Demam Tifoid 2013 fh9 PDF
Demam Tifoid 2013 fh9 PDF
PENGENDALIAN PENYAKIT
DEMAM TIFOID
TAHUN 2013
SISTEMATIKA PEDOMAN
PENGENDALIAN PENYAKIT
DEMAM TIFOID
TAHUN 2013
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................ 1
B. TUJUAN ................................................................ 2
C. SASARAN .............................................................. 3
D. PENGERTIAN ........................................................ 3
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan bagi petugas kesehatan pada semua lini
pelayanan untuk menurunkan kesakitan dan kematian.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya panduan bagi penentu kebijakan dalam
pelaksanaan dan pengembangan program pengendalian
demam tifoid di Indonesia.
b. Tersedianya panduan untuk meningkatkan pengetahuan
petugas dalam tatalaksana standar di semua jenjang
pelayanan.
C. SASARAN
Sasaran buku Pedoman adalah penentu kebijakan, dan petugas
kesehatan pada semua jenjang pelayanan sesuai peran dan
fungsinya.
D. PENGERTIAN
Demam Tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman
Salmonella Typhi.
2.1 Kebijakan
2.3 Kegiatan
a. Advokasi
Advokasi adalah suatu upaya melalui proses yang bijak
menggunakan informasi yang akurat dan tepat yang
bertujuan untuk merubah atau memperbaiki kebijakan
publik terkait dengan program yang akan dikembangkan
atau ditingkatkan pencapaiannya.
( cari sumber defenisi )
b. Sosialisasi
Sosialisasi biasanya diarahkan kepada pemangku
kepentingan, tenaga kesehatan, organisasi/tokoh
masyarakat yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman yang benar tentang masalah yang berkaitan
dengan pengendalian tifoid, sehingga terpacu untuk
mengambil tindakan sesuai tugas pokok dan fungsinya,
dan terlibat secara aktif dalam mengatasi masalah secara
keseluruhan.
Sosialisasi kepada tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
dapat dilakukan melalui kegiatan lokakarya mini
Puskesmas
c. Pemberdayaan
Pemberdayaan dilakukan terhadap organisasi dan tokoh
masyarakat dengan maksud agar mereka mampu
memahami masalah pengendalian tifoid, sekaligus mampu
memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup
bersih dan sehat menjaga kondisi sanitasi dan lingkungan
yang selalu bersih dan pada akhirnya masyarakat mampu
mengatasi masalahnya secara mandiri.
d. Mobilisasi
Mobilisasi merupakan upaya yang melibatkan seluruh
elemen masyarakat secara besar-besaran agar memahami
masalah yang dihadapi dan di fasilitas untuk mau
bertindak secara bersama-sama untuk mengatasi masalah
yang dilakukan secara menyeluruh dalam bentuk gerakan
masyarakat dalam pengendalian tifoid.
a. Pengertian :
PT
UPT Jejaring Surveilans Swasta
BPS
Epidemiologi
Kemenkes Unit Utama Kemenkes BMG
Swasta
LSM
Profesi
UPT Dinkes Provinsi.
Jejaring Surveilans Badan Internasional
Epidemiologi Unit Kerja Regional dan Bilateral
Dinkes Provinsi.
Swasta badan POM
dsb.
Jejaring Surveilans
Epidemiologi Unit Kerja
UPT DinkesKab/Kota. DinkesKab/Kota.
3. Mengindentifikasi KLB
Bila angka endemik telah diketahui, maka dapat
segera mengenali bila terjadi suatu penyimpangan
dari angka dasar tersebut, yang kadang
mencerminkan suatu kejadian luar biasa (out
break).
e. Sasaran Surveilans
Menurut sasarannya maka surveilans demam tifoid dapat
dibedakan menjadi beberapa macam :
4. Upaya Pencegahan
1) Sanitasi Lingkungan
Salah satu upaya pencegahan penularan demam
tifoid adalah perbaikan sanitasi lingkungan. Dengan
melibatkan lintas program dan lintas sektor, mitra
terkait serta peran serta aktif seluruh lapisan
masyarakat melalui :
3) Higiene perorangan
Higiene perorangan merupakan salah satu faktor
pencegahan dan perlindungan diri terhadap penularan
demam tifoid. Oleh karena itu perilaku hidup bersih
dan sehat harus benar-benar dilaksanakan oleh
setiap orang. Cuci tangan pakai air mengalir dan
sabun harus dilakukan sesering mungkin, khususnya
sebelum memegang makanan, setelah BAB, setelah
keluar dari toilet, setelah melakukan kegiatan, setelah
memegang binatang peliharaan, setelah mengganti
popok bayi, dan sebagainya.
