1. Anatomi
Tulang punggung (columna vertebralis) Terdiri dari :
7 vertebra servikal
12 vertebra thorakal
5 vertebra lumbal
5 vertebra sacral ( menyatu pada dewasa )
vertebra kogsigeal ( menyatu pada dewasa ) Medula spinalis diperadarahi oleh
spinalis anterior dan spinalis posteror.
Tulang belakang biasanya bentuk-bentuk ganda C, yang cembung anterior di
daerah leher dan lumbal. Unsur ligamen memberikan dukungan struktural dan
bersama-sama dengan otot pendukung membantu menjaga bentuk yang unik. Secara
ventral, corpus vertebra dan disk intervertebralis terhubung dan didukung oleh ligamen
longitudinal anterior dan posterior. Dorsal, ligamentum flavum, ligamen interspinous,
dan ligamentum supraspinata memberikan tambahan stabilitas. Dengan menggunakan
teknik median, jarum melewati ketiga dorsal ligamen dan melalui ruang oval antara
tulang lamina dan proses spinosus vertebra yang berdekatan (Morgan et.al 2006)
.Untuk mencapai cairan cerebro spinal, maka jarum suntik akan menembus : kulit,
subkutis, ligament supraspinosum, ligament interspinosum, ligament flavum, ruang
epidural, durameter, ruang subarahnoid. (Morgan et.al 2006)
Saraf spinalis ada 31 pasang yaitu 8 servikal, 12 thorakal, 5 lumbal, 5 sakral dan
1 koksigeal. Pada spinal anestesi, paralysis motorik mempengaruhi gerakan bermacam
sendi dan otot. Persarafan segmental ini digambarkan sebagai berikut :
Bahu C6-8
Siku C5-8
Pergelangan tangan C6-7
Tangan dan jari C7-8, T1
Interkostal T1-11
Diafragma C3-5
Abdominal T7-12
Pinggul, pangkal paha fleksi L1-3
Pinggul, pangkal paha ekstensi L5, S1
Lutut fleksi L5, S1
Lutut ekstensi L3-4
Pergelangan kaki fleksi L4-5
Pergelangan kaki ekstensi S1-2
TEHNIK ANESTESI
Posisi lumbal punksi ditentukan sesuai dengan kesukaan penderita, letak daerah
operasi dan densitas larutan anestetik local. Vertebra lumbal difleksikan untuk
melebarkan ruang procesus spinosus dan memperluas rongga interlamina. Pada posisi
prone, menempatkan bantal dibawah panggul untuk membantu fleksi vertebra lumbal.
Saat lahir medulla spinalis berkembang sampai L4, setelah umur 1 tahun
medulla spinalis berakhir pada L1-L2. Jadi blok spinal dibuat dibawah L2 untuk
menghindari resiko kerusakan medulla spinalis. Garis penghubung yang
menghubungkan Krista iliaca memotong daerah interspace L4-5 atau procesus
spinosus L4.
Pendekatan median lebih sering digunakan. Jari tengah tangan operator non
dominan menetukan titik interspace yang dipilih, kulit yang menutupi interspace
diinfiltrasi dengan anestesi local menggunakan jarum halus. Jarum spinal ditusukkan
pada garis tengah secara sagital, mengarah ke cranial (10o) menghadap ruang
interlamina. Penusukan keruang sub arachnoid melewati kulit, jaringan sub cutan,
ligamentum supraspinosus, ligamentum interspinosus dan ligamentum flavum. Ketika
ujung jarum mendekati ligamentum flavum terdapat peningkatan tahanan disertai
perasaan poping, saat itu jarum menembus duramater dengan kedalaman 4-7 cm. Jika
ujung jarum menyentuh tulang harus ditarik kembali secukupnya untuk membebaskan
dari ligametum, sebelumnya diarahkan kearah cranial atau kaudal.
Setelah itu stylet ditarik, CSS mengalir dari jarum secara bebas. Jika CSS
bercampur darah hendaknya dibersihkan secepatnya; kemungkinan ini jarum mengenai
vena epidural. Setelah yakin aliran CSS ahli anestesi memegang jarum dengan tangan
yang bebas , dengan menahan belakang pasien, ibu jari dan telunjuk memegang
pangkal jarum, dan menghubungkan dengan spoit yang telah berisi larutan anestetik.
