Anda di halaman 1dari 18

ANGGARAN DASAR

IKATAN PERSAUDARAAN HAJI INDONESIA


MUQADIMAH
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Bahwa kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945
adalah suatu karunia dan berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa kepada seluruh bangsa
Indonesia.
Bahwa dengan kemerdekaan tersebut, telah membuka jalan bagi keinginan luhur para
pendiri Negara Indonesia merdeka agar kaum muslimin Indonesia dapat menunaikan Ibadah Haji
ke Tanah Suci dengan aman, mudah, tertib, lancar dan khidmat serta memperoleh haji mabrur.
Untuk tercapainya maksud tersebut diperlukan suasana yang kondusif bagi kaum muslimin yang
akan melaksanakan ibadah haji. agar calon jamaah haji lebih siap dan mandiri dalam menunaikan
ibadah haji. Untuk itu diperlukan pembinaan yang meliputi bimbingan, penyuluhan dan
penerangan.
Bahwa para haji Indonesia menyadari sedalam-dalamnya, negara berkewajiban
melindungi segenap bangsanya dan seluruh tumpah darahnya dengan memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka pengamalan haji mabrur
merupakan panggilan dan sekaligus jawaban nurani dan naluri para haji Indonesia.
Bahwa para haji Indonesia merupakan potensi yang dapat dikembangkan, diarahkan, dan
dibina guna berperan aktif dalam pembangunan Indonesia untuk meningkatkan mutu kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terutama melalui pengabdian dan pengamalan ajaran
agama Islam.
Bahwa berdirinya organisasi Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia merupakan keinginan
para haji untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan bangsa, keimanan, dan ketaqwaan serta
amal nyata dalam upaya melestarikan kemabruran hajinya.
Maka dengan penuh kesadaran seraya memohon hidayah Allah SWT. Muktamar V
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia sebagai organisasi kebajikan, merupakan wadah untuk
menampung dan penyalur aspirasi hujjaj yang berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, dengan Anggaran Dasar sebagai berikut :
BAB I
NAMA, KEDUDUKAN, DAN WAKTU
Pasal 1
(1) Organisasi ini bernama Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia disingkat IPHI dan selanjutnya
disebut "PERSAUDARAAN HAJI".
(2) Kedudukan "PERSAUDARAAN HAJI" meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia dan
bila memungkinkan perwakilan di luar negeri.
(3) "PERSAUDARAAN HAJI" didirikan oleh Muktamar organisasi-organisasi Persaudaraan
Haji tanggal 24 Sya'ban 1410 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 22 Maret 1990 Miladiyah,
1

yang diprakarsai oleh organisasi Persaudaraan Haji Indonesia, untuk waktu yang tidak
ditentukan.
BAB II
AKIDAH DAN ASAS
Pasal 2
"PERSAUDARAAN HAJI" berakidah Islam dan berasaskan Pancasila.
BAB III
SIFAT, TUJUAN, TUGAS, DAN FUNGSI
Pasal 3
SIFAT
"PERSAUDARAAN HAJI" merupakan organisasi kebajikan bersifat independen.
Pasal 4
TUJUAN
"PERSAUDARAAN HAJI" bertujuan untuk memelihara dan mengupayakan pelestarian haji
mabrur guna meningkatkan partisipasi umat dalam pembangunan bangsa dan negara yang
diridhoi Allah SWT.
Pasal 5
TUGAS
"PERSAUDARAAN HAJI" bertugas melaksanakan pembinaan, bimbingan, penyuluhan, dan
penerangan kepada calon jamaah haji/prahaji dan pasca haji.
Pasal 6
FUNGSI
"PERSAUDARAAN HAJI" berfungsi sebagai :
1. Wahana penghimpun potensi para haji Indonesia, penyerap dan penyalur aspirasi umat.
2. Organisasi Kemasyarakatan untuk menyukseskan program pembangunan bangsa.
3. Sarana untuk mempererat ukhuwah Islamiyah sesama umat.
BAB IV
PROGRAM UMUM
Pasal 7
(1) "PERSAUDARAAN HAJI" menyusun program umum yang sistematis, terarah, terpadu, dan
berkesinambungan.
(2) Program Umum "PERSAUDARAAN HAJI" ditetapkan oleh Muktamar.
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 8
(1) Anggota Persaudaraan Haji adalah umat Islam Indonesia yang telah menunaikan ibadah haji.
(2) Syarat-syarat menjadi anggota, hak dan kewajiban serta pemberhentiannya diatur di dalam
Anggaran Rumah Tangga.
2