c. Pencegahan Karier
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan dan dengan
pengobatan yang baik berarti melaksanakan pencegahan
yang baik pula. Bila pengobatan tifoid terlaksana dengan
sempurna, maka dapat mencegah karier yang merupakan
sumber penularan di masyarakat.
PATOGENESIS DAN
DIAGNOSIS DEMAM TIFOID
BAB III
PATOGENESIS DAN DIAGNOSIS DEMAM TIFOID
Bayi
Usia Balita
3.3. Patogenesis
Melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, S. Typhi
akan masuk ke lambung. Kuman yang masih bertahan selanjutnya
mencapai usus halus (ileum), kemudian menembus dinding usus
sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque Peyeri).
Kemudian melalui saluran limfe mesenterik, kuman selanjutnya
masuk ke aliran darah sistemik (disebut bakteremia ke-1) lalu
mencapai retikulo endothelial dan jaringan tubuh. Kemudian
kuman akan dilepas ke sirkulasi sistemik (disebut bakteremia
ke-2) mencapai organ tubuh dan mampu menyebabkan komplikasi.
Endotoksin SalmonellaTyph i turut berperan dalam patogenesis
terjadinya tanda dan gejala klinis, komplikasi pada demam tifoid.
Kuman S. Typhi yang mampu bertahan di kandung empedu dan
saluran kemih akan menyebabkan tifoid karier, selanjutnya
menjadi sumber penularan melalui feses atau urinnya. Pada
umumnya tifoid karier terjadi pada pasien dewasa.
Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Tifoid 22
3.4 GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis demam demam tifoid sangat bervariasi, dari
gejala sangat ringan (sehingga tidak terdiagnosis ) atau dengan
gejala yang khas (sindrom demam tifoid) sampai dengan gejala
klinis berat yang disertai komplikasi. Gambaran klinis dapat
bervariasi menurut populasi, daerah, atau menurut waktu.
Gambaran klinis di negara berkembang dapat berbeda dengan
negara maju dan gambaran klinis tahun 2000 dapat berbeda
dengan tahun enam puluhan pada daerah yang sama.(..)Gambaran
klinis pada anak cenderung tak khas. Makin kecil anak gambaran
klinis makin tak khas. Kebanyakan perjalanan penyakit
berlangsung dalam waktu pendek dan jarang menetap lebih dari
2 minggu.
1) Demam
Demam atau panas adalah gejala utama demam tifoid.
Pola demam tifoid secara klasik digambarkan sebagai
berikut: pada awal sakit demam tidak terlalu tinggi lalu
akan makin meningkat dari hari ke hari, suhu pagi
dibandingkan sore atau malam hari lebih tinggi (step
ladder fashion). Pada minggu ke-2 dan ke-3 demam akan
terus menerus (demam kontinu), demam akan menurun
pada akhir minggu ke-3 dan minggu ke-4 sampai
mencapai suhu normal.
Komplikasi demam tifoid terjadi pada fase demam di
akhir minggu ke-2 dan ke-3. Hati-hati apabila terjadi
penurunan suhu tubuh di akhir minggu ke-2 dan ke-3
karena dapat merupakan tanda dan gejala komplikasi
perdarahan dan perforasi saluran cerna.
3) Gangguan Kesadaraan
Umumnya dijumpai gangguan kesadaran, kesadaran
berkabut, penurunan kesadaran karena tifoid ensefalopati,
dan meningoensefalitis. Sebaliknya mungkin dapat
ditemukan gejala psikosis (Organic Brain Syndrome).
4) Hepatosplenomegali
Hati dan atau limpa, ditemukan sering membesar. Pada
perabaan hati teraba kenyal dan nyeri tekan.
