ANESTESI SPINAL
Definisi
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik
lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok
spinal intradural atau blok intratekal.
Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis yang digunakan, efek
vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang,
operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat.
Indikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan
perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah
rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi
dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia,
hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif
meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi
golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan
dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, dan a resistant surgeon.
Persiapan Pasien
1. Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent) meliputi pentingnya
tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
2. Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya
kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya skoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin
parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.
3. Kunjungan praoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat dipertimbangkan pemberian obat
premedikasi agar tindakan anestesi dan operasi lebih lancar. Namun, premedikasi tidak berguna bila
diberikan pada waktu yang tidak tepat.
Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi yang lengkap
untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan
stilet di dalam lumennya dan ukuran 16-G sampai dengan 30-G. Obat anestetik lokal yang digunakan
adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi
aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih
besar dari berat jenis cairan serebrospinal (hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat
gaya gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila
sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37C
cairan serebrospinal memiliki beratjenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol, dan duk.
Jarum Spinal
Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bambu runcing (jenis
Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pascapenyuntikan spinal.
Teknik
1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah untuk tindakan
punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan
dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan
salah satu sisi tubuh berada di meja operasi. Panggul dan lutut difleksikan maksimal. Dada dan leher
didekatkan ke arah lutut.
2. Posisi penusukan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebra lumbalis
(interlumbal).
3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10-30
terhadap bidang horizontal ke arah kranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater dan lapisan
subaraknoid.
5. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
6. Suntikkan obat anestetik lokal yang telah dipersiapkan ke dalam ruang subaraknoid. Kadang-kadang
untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala,
retensio urin, meningitis, cedera pumbuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total.
2. ANESTESI UMUM
Definisi
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik,
analgesi, dan relaksasi otot. Cara pemberian anestesi umum:
1. Parenteral (intramuskular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi
anestesi. Umumnya diberikan tiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin,
diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.
2. Perektal. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.
3. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang
digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung
dari tekanan parsialnya.Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan daya
anestesi, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat
memberi anestesi yang adekuat.
3. Lokal Anestesi
Anestesi/analgesi lokal adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dengan teknik:
1. Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal di atas selaput mukosa
seperti mata, hidung, atau faring.
2. Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar tempat lesi,
luka, atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade lingkar dan obat disuntikkan
intradermal atau subkutan.
3. Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal ini
bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misalnya saraf oksipital dan pleksus brakialis, anestesi
spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi spinal, analgetik lokal disuntikkan ke
dalam ruang subaraknoid di antara konus medularis dan bagian akhir ruang subaraknoid. Anestesi
epidural diperoleh dengan menyuntikkan zat anestetik lokal ke dalam ruang epidural. Pada anestesi
kaudal, zat analgetik lokal disuntikkan melalui hiatus sakralis.
4. Analgesi regional intravena, yaitu penyuntikan larutan anagetik lokal intravena. Ekstremitas
dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan turniket pneumatik.
4. INTUBASI
1.1. INTUBASI PADA OPEARASI DARURAT
Pada operasi darurat dilakukan induksi cepat (crush induction) untuk mencegah aspirasi selama
tindakan intubasi. Diindikasikan terutama pada pasien dengan lambung penuh. Selain peralatan
intubasi dipersiapkan pula alat penghisap dan pipa lambung. Pasien dipersiapkan dalam posisi
setengah duduk atau telentang dengan posisi kepala lebih rendah.
Awali dengan pemberian O2 100% (praoksigenisasi) selama 3-5 menit kemudian obat pelumpuh
otot nondepolarisasi dosis (prekurarisasi). Suntikan obat induksi cepat diberikan sampai refleks
bulu mata hilang. Tulang krikoid ditekan ke arah posterior (Sellick manouver) dan kemudian obat
pelumpuh otot depolarisasi diberikan dengan dosis 1,5-2 kali dosis normal. Setelah itu baru
dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Bila pipa endotrakeal telah masuk, balon pipa (cuff)
segera dikembangkan.