Aspirasi CSS untuk meyakinkan ujung jarung tetap dalam CSS. Injeksi dengan cepat
menggunakan jarum kecil memudahkan bercampurnya anestesi dengan CSS, ini
memudahkan penyebaran larutan dengan CSS dan menurunkan perbedaan densitas
antara larutan dengan CSS. Injeksi yang sangat lambat (2 atau 3 ml dalam semenit
atau lebih) mengurangi efeknya . setelah injeksi obat aspiarasi lagi CSS untuk lebih
menyakinkan posisi jarum.
Bila pendekatan midline tidak berhasil seperti orang tua dengan kalsifikasi
ligamentum atau pasien kesulitan posisi karena keterbatasan fleksi lumbal. Jarum
ditusukkan kira-kira 1-1,5 cm dilateral garis tengah pada bagian bawah procesus
spinosus dari interspace yang diperlukan. Jarum ditusukkan kearah median dan ke
cephal menembus otot-otot paraspinosus. Jika jarum mengenai tulang berarti mengenai
lamina ipsilateral dan jarum diposisikan kembali ke arah superior atau inferior masuk
ruang sub arachnoid.
Pendekatan selain midline atau paramedian adalah pendekatan lumbosakral
(taylor), yang digunakan interspace columna vertebralis pada L5-S1. identifikasi spina
iliaca posterior superior dan kulit, dimulai 1 cm kemedian dan 1 cm inferior ketitik
tersebut. Jarum diarahkan kemedial dan ke superior sampai masuk ke kanalis spinalis
pada midline L5-S1.
JARUM SPINAL
Pemilihan jarum spinal tergantung usia pasien, kebiasaan ahli anestesiologi dan
biaya. Ujung jarum quincle umumnya mempunayi bevel yang panjang yang menyatu
dengan lubang. Dapat dibagi dalam ukuran: 20G-29G; ukuran 22G dan 25G yang
sering digunakan. Ujung jarum quincle yang runcing menebus dengan mudah . untuk
menjamin posisi yang tepat mengalirnya CSS dilihat pada 4 kwadran dengan memutar
jarum. Tidak seperti jarum dengan bevel tajam, jarum bentuk pensil mempunyai ujung
berbentuk tapering dengan lubang disamping. Untuk insersi dibutuhkan tenaga yang
lebih. Contoh jarum bentuk pensil adalah Sprotte, Whitacre dan Gertie Marx.
Perbedaan antara kedua jarum tersebut adalah ukuran dan letak lubang dilateral.
Meskipun lebih mahal dari pada bevel tajam, jarum ini kurang menyebabkan kerusakan
pada duramater dan lebih sedikit mengakibatkan sakit kepala post anesthesia spinal.
Penentuan jenis jarum lebih banyak ditentukan oleh usia. Walaupun harga yang lebih
mahal jarum pensil point, lebih bagus bagi penderita yang mempunyai resiko yang
besar terhadap sakit kepala post anesthesia spinal.
Anestetik local.
Semua anestetik local efektif untuk anesthesia spinal. Criteria yang digunakan
untuk memilih obat adalah lamanya operasi. Tetrakain dan buvipakain biasanya dipilih
untuk operasi yang lebih lama dari 1 jam dan lidokain untuk operasi-operasi yang
kurang dari 1 jam, walaupun durasi anestesi spinal tergantung pula pada penggunaan
vasokonstriktor, dosis serta distribusi obat.
Dalam menentukan dosis yang digunakan untuk anesthesia spinal, variable
individual pasien tidak merupakan kepentingan yang besar. Pada umumnya lebih
banyak anestetik local akan menghasilkan anestesi yang lebih luas.
