Anda di halaman 1dari 14

ANGGARAN DASAR

ASOSIASI KESEHATAN HAJI INDONESIA

PEMBUKAAN
Bahwa ibadah haji merupakan rukun islam yang kelima yang hanya diwajibkan satu kali bagi
umat islam yang mampu mengerjakannya dan akan berlangsung sepanjang masa dalam
upaya meningkatkan ketaqwaan kepada Allah subhanawataala. Oleh karena itu, setiap
upaya yang bertujuan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan serta
peningkatan penyelengaraan ibadah ritual ini perlu didukung dan digalakkan.
Salah satu sektor yang erat kaitannya bagi pertumbuhan dan perkembangan atau
peningkatan penyelenggaraan ibadah haji ini adalah sektor kesehatan. Hal ini mengingat,
kesehatan merupakan komponen yang penting karena merupakan salah satu syarat
istithaah dalam ibadah haji.
Tantangan dalam bidang kesehatan setiap musim haji cukup besar. Besarnya jumlah calon
jemaah haji / jamaah haji berisiko tinggi, beragam latar belakang dan etnis, serta kondisi
fisik dan mental yang tidak memadai. Disamping itu, kesehatan dalam perjalanan haji
merupakan salah satu bentuk matra atau kondisi kedaruratan, sebab dalam waktu relatif
singkat terjadi penumpukan dan pergerakan penduduk dengan jumlah besar dalam
lingkungan alam yang berbeda dengan lingkungan asal jemaah. Hal lain, kondisi lingkungan
di arab saudi yang berbeda dengan tanah air misalnya perubahan musim panas ke musim
dingin, kelembaban udara yang rendah, perbedaan lingkungan sosial/ kultur, keterbatasan
waktu perjalanan haji dan terbatasnya daya tampung di Arafah dan Mina. Perjalanan ibadah
haji diwajibkan memenuhi syarat-syarat internasional (Internasional Health Regulation/
IHR). Hal ini dikaitkan dengan kemungkinan penyebaran penyakit menular. Kesemua ini
dapat berdampak kurang baik terhadap kesehatan jemaah haji indonesia. Disamping itu
yang tidak kalah penting adalah bahwa cabang keilmuan kesehatan haji belum berkembang
di dunia.
Sehubungan dengan hal diatas, bidang kesehatan haji perlu mendapat perhatian yang
serius, selalu dipantau terus menerus serta membutuhkan perhatian dan kajian. Sehingga
akan diperoleh analisis masalah dan didapet pemecahan maupun tindakan yang tepat serta
terarah. Untuk itu, diperlukan suatu wadah yang berperan dalam meningkatkan
pertumbuhan, perkembangan dan peningkatan pelayanan kesehatan haji, serta
meningkatkan profesionalisme anggotanya. Wadah ini berupaya mengembangkan cabang
keilmuan kesehatan haji yang dipelajari dari aspek kedokteran dan kesehatan dalam
perjalanan haji melalui lembaga pendidikan serta lembaga penelitian dengan tujuan
menciptakan tenaga kesehatan haji professional.
Berdasarkan kenyataan diatas, dengan Rahmat Allah SWT seraya memohon hidayahnya,
dibentuklah satu organisasi Asosiasi Kesehatan Haji Indonesia yang diprakasai oleh peserta
Rapat Evaluasi Nasional Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia tahun 2002 di Surakarta,
dengan berpedoman pada suatu Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

1
ANGGARAN DASAR
BAB 1
NAMA, STATUS, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
Organisasi ini bernama Asosiasi Kesehatan Haji Indonesia yang selanjutnya disebut AKHI
atau (Indonesia Pilgrims Health Association).
Pasal 2
AKHI didirikan di Jakarta pada tanggal 22 April 2002 M, bertepatan dengan tanggal 9 sapar
1423H, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
(1) AKHI meliputi seluruh wilayah baik di Republik Indonesia maupun di Luar Negeri
(2) Pengurus AKHI tingkat pusat berkedudukan di Jakarta.