2) SYOK SEPTIK
Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik,
pasien jatuh ke dalam fase kegagalan vaskular (syok).
Tekanan darah sistolik dan/atau diastolik turun, nadi
cepat, dan halus, berkeringat, serta akral dingin. Akan
berbahaya bila syok menjadi irreversible.
4) HEPATITIS TIFOSA
Demam tifoid disertai ikterus, hepatomegali dan kelainan
tes fungsi hati (peningkatan SGPT, SGOT dan bilirubin
darah) dikatakan sebagai hepatitis tifosa.
5) PANKREATITIS TIFOSA
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi, gejalanya
adalah sama dengan pancreatitis akut. Penderita nyeri
perut hebat, disertai mual dan muntah warna kehijauan,
meteorismus, serta bising usus menurun. Enzim amilase
dan lipase meningkat.
6) PNEUMONIA
Adalah komplikasi demam tifoid disertai tanda dan gejala
klinis: batuk kering, sesak napas, tarikan dinding dada,
ditemukan adanya ronki/crakles, serta gambaran infiltrat
pada foto polos toraks. Pada anak umumnya merupakan
koinfeksi oleh mikroba lain.
Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Tifoid 25
7) KOMPLIKASI LAIN
Pemeriksaan Hematologi
Darah Tepi
Pada pemeriksaan hitung leukosit total terdapat gambaran leukopeni
(3000 - 5000/uL), limfositosis relatif, monositosis, aneosinofilia dan
trombositopenia ringan. Leukopenia terjadi akibat depresi sumsum
tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang lain. Angka kejadian
leukopenia diperkirakan sebesar 25%, beberapa laporan lain
menyebutkan hitung leukosit sering dalam batas normal atau
leukositosis ringan. Kejadian trombositopenia diduga akibat produksi
yang menurun dan destruksi yang meningkat pada sistem retikulo
endotel (RES). Sedangkan anemia dapat disebabkan oleh produksi
hemoglobin yang menurun serta kejadian perdarahan intestinal yang
tidak nyata (occult bleeding). Perlu diwaspadai bila terjadi penurunan
hemoglobin secara akut pada minggu ke 3-4, karena bisa disebabkan
oleh perforasi usus yang menimbulkan peritonitis dan perdarahan
dalam abdomen.
I. Pemeriksaan Mikrobiologi
1. Biakan Bakteri
Spesimen untuk biakan dapat diambil dari darah, sumsum
tulang, feses, urin. Pemilihan jenis spesimen tergantung
patogenesis penyakit dan lama masa sakit. Ketentuan umum
pengambilan spesimen adalah:
- Spesimen diambil pada saat pertama kali datang ke dokter
- Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik
- Spesimen diambil secara aseptik
- Menggunakan wadah yang steril, tertutup, dan tidak
mudah bocor
- Volume spesimen cukup (sesuai jenis spesimen)
B. Sumsum tulang
Spesimen sumsum tulang harus diambil oleh seorang
ahli yang kompeten dan dilakukan di ruang khusus.
Spesimen diambil secara aseptik sebanyak 0,5-2 mL dan
langsung dimasukkan ke dalam medium cair..mL
(komen PK)
C. Biakan Tinja
Spesimen tinja diambil pada minggu ke II dan minggu
minggu selanjutnya. Spesimen tinja yang digunakan
harus yang segar, tidak tercampur urin atau air. Jumlah
spesimen yang diambil adalah sebanyak 10 gram atau
sebesar telur burung puyuh. Bila tinja encer diambil
sebanyak 10 mL atau 2 sendok makan. Spesimen
dimasukkan ke dalam wadah tinja yang bersih dan kering,
bermulut lebar, dapat ditutup rapat dan tidak mudah
bocor atau pecah. Spesimen tinja segera dibawa ke
laboratorium pemeriksa dalam waktu kurang dari 2 jam,
sebaiknya pada suhu dingin.