Tabel . Obat-obat anestesi local untuk anesthesia spinal
Konsentrasi Dosis Lama (jam)
Obat (%) (mg) Tanpa Dengan
Epinefrin Epinefrin
Lidokain, hyperbarik 5 25-100 1 2
Lidokain, isobaric. 2 20-100 1,5 23
Tetrakain, hyperbarik. 0,5 3-15 2 24
Tetrakain, isobaric. 1 3-20 2-3 46
Tetrakain, hypobarik. 0,3 3-20 2 46
Bupivakain, isobaric. 0,5 5-15 2-3 46
Bupivakain, 0,75 3-15 1,5 3-4
hyperbarik.
Vasokonstriktor.
Lamanya blok dapat ditingkatkan 1-2 jam dengan penambahan larutan vasokonstriktor
kelautan yang diinjeksikan kedalam CSS. Baik epinefrin (0,1-0,2 mg) maupun
phenyleprine (1,0-4,0 mg) memperpanjang durasi anestesi spinal. Obat-obatan tersebut
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang mensuplay dura dan medulla
spinalis, mengurangi absorbsi vascular dan eliminasi anestetik local. Penambahan
untuk mengurangi aliran darah, vasokonstriktor menekan secara langsung efek
antinoceftif terhadap medulla spinalis.
Opioid.
Dalam decade terakhir ini, ahli anestesi telah menggunakan opioid subarachnoid
untuk memperbaiki kwalitas dari blok sensomotoris dan untuk analgesia postoperative.
Kerja narkotik subarachnoid adalah pada reseptor opiod didalam medulla spinalis.
Morpin (0,1-0,2 mg) menghasilkan analgesia signifikan yang baik pada periode
postoperative, sebagaimana Fentanyl (25-37,5 mikrogram) dan subfentanyl (10
mikrogram) . efek samping narkotik subarachnoid termasuk pruritus, nausea, dan
depresi pernapasan.
Tabel . Opioid Dalam ruang subarachnoid.
Obat Dosis. Lama kerja.
Morfin 0,1 0,2 mg 8 24 jam
Fentanyl 25 50 mg 1 2 jam
Subfentanyl 5 10- mg 2 3 jam
Hipotensi.
Hipotensi sering terjadi selama anestesi spinal, terutama akibat blok preganglion
vasomotor efferent sistim saraf simpatis dan kehilangan kompensasi vasokonstriksi
eketremitas bawah. Berkurangnya preload (venodilatasi) menunjukkan menurunnya
curah jantung; berkurangnya tonus arteriole sedikit kontribusinya terhadap terjadinya
hipotensi, kecuali tahanan pembuluh darah perifer meningkat sebelum anestesi spinal.
Blok serat kardioakselator pada T1-T4 menyebabkan bradikardi dan kehilangan
kontraktilitas.
Terapi hipotensi dimulai dengan tindakan yang cepat seperti koreksi posisi kepala,
pemberian cairan intravena dan pemberian vasopressor sesuai kebutuhan. Jika cairan
yang diberikan tidak dapat mengoreksi bradikardi atau kontraktilitas melemah, terapi
yang disukai untuk spinal hipotensi adalah kombinasi cairan untuk mengoreksi
hipovolemi dengan alfa dan beta adrenergik agonis (seperti efedrin) dan atropin (untuk
bradikardi) tergantung pada situasi.
Anestesi spinal tinggi dan Blokade total spinal
Pasien dengan tingkat anesthesia yang tinggi dapat mengalami kesulitan dalam
pernapasaan . Harus dibedakan secara hati-hati apa penyebabnya untuk memberikan
terapi yang tepat. Hampir semua dispnea tidak disertai paralysis otot pernapasan tetapi
adalah kehilangan sensasi proprioseptif tersebut mengakibatkan dyspnea walaupun
fungsi otot pernapasan dan pertukaran gas adekuat.
Total spinal adalah blockade dari medulla spinalis sampai ke servikal oleh suatu obat
localanestesi. Factor pencetus : Pasien mengejan, dosis obat local anestesi yang
digunakan, posisi pasien terutama bila menggunakan obat hiperbarik.
Sesak napas dan sukar bernapas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi.
