Anda di halaman 1dari 8

PEMERINTAH KOTA PALOPO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAWERIGADING


Alamat : Jl. DR. Ratulangi KM. 7 Rampoang Kode Pos : 91914
Telepon : (0471) 3312133 Faks : (0471) 3312144
Email : rsu.swg@gmail.com Website :

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SAWERIGADING KOTA PALOPO


NOMOR : 147 /SK/RSUD SWG/PLP/VIII/2015

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI


PADA RSUD SAWERIGADING KOTA PALOPO

DIREKTUR RSUD SAWERIGADING KOTA PALOPO

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RSUD Sawerigading


Kota Palopo, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan anestesi yang
bermutu tinggi;
b. bahwa agar pelayanan anestesi di RSUD Sawerigading Kota Palopo dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur RSUD
Sawerigading Kota Palopo sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan
anestesi di RSUD Sawerigading Kota Palopo;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud huruf a dan huruf
b, perlu ditetapkan dengan keputusan Direktur RSUD Sawerigading Kota
Palopo;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519 /Menkes/Per/III/2010 tentang
Pelayanan Anestesi;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/201 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 Tahun 2012
tentang Akreditasi Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519/Menkes/Per/III/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Anestesi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
9. Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Sawerigading Kota
Palopo;
10. Keputusan Walikota Palopo Nomor : 397/IV/2012 tanggal 9 April 2012
tentang Penetapan Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah (PPK BLUD) pada RSUD Sawerigading Kota Palopo;

Memperhatikan : Bahwa perlu Kebijakan Pelayanan Anestesi

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN
Kesatu : Keputusan Direktur RSUD Sawerigading Kota Palopo tentang Kebijakan
Pelayanan Anestesi pada RSUD Sawerigading Kota Palopo
Kedua : Kebijakan Pelayanan Anestesi di RSUD Sawerigading Kota Palopo
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan Pengawasan penyelenggaraan pelayanan anestesi di RSUD
Sawerigading Kota Palopo dilaksanakan oleh Direktur Pelayanan RSUD
Sawerigading Kota Palopo.
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Palopo
Pada tanggal : 20 Agustus 2015
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SAWERIGADING KOTA PALOPO
NOMOR : 147 /SK/RSUD SWG/PLP/VIII/2015 TANGGAL 20 Agustus 2015

KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI


RSUD SAWERIGADING KOTA PALOPO

Kebijakan Umum :
1. Pelayanan Anestesi Secara Umum
a. Pelayanan anestesi ( termasuk sedasi moderat dan dalam) memenuhi standar di rumah
sakit, nasional dan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
b. Pelayanan anestesi yang adekuat, regular dan nyaman harus selalu berorientasi kepada
mutu dan keselamatan pasien dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.
c. Pelayanan anestesi dilakukan 24 jam, untuk keadaan darurat diluar jam kerja yang
ditentukan, disesuaikan dengan jadwal oncall yang telah dibuat.
d. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi dan menghormati hak pasien.
e. Koordinator pelayanan anestesi di rumah sakit dibawah tanggung jawab dokter spesialis
anestesi.
f. Tugas dan tanggung jawab koordinator pelayanan anestesi diatur dalam SK direktur
rumah sakit.
g. Semua petugas di anestesi wajib memiliki ijin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
h. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
i. Informed concent atau persetujuan pembiusan dari pasien yang akan dilakukan tindakan
pembiusan harus ada secara tertulis karena menyangkut legalitas yang dilakukan dokter
anestesi.
j. Setiap tindakan anestesi yang dilakukan ditulis dalam rekam medis pasien.
k. Pelayanan anestesi sedasi ringan untuk tindakan CT – Scan di radiologi dan
pemasangan endotracheal tube di IGD atau ICU dilayani oleh dokter spesialis anestesi
dibantu oleh penata anestesi atau perawat ruangan.
l. Pelayanan anestesi termasuk didalamnya sedasi sedang, berat / dalam di setiap
pembedahan dilayani oleh dokter spesialis anestesi dibantu oleh penata anestesi.
m. Pelaksanaan tindakan anestesi lokal dapat dilakukan oleh dokter operator bedah atau
dokter spesialis anestesi sesuai dengan standar prosedur operasional.
n. Pelaksanaan pelayanan anestesi umum / general, anestesi regional / spinal untuk pasien
operasi elektif maupun darurat dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dengan dibantu
oleh penata anestesi dilakukan dengan standar prosedur operasional.

o. Penggantian gas medis anestesi baik O2 maupun CO2 dilakukan oleh penata anestesi
dengan dibantu oleh perawat kamar operasi, bila terjadi kebocoran atau kerusakan pada
tabung maupun regulator akan menghubungi IPRS dan petugas pengadaan gas medis.
p. Penggunaan alat medis anestesi berupa mesin anestesi, monitoring jantung, suction
dilakukan tes sebelum digunakan dan dilakukan pemeriksaan teratur oleh IPRS atau
teknisi dari luar rumah sakit.
q. Pada setiap pasien yang akan diberikan tindakan anestesi, prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi selalu dijalankan.
r. Bila dokter spesialis anestesi rumah sakit berhalangan / sedang keluar kota, akan
direkomendasikan dokter dari luar rumah sakit sesuai dengan rekomendasi direktur dan
dokter penanggung jawab pelayanan anestesi.