BAB II
ASAS, VISI, MISSI, TUJUAN DAN USAHA
Pasal 4
AKHI berasaskan Ilmu, Taqwa dan Pancasila.
Pasal 5
Visi AKHI adalah calon jemaah haji/ jemaah haji mandiri dalam pemeliharaan, peningkatan
kesehatan dan bebas dari penular penyakit agar istithaah dalam melaksanakan ibadah haji,
termasuk umrah.
Pasal 6
Missi AKHI adalah menyelenggarakan upaya-upaya untuk mencapai kemandirian jemaah
haji dalam pemeliharan kesehatan secara ilmiah, mengembangkan ilmu kesehatan haji,
memanfaatkan teknologi dan akselerasi informasi kesehatan haji serta menciptakan tenaga
kesehatan haji profesional.
Pasal 7
AKHI bertujuan untuk (1) ikut serta dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
serta peningkatan pelayanan kesehatan haji Indonesia; (2) meningkatkan profesionalisme
para anggotanya.
Pasal 8
Untuk mewujudkan tujuan di atas, AKHI berusaha :
(1) Sebagai mitra strategis pemerintah dalam bidang kesehatan haji Indonesia.
(2) Membantu pemerintah dan berbagai pihak terkait dalam menyusun dan melaksanakan
program kesehatan haji Indonesia.

2
(3) Membantu masyarakat yang berusaha dibidang kesehatan haji/umrah dalam
meningkatkan mutu pelayanan kepada calon/jemaah haji/umrah, khususnya dalam
pemeliharaan dan pelayanan kesehatan.
(4) Menyediakan pelayanan informasi yang tepat tentang berbagai aspek kesehatan
haji/umrah di Indonesia.
(5) Mengadakan hubungan dan kerjasama dengan organisasi-organisasi yang berusaha
dibidang yang sama dan terkait baik didalam maupun diluar negeri.
(6) Melakukan pengkajian, penelitian dan pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan
haji/umrah.
(7) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan

BAB III
KEANGGOTAAN DAN ORGANISASI
Pasal 9
(1) Anggota AKHI terdiri dari :
a. Anggota biasa
b. Anggota luar biasa
c. Anggota kehormatan
(2) Angota AKHI berasal dari berbagai disiplin keilmuan
(3) Ketentuan tentang keanggotaan, tatacara penerimaan dan pemberhentian, serta hak
dan kewajiban diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 10
(1) Organisasi AKHI terdiri dari :
a. Pengurus Pusat
b. Pengurus Daerah
c. Pengurus Cabang
d. Badan-badan kelengkapan organisasi
(2) Kedaulatan tertinggi AKHI berada ditangan anggota yang dilaksanakan sepenuhnya
melalui musyawarah nasional, musyawarah daerah dan musyawarah cabang.
(3) Ketentuan tentang kepengurusan, termasuk susunan organisasi, hak dan kewajiban,
tatacara pembentukan, pemilihan dan masa jabatan pengurus, Musyawarah Nasional,
Musyawarah Daerah dan Musyawarah Cabang serta rapat-rapat diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.

3
BAB IV
KEUANGAN
Pasal 11
(1) Sumber keuangan AKHI diperoleh dari :
a. Iuran anggota
b. Sumbangan yang tidak mengikat
c. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan hukum dan syariah.
(2) Ketentuan tentang pengelolaan keuangan, termasuk pengembangan usaha, diatur lebih
lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB V
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA
DAN PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 12
(1) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan dan
/atau disyahkan melalui Musyawarah Nasional
(2) Ketentuan tentang tata cara perubahan seperti yang dimaksud ayat 1, diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 13
(1) Pembubaran AKHI hanya dapat dilakukan dalam musyawarah luar biasa yang khusus
diadakan untuk itu.
(2) Ketentuan tentang tata cara pembubaran seperti yang di maksud dalam ayat 2, diatur
lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VI
PERATURAN PERALIHAN
Pasal 14
(1) Anggaran Dasar ini untuk pertama kalinya ditetapkan oleh pendiri AKHI.
(2) Pengurus Pusat AKHI untuk pertama kalinya ditunjuk oleh para pendiri AKHI, sampai
diadakannya Musyawarah Nasional yang pertama.