1. Laringoskop
Ada dua jenis laringoskop, yaitu :
1. Blade lengkung (Macintosh). Biasa digunakan pada laringoskopi dewasa. Peganglah gagang dengan
tangan kiri. Leher pasien difleksikan dan kepala diekstensikan. Mulut dibuka denganjari telunjuk
kanan, bibir atas disibakkan dengan jempol kanan. Ujung blade laringoskop dimasukkan perlahan
sampai mencapai valekula menekan ligamentum hipoepiglotikum dan menggerakkannya ke atas
untuk menampakkan laring dan pita suara. Gigi jangan digunakan sebagai bantalan untuk
mengangkat ujung blade. Lampu laringoskop harus terang.
2. Blade lurus. Laringoskopi dengan blade lurus (misalnya blade Magill) mempunyai teknik yang
berbeda. Ujung blade tidak diletakkan pada valekula tetapi diteruskan melampaui batas bawah
epiglotis. Epiglotis diangkat langsung dengan blade untuk menampilkan laring. Teknik ini biasa
digunakan pada bayi dan anak karena mempunyai epiglotis relatif lebih panjang dan kaku. Trauma
pada epiglotis lebih sering terjadi pada laringoskopi dengan blade lurus.
3. Pipa orofaring/nasofaring.
Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan napas karena jatuhnya lidah dan faring pada
pasien yang tidak diintubasi.
4. Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi.
5. Stilet atau forsep intubasi.
Stilet (mandren) digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat
insersi pipa. Forseps intubasi (Magill) digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau
pipa nasogastrik melalui orofaring. Biasanya dibantu dengan laringoskopi.
6. Alat penghisap (suction).
Digunakan untuk membersihkan jalan napas.(mengeluarkan secret dari jalan nafas)
1.3. PROSEDUR TINDAKAN
a) Persiapan. Pasien dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan bantal sehingga kepala
dalam posisi ekstensi serta trakea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
b) Oksigenisasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot lakukan oksigenisasi
dengan pemberian O2 100% minimal 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan
balon dengan tangan kanan.
c) Laringoskopi. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang
dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan mulut. Lidah pasien didorong
dengan daun tersebut ke kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong
ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring, serta
epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga
tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V
d) Pemasangan pipa endotrakeal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan
mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu sebelum memasukkan pipa, asisten
diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara tampak jelas. Bila mengganggu,
stilet dicabut. Ventilasi/oksigenisasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan
kiri memfiksasi pipa. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan. Pipa
difiksasikan dengan plester.
e) Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan berkembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu dilakukan
ventilasi dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara napas kanan dan kiri
sama. Bila dada ditekan terasa udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi endobronkial akan
terdapat tanda-tanda, yaitu suara napas kanan dan kiri berbeda, kadang-kadang timbul
wheezing, sekret lebih banyak, dan tahanan jalan napas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke
satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi
intubasi ke esofagus maka daerah epigastrium/gaster mengembang, terdengar suara saat
ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien
tampak biru. Untuk hal ini pipa dicabut dan tindakan intubasi dilakukan setelah diberikan
oksigenisasi yang cukup.
f) Ventilasi. Pemberian ventilasi sesuai dengan kebutuhan pasien.
1.4. Komplikasi
Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukannya tindakan laringoskopi dan
intubasi, selama pipa endotrakeal dimasukkan, dan setelah ekstubasi.
A. Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi:
1. Malposisi: intubasi esofagus, intubasi endobronkial, malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah, atau mukosa mulut, cedera tenggorok,
dislokasi mandibula, dan diseksi retrofaringeal.
3. Gangguan refleks: hipertensi, takikardia, tekanan intrakranial rneningkat, tekanan intraokular
meningkat, dan spasme laring.
4. Malfungsi tuba: perforasi cuff
B. Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal:
1. Malposisi: ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial, malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan napas: inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung.
3. Malfungsi tuba: obstruksi.
C. Komplikasi setelah ekstubasi:
1. Trauma jalan napas: edema dan stenosis (glotis, subglotis, atau trakea), suara serak/parau
(granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.
2. Gangguan refleks: spasme laring.
Dilakukan penilaian praoperasi. Keadaan hidrasi pasien dinilai, apakah terdapat hipovolemia, perdarahan,
diare, muntah, atau demam. Akses intravena dipasang untuk pemberian cairan infus, transfusi, dan obat-
obatan. Dilakukan pemantauan elektrogradiografi (EKG), tekanan darah (tensimeter), saturasi O2 (pulse
oxymeter), kadar CO2 dalam darah (kapnograf), dan tekanan vena sentral (CVP). Premedikasi dapat
diberikan diberikan oral, rektal, intramuskular, atau intravena.
