TINJAUAN PUSTAKA
(1)
Gambar 2.1
Lapisan Kornea
Secara umum, fungsi utama kornea merupakan sebagai medium refraksi dan
melindungi struktur yang terdapat di intraokular. Fungsi tersebut dapat dijalankan melalui
transparansi kornea dan penggantian jaringannya (1).
Transparansi kornea merupakan akibat susunan lamella kornea yang unik
avaskularitas, dan keadaan dehidrasi relatif. Glukosa dan zat terlarut melalui transport
aktif dan pasif melalui aqueous humour dan difusi kapiler perilimbal. Oksigen didapatkan
secara langsung dari udara melalui tear film (1).
Kornea berfungsi sebagai pelindung dan jalan masuk cahaya menuju retina. Sifat
tembus kornea disebabkan karena strukturnya yang uniform, avaskular dan deturgesen.
Deturgesen adalah keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel
mempunyai peran lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi (2).
Kerusakan pada endotel lebih berbahaya daripada kerusakan pada epitel karena
kerusakan endotel dapat menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan serta
kerusakan pada endotel cenderung bertahan lama karena kemampuan regenerasi sel sel
endotel lebih lambat daripada regenerasi sel sel pada epitel. Epitel merupakan bagian
dari kornea yang berfungsi sebagai lapisan pertama dalam menahan masuknya
mikroorganisme ke bagian kornea yang lebih dalam. Apabila epitel kornea terkena
trauma sehingga menimbulkan defek pada epitel, maka stroma dan membran bowman
3
akan mudah terinfeksi oleh berbagai macam organisme seperti bakteri, jamur, amoeba
dan virus (kecuali Neisseria gonore, Corynebacteria, Shigella dan Listeria). Defek epitel
akan memungkinkan terjadinya adhesi patogen yang selanjutnya akan melakukan
penetrasi lebih dalam (2).
Sebagian besar lesi kornea, baik superfisial maupun dalam dapat menyebabkan
nyeri dan fotofobia karena kornea memiliki banyak serat nyeri. Selain itu, lesi kornea
biasanya menyebabkan penglihatan yang kabur, terutama bila lokasinya di sentral.
Photophobia terjadi akibat kontraksi pada iris yang mengalami peradangan. Dilatasi pada
pembuluh darah iris merupakan refleks akibat iritasi ujung saraf kornea. Meskipun
demikian, photophobia terjadi secara minimal pada keratitis herpes karena hipestesi yang
terjadi (2).
2.3 Keratitis
6
2.4.1 Definisi keratitis bakteri
Keratitis bakteri adalah infeksi pada salah satu lapisan kornea yang disebabkan
oleh bakteri (4).
2.4.2 Etiologi
Bakteri tersering penyebab infeksi pada kornea yaitu (4):
1. Pseudomonas aeruginosa
2. Staphylococcus aureus
3. Staphylococcus epidermidis
4. Streptococcus pneumoniae
5. Nesseria Gonorrhea
7
Patofisiologi keadaan ini tidak jelas, antigen cenderung ditahan oleh komponen
polisakarida di membrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari kornea yang
avaskuler, dan dalam waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel yang memiliki
kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak kearah sumber antigen di kornea
dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi kornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh
berbagai stimuli (4).
Bahwa pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di
konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma merupakan petunjuk
adanya proses imunologik. Pada keratitis herpetik yang khronik dan disertai dengan neo-
vaskularisasi akan timbul limfosityang sensitif terhadap jaringan kornea (4).
8
2.4.7 Terapi
Terapi pada keratitis bakteri antara lain (2):
1. Antibiotika :
Bakteri gram positif :
Cefazolin, dosis = 50 mg/ml/jam (topikal), 100 mg/0,5 ml/jam
(subconjungtival).
Vancomycin, dosis = 25 50 mg/ml/jam (topikal), 25 mg/0,5
ml/jam (subconjungtival).
Bakteri negatif :
Tobramycin, dosis = 9 14 mg/ml jam (topikal), 20 mg/0,5
ml/jam (subconjungtival).
Floroquinolon, dosis = 3 mg/ml/jam (topikal)
Ceftriaxone, dosis = 50 mg/ml/jam (topikal), 100 mg/0,5 ml/jam
(subconjungtival).