2. Layanan Anestesi Lokal


a. Pelayanan anestesi lokal dapat di berikan oleh operator atau perawat bedah yang sudah
terlatih, dengan menggunakan obat-obat lokal anestesi untuk suatu tindakan operasi
kecil dengan tujuan sebagai pedoman dalam melaksanakan pelayanan anestesi lokal
sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta sesuai standar nasional undang-
undang dan peraturan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519/MENKES/PER/III/2011tanggal 3 Maret 2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit) .
b. Layanan anestesi lokal adalah pemberian obat-abatan lokal anestesi yang menyebabkan
kondisi dimanan pasien masih berespon normal terhadap perintah verbal, refleks jalan
nafas dan ventilasi serta fungsi kardiovaskuler tidak dipengaruhi. Bila diperlukan
tindakan anestesi yang lainnya (anestesi umum, sedasi), diwajibkan untuk melakukan
konsultasi dengan dokter anestesi.
c. Layanan anestesi lokal dilakukan di unit pelayanan IGD, di kamar bedah untuk
tindakan bedah kecil (minor surgery), dan poliklinik bedah. contoh obat lokal anestesi
Lidokain 2%, contoh tindakannya exterpasi.
d. Hasil pemantauan anestesi lokal didokumentasikan dalam formulir pemantauan anestesi
lokal pada berkas rekam medis.

3. Layanan Anestesi Pada Kedaruratan


a. Layanan anestesi kedaruratan dilakukan berdasarkan pedoman pelayanan medis Instalasi
Anestesi, Terapi Intensif dan Manajemen Nyeri
b. Pasien kegawatdaruratan harus mendapatkan prioritas utama dari layanan anestesia serta
layanan-layanan lain yang berhubungan dengan tindakan anestesia tersebut dengan
tujuan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
c. Layanan anestesi kedaruratan yang dilakukan oleh DPJP harus dikomunikasikan dan
diedukasikan ke pasien dan atau keluarga pasien baik sebelum, selama dan sesudah
tindakan anestesia dilakukan, kecuali pada keadaan darurat yang mengancam nyawa.
d. Layanan anestesi kegawatdaruratan dilakukan di kamar bedah dan luar kamar bedah ,
ruangan tindakan invasif, ruang radiologi, ruang rawat inap dan rawat jalan.
e. Setiap tindakan yang dilakukan harus didokumentasikan dalam status anestesia pasien
serta ditandatangani oleh DPJP yang menangani pasien.

4. Persiapan Anestesi
a. Asesmen pra sedasi / pra anestasi untuk pasien elektif dilakukan oleh dokter spesialis
anestesi di ruang rawat inap 1 hari sebelum atau sesaat sebelum operasi dilakukan.
b. Asesmen pra sedasi / pra anestasi untuk pasien emergency / cito dilakukan oleh dokter
spesialis anestesi di IGD atau di ruang premedikasi kamar operasi sesaat sebelum operasi
dilakukan.
c. Asesmen pra sedasi untuk pasien yang akan menjalani pemeriksaan diagnostik (CT –
Scan, dll) dilakukan oleh dokter spesialis anestesi di IGD sebelum pemeriksaan
diagnostik dilakukan.
d. Asesmen pra induksi untuk pasien dilakukan oleh dokter spesialis anestesi sesaat
sebelum obat anestesi diberikan.
e. Persiapan pra sedasi dilakukan di ruang rawat inap, setelah dilakukan asesmen pra
sedasi / pra anestesi yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi maka dokter spesialis
anestesi akan memberikan instruksi untuk persiapan anestesi.
f. Pelayanan pra anestesi setiap pasien dilakukan di ruang pre operatif sebelum pasien
masuk ke ruang kamar operasi.
g. Setiap pasien yang akan diberikan tindakan anestesi, diberikan informasi / penyuluhan
serta edukasi mengenai prosedur yang akan dijalani oleh dokter spesialis anestesi.
h. Hasil kunjungan pra-anestesia menjadi dasar untuk menentukan proses perencanaan
anestesia dan sedasi yang aman dan sesuai
i. Hasil kunjungan pra-anestesia dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
menginterpretasi temuan hasil pemantauan selama proses pembedahan.
j. Kunjungan pra-anestesia dapat dilakukan di poliklinik preoperatif, ruang rawat inap dan
ruang lain bila dibutuhkan.
k. Penilaian pra-induksi berfokus pada stabilitas kondisi fisiologis pasien dan kesiapan
untuk menjalani prosedur anestesia.
l. Pada kasus kedaruratan, kunjungan pra-anestesia dan penilaian pra-induksi dapat
dilakukan bersamaan dengan persiapan pembedahan pasien.
m. Harus terdapat proses komunikasi antara dokter, pasien dan keluarga pasien sedangkan
pada kasus kedaruratan disesuaikan dengan kondisi saat itu.
n. Semua hasil kunjungan pra-anestesia dan penilaian pra-induksi harus tercatat atau
didokumentasikan secara terpisah didalam status anestesia