Kelengkapan dan fungsi mesin anestesi serta peralatan intubasi diperiksa. Pipa endotrakeal dipilih sesuai
dengan pasien, baik ukuran maupun jenis laringoskopnya. Lampu diperiksa fungsinya, pipa endotrakeal
diberi pelicin analgetik, dan balon pipa endotrakeal (cuff) diperiksa.
Induksi Anestesi
Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat induksi diberikan secara
intravena seperti tiopental, ketamin, diazepam, midazolam, dan propofol. Jalan napas dikontrol dengan
sungkup muka atau pipa napas orofaring/nasofaring. Setelah itu dilakukan intubasi trakea. Setelah
kedalaman anestesi tercapai, posisi pasien disesuaikan dengan posisi operasi yang akan dilakukan,
misalnya terlentang, telungkup, litotomi, miring, duduk, dll.
Rumatan Anestesi
Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang dipantau adalah fungsi vital
(pernapasan, tekanan darah, nadi), dan kedalaman anestesi, misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan,
perubahan pola napas, takikardia, hipertensi, keringat, air mata, midriasis.
Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali tergantung jenis, lama, dan
posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan kebutuhan puasa, rumatan, perdarahan,
evaporasi, dll. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid (ringer laktat, NaCl, dekstrosa 5%),
koloid (plasma expander, albumin 5%), atau tranfusi darah bila perdarahan terjadi lebih dari 20% volume
darah
Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan tekanan darah. Peningkatan
tekanan darah dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi kurang dalam. Hal ini disebabkan karena terjadi
sekresi adrenalin. Diatasi dengan membuat anestesi lebih dalam, yaitu melalui meningkatan konsentrasi
halotan atau suntikan barbiturat. Penurunan tekanan darah dan nadi halus sebagai tanda syok dapat
disebabkan karena kehilangan banyak darah. Hal ini diatasi dengan pemberian cairan pengganti plasma
atau darah. Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat disebabkan karena anestesi terlalu dalam
atau terlalu ringan serta kehilangan banyak darah atau cairan. Peningkatan tekanan darah dan tekanan
nadi serta penurunan frekuensi nadi disebabkan transfusi yang berlebihan. Diatasi dengan penghentian
transfusi.
Pemulihan Pasca-Anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan RR (recovery room) atau ke ruang perawatan
intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan pada saat pasien dalam anestesi
ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dll.
Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan dilakukan paling tidak setiap 5
menit dalam 15 menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Pulse oximetry
dimonitor hingga pasien sadar kembali. Pemeriksaan suhu juga dilakukan.
Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan dari anestesi umum harus mendapat oksigen 30-40%
selama pemulihan karena dapat terjadi hipoksemia sementara. Pasien yang memiliki risiko tinggi hipoksia
adalah pasien yang mempunyai kelainan paru sebelumnya atau yang dilakukan tindakan operasi di
daerah abdomen atas atau daerah dada. Pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi penilaian oksimetri yang abnormal. Terapi oksigen benar-benar diperhatikan pada
pasien dengan riwayat penyakit pan obstruksi kronis atau dengan riwayat retensi CO2 sebelumnya.
Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke
ruangan dengan pemberian intruksi pascaoperasi.
Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernapasan,
dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrete (lihat di bawah). Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila
jumlah skor total adalah 10. Namun bila skor total telah di atas 8 pasien boleh keluar dari ruang
pemulihan.
Seluruh tindakan anestesi dicatat dalam lembaran khusus berisi tindakan yang dilakukan, obat yang
diberikan, status fisis pasien sebelum, selama, dan setelah anestesi dilakukan sesuai urutan waktu.
Analgetik narkotik
Morfin. Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intramuskular diberikan untuk mengurangi
kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian
trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi
perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi
konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas.
Petidin. Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg ( 1-1,5 mg/kgBB) intravena diberikan untuk menekan
tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis induksi 12 mg/kgBB intravena.
Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan melepaskan
neurohormon asetilkolin. Obat ini antara lain digunakan untuk mestimulasi peristaltis, meningkatkan
sekresi kelenjar ludah, getah lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi dengan mengurangi lendir
dan mengendurkan otot-otot saluran napas.