1. Enzim Transaminase
Akibat proses peradangan sel-sel hati sering ditemukan
peningkatan enzim-enzim transaminase (SGOT, SGPT)
Peningkatan transaminase ini dapat disebabkan banyak faktor
seperti pengaruh endotoksin, mekanisme imun dan obat-
obatan. Bila proses peradangan makin berat, maka tes fungsi
hati lain akan terganggu, seperti bilirubin akan meningkat,
albumin akan menurun. Secara klinis bila tes fungsi hati
terganggu jelas dan disertai ikterus dan hepatomegali, disebut
hepatitis tifosa atau hepatitis Salmonella (lihat bab komplikasi).
TATALAKSANA KLINIS
Tatalaksana klinik adalah semua kegiatan dalam rangka mengobati
dan merawat penderita (tatalaksana kasus). Dua kegiatan utama yang
terpenting adalah :
1. Tatalaksana diagnosis.
Merupakan kegiatan mendiagnosis penderita, baik diagnosis
klinis, etiologik serta diagnosis terhadap komplikasi
2. Tatalaksana pengobatan.
Merupakan kegiatan pengobatan dan perawatan penderita
TATALAKSANA
Antibiotik harus diberikan untuk eradikasi kuman serta memperpendek
tanda dan gejala dan demam tifoid. Pemilihan antibiotik tergantung
dari pola kepekaan di tiap rumah sakit dan sampai saat ini lini pertama
terapi masih dapat digunakan, seperti hasil penelitian yang tercantum
dalam tabel di bawah ini.
a) TIRAH BARING
b) NUTRISI
(1) CAIRAN
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara
oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan
pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan
kesadaran serta yang sulit makan. Dosis cairan parenteral
adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan).
Bila ada komplikasi, dosis cairan disesuaikan dengan
kebutuhan. Cairan harus mengandung elektrolit dan
kalori yang optimal.
Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Tifoid 33
(2) DIET
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup.
Sebaiknya rendah selulose (rendah serat) untuk mencegah
perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam
tifoid, biasanya diklasifikasikan atas : diet cair, bubur
lunak, tim dan nasi biasa. Bila keadaan penderita baik,
diet dapat dimulai dengan diet padat atau tim (diet padat
dini). Tapi bila penderita dengan klinis berat sebaiknya
dimulai dengan bubur atau diet cair yang selanjutnya
dirubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan
tingkat kesembuhan penderita.
a. Penderita dengan kesadaran menurun diberi diet
secara enteral melalui pipa lambung. Diet parenteral
di pertimbangkan bila ada tanda-tanda komplikasi
perdarahan dan atau perforasi.
- Roboransia / vitamin
- Antipiretikuntuk demam dankenyamanan penderita,
terutama untuk anak-anak
- Anti emetik diperlukan bila penderita muntah hebat.
b) ANTI MIKROBA
a) PRINSIP
a. Syarat - Syarat
b) Penyelenggaraan
(1) Pasien yang dirawat dapat 2 tipe yakni sejak awal sakit
dirawat di rumah atau lanjutan perawatan dari rumah
sakit
5. PENILAIAN Efikasi antibiotika dinilai, kurang lebih setelah (3-5) hari pemberian
KEMAJUAN
Mengevaluasi apakah resisten, ada efek samping atau efek toksik
TERAPI serta konsistensi pemberian (dosis, lama pemberian)
Perubahan antibiotika :
Diganti dengan antibiotik yang sensitive menurut hasil uji
kepekaan, namun tetap dipilih dari antibiotik yang dikenal sensitive
untuk demam tifoid.
Bila biakan tak ada, diganti dengan antibiotik lini kedua yang telah
dikenal mempunyai efikasi yang tinggi.
Menilai kemajuan pengobatan secara umum :
Penurunan suhu
Perbaikan kesadaran
Nafsu makan
Dll
(2-3) hari bebas panas :
Program mobilisasi
Perubahan Diit
Bila penilaian klinis sembuh, ditetapkan indikasi pulang :
5 - 7 hari bebas panas
Keadaan umum baik
Komplikasi /komorbid teratasi atau terkontrol
6. DETEKSI KARIER 3 bulan pasien pasca tifoid periksa kultur Salmonella dari feses
dan urin di rumah sakit
7. TERAPI TERHADAP Rujuk kefasilitas lebih tinggi.
KARIER
a. Pengkajian Keperawatan
Dalam pengkajian keperawatan, mencakup Riwayat
Kesehatan Sekarang, Riwayat Kesehatan Dahulu, Riwayat
Kesehatan Keluarga, Riwayat Psikososial dan pola pola
fungsi kesehatan. Dalam Riwayat Kesehatan Sekarang
perlu dipertimbangkan faktor predisposisi dan faktor
presipitasi munculnya demam tifoid, karena dengan
mengenali faktor ini merupakan langkah dalam
merencanakan intervensi yang akan diberikan pada
pasien.