Sering disertai mual, muntah, precordial discomfort dan gelisah. Apabila blok semakin
tinggi penderita menjadi apnea, kesadaran menurun disertai hipotensi yang berat dan
jika tidak ditolong akan terjadi henti jantung
Penanganan :
Usahakan jalan napas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan napas lewat face
mask
Jika depresi pernapasan makin berat (blok motor C3-5 dengan paralysis nervus
phrenikus) perlu segera dilakukan intubasi endotrakeal dan control ventilasi untuk
menjamin oksigenasi yang adekuat
Bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi henti
jantung
Pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah hipotensi
Jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari
maka pemberian vasopresor merupakan pilihan seperti adrenalin dan sulfas atropin
Henti jantung yang tiba-tiba telah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan
spinal anestesi. Pasien yang mendapat sedatif dan hipotensi sampai tejadinya henti
jantung yang tiba-tiba terbukti sulit untuk diterapi. Respon kardiovaskuler terhadap
hiperkarbia dan hipoksia kerana sedatif dan narkotik mengakibatkan pasien tidak
mempunyai respon terhadap hipoksemia yang progresif, asidosis dan hiperkarbia.
Henti jantung dapat dihindari dengan beberapa langkah sebagai berikut: pertama opioid
harus digunakan dengan perhatian yang tinggi selama anestesi spinal. Kedua, semua
pasien yang menjalani anestesi spinal dibutuhkan suplemen oksiegen dan pemantauan
dengan pulse oxymetri. Ketiga, hipotensi dan bradikardi dibutuhkan terapi segera untuk
memelihara curah jantung. Keempat, seharusnya pasien yang mengalami episode
hipotensi dan henti jantung yang tiba-tiba merupakan indikasi segera dan tepat
mendapatkan terapi oksigen, hiperventilasi, epinefrin dosis tinggi (0,1-1 mg) dan sodium
bikarbonat jika ada indikasi.
Hiotensi
Adanya aktifitas parasimpatis yang menyebabkan peningkatan peristalyik usus
Tarikan nervus dan pleksus khususnya N vagus
Adanya empedu dalam lambungoleh karena relaksasi pylorus dan spincter
ductus biliaris
Factor psikologis
Hipoksia
Penanganan :
Untuk menangani hipotensi : loading cairan kristaloid atau koloid 10-20 ml/kgBB
kristaloid
Pemberian bolus efedrin 5-10 mg IV
Oksigenasi yang adekuat untuk mengatasi hipoksia.
Dapat juga diberikan anti emetik.
Atropin dapat memperbaiki refleks mual dimana tekanan darah dan curah
jantung telah diperbaiki.
Paresthesia.
Parestesia dapat terjadi selama penusukan jarum spinal atau saat menginjeksikan obat
anestetik. Pasien mengeluh sakit atau terkejut singkat pada ektremitas bawah, hal ini
disebabkan jarum spinal mungkin mengenai akar saraf. Jika pasien merasakan adanya
parestesia persiten atau paresthesia saat menginjeksikan anesthetik local, jarum harus
digerakkan kembali dan ditempatkan pada interspace yang lain untuk mengcegah
kerusakan yang permanen. Ada atau tidaknya paresthesia dicatat pada status
anesthesia.
Sakit kepala yang terjadi setelah punksi dura disebut spinal headache atau post-
dural puncture headache (PDPH), telah dilukiskan oleh Bier thn. 1898. CSS keluar dari
ruang subarachnoid melalui punksi dura, menyebabkan tarikan pada struktur vaskuler
yang sensitive terhadap sakit. Sakit kepala diperburuk oleh sikap berdiri atau duduk dan
terasa berkurang dengan terlentang . Rasa sakit tersebut dirasakan di frontal, occipital
atau keduanya dan mungkin disertai dengan gejala seperti tinitus atau diplopia.
Walupun ini terjadi segera setelah punksi dura, tapi bisanya setelah 24-72 jam.