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-
0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
Diazepam. Diazepam (Valium) merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis rendah bersifat
sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral
(0,2-0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2
mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-l mg/kgBB intravena.
MIDAZOLAM.
Midazolam, dosis 0,07 0,15 Mg/KgBB,IM (PREMEDIKASI)
Midazolam, dosis 0,1 0,4 Mg/KgBB,IV
Midazolam adalah short acting benzodiazepin yang larut dalam air yang tersedia sebagai bentuk steril,
nonpyrogenic parenteral dosis untuk injeksi intravena atau intramuskular. Setiap mL mengandung
midazolam hidroklorida setara dengan 1 mg atau 5 mg midazolam compounded dengan 0,8% natrium
klorida dan 0,01% edetat disodium dengan 1% benzil alkohol sebagai pengawet, dan natrium hidroksida
dan / atau asam klorida untuk penyesuaian pH. pH 2,9-3,7.
INDIKASI
EFEK SAMPING
Fluktuasi tanda-tanda vital adalah temuan yang paling sering dilihat setelah pemberian parenteral
dari midazolam pada orang dewasa dan termasuk penurunan volume tidal dan / atau penurunan laju
pernapasan (23,3% dari pasien pada pemberian IV dan 10,8% pasien setelah pemberian IM) dan
apnea (15,4% dari pasien setelah pemberian IV), serta. variasi tekanan darah dan denyut nadi.
Mayoritas efek samping yang serius, terutama yang berhubungan dengan oksigenasi dan ventilasi,
telah dilaporkan ketika midazolam diberikan dengan obat lain yang mampu menekan sistem saraf
pusat.Insiden peristiwa tersebut lebih tinggi pada pasien yang menjalani prosedur yang melibatkan
airway tanpa efek perlindungan dari endotrakeal tube (misalnya, endoskopi atas dan prosedur gigi).
NEONATUS
Midazolam sebaiknya tidak diberikan melalui suntikan cepat pada populasi neonatal.
hipotensi berat dan kejang telah dilaporkan setelah pemberian IV yang cepat, terutama dengan
penggunaan bersama fentanyl.
-Midazolam adalah agen obat penenang kuat yang membutuhkan administrasi lambat dan
individualisasi dosis.
pengalaman klinis telah menunjukkan midazolam 3 sampai 4 kali lebih ampuh per mg dibanding
kan diazepam.
KARENA EFEK SAMPING CARDIORESPIRATORY ,SERIUS DAN MENGANCAM NYAWA TELAH
DILAPORKAN, MONITORING, DETEKSI DAN KOREKSI HARUS DIBUAT UNTUK SETIAP PASIEN
YANG DIBERIKAN midazolam INJEKSI , tanpa memandang usia atau STATUS KESEHATAN.
Dosis tunggal berlebihan atau administrasi yang cepat atau intravena dapat mengakibatkan
depresi pernafasan, obstruksi jalan napas dan / atau arrest. Potensi efek terakhir ini meningkat
pada pasien lemah, mereka yang menerima obat bersamaan yang mampu menekan SSP, dan
pasien tanpa endotrakeal tube tetapi menjalani prosedur yang melibatkan saluran napas bagian
atas seperti endoskopi atau gigi.
Reaksi seperti agitasi, gerakan involunter, hiperaktif dan combativeness telah dilaporkan pada
pasien dewasa dan anak. Jika terjadi reaksi tersebut terjadi, harus hati-hati sebelum pemberian
lanjutan midazolam.
Sediaan 1 mg / mL dan 5 mg / mL formulasi midazolam dapat diencerkan dengan 0,9% natrium
klorida atau 5% dekstrosa dalam air
MONITORING
respon pasien terhadap agen obat penenang, dan status pernafasan yang dihasilkan, adalah
bervariasi.Terlepas dari level sedasi yang diinginkan atau rute pemberian, sedasi adalah sebuah
kontinum; pasien dapat bergerak dengan mudah dari sedasi ringan ke sedasi dalam, dengan
potensi kehilangan refleks pelindung. Hal ini terutama berlaku pada pasien anak.
dosis sedasi harus secara individual dititrasi , dengan melihat usia pasien , status klinis dan
penggunaan bersamaan depresan SSP lainnya
pemantauan terus menerus dari fungsi pernafasan dan jantung diperlukan (yaitu, pulse oximetry).