Intervensi Keperawatan :
a. Tirah baring (bedrest total), untuk mencegah
komplikasi per darahan dan per forasi.
b. Monitor peningkatan suhu tubuh
c. Monitor vital sign ( suhu, nadi, TD dan Pernafasan
) secara teratur
d. Beri kompres air biasa pada temporal, axilla,
lipat paha
e. Anjurkan pasien mengganti pakaian yang
menyerap keringat
f. Monitoring intake dan output
g. Monitoring hasil pemeriksaan Laboratorium
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji kebutuhan nutrisi
b. Berikan diit sesuai dengan kebutuhan dan
indikasi ( Tinggi Kalori dan Tinggi Protein ) dalam
bentuk Cair, Bubur Lunak, Tim dan Nasi Biasa.
c. Berikan Diit per NGT atau parenteral bila terjadi
penurunan kesadaran atau terdapat gejala
komplikasi perdarahan dan atau perforasi.
d. Berikan diit oral sedikit tapi sering untuk
mengurangi mual
e. Monitoring intake dan output
f. Timbang BB
g. Kolaborasi pemberian anti muntah sesuai indikasi
h. Ajarkan dan berikan support bahwa pentingnya
nutrisi yang baik utk kesembuhan dengan pasien
atau dengan orang terdekat
i. Support pasien untuk mendiskusikan makanan
yang disukai dengan ahli gizi
j. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan
pasien.
k. Monitor parameter fisiologis (tanda-tanda vital
dan kadar elektrolit)
l. Timbang berat badan jika memungkinkan
m. Monitor intake kalori makanan per hari.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji tingkat kebutuhan cairan dan elektrolit
b. Monitoring intake dan output
c. Monitor status hidrasi (membran mukosa, nadi,
tekanan darah)
d. Monitor masukan cairan, elektrolit dan kalori
e. Beri terapi Intravena sesuai indikasi (khusus
bagi penderita sakit berat)
f. M o n i t o r s t a t u s n u t r i s i y a n g a d e k u a t
g. Berikan intake oral
h. Monitor respon pasien terhadap pemberian cairan
i. Jelaskan pada pasien untuk menilai terdapatnya
tanda dan gejala kekurangan cairan
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji kemampuan fungsional pasien khusunya
dalam aktifitas sehari-hari
b. Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional;
bokong, kaki, tangan
d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan,
dimana proses evaluasi dilakukan 2 tahap, yaitu evaluasi
proses yang dilakukan setiap selesai memberikan
intervensi kepada pasien serta evaluasi hasil yang
dilakukan dengan catatan perkembangan setiap
pergantian shift. Evaluasi merupakan langkah terakhir
dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai sesuaidengankriteriahasil. (Hidayat, A, hal; 124).
Tingkat
Sasaran Perilaku yang diharapkan Pesan
pencegahan
Pencegahan Individu - Hidup dalam lingkungan - Pentingnya hidup bersih
Tingkat I yang bersih dan sehat dan sehat untuk mencegah
(prepatogenesis - Gizi seimbang tifoid terutama: cuci tangan
/sebelum - Istirahat cukup sebelum makan dan setelah
sakit) - Anak mendapatkan buang air, penggunaan air
imunisasi DPT bersih, kebersihan
makanan dan minuman,
menggunakan jamban
sehat.