BAB VI
SUSUNAN ORGANISASI, KEPENGURUSAN,
HUBUNGAN KERJA, SERTA RANGKAP JABATAN
Pasal 9
SUSUNAN ORGANISASI
(1) Susunan organisasi PERSAUDARAAN HAJI terdiri atas :
1. Tingkat Pusat.
2. Tingkat Wilayah.
3. Tingkat Daerah.
4. Tingkat Cabang.
5. Tingkat Ranting.
6. Perwakilan Luar Negeri.
Pasal 10
KEPENGURUSAN
(1) Kepengurusan PERSAUDARAAN HAJI tersusun atas :
a. Pengurus Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Pengurus Wilayah berkedudukan di Ibukota Provinsi.
c. Pengurus Daerah berkedudukan di Kabupaten/Kota.
d. Pengurus Cabang berkedudukan di Kecamatan.
e. Pengurus Ranting berkedudukan di Kelurahan/Desa.
f. Pengurus Perwakilan Luar Negeri (bila memungkinkan)
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepengurusan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 11
HUBUNGAN KERJA
Hubungan kerja antara Pengurus Pusat dengan Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah, Pengurus
Cabang, Pengurus Ranting, dan sebaliknya, merupakan hubungan kerja vertikal organisatoris,
termasuk dengan Pengurus Perwakilan dari Luar Negeri bila ada.
Pasal 12
RANGKAP JABATAN
Seorang pengurus tidak diperbolehkan merangkap jabatan dalam kepengurusan Ikatan
Persaudaraan Haji Indonesia dalam masa bakti yang sama.
BAB VII
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT
Pasal 13
Musyawarah dan rapat-rapat "PERSAUDARAAN HAJI" diatur di dalam Anggaran Rumah
Tangga.
BAB VIII
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 14
Keuangan dan kekayaan "PERSAUDARAAN HAJI" diatur di dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB IX
LAMBANG, ATRIBUT, MARS DAN HYMNE
Pasal 15
(1) Lambang dan atribut "PERSAUDARAAN HAJI" berbentuk Kabah dengan 2 (dua) menara
Mesjid, dilingkari rantai berwarna kuning emas dengan tulisan IPHI di bagian bawah.
(2) Mars dan Hymne IPHI adalah pemersatu para hujjaj Indonesia pada umumnya, haji mabrur
pada khususnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lambang, atribut, Mars, dan Hymne sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB X
BADAN DAN LEMBAGA
Pasal 16
(1) Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia dapat membentuk Badan dan Lembaga
untuk melaksanakan tugas-tugas dalam bidang tertentu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan dan Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB X1
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 17
Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan melalui Muktamar.
BAB XII
PEMBUBARAN
Pasal 18
(1) PERSAUDARAAN HAJI" hanya dapat dibubarkan
diselenggarakan secara khusus untuk itu.

melalui

Muktamar

yang

(2) Dalam hal "PERSAUDARAAN HAJI" dibubarkan, maka kekayaannya dihibahkan kepada
organisasi / lembaga sosial Islam di Indonesia.
BAB XIII
PENUTUP
Pasal 19
KETENTUAN PENUTUP
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini diatur lebih lanjut di dalam Anggaran
Rumah Tangga.
(2) Anggaran Dasar "PERSAUDARAAN HAJI" ini diubah dan disahkan oleh Muktamar V
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia yang berlangsung pada tanggal 6 s.d 8 Syaban 1431
Hijriyah bertepatan dengan tanggal 18 20 Juli 2010 Miladiyah dan berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Palembang
Pada tanggal : 07 Syaban 1431 H
19 Juli
2010 M
4