9
2.5.3 Patogenesis keratitis virus :
Keratitis virus yang disebabkan oleh virus herpes simplek ada dalam dua bentuk
yaitu infeksi primer dan infeksi rekurens. Infeksi primer terjadi akibat adanya kontak
langsung dengan penderita herpes simpleks, misalnya menggunakan handuk secara
bergantian dengan orang yang menderita penyakit herpes simplek, maka akan
menularkan virus herpes simplek dari satu orang ke orang lainnya. Penularan bisa terjadi
juga pada bayi baru lahir dengan ibu yang menderita herpes simplek, serta penularan
melalui kontak oral maupun seksual (3).
Infeksi rekuren merupakan infeksi primer yang telah sembuh dan dapat kembali
kambuh akibat rangsangan non spesifik seperti demam, menstruasi, penggunaan obat
kortikosteroid sistemik maupun lokal jangka panjang, stress psikis dan trauma. Lesi yang
timbul pada kornea akibat penetrasi virus ke dalam sel didahului oleh mikrotrauma pada
epitel kornea. adanya mikrotrauma tersebut menyebabkan virus dapat menginfiltrasi
kornea ke lapisan yang lebih dalam dan virus berkembang melalui siklus replikasi di
sepanjang cabang cabang nervus oftalmik pada kornea (3).
10
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena
virus berlokasi di dalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenic virus
pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi
mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat
siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 2% diteteskan ke dalam sakus
konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan
diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam (3).
2. Terapi Obat
IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan1% dan diberikan
setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap4 jam)
Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.
Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1%setiap 4 jam
Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada
orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif (3)
3. Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin di indikasikan untuk rehabilitasi penglihatan
pasien yang mempunyai parut kornea yang berat,namun hendaknya dilakukan
beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif (3).
11
adalah jamur yeast dan filamentus (septate dan nonseptate) (5).
Yeast mempunyai karakteristik koloni creamy, opak, dan seperti bubur pada
permukaan media kultur. Candida adalah jenis patogen yang paling mewakili pada grup
ini, terutama merusak kornea melalui steroid topikal, patologi permukaan atau keduanya.
Material seperti bulu dan bubuk tumbuh di permukaan media kultur yang
diproduksi oleh septate jamur berfilamen merupakan penyebab utama dari keratitis jamur.
Jamur yang tersering mengakibatkan keratitis adalah Fusarium, Cephalosepharium, dan
curvurlaria. (5)
12
yang tampak pada periode awal. Keratitis jamur filamentus sering bermanifestasi sebagai
infiltrat kering berwarna putih abu-abu yang mempunyai bentukan irregular atau tepi
filamentus (5).
Lesi superfisial mungkin tampak berwarna putih abu-abu melebihi permukaan
kornea, kering, kasar, atau tekstur berpasir yang terdeteksi pada saat dilakukan scraping
pada kornea. Adakalanya tampak multifokal atau infiltrat satelit walaupun hal tersebut
lebih jarang ditemukan daripada seperti yang sebelumnya. Sebagai tambahan, sebuah
infiltrat sroma yang dalam mungkin tampak pada sebuah epitel yang intak. Suatu plak
endothelial dan atau hipopion juga mungkin tampak jika infiltat jamur cukup dalam atau
besar (5).
Saat keratitis mengalami suatu progres, supurasi yang hebat mungkin muncul dan
lesi mungkin menyerupai keratitis bakteri. Pada keadaan ini, hipopion tumbuh dengan
cepat dan ruang anterior membran yang menyebabkan inflamasi mungkin terbentuk.
Perluasan infeksi jamur ke bilik mata depan sering dijumpai pada kasus-kasus dengan
inflamasi bilik mata depan yang berkembang cepat. Adakalanya, jamur mungkin
menginvasi iris atau bilik mata belakang dan glaukoma sudut tertutup mungkin terbentuk
dari blok pupil yang meradang (5).
Keratitis yeast sering disebabkan oleh Candida spp. Bentukan dari keratitis jamur
ini timbul dengan bentukan superfisial warna putih, koloni-koloni yang meningkat pada
sebuah perubahan susunan mata. Walaupun sebagian besar kasus cenderung superfisial,
invasi yang dalam mungkin tampak dengan supurasi menyerupai keratitis yang dipicu
oleh bakteri gram positif (5).
15