PEDIATRIK
-Untuk pasien anak dibius dalam ,individu yang berdedikasi, selain praktisi melakukan prosedur, harus
memantau pasien di seluruh prosedur.
-akses intravena tidak dianggap perlu untuk semua pasien anak disedasi untuk prosedur diagnostik atau
terapeutik karena dalam beberapa kasus sulitnya mendapatkan akses IV akan mengalahkan tujuan sedasi
anak; lebih baik, penekanan harus diutamakan pada memiliki peralatan intravena tersedia dan
ketersediaan praktisi terampil dalam membangun akses vaskular pada pasien anak segera.
DOSIS DEWASA
INTRA MUSCULAR
1) Untuk sedasi praoperasi / anxiolysis / amnesia (induksi mengantuk / membantu dari ketakutan
dan untuk mengurangi memori perioperatif).
2) Untuk penggunaan intramuskular, midazolam harus disuntikkan deep di massa otot besar.
3) Dosis premedikasi yang direkomendasikan midazolam untuk risiko yang baik pasien dewasa (ASA
Status Fisik I & II) di bawah usia 60 tahun adalah 0,07-0,08 mg / IM kg (sekitar 5 mg IM) diberikan
sampai 1 jam sebelum operasi.
4) Dosis harus individual dan dikurangi ketika midazolam diberikan untuk pasien dengan penyakit
paru obstruktif kronik, pasien bedah berisiko tinggi lainnya, pasien 60 atau lebih tahun, dan
pasien yang telah menerima narkotika bersamaan atau depresan SSP lainnya .
5) Dalam sebuah studi pasien 60 tahun atau lebih tua, yang tidak menerima pemberian bersamaan
narkotika, 2 sampai 3 mg (0,02-0,05 mg / kg) midazolam , menghasilkan sedasi yang memadai
selama periode pra operasi. Dosis 1 mg midazolam IM mungkin cukup untuk beberapa pasien
yang lebih tua jika intensitas dan durasi sedasi kurang kritis.MKarena depresi pernapasan
potensial, pasien ini memerlukan pengamatan tanda-tanda depresi kardiorespirasi setelah
menerima midazolam IM.
6) Onset adalah dalam waktu 15 menit, memuncak pada 30 sampai 60 menit.Hal ini dapat diberikan
sekaligus dengan atropin sulfat atau skopolamin hidroklorida dan dosis narkotika yang dikurangi.
INTRA VENA
Titrasi perlahan-lahan ke efek yang diinginkan, (misalnya, inisiasi bicara cadel). Beberapa pasien
mungkin merespon pada dosis sekecil 1 mg. Tidak lebih dari 2,5 mg harus diberikan selama minimal
2 menit.Tunggu dan tambahkan 2 menit atau lebih untuk sepenuhnya mengevaluasi efek sedatif.
Jika titrasi lebih lanjut diperlukan, terus titrasi, menggunakan sedikit demi sedikit, ke tingkat yang
sesuai sedasi. Menunggu tambahan 2 menit atau lebih setelah setiap kenaikan untuk sepenuhnya
mengevaluasi efek sedatif. Sebuah dosis total lebih besar dari 5 mg biasanya tidak diperlukan untuk
mencapai endpoint yang diinginkan .Jika premedikasi narkotika atau depresan SSP lainnya
digunakan, pasien akan membutuhkan midazolam sekitar 30% kurang dari pasien yang
unpremedicated.
-Pasien Umur 60 atau lebih tua, dan lemah atau sakit kronis :
Karena bahaya hipoventilasi, obstruksi jalan napas, atau apnea lebih besar pada pasien usia lanjut dan
orang-orang dengan kondisi penyakit kronis atau cadangan paru menurun, dan karena efek puncak bisa
lebih lama di pasien ini , kenaikan dosis harus lebih kecil dan tingkat injeksi lebih lambat.
Titrasi perlahan-lahan untuk efek yang diinginkan, (misalnya, inisiasi bicara cadel).
Beberapa pasien mungkin merespon dosis sekecil 1 mg.Tidak lebih dari 1,5 mg harus diberikan selama
tidak kurang dari 2 menit.Tunggu tambahan 2 menit atau lebih untuk sepenuhnya mengevaluasi efek
sedatif.