ANGGARAN RUMAH TANGGA


IKATAN PERSAUDARAAN HAJI INDONESIA
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
JENIS DAN PERSYARATAN
(1) Keanggotaan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia terdiri atas :
a. Anggota Biasa.
b. Anggota Luar Biasa.
(2) Syarat menjadi Anggota Biasa :
a. Warga negara Indonesia beragama Islam dan telah menunaikan ibadah haji.
b. Masuk menjadi anggota atas kesadaran sendiri.
c. Bersedia membayar uang pangkal, uang iuran, dan mentaati segala peraturan serta ketentuan
organisasi "PERSAUDARAAN HAJI".
(3) Syarat menjadi Anggota Luar Biasa adalah orang-orang yang beragama Islam, telah
menunaikan ibadah haji, dan berjasa bagi pengembangan dan kemajuan Ikatan Persaudaraan Haji
Indonesia.
Pasal 2
TATA CARA PENERIMAAN
(1) Seorang yang akan menjadi anggota mengajukan surat permohonan kepada Pengurus Ikatan
Persaudaraan Haji Indonesia terdekat.
(2) Pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia tersebut pada ayat (1) meneruskan kepada
Pengurus Daerah untuk diteliti dan disahkan.
(3) Kepada anggota baru tersebut diberikan Kartu Tanda Anggota (KTA) dan diumumkan
kepada seluruh anggota di daerah tersebut.
Pasal 3
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
(1) Anggota "PERSAUDARAAN HAJI" mempunyai hak yang meliputi :
a. Hak untuk berbicara/bersuara.
b. Hak untuk memilih dan dipilih.
c. Hak untuk membela diri.
d. Hak untuk mendapatkan penghargaan.
(2) Setiap anggota berkewajiban untuk :
a. Membayar uang pangkal dan iuran anggota.
b. Menyetujui dan mewujudkan tujuan serta Melaksanakan program PERSAUDARAAN HAJI
c. Melaksanakan usaha dan kegiatan PERSAUDARAAN HAJI.
d. Memelihara nama baik "PERSAUDARAAN HAJI" dan identitas haji.
5

Pasal 4
PEMBERHENTIAN ANGGOTA DAN PEMBELAAN
(1) Seseorang berhenti menjadi anggota, karena :
a. Meninggal dunia.
b. Berhenti atas permohonan sendiri.
c. Diberhentikan karena melanggar disiplin dan / atau merusak nama baik "PERSAUDARAAN
HAJI".
(2) Anggota yang diberhentikan dapat membela diri di dalam Muktamar dan/atau Musyawarah
Daerah satu tingkat di atas pengurus yang memberhentikannya.
BAB II
KEPENGURUSAN
Pasal 5
PENGURUS PUSAT
(1) Pengurus Pusat "PERSAUDARAAN HAJI" terdiri atas :
a. Dewan Penasihat.
b. Dewan Pembina.
c. Pengurus Pleno yang terdiri dari Pengurus Harian dan Departemen.
(2) Dewan Penasihat terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan
Anggota yang berjumlah sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, termasuk Ketua, Wakil
Ketua, dan Sekretaris.
(3) Dewan Pembina terdiri atas seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang sekretaris, dan
anggota yang berjumlah sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, termasuk Ketua, Wakil Ketua,
dan Sekretaris.
(4) Pengurus Harian sebanyak-banyaknya 18 orang terdiri atas :
a. Seorang Ketua Umum.
b. Seorang Wakil Ketua Umum.
c. Ketua-ketua sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.
d. Seorang Sekretaris Jenderal.
e. Sekretaris-sekretaris sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang.
f. Bendahara Umum.
g.Bendahara-bendahara sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.
(5) Departemen-departemen sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) departemen dengan masing-masing
departemen 4 (empat) orang, terdiri atas :
a. Departemen Organisasi, Keanggotaan, Kaderisasi, dan Hubungan Luar Negeri.
b. Departemen Pembinaan, Penelitian, dan Pengembangan.
c. Departemen Ibadah Sosial, Kesejahteraan Umat, dan Advokasi Hukum.
d. Departemen Bina Usaha dan Pemberdayaan Umat.
e. Departemen Pendidikan dan Pelatihan.
f. Departemen Dakwah.
g. Departemen Pemberdayaan Perempuan.
6