Kejadian PDPH lebih banyak terjadi pada pasien muda dan wanita. Kecepatan
hilangnya CSS cenderung bergantung pada bentuk ukuran lubang pada dura dan
dengan demikian kemungkinan terjadinya sakit kepala lebih berat. Menggunakan jarum
ukuran kecil (24G atau lebih kecil) penting untuk pasien dibawah umur 50 tahun. Jarum
spinal dengan bagian ujung bulat atau tumpul, membentuk robekan yang lebih kecil dan
penyembuhan lebih cepat. Terapi sakit kepala bisanya dimulai dengan tindakan
konservatif. Hidrasi intravena atau oral meningkatkan produksi CSS dan mengganti
CSS yang hilang. Walaupun pasien dengan PDPH akan lebih senang jika terlentang,
istirahat ditempat tidur tidak dapat mencegah sakit kepala. Cafein intravena atau oral
mungkin dapat membantu. Pengikatan perut dapat meningkatkan tekanan ruang
epidural, karena itu megurangi bocornya CSS. Terapi definitive untuk PDPH adalah
menyumbat epidural dengan darah. Tahun 1960 Gormley mencatat bahwa pasien
dengan perdarahan selama lumbal punksi memiliki insiden yang kurang terjadinya
PDPH. Dengan postulat ini bekuan darah dapat menutup lubang dura dan mencegah
bocornya CSS, ia memperlihatkan dengan sukses ,untuk membebaskan sakit kepala,
darah tersebut ditempatkan didalam ruang epidural.Untuk mendapatkan suatu
penyumbatan epidural oleh darah, 10-20 ml darah sendiri yang steril di injeksikan
perlahan keruang epidural. Dengan komplikasi pada umumnya adalah transient back
pain.Penyumbatan dengan darah efektif lebihdari
95%pasien
Kerusakan saraf.
Trauma saraf setelah anestesi spinal adalah jarang tapi dapat terjadi akibat
trauma mekanik dan kimiawi. Kerusakan langsung pada akar saraf mungkin disebabkan
oleh jarum, mengakibatkan radikulopati dengan defisit motoris atau sensoris sepanjang
distribusi akar saraf. Kerusakan ini bisanya membaik dalam 2-12 minggu.
Terjadi ketika cauda equine terluka atau tertekan. Penyebab adalah trauma dan
toksisitas. Ketika terjadi injeksi yang traumatic intraneural, diasumsikan bahwa obat
yang diinjeksikan telah memasuki LCS, bahan-bahan ini bias menjadi kontaminan
sepeti deterjen atau antiseptic atau bahan pengawet yang berlebihan.
Penanganan penggunaan obat anestesi local yang tidak neurotoksik terhadap cauda
equine merupakan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain
menghindari trauma pada cauda equine waktu melakukan penusukan jarum spinal
Meningitis
Retensi urine.
Proses miksi tergantung dari utuhnya persarafan dari spincter uretra dan otot-
otot kandung kencing. Setelah anestesi spinal fungsi motor dan sensoris ekstremitas
bawah pulih lebih cepat dari fungsi kandung kencing, khususnya dengan obat anestesi
spinal kerja cepat seperti tetracain atau bupivacain. Lambatnya fungsi saraf pulih dapat
mengakibatkan retensi urine dan distensi kandung kencing. Untuk prosedur yang lebih
lama dan pemberian cairan intravena yang banyak, pemasangan kateter kandung
kencing mencegah komplikasi ini.
Sakit tulang belakang lebih sering mengikuit anesthesia spinal dari pada yang
terjadi pada anestesi umum. Ini mungkin disebabkan akibat tarikan ligamentum dengan
relaksasi otot paraspinosus dan posisi operasi yang menyertai anestesi regional dan
general.
Nyeri punggung dapat juga terjadi akibat Tusukan jarum yang mengenaikulit, otot dan
ligamentum. Nyeri ini tidak berbeda dengan nyeri yang menyertai anestesi umum,
biasnya bersifat ringan sehingga analgetik post operatif biasanya bias menutup nyeri
ini. Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi dapat menyebabkan ketegangan
ligamentum lumbal selama spinal anestesi. Rasa sakit punggung setelah spinal
anestesi sering terjadi tiba-tiba dan sembuh dengan sendirinya setelah 48 jam atau
dengan terapi konservatif. Adakalanya spasme otot paraspinosus menjadi penyebab
1. Mati rasa
2. Kelemahan otot
3. Kelainan BAB
4. Kelainan sfingter kandung kemih
5. Sakit pinggang yang berat