- pentingnya imunisasi DPT
pada bayi
Keluarga - hidup bersih dan sehat - pentingnya hidup bersih
- gizi seimbang dan sehat
- istirahat cukup - pentingnya mewaspadai
- bayi mendapat imunisasi tanda dan gejala tifoid
lengkap - perilaku hidup bersih dan
- menjaga kebersihan dan sehat di keluarga terutama
kesehatan di rumah menggunakan air bersih
- penyediaan air bersih dan jamban sehat, menjaga
- jamban keluarga yang kebersihan makanan.
memenuhi syarat - Tifoid adalah penyakit
menular dan dapat dicegah
(gejala, bahaya, penularan,
dan penularan)
Pencegahan Individu - Penderita dibawa ke sarana - Penyakit tifoid merupakan
Tingkat II kesehatan untuk kepastian penyakit menular dan dapat
(patogenesis/ tifoid disembuhkan
saat sakit) - Penderita tifoid berobat - Pentingnya kepatuhan
secara teratur pengobatan
- Penderita tifoid mendapat - Pentingnya gizi seimbang
gizi seimbang dan kebersihan
- Penderita dilakukan tirah - Pencegahan penularan
baring kepada orang lain
E. PERUJUKAN:
1. ANAK:
Perforasi usus atau perdarahan saluran cerna: suhu menurun,
nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada palpasi, bising
usus menurun sampai menghilang, defence musculaire positif,
2. DEWASA
Semua kasus komplikasi rujuk.
PERAN DAN
TANGGUNG JAWAB
BAB IV
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB
A. PUSAT
a. Penyusunan pedoman pengendalian demam tifoid
b. Merencanakan kegiatan, antara lain:
- Advokasi, sosialisasi pelaksanaan kegiatan pengendalian
tifoid
- Identifikasi wilayah sasaran kegiatan dengan prevalensi
kasus terbanyak
- Pelatihan tenaga kesehatan pelaksana pengendalian
demam tifoid
c. Menentukan target sasaran dan indikator
d. Membangun jejaring kerja dengan lintas program dan lintas
sektor
e. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengendalian demam
tifoid ke tingkat Provinsi
C. PROVINSI
a. Merencanakan kegiatan:
- Advokasi, sosialisasi pelaksanaan kegiatan pengendalian
tifoid
- Identifikasi wilayah sasaran kegiatan dengan prevalensi
kasus terbanyak
- Pelatihan tenaga kesehatan pelaksana pengendalian
demam tifoid
b. Penentuan target sasaran
c. Membangun jejaring kerja dengan lintas program dan lintas
sektor
d. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengendalian demam
tifoid ke tingkat Kabupaten/Kota
E. PUSKESMAS
a. Merencanakan kegiatan:
- Pelaksanaan kegiatan pengendalian demam tifoid
- Identifikasi wilayah desa sasaran kegiatan
- Koordinasi kegiatan dengan lintas program dan lintas
sektor terkait
- Pelaksanaan penyuluhan kepada masyarakat
b. Penentuan target sasaran:
- Jumlah bayi, balita dan anak usia sekolah
c. Melakukan sosialisasi kepada sasaran tentang pelaksanaan
kegiatan pengendalian tifoid melalui aparat desa/kelurahan
d. Melakukan surveilans dan SKD KLB demam tifoid
e. Melakukan tatalaksana dan pengobatan bagi penderita demam
tifoid
f. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat
g. Mencatat dan melaporkan hasil kegiatan kegiatan pengendalian
demam tifoid
h. Melakukan pembinaan dan bimbingan teknis ke
Desa/Kelurahan (Pustu, Poskesdes, Bidan desa, Darbin)
PENGELOLAAN LOGISTIK
BAB V
PENGELOLAAN LOGISTIK
Kebutuhan
Kebutuhan sarana diagnostik (alat dan reagen) dan obat
.......................
Perhitungan kebutuhan logistik dan sarana diagnostik ditentukan
berdasarkan perkiraan jumlah penderita demam tifoid yang datang
ke fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Kader). Perkiraan
jumlah penderita demam tifoid dihitung berdasarkan perkiraan
penemuan penderita, angka kesakitan, jumlah penduduk di suatu
wilayah. Perkiraan jumlah penderita ditentukan sesuai Tabel
Indikator (.......................)
Contoh : Pada tahun 2012
Jumlah penduduk di suatu Puskesmas = 30.000 penduduk
Angka Kesakitan demam tifoid = .........per seribu penduduk
Perkiraan penderita demam tifoid yang datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan = ........%
........