Pasal 6
PENGURUS WILAYAH
(1) Pengurus Wilayah "PERSAUDARAAN HAJI" terdiri atas :
a. Penasihat.
b. Pembina.
c. Pengurus Pleno yang terdiri atas Pengurus Harian dan Biro.
(2) Penasihat terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, dan anggota
yang berjumlah sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.
(3) Pembina terdiri atas seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan anggota
yang berjumlah sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang, termasuk Ketua, Wakil Ketua, dan
Sekretaris.
(4) Pengurus Harian sebanyak-banyaknya 13 orang terdiri atas :
a. Seorang Ketua.
b.Wakil-wakil ketua sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
c. Seorang Sekretaris.
d.Wakil-wakil sekretaris sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.
e. Seorang Bendahara.
f. Wakil-wakil bendahara sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang.
(5) Biro-biro dibentuk sesuai dengan kebutuhan Pengurus Wilayah.
Pasal 7
PENGURUS DAERAH
(1) Pengurus Daerah PERSAUDARAAN HAJI terdiri atas :
a. Penasihat.
b. Pembina.
c. Pengurus Pleno yang terdiri atas Pengurus Harian dan Bagian.
(2) Penasihat terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, dan anggota
yang berjumlah sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, termasuk Ketua, Wakil Ketua, dan
Sekretaris.
(3) Pembina terdiri atas seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan anggota
yang berjumlah sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, termasuk Ketua, Wakil Ketua, dan
Sekretaris.
(4) Pengurus Harian sebanyak-banyaknya 11 orang terdiri atas :
a. Seorang ketua.
b. Wakil-wakil ketua sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.
c. Seorang sekretaris.
d. Wakil-wakil sekretaris sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.
e. Seorang bendahara.
f. Wakil-wakil bendahara sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang.
(5) Bagian-bagian dibentuk sesuai dengan kebutuhan Pengurus Daerah.
7

Pasal 8
PENGURUS CABANG
(1) Pengurus Cabang PERSAUDARAAN HAJI terdiri atas :
a. Penasihat.
b. Pembina.
c. Pengurus Pleno yang terdiri atas Pengurus Harian dan Seksi.
(2) Penasihat berjumlah sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.
(3) Pembina berjumlah sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.
(4) Pengurus Harian sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang terdiri atas :
a. Seorang ketua.
b. Seorang wakil ketua.
c. Seorang sekretaris.
d. Seorang wakil sekretaris.
e. Seorang bendahara.
f. Seorang wakil bendahara.
(5) Seksi-seksi dibentuk sesuai dengan kebutuhan Pengurus Cabang.
Pasal 9
PENGURUS RANTING
(1) Pengurus Ranting PERSAUDARAAN HAJI terdiri atas Pengurus Harian dan Kelompok
Kerja.
(2) Pengurus Harian terdiri sebanyak-banyaknya 6 (enam) terdiri atas :
a. Seorang ketua.
b. Seorang wakil ketua.
c. Seorang sekretaris.
d. Seorang wakil sekretaris.
e. Seorang bendahara.
f. Seorang wakil bendahara.
(3) Kelompok Kerja dibentuk sesuai dengan kebutuhan Pengurus Ranting.
Pasal 10
PENGURUS PERWAKILAN LUAR NEGERI
Posisi dan jumlah Pengurus Perwakilan Luar Negeri disesuaikan dengan kebutuhan dan
berpedoman kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 11
MASA JABATAN KETUA UMUM DAN KETUA
Ketua Umum Pengurus Pusat, Ketua Pengurus Wilayah, Ketua Pengurus Daerah, Ketua
Pengurus Cabang, dan Ketua Pengurus Ranting memegang jabatannya selama 5 (lima) tahun,
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.