4
BAB VII
PENUTUP
Pasal 15
(1) Hal-hal lain yang belum ditetapkan dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.
(2) Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 11 Juni 2015

PIMPINAN SIDANG
MUNAS II ASOSIASI KESEHATAN HAJI INDONESIA TAHUN 2015

Ketua, Sekretaris,

H. SUPRIYADI, SKM, MM H. SAYUTI, SKM, M.Epid

5
ANGGARAN RUMAH TANGGA
ASOSIASI KESEHATAN HAJI INDONESIA
BAB 1
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Ketentuan
(1) Anggota biasa adalah warga negara RI yang mengembangkan dan atau mengamalkan
pengetahuannya di bidang kesehatan haji.
(2) Anggota luar biasa adalah warga negara asing yang mengembangkan dan atau
mengamalkan pengetahuannya di bidang kesehatan haji, baik di Indonesia maupun di
luar negeri.
(3) Anggota kehormatan adalah perorangan yang dianggap telah berjasa dalam
mengembangkan dan atau mengamalkan pengetahuannya di bidang kesehatan haji.
(4) Setiap mantan petugas kesehatan haji (TKHI atau PPIH) otomatis menjadi anggota AKHI,
kecuali bila yang bersangkutan menolak secara tertulis.
Pasal 2
Tata Cara Penerimaan Anggota
(1) Angota biasa dan anggota luar biasa diterima oleh pengurus setempat melalui
pendaftaran tertulis dan persetujuan terhadap AD/ART AKHI.
(2) Mantan petugas kesehatan haji diterima secara otomatis, pendaftaran dilakukan melalui
Pengurus Cabang terdekat.
(3) Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus atau Pengurus Pusat dan disyahkan oleh
Musyawarah Nasional.
Pasal 3
Hak Anggota
(1) Anggota biasa berhak untuk :
a. Mengeluarkan pendapat, menyampaikan usul atau pertanyaan dengan tulisan atau
tertulis kepada pengurus.
b. Memilih dan dipilih menjadi pengurus.
c. Mengikuti semua kegiatan organisasi.
d. Mendapat perlindungan dan pembelaan dari AKHI dalam melaksanakan tugas serta
kegiatan di AKHI.
(2) Anggota luar biasa dan anggota kehormatan mempunyai hak yang sama dengan anggota
biasa kecuali hak untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus AKHI.

6
Pasal 4
Kewajiban Anggota
Semua anggota berkewajiban untuk :
(1) Menjunjung tinggi nama baik AKHI.
(2) Mentaati AD, ART dan peraturan AKHI lainnya.
Pasal 5
Kehilangan Status Keanggotaan
(1) Kehilangan status keanggotaan dapat terjadi karena meninggal dunia, mengundurkan
diri atas permintaan sendiri atau diberhentikan.
(2) Anggota dapat diberhentikan karena bertindak bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan oleh organisasi serta bertindak merugikan atau
mencemarkan nama baik AKHI.
(3) Seorang anggota dapat dikenakan pemberhentian sementara oleh pengurus, sesudah
didahului dengan peringatan.
(4) Paling lama 6 bulan sesudah pemberhentian sementara, pengurus dapat merehabilitasi
atau pengusulkan pemberhentian kepada Pengurus Pusat dikukuhkan.
(5) Anggota yang diberhentikan diberi kesempatan membela diri dalam forum rapat
pengurus.
(6) Pemberhentian anggota atas permintaan sendiri hanya dapat dilakukan dengan
pemberitahuan tertulis kepada pengurus sekurang-kurangnya satu bulan sebelumnya.
Pasal 6
Kartu Anggota
(1) Untuk masing-masing anggota diberikan kartu anggota yang ditandatanganin oleh Ketua
Umum dan Sekretaris Umum Pengurus Pusat AKHI.
(2) Kartu anggota diatur secara seragam dan memuat :
a. Nama Lengkap.
b. Alamat rumah/telepon.
c. Mulai masuk menjadi anggota.
d. Pas photo.
e. Nomor Anggota.
BAB II
MUSYAWARAH NASIONAL, MUSYAWARAH DAERAH DAN MUSYAWARAH CABANG
Pasal 7
Musyawarah Nasional
(1) Musyawarah Nasional (Munas) merupakan kekuasaan tertinggi AKHI di tingkat nasional,
dan merupakan musyawarah utusan dari Pengurus Daerah AKHI.