Jika titrasi tambahan diperlukan, harus diberikan pada tingkat tidak lebih dari 1 mg selama 2 menit,
menunggu tambahan 2 menit atau lebih setiap waktu untuk sepenuhnya mengevaluasi efek sedatif.Total
dosis lebih besar dari 3,5 mg biasanya tidak diperlukan.
Jika bersamaan CNS depresan premedications digunakan pada pasien ini, mereka akan membutuhkan
midazolam setidaknya 50% kurang dari pasien muda sehat unpremedicated .
-Dosis Pemeliharaan :
Dosis tambahan untuk mempertahankan tingkat yang diinginkan sedasi dapat diberikan dengan
penambahan sebesar 25% dari dosis yang digunakan untuk pertama mencapai endpoint sedasi, tapi
sekali lagi hanya dengan titrasi lambat, terutama pada pasien usia lanjut dan sakit kronis atau lemah.
Dosis tambahan ini harus diberikan hanya setelah evaluasi klinis jelas menunjukkan kebutuhan untuk
sedasi tambahan.
OVERDOSE
Manifestasi dari midazolam overdosis dilaporkan mirip dengan yang diamati dengan benzodiazepin
lainnya, termasuk :
1) sedasi,
2) mengantuk,
3) kebingungan,
4) gangguan koordinasi,
5) refleks berkurang,
6) koma dan efek yang tidak diinginkan pada tanda-tanda vital.
PENGOBATAN OVERDOSE
Pengobatan overdose suntik midazolam adalah sama dengan untuk overdosis dengan benzodiazepin
lainnya.
Perhatian harus diberikan untuk pemeliharaan jalan napas paten dan dukungan ventilasi, termasuk
pemberian oksigen.
Infus intravena harus dimulai. Jika hipotensi terjadi, pengobatan mungkin termasuk terapi intravena
cairan, reposisi, penggunaan vasopressor yang sesuai dengan situasi klinis, jika diindikasikan, dan
penanggulangan lain yang sesuai. Tidak ada informasi apakah peritoneal dialisis, diuresis paksa atau
hemodialisis berguna dalam pengobatan midazolam overdosis.
FARMAKOLOGI KLINIS
Efek dari midazolam pada SSP tergantung pada dosis yang diberikan, cara pemberian, dan ada atau
tidak adanya obat lain.
Waktu timbulnya efek penenang setelah pemberian IM pada orang dewasa adalah 15 menit, dengan
puncak sedasi terjadi 30 sampai 60 menit setelah injeksi.
Dalam satu studi dewasa, ketika diuji pada hari berikutnya, 73% dari pasien yang menerima midazolam
intramuskuler tidak ingat kartu memori ditampilkan 30 menit setelah pemberian obat; 40% tidak ingat
dari kartu memori ditampilkan 60 menit setelah pemberian obat.
Waktu timbulnya efek penenang pada populasi pediatrik dimulai dalam waktu 5 menit dan puncak pada
15 sampai 30 menit tergantung pada dosis yang diberikan.
Pada pasien anak, sampai 85% tidak mengingat gambar yang ditampilkan setelah menerima midazolam
intramuskular dibandingkan dengan 5% dari kontrol plasebo.
Sedasi pada pasien dewasa dan anak dicapai dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah intravena (IV) injeksi;
waktu onset dipengaruhi oleh jumlah dosis yang diberikan dan administrasi bersamaan premedikasi
narkotika.
Dalam salah satu penelitian terhadap pasien anak yang menjalani pungsi lumbal atau sumsum tulang
aspirasi, 88% pasien gangguan ingatan vs 9% darKetika midazolam diberikan IV sebagai agen induksi
anestesi, induksi anestesi terjadi pada sekitar 1,5 menit ketika premedikasi narkotika telah diberikan dan
dalam 2 sampai 2,5 menit tanpa premedikasi narkotika atau premedikasi sedatif lainnya. i kontrol
plasebo.
Obat anestesi regiona/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal.
Anestesi lokal ideal adalah yang tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen, batas
keamanan lebar, mula kerja singkat, masa kerja cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat
disterilkan tanpa mengalami perubahan, dan efeknya reversibel.