Pasal 12
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENASEHAT
(1) Penasihat Pengurus Pusat dipilih dan ditetapkan oleh Formatur hasil Muktamar.
(2) Penasihat Pengurus Wilayah dipilih dan ditetapkan oleh Formatur hasil Musyawarah
Wilayah.
(3) Penasihat Pengurus Daerah dipilih dan ditetapkan oleh Formatur hasil Musyawarah Daerah.
(4) Penasihat Pengurus Cabang dipilih dan ditetapkan oleh Formatur hasil Musyawarah Cabang.
Pasal 13
PERSYARATAN PENASEHAT
Penasihat terdiri atas tokoh masyarakat yang telah menunaikan Ibadah Haji serta mempunyai
komitmen terhadap perjuangan dan pengembangan untuk mewujudkan tujuan
PERSAUDARAAN HAJI.
Pasal 14
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PEMBINA
(1) Pembina Pengurus Pusat dipilih dan ditetapkan oleh Formatur hasil Muktamar.
(2) Pembina Pengurus Wilayah dipilih dan ditetapkan oleh Formatur hasil Musyawarah
Wilayah.
(3) Pembina Pengurus Daerah dipilih dan ditetapkan oleh Formatur hasil Musyawarah Daerah.
(4) Pembina Pengurus Cabang dipilih dan ditetapkan oleh Formatur hasil Musyawarah Cabang.
Pasal 15
PERSYARATAN PEMBINA
Persyaratan Pembina adalah :
1. Ex officio pejabat Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama yang telah
menunaikan ibadah haji sesuai dengan tingkatannya.
2. Tokoh-tokoh yang telah menunaikan ibadah haji dapat menjembatani dan mempunyai
komitmen terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi PERSAUDARAAN HAJI.
Pasal 16
PENGGANTIAN ANTAR WAKTU PENGURUS
(1) Anggota Pengurus di berbagai tingkatan dapat diberhentikan karena :
a. Mengundurkan diri.
b. Meningal Dunia.
c. Terbukti melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang diputuskan oleh
Rapat Pengurus Harian.
(2) Anggota Pengurus yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b
diganti melalui Rapat Pengurus Harian.
(3) Anggota pengurus yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diganti
melalui Rapat Pleno Pengurus.
(4) Pergantian antar waktu dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah rapat
pengurus sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dan (3).
BAB III
PERMUSYAWARATAN
9

Pasal 17
JENIS PERMUSYAWARATAN
Permusyawaratan terdiri atas :
1. Muktamar, tingkat Pusat / Nasional.
2. Musyawarah Wilayah (Muswil), Tingkat Provinsi.
3. Musyawarah Daerah (Musda), Tingkat Kabupaten/Kota.
4. Musyawarah Cabang (Muscab), Tingkat Kecamatan.
5. Musyawarah Ranting (Musran), Tingkat Kelurahan/Desa.
6. Rapat Kerja.
7. Rapat Pengurus.
Pasal 18
MUKTAMAR
(1) Muktamar diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali, untuk :
a. Menyempurnakan dan menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b. Menyampaikan Pertanggungjawaban Pengurus Pusat.
c. Menetapkan Program Umum.
d. Memilih dan menetapkan Pengurus Pusat.
e. Menetapkan dan memutuskan hal-hal lain yang dianggap perlu.
(2) Peserta Muktamar terdiri atas :
a. Penasihat Pengurus Pusat.
b. Pembina Pengurus Pusat
c. Pengurus Pusat
d. Utusan Pengurus Wilayah.
e. Utusan Pengurus Daerah.
(3) Muktamar dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sedikitnya lebih dari setengah jumlah peserta
yang membawa mandat resmi.
(4) Keputusan Muktamar diambil berdasarkan :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat.
b. Dalam hal keputusan yang diambil berdasarkan pemungutan suara maka keputusan hanya sah,
apabila mendapat dukungan lebih dari 1/2 (setengah) jumlah peserta yang hadir secara fisik dan
menandatangani daftar hadir.
(5) Muktamar Luar Biasa dapat diadakan apabila :
a. Pengurus Pusat terbukti melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
b. Diusulkan oleh lebih dari 1/2 (setengah) jumlah anggota Pengurus Pusat.
c. Disetujui atau diusulkan oleh lebih dari 1/2 (setengah) jumlah Pengurus Wilayah.
(6) Muktamar Luar Biasa mempunyai kewenangan dan kekuasaan yang sama dengan Muktamar.
Pasal 19
MUSYAWARAH WILAYAH
(1) Musyawarah Wilayah (Muswil) diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali untuk :
a. Memilih dan menetapkan Pengurus Wilayah.
10

b. Menyampaikan Pertanggungjawaban Pengurus Wilayah.