7
(2) Munas diadakan minimal sekali dalam 3 tahun.
(3) Dalam keadaan luar biasa, musyawarah dapat diadakan sewaktu-waktu atas
persetujuan minimal setengah dari jumlah Pengurus Daerah yang ada.
(4) Munas berwenang:
a. Menetapkan dan mengubah AD/ART.
b. Memilih dan menetapkan ketua umum AKHI, pelindung, penasehat, lembaga
pendukung dan anggota kehormatan.
c. Menetapkan program umum organisasi.
d. Menilai pertanggung jawaban Pengurus Pusat.
e. Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
(5) Tata tertib Munas :
a. Munas diselengarakan oleh Pengurus Pusat bersama panitia pelaksana Munas yang
dibentuk oleh Pengurus Pusat.
b. Panitia pelaksana Munas bertanggung jawab atas segi teknis penyelengaraan Munas.
c. Munas dihadiri oleh utusan Pengurus Daerah, Pengurus Pusat, pelindung, penasehat,
peninjau dan undangan lainnya.
d. Munas syah bila setengah jumlah Pengurus Daerah pengirim utusannya dan hadir
pada saat perhitungan kuorum.
e. Bila persyaratan diatas tidak dipenuhi, maka munas diundur paling lama dalam 1x24
jam dan setelah itu Munas dianggap syah dengan utusan Pengurus Daerah dan yang
hadir.
f. Hak suara dimiliki oleh Pengurus Pusat dan utusan Pengurus Daerah.
g. Perhitungan banyaknya suara Pengurus Daerah adalah 1 suara.
h. Pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk
mufakat, bila tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
i. Hal-hal lain yang belum tercantum dalam tata-tertib ini akan diatur dalam suatu
peraturan tersendiri, sepanjang tidak bertentangan dengan tata tertib ini.

Pasal 8
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah (Musda) merupakan kekuasaan tertinggi AKHI di tingkat provinsi,
dan merupakan musyawarah utusan dari Pengurus Cabang AKHI.
(2) Musda diadakan minimal sekali dalam 3 tahun.
(3) Dalam keadaan luar biasa, musyawarah dapat diadakan sewaktu-waktu atas
persetujuan minimal setengah dari jumlah cabang yang ada.
(4) Musda berwenang:
a. Menilai pertangung jawaban Pengurus Daerah.

8
b. Memilih dan menetapkan formatur Pengurus Daerah.
c. Menetapkan pokok-pokok program kerja daerah yang menunjang serta tidak
bertentangan dengan program kerja Pengurus Nasional.
d. Memilih dan memberi mandat utusan daerah untuk menghadiri musyawarah
nasional.

(5) Tata tertib Musda :


a. Musda diselengarakan oleh Pengurus Daerah bersama panitia pelaksana Musda yang
dibentuk oleh Pengurus Daerah.
b. Panitia pelaksana Musda bertanggung jawab atas segi teknis penyelangaraan Musda.
c. Musda dihadiri oleh utusan cabang, Pengurus Daerah, pelindung, penasehat,
peninjau dan undangan lainnya.
d. Musda syah bila setengah jumlah cabang pengirim utusannya dan hadir pada saat
perhitungan kuorum.
e. Bila persyaratan diatas tidak dipenuhi, maka musda diundur paling lama dalam 1x24
jam dan setelah itu Musda dianggap syah dengan utusan cabang dan yang hadir.
f. Hak suara dimiliki oleh Pengurus Daerah dan utusan cabang.
g. Perhitungan banyaknya suara masing-masing cabang adalah 1 suara.
h. Pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk
mufakat, bila tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
i. Hal-hal lain yang belum tercantum dalam tata-tertib ini akan diatur dalam suatu
peraturan tersendiri, sepanjang tidak bertentangan dengan tata tertib ini.

Pasal 9
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah cabang (Muscab) merupakan pemegang kekuasaan tertinggi pada tingkat
kabupaten/kota dan merupakan musyawarah para anggota.
(2) Muscab diadakan minimal sekali dalam 3 tahun.
(3) Dalam keadaan luar biasa, muscab dapat diadakan sewaktu-waktu atas persetujuan
minimal setengah dari jumlah anggota biasa yang ada.
(4) Muscab berwenang :
a. Menilai Pertangung jawaban Pengurus Cabang.
b. Memilih dan menetapkan formatur Pengurus Cabang.
c. Menetapkan pokok-pokok program kerja cabang yang menunjang serta tidak
bertentangan dengan program kerja Pengurus Pusat atau Pengurus Daerah.
d. Memilih dan memberi mandat utusan cabang untuk menghadiri musyawarah
daerah.