1) Lidokain. Lidokain (lignokain, xylocain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara topikal
dan suntikan. Efek anestesi terjadi lebih cepat, kuat, dan ekstensif dibandingkan prokain. Larutan
lidokain 0,25-0,5% dengan atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi sedangkan
larutan 1-2% untuk anestesi blok dan topikal. Untuk anestesi permukaan tersedia lidokain gel 2%,
Sedangkan pada analgesi/anestesi lumbal digunakan larutan lidokain 5%.
2) Bupivakain. Bupivakain adalah anestetik golongan amida dengan mula kerja lambat dan masa
kerja panjang. Untuk anestesi blok digunakan larutan 0,25-0,50% sedangkan untuk anestesi spinal
dipakai larutan 0,5%.
sedatif
1) Natrium Tiopental (tiopental, pentotal). Tiopental berupa bubuk kuning yang bila akan digunakan
dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5%. Indikasi pemberian tiopental adalah induksi
anestesi umum, operasi/tindakan yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi serviks, dan
kuretase), sedasi pada anelgesi regional, dan untuk mengatasi kejang-kejang eklampsia atau epilepsi.
Kontraindikasinya adalah status asmatikus, porfiria, syok, anemia, disfungsi hepar, dispnu berat, asma
bronkial, versi ekstraksi, miastenia gravis, dan riwayat alergi terhadap tiopental. Keuntungan
penggunaan tiopental adalah induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium, masa pemulihan cepat,
tidak ada iritasi mukosa jalan napas, sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi
pernapasan, depresi kardiovaskular, cenderung menyebabkan spasme laring, relaksasi otot perut
kurang, dan bukan analgetik. Dosis induksi tiopental 2,5% adalah 3-6 mg/kgBB intravena. Dosis
sedasi 0,5-1,5 mg/kgBB.
2) Ketamin. Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi pemakaian
ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan
ortopedi, pasien risiko tinggi, tindakan operasi sibuk, dan asma Kontraindikasinya adalah tekanan
sistolik 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg, riwayat penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung.
Dosis induksi 1-4 mg/kgBB intravena dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB untuk lama kerja 15-20
menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan. Dosis pemberian intramuskular 6-13
mg/kgBB, rata-rata 10 mg/kgBB untuk lama kerja 10-25 menit.
3) Diprivan (diisopropil fenol, propofol). Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi
10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang
dihantarkan oleh GABA. Dosis induksi 1-2,5 mg/kgBB. Dosis rumatan 500 ug/kgBB/menit infus. Dosis
sedasi 25-100 ug/kgBB/menit infus. Sebaiknya menyuntikkan obat anastetik ini pada vena besar
karena dapat menimbulkan nyeri pada pemberian intravena.
ANESTESI INHALASI
1) Dinitrogen oksida (N2O/gas gelak). N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak
iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan
soda lime absorber (pengikat CO2). Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi
N2O:O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50%: 50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik
digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%.
N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum, obstruksi,
emboli udara, dan timpanoplasti.
2) Halotan. Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak
mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Halotan
merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform. Keuntungan
penggunaan halotan adalah induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan napas, bronkodilatasi,
pemulihan cepat, proteksi terhadap syok, jarang menyebabkan mual/muntah, tidak mudah terbakar
dan meledak. Kerugiannya adalah sangat poten, relatif mudah terjadi overdosis, analgesi dan
relaksasi yang kurang, harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan, harga mahal,
menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intrakranial, menggigil pascaanestesi, dan
hepatotoksik. Overdosis relatif mudah terjadi dengan gejala gagal napas dan sirkulasi yang dapat
menyebabkan kematian. Dosis induksi 2-4% dan pemeliharaan 0,5-2%.
3) Enfluran (ethran). Enfluran merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah
menguap, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat
dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Dosis
induksi 2-4,5% dikombinasi dengan O2 atau campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3 % volume.
4) Isofluran (forane). Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar.
Keuntungan penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin
serta induksi dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini mahal. Dosis induksi 3-3,5%
dalam O2 atau kombinasi N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.
5) Sevofluran. Obat anestetik ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi
inhalasi. Induksinya enak, dan cepat terutama pada anak. Dosis induksi 6-8 vol%. Dosis rumatan 1-2
vol%.