= ------- x 100 % = ........ %
........
Perhitungan kebutuhan
A. PEMANTAUAN
1. Pengertian
2. Tujuan
i. Promosi Kesehatan
4. Alat Pemantau
Menggunakan formulir isian dan wawancara
5. Cara pemantauan
Pemantauan dilakukan dengan melakukan wawancara dengan
petugas dengan melihat catatan atau laporan yang ada di
Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas. Bila
ditemukan permasalahan, maka diberikan saran pemecahan
atau bimbingan kepada pengelola program, agar kegiatan
program dapat dilaksanakan sesuai rencana.
Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Tifoid 55
B. EVALUASI
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Cara Evaluasi
C. INDIKATOR P2 TIFOID
Dari Analisa Data Rutin Puskesmas dapat kita peroleh beberapa
indikator antara lain :
1) Cakupan penemuan penderita demam tifoid Klinis
2) Cakupan penemuan penderita demam tifoid Suspek
3) C a k u p a n p e n e m u a n d e m a m t i f o i d k o n f i r m a s i .
PENCATATAN DAN
PELAPORAN
BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN
1) Laporan Rutin
Dilakukan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit melalui SP2TP
(LB), SPRS (RL), STP, dan rekapitulasi penyakit demam tifoid.
Oleh karena penyakit demam tifoid termasuk penyakit yang
dapat menimbulkan KLB, maka perlu dibuat laporan mingguan
(W2).
Untuk dapat membuat laporan rutin perlu pencatatan setiap
hari (register) penderita penyakit demam tifoid yang datang
di fasilitas pelayanan kesehatan, posyandu atau kader. Data
register harian dapat mendeteksi adanyanya peningkatan
jumlah kasus dan tanda-tanda akan terjadinya KLB sehingga
dapat segera dilakukan tindakan penanggulangan secepatnya.
Laporan rutin ini dikompilasi oleh petugas pencatatan dan
pelaporan penyakit demam tifoid di puskesmas kemudian
dilaporkan ke Kabupaten/Kota melalui laporan bulanan (LB)
dan STP setiap bulan.
Petugas/Pengelola program pengendalian demam tifoid
Kabupaten/Kota membuat rekapitulasi dari masing-masing
puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke Provinsi
dengan menggunakan format rekapitulasi laporan penyakit
demam tifoid. Dari Provinsi direkapitulasi berdasarkan
Kabupaten/Kota secara rutin (bulanan) dan dikirim ke pusat
(Direktorat Jenderal PP dan PL cq. Sub Direktorat Pengendalian
Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan) dengan menggunakan
format Laporan Bulanan (Lampiran ......)
2) Laporan KLB/Wabah
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode
24 jam dengan Format Laporan W1 dan dilanjutkan dengan
laporan khusus yang meliputi :
a. Pengertian
c. Tahap Pelaksanaan
A. Halim Mubin, MS, Prof, DR, Dr, SpPD, KTI Kepala Bagian
Penyakit Dalam FK Unhas / RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makasar
A . G d e B u d h i r e s n a , D r, S p P D R S U D G i a n y a r B a l i
Erfandi, Dr Konsultan
Darmawan, Dr, MPH (Alm) Kabag Diklit RSPI Prof. Dr. Sulianti
Saroso Jakarta
Lasmaria Marpaung, SKM Subdit Diare & PP, Direktorat PPM &
PL, Ditjen PPM & PL
Rita M.Ridwan, Dr. MSc Subdit Diare & PP, Direktorat P2ML,
Ditjen PPM & PL
Sutoto, Dr, SpA, MARS (Alm) RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta
Djatnika Setiabudi, Dr, SpA Staf bagian / SMF IKA RSUP Hasan
Sadikin/ FK Unpad Bandung
Gandi Kosim, SKM, MSc Subdit Diare & PP, Direktorat P2ML,
Ditjen PPM & PL
Naniek Sri Haryani, BSc Subdit Diare & PP, Direktorat P2ML,
Ditjen PPM & PL
Sri Sulastri Katarnida, Dr, SpA SMF Anak RSPI Prof. Dr. Sulianti
Saroso Jakarta