9
(5) Tata tertib rapat anggota :
a. Muscab diselengarakan oleh Pengurus Cabang bersama panitia pelaksana Muscab
yang dibentuk oleh Pengurus Cabang.
b. Panitia Pelaksana Muscab bertanggung jawab terhadap segi teknis penyelenggaraan
Muscab.
c. Muscab syah bila dihadiri oleh setengah jumlah anggota.
d. Bila persyaratan diatas tidak dipenuhi, maka Muscab diundur selambat-lambatnya 1
x 24 jam, setelah itu Muscab dianggap syah dengan jumlah anggota yang hadir.
e. Anggota biasa mempunyai hak bicara dan hak suara, sedangkan peninjau hanya
mempunyai hak bicara.
f. Hal-hal lain yang belum tercantum dalam tata-tertib ini akan diatur dalam suatu
peraturan tersendiri, sepanjang tidak bertentangan dengan tata tertib ini.

BAB III
ORGANISASI
Pasal 10
Pengurus Pusat
(1) Susunan Organisasi Pengurus Pusat
a. Susunan Organisasi Pengurus Pusat sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua
umum, seorang wakil ketua umum, seorang sekretaris umum, seorang wakil
sekretaris umum, seorang bendahara umum, seorang wakil bendahara umum, dan
beberapa ketua bidang yang secara bersama-sama melaksanakan kegiatan organisasi
secara kolektif.
b. AKHI tingkat nasional mempunyai sejumlah Pelindung yang berasal dari para
penjabat negara yang karena jabatannya terkait dengan kesehatan haji, termasuk
menteri kesehatan, menteri agama, menteri dalam negeri, menteri perhubungan
dan menteri kehakiman.
c. AKHI tingkat nasional mempunyai sejumlah Pembina yang berasal dari para
pejabat Kementerian Kesehatan serta para tokoh masyarakat dan swasta terkemuka
yang berkecimpung dalam bidang kesehatan dan atau kesehatan perhajian.
d. AKHI tingkat nasional mempunyai sejumlah Lembaga Pendukung yang berasal dari
organisasi-organisasi masyarakat tingkat nasional lainnya yang berkecimpung
dengan kegiatan kesehatan dan atau kesehatan perhajian.
(2) Masa Jabatan :
Masa jabatan Pengurus Pusat AKHI adalah 4 (empat) tahun.
(3) Tugas dan kewajiban :
Pengurus Pusat AKHI mempunyai tugas dan kewajiban untuk :

10
a. Melaksanakan segala ketentuan yang terdapat dalam AD/ART dan keputusan-
keputusan yang telah ditetapkan dalam musyawarah nasional.
b. Mengesyahkan komposisi dan personalia Pengurus Daerah.

Pasal 11
Pengurus Daerah
(1) Kedudukan
Pengurus Daerah berkedudukan di ibukota provinsi.
(2) Susunan Pengurus Daerah:
Susunan Pengurus Daerah sedapat mungkin menyesuaikan diri dengan susunan
Pengurus Pusat.
(3) Masa Jabatan
Masa Jabatan Pengurus Daerah adalah 4 (empat) tahun.
(4) Tugas dan Kewajiban:
a. Melaksanakan keputusan Munas dan Musda
b. Memberi laporan kepada Pengurus Pusat tentang hasil kerja yang dilakukan, minimal
6 (enam) bulan sekali.
c. Bertanggung jawab kepada Musda.
(5) Hak dan Wewenang:
Pengurus Daerah berwenang menentukan kebijakan, langkah-langkah dan rencana kerja
di tingkat daerah, sesuai dengan AD/ART dan keputusan musyawarah daerah.

Pasal 12
Pengurus Cabang
(6) Kedudukan
Pengurus Cabang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan dapat dibentuk bila
mempunyai minimal 30 orang anggota biasa.
(7) Susunan Pengurus Cabang:
Susunan Pengurus Cabang sedapat mungkin menyesuaikan diri dengan susunan
Pengurus Pusat.
(8) Masa Jabatan
Masa Jabatan Pengurus Cabang adalah 4 (empat) tahun.
(9) Tugas dan Kewajiban:
d. Melaksanakan keputusan Munas dan Musda
e. Memberi laporan kepada Pengurus Daerah tentang hasil kerja yang dilakukan,
minimal 6 (enam) bulan sekali.