PELUMPU OTOT
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot
rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu obat penghambat secara
depolarisasi resisten (misalnya suksinil kolin) dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi
(misalnya kurarin). Pada anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan
laringoskopi dan intubasi trakhea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan
ventilasi kendali.
1) Pavulon (pankuronium bromida). Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mula
kerja pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian
berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selang waktu pemberian diperpanjang. Dosis
awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal.
Dosis intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.
2) ATRACURIUM (atrakurium besilat). Trakrium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari
tanaman Leontice leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak
bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang,
dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Mula dan kerja tergantung
dosis yang digunakan. Mula kerja pada dosis intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerja pada dosis
relaksasi 15-35 menit. Dosis intubasi 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB
intravena. Dosis rumatan 0,1-0,2 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 5 ml berisi 50 mg trakrium.
3) Vekuronium (norkuron). Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan
lebih besar dan lama kerjanya singkat. Zat anestetik ini tidak memiliki efek akumulasi pada pemberian
berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Mula kerja
terjadi pada menit kedua-ketiga dengan masa kerja selama 30 menit. Kemasan berupa ampul berisi 4
mg bubuk vekuronium. Pelarutnya dapat berupa akuades, garam fisiologik, Ringer Laktat, atau
dekstrosa 5% sebanyak 2 ml.
4) Rokuronium. Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya
adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati
dan efek kerja yang lebih lama. Dosis intubasi 0,6 1,2 mg/ kgBB. Dosis rumatan 0,1-2 mg/kgBB.
Durasi 75 menit.
Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dengan lama kerja 3-5 menit. Dosis intubasi 1-
1,5 mg/kgBB intravena. Kemasan berupa bubuk putih 0,5-1 gram dan larutan suntik intravena 20,
50,atau100mg/ml.
Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Prostigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah
hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin. Prostigmin mempunyai efek nikotinik, muskarinik,
dan merupakan stimulan otot langsung. Efek muskarinik di antaranya bradikardia, hiperperistaltik,
spasme saluran cerna, pembentukan sekret jalan napas dan liur, bronkospasme, berkeringat, miosis,
dan kontraksi vesika urinaria. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberi bersama atropin dosis
1-1,5 mg.
Terapi cairan perioperasi meliputi pemberian cairan rumatan/pemeliharaan (maintenance), defisit cairan
karena puasa, dan defisit cairan saat operasi. Hal-hal yang perlu diperhitungkan untuk penggantian cairan ini
adalah:
Idealnya, darah yang hilang diganti dengan larutan kristaloid atau koloid untuk mempertahankan jumlah
volume darah intravaskular sampai saat di mana kehilangan cairan tersebut menyebabkan anemia yang
perlu ditransfusi. Pada saat tersebut, defisit darah diganti dengan tranfusi sel darah merah untuk
mempertahankan konsentrasi hemoglobin. Patokan dalam memberi transfusi adalah nilai hematokrit (Ht)
dan volume darah. Kedua patokan tersebut dapat dinilai sebelum operasi.
Pasien dengan nilai hematokrit awal yang normal harus segera ditransfusi setelah kehilangan 10-20% volume
darah. Jumlahnya tergantung pada kondisi medis pasien dan prosedur operasi. Jumlah darah hilang yang
menyebabkan nilai hematokrit menurun hingga 30% dapat dihitung sebagai berikut:
ICU
Definisi
Unit perawatan intensif atau intensive care unit (ICU) merupakan suatu ruangan khusus dalam rumah
sakit yang mempunyai staf dan peralatan khusus, dengan tujuan merawat pasien trauma atau pasien
dengan komplikasi yang mengancam jiwa. Pasien-pasien yang dirawat di ICU biasanya mengalami
kegagalan dua organ atau lebih, meskipun beberapa pasien hanya menderita gagal napas akut yang
membutuhkan bantuan mesin ventilator untuk beberapa jam atau beberapa hari. ICU membutuhkan
perawatan, peralatan laboratorium, dan peralatan diagnostik lainnya dengan standar yang tertinggi.
1. Pasien sakit berat, kritis, dan tidak stabil misal pasien pascaoperasi bedah mayor
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif
3. Pasien yang mengalami komplikasi akut seperti edema paru (kardiogenik dan nonkardiogenik)
Pasien yang mengalami mati batang otak atau yang secara medis tidak ada harapan untuk
disembuhkan tidak perlu masuk ICU.