5. Pemantauan Selama Anestesi dan Sedasi


a. Monitoring pasien selama dilakukan tindakan anestesi, dilakukan oleh dokter spesialis
anestesi dan penata anestesi.
b. Monitoring pasien selama tindakan anestesi dan pasca anestesi sesuai dengan kebijakan
yang berlaku.
c. Pelayanan anestesi lokal, monitoring pasien selama 15 – 30 menit oleh perawat kamar
operasi untuk mengawasi tanda – tanda vital dan keadaan umum pasien.
d. Pelayanan anestesi general untuk pasien ODC / rawat jalan dilakukan monitoring di
ruang pulih sadar selama 1 – 2 jam atau kondisi pasien sesuai dengan kriteria transfer ke
ruang ODC di IGD.
e. DPJP Anestesi tetap berada dalam wilayah kamar bedah selama tindakan anestesia
umum, regional, dan sedasi.
f. Tindakan pemantauan selama anestesia dan sedasi dilakukan pada semua tindakan
anestesia, seperti anestesia umum, anestesia regional, sedasi dan tindakan anestesia di
luar kamar bedah.
g. Selama pemberian anestesia, harus dibuat evaluasi pemantauan secara kontinu meliputi
oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu pasien.
h. Hasil pemantauan selama anestesia dan sedasi dicatat dalam status anestesia, sedangkan
pemantauan anestesia lokal dicatat dalam catatan pemantauan anestesi lokal

6. Pengelolaan dan Monitoring Pasien Selama Periode Pemulihan Pasca Anestesi


a. Semua pasien yang menjalani anestesia umum, regional dan sedasi harus menjalani
tatalaksana pasca anestesia yang tepat
b. Pasien yang dipindahkan ke ruang pulih harus didampingi oleh seorang anggota tim
pengelola anestesia yang memahami kondisi pasien. Pasien tersebut harus dinilai secara
kontinu dan ditangani selama pemindahan dengan pemantauan dan bantuan sesuai
kondisi pasien.
c. Setelah tiba di ruang pulih, pasien harus dinilai kembali oleh anggota tim pengelola
anestesia yang mendampingi pasien dan laporan verbal diberikan kepada perawat ruang
pulih
d. Setiap pasien yang sedang dalam masa pemulihan kesadaran setelah menjalani operasi
akan di monitor di ruang pulih sadar oleh perawat RR di bawah pengawasan Dokter
Spesialis Anestesi.
e. Monitoring pasien selama masa pemulihan kesadaran meliputi pemeriksaan tanda –
tanda vital, produksi urine, keadaan umum pasien.
f. Monitoring status psikologis dan fisik pasien selama masa pemulihan dilakukan Setiap
15 menit dan didokumentasikan di catatan recovery / pulih sadar MR.4a.3/RI/A/2016
g. Setiap monitoring pasien dilakukan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional yang
berlaku.
h. Monitoring pasien selama masa pemulihan kesadaran dilakukan selama 1 - 4 jam setelah
selesai operasi, kecuali pasien perlu perawatan lanjutan ke ICU, bisa langsung
diturunkan ke ruang perawatan ICU.
i. Pada setiap pasien yang dimonitor selama masa pemulihan pasca anestesi, prinsip
keselamatan pasien selalu dilakukan.
j. Instruksi pasca bedah oleh dokter bedah dan instruksi pasca anestesia harus ditulis secara
lengkap sebelum pasien keluar dari ruang ruang pulih
k. Pengeluaran pasien pasca anestesia dan sedasi dapat dilakukan oleh DPJP Anestesi atau
perawat ruang pulih yang mempunyai kualifikasi.
l. Pemindahan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan berdasarkan kriteria
pasien transfer : Aldrete skor dgn total skor > 8 (untuk pasien dewasa), Steward skor dgn
total skor > 5 (untuk pasien bayi atau anak), Bromage skor = 2 (untuk pasien dengan
regional anestesi/spinal blok), kecuali pasien dengan perhatian khusus untuk perawatan
lanjutan ICU, langsung diturunkan ke ruang perawatan ICU. Pasien dengan terpasang
endotracheal tube ditransfer dengan menggunakan Ambubag atau Jackson Rees dan
oksigen transport dengan terlebih dahulu membersihkan jalan napas.

Anda mungkin juga menyukai