11
f. Bertanggung jawab kepada Musyawarah Cabang.
(10) Hak dan Wewenang:
Pengurus Cabang berwenang menentukan kebijakan, langkah-langkah dan rencana kerja
di tingkat cabang, sesuai dengan AD/ART dan keputusan muscab.

Pasal 13
Badan Kelengkapan
(1) Badan kelengkapan adalah badan-badan usaha yang dibentuk khusus oleh Pengurus
Pusat sesuai keperluan untuk melaksanakan amanat Munas/Musda/Muscab.
(2) Tugas dan kewajiban serta hak dan wewenang badan kelengkapan diatur oleh Pengurus
Pusat.
(3) Sebelum ada aturan pada ayat 1 dan 2 di atas, dapat dilaksanakan sesuai mufakat
Pengurus Pusat.

BAB IV
KEUANGAN
Pasal 14
Iuran Anggota
(1) Uang iuran dikenakan kepada anggota biasa. Anggota luar biasa dan anggota
kehormatan tidak diwajibkan membayar iuran.
(2) Ketentuan mengenai besarnya uang iuran, tata cara pemungutan, serta
pengalokasiannya antara Pengurus Cabang, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat
ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.
Pasal 15
Sumbangan dan Bantuan
Sumbangan dan bantuan yang tidak mengikat dapat diusahakan oleh Pengurus Pusat,
Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang di daerahnya masing-masing.

Pasal 16
Usaha-Usaha
Pengurus Pusat, Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang dapat mengadakan berbagai
macam usaha yang syah untuk memperoleh dana yang diperlukan.
Pasal 17
Pengelolaan dan Pertanggung-Jawaban
(1) Pengelolaan keuangan dilakukan oleh Bendahara Umum di tingkat Pengurus Pusat dan
oleh bendahara di tingkat Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang.

12
(2) Pengelola keuangan wajib membukukan setiap penerimaan dan pengeluaran uang, serta
secara periodik membuat laporan pertanggung jawaban kepada ketua dan dewan
pengurus yang bersangkutan.
BAB V
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR /ANGGARAN RUMAH TANGGA
DAN PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 18
Perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
(1) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AKHI hanya dilakukan
dalam Munas.
(2) Rencana Perubahan tersebut diajukan oleh Pengurus Pusat, Pengurus Daerah atau
Pengurus Cabang.
(3) Rencana perubahan telah disampaikan kepada Pengurus Pusat selambat-lambatnya
dalam waktu tiga bulan sebelum musyawarah nasional, dan tembusannya kepada
seluruh Pengurus Daerah.
Pasal 19
Pembubaran
(1) Pembubaran AKHI hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Nasional/Munas Luar biasa
yang diselenggarakan khusus untuk itu, yang dihadiri minimal dua pertiga dari jumlah
suara yang ada.
(2) Keputusan pembubaran AKHI harus disetujui minimal oleh dua pertiga dari suara yang
hadir dalam musyawarah tersebut.
(3) Sesudah pembubaran, segala hak milik AKHI diserahkan kepada badan-badan sosial atau
perkumpulan-perkumpulan yang ditetapkan oleh musyawarah nasional.

BAB VI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 20
(1) Anggaran Rumah Tangga ini untuk pertama kalinya ditetapkan oleh para pendiri
bersama-sama dengan Pengurus Pusat AKHI.
(2) Musyawarah anggota untuk pertama kalinya diadakan selambat-lambatnya tiga bulan
setelah Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan.

13
BAB VII
PENUTUP
Pasal 21
(1) Setiap Anggota AKHI dianggap telah mengetahui isi dari Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga AKHI.
(2) Perselisihan dalam penafsiran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini akan
diputuskan oleh Pengurus Pusat.
(3) Hal-hal lain yang belum di atur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan ditetapkan
dalam peraturan tersendiri oleh penggurus nasional, sepanjang tidak bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.
(4) Anggaran Rumah Tangga ini berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 11 Juni 2015

PIMPINAN SIDANG
MUNAS II ASOSIASI KESEHATAN HAJI INDONESIA TAHUN 2015

Ketua, Sekretaris,

H. SUPRIYADI, SKM, MM H. SAYUTI, SKM, M.Epid

14

Anda mungkin juga menyukai