c. Menetapkan Program Kerja Pengurus Wilayah sebagai penjabaran program umum Pengurus
Pusat sesuai dengan kemampuan Pengurus Wilayah.
d. Menetapkan/memutuskan hal-hal lain yang dianggap perlu.
(2) Peserta Musyawarah Daerah Wilayah terdiri atas :
a. Utusan Pengurus Pusat.
b. Penasihat Pengurus Wilayah.
c. Pembina Pengurus Wilayah.
d. Pengurus Wilayah.
e. Utusan Pengurus Daerah.
(3) Musyawarah Wilayah sah apabila dihadiri oleh sedikitnya lebih dari 1/2 (setengah) jumlah
yang membawa mandat resmi.
(4) Musyawarah Wilayah diselenggarakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
penyelenggaraan Muktamar.
(5) Keputusan Musyawarah Wilayah diambil berdasarkan :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat.
b. Dalam hal keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara, maka keputusan hanya sah
apabila mendapat dukungan lebih dari 1/2 (setengah) jumlah Peserta yang hadir secara fisik dan
menandatangani daftar hadir.
(6) Musyawarah Wilayah Luar Biasa (Muswillub) dapat diadakan apabila :
a. Pengurus Wilayah terbukti melangar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD /
ART).
b. Diusulkan oleh lebih dari (setengah) jumlah anggota Pengurus Wilayah.
c. Disetujui atau diusulkan oleh lebih dari (setengah) jumlah Pengurus Daerah.
(7) Musyawarah Wilayah Luar Biasa diselengarakan setelah mendapat persetujuan Pengurus
Pusat dan mempunyai kewenangan serta kekuasaan yang sama dengan Musyawarah Wilayah.
Pasal 20
MUSYAWARAH DAERAH
(1) Musyawarah Daerah (Musda) diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali untuk :
a. Memilih dan menetapkan Pengurus Daerah.
b. Menyampaikan Pertanggungjawaban Pengurus Daerah.
c. Menetapkan Program Kerja Pengurus Daerah sebagai penjabaran Program Umum Pengurus
Pusat sesuai dengan kemampuan Pengurus Daerah.
d. Menetapkan/memutuskan hal-hal lain yang dianggap perlu.
(2) Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas :
a. Utusan Pengurus Wilayah.
b. Penasihat Pegurus Daerah.
c. Pembina Pengurus Daerah.
d. Pengurus Daerah.
e. Utusan Pengurus Cabang.

11

(3) Musyawarah Daerah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sedikitnya lebih dari (setengah)
jumlah peserta yang membawa mandate resmi.
(4) Musyawarah Daerah diselenggarakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
penyelenggaraan Musyawarah Wilayah.
(5) Keputusan Musyawarah Daerah diambil berdasarkan :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat
b. Dalam hal keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara, maka keputusan hany sah
apabila mendapat dukungan lebih dari 1/2 (setengah) jumlah peserta yang hadir secara fisik dan
menandatangani daftar hadir.
(6) Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) dapat diadakan apabila :
a. Pengurus Daerah terbukti melangar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b. Diusulkan oleh lebihh dari (setengah) jumlah anggota Pengurus Daerah.
c. Disetujui atau diusulkan oleh lebih dari (setengah) jumlah Pengurus Cabang.
(7) Musyawarah Daerah Luar Biasa diselenggarakan setelah mendapat persetunjuan pengurus
Wilayah dan mempunyai kewenangan serta kekuasaan yang sama dengan Musyawarah Daerah.
Pasal 21
MUSYAWARAH CABANG
(1) Musyawarah Cabang (Muscab) diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali dan selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum penyelenggaraan Musda untuk :
a. Memilih dan menetapkan Pengurus Cabang
b. Menyampaikan Pertanggungjawaban Pengurus Cabang
c. Menyusun Program Kerja Cabang sebagai penjabaran program umum Pengurus Pusat sesuai
dengan kemampuan Pengurus Cabang.
d. Membahas permasalahan yang ada untiuk disampaikan kepada pengurus daerah.
(2) Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas :
a. Utusan Pengurus Daerah.
b. Penasehat Pengurus Cabang.
c. Pembina Pengurus Cabang.
d. Pengurus Cabang.
e. Utusan Pengurus Ranting.
(3) Musyawarah Cabang diselengarakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
penyelengaraan Musyawarah Daerah.
(4) Musyawarah Cabang sah apabila dihadiri oleh sedikitnya lebih dari 1/2 (setengah) jumlah
peserta yang membawa mandate resmi.
(5) Keputusan Musyawarah Cabang diambil berdasarkan :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat.
b. Dalam hal keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara, maka keputusan hanya sah
apabila mendapat dukungan lebih dari 1/2 (setengah) jumlah peserta yang hadir secara fisik dan
menandatangani daftar hadir.
(6) Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscalub) dapat diadakan apabila :
12

a. Pengurus Cabang terbukti melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b. Diusulkan oleh lebihh dari (setengah) jumlah anggota Pengurus Cabang.
c. Disetujui atau diusulkan oleh lebih dari (setengah) jumlah Pengurus Ranting.
(7) Musyawarah Cabang Luar Biasa diselenggarakan setelah mendapat persetunjuan Pengurus
Daerah dan mempunyai kewenangan serta kekuasaan yang sama dengan Musyawarah Cabang.
Pasal 22
MUSYAWARAH RANTING
(1) Musyawarah Ranting (Musran) diselenggarakan 5 (lima) tahun sekali selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sebelum penyelenggaraan Musyawarah Cabang untuk :
a. Memilih dan menetapkan Pengurus Ranting.
b. Menyampaikan Pertanggungjawaban Pengurus Ranting.
c. Menyusun Program Kerja Ranting sebagai penjabaran program umum Pengurus Pusat sesuai
dengan kemampuan Pengurus Ranting.
d. Membahas permasalahan yang ada untuk disampaikan kepada Pengurus Cabang.
(2) Peserta Musyawarah Ranting terdiri atas :
a. Utusan Pengurus Cabang
b. Pengurus Ranting
c. Kelompok Kerja Anggota Persaudaraan Haji.
(3) Musyawarah Ranting diselenggarakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
penyelengaraan Musyawarah Cabang.
(4) Musyawarah Ranting sah apabila dihadiri oleh sedikitnya lebih dari 1/2 (setengah) jumlah
peserta yang membawa mandat resmi.
(5) Keputusan Musyawarah Ranting diambil berdasarkan :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat.
b. Dalam hal keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara, maka keputusan dianggap sah
apabila mendapat dukungan lebih dari 1/2 (setengah) jumlah peserta yang hadir.
Pasal 23
RAPAT KERJA NASIONAL
(1) Rapat Kerja Nasional (Rakernas) "PERSAUDARAAN HAJI" diadakan sekurang-kurangnya
2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun masa bakti Pengurus Pusat yang bersangkutan untuk:
a. Menjabarkan program umum Keputusan Muktamar.
b. Memantapkan koordinasi organisasi Tingkat Nasional.
c. Membuat evaluasi kegiatan Pasca Muktamar
d. Menyiapkan perencanaan untuk melaksanakan program
e. Menampung dan membahas berbagai permasalahan.
(2) Peserta Rakernas terdiri atas :
a. Penasihat Pengurus Pusat.
b. Pembina Pengurus Pusat.
c. Pengurus Pusat.
d. Utusan Pengurus Provinsi Wilayah yang membawa mandat resmi.

13

(3) Rakernas dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sedikitnya lebih dari (setengah) jumlah
peserta.
(4) Keputusan Rakernas diambil berdasarkan :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat.
b. Dalam hal keputusan harus diambil berdasarkan pemungutan suara maka keputusan hanya sah
apabila menda pat dukungan lebih dari (setengah) jumlah peserta yang hadir secara fisik dan
menandatangani daftar hadir.
Pasal 24
RAPAT KERJA WILAYAH
(1) Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) "PERSAUDARAAN HAJI" diadakan sekurang-kurangnya
2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun masa bakti Pengurus Wilayah kepengurusan yang bersangkutan
untuk:
a. Menjabarