan karena
hipokalsemia lokal). Preparat chlorprocain terbaru bebas pengawet dan tanpa
komplikasi.
b. Post operasi
1) Sistim Pernafasan( B1= breathing)
Pada pemeriksaan sistim pernapasan, tidak ada gangguan ekspansi paru-paru
2) Sistim kardiovaskuler ( B2 = Blood)
Pada pemeriksaan sistim kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan tekanan
darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri post operatif
3) Sistim Persyarafan (B3= brain)
Tingkat kesadaran biasanya komposmentis
Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi
4) Sistim Perkemihan (B4 = Bladder)
Biasanya pasien dengan tumor ginjal mengalami kelainan pada sistem
perkemihan
5) Sistem Pencernaan ( B5 =Bowel)
Pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal
Pola defekasi tidak ada kelainan
6) Sistem Muskuloskeletal (B6 =Bone)
Adanya luka operasi nyeri pada daerah luka opersi
6.1.3 Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan adanya keganasan pada renal
2) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur operasi
dan pembedahan
b. Durante Operasi
1) Resiko terjadinya hipoksia berhubungan dengan dilakukan tindakan intubasi
2) Resiko nyeri berhubungan dengan dilakukan tindakan intubasi
3) Resiko terjadinya depresi pernapasan (apnoe) dan hipotensi berhubungan
pemberian obat propofol
4) Resiko terjadinya hipoksia berhubungan dengan pemberian obat relaksan
5) Resiko pasien nyeri berhubungan dengan dilakukan incise
6) Resiko pasien awareness ( bangun ) berhubungan dengan durasi obat propofol
habis
7) Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan jenis operasi besar
8) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pada
durante operasi
9) Resiko terjadi spasme laring berhubungan dengan dilakukan ekstubasi
c. Post Operasi
1) Resiko ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan efek sisa obat obatan
anestesi
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka post operasi
6.1.4 Intervensi
Resiko pasien Resiko bangun tidak a. Monitor tanda tanda vital terutama TD
awareness terjadi setelah meningkat
(bangun) dilakukan tindakan R/ mengetahui kalau ada tanda tanda
dengan criteria : kegawatan, nyeri atau pasien bangun
- Airway bebas b. Kolaborasi pemberian injeksi propofol 50
- Spo2 100% mg IV dan maintenance continus anestesi
- TD 110/80 mmhg, inhalasi isofluran mulai 1,15 % MAC
nadi 80x/mnt, RR R/ dengan pemberian injeksi propofol
18x/mnt pasien tidak bangun dan maintanance
- Hemodinamik continus anestesi inhalasi isopluran mulai
stabil 1,15 % MACdiharapkan selama durante
operasi pasien tidak bangun
Resiko pasien Resiko bangun tidak c. Monitor tanda tanda vital terutama TD
awareness terjadi setelah meningkat
(bangun) dilakukan tindakan R/ mengetahui kalau ada tanda tanda
dengan criteria : kegawatan, nyeri atau pasien bangun
bb. Airway bebas d. Kolaborasi pemberian injeksi propofol 50
cc. Spo2 100% mg IV dan maintenance continus anestesi
dd. TD 110/80 inhalasi isofluran mulai 1,15 % MAC
mmhg, nadi R/ dengan pemberian injeksi propofol
80x/mnt, RR pasien tidak bangun dan maintanance
18x/mnt continus anestesi inhalasi isopluran mulai
ee. Hemodinamik 1,15 % MACdiharapkan selama durante
stabil operasi pasien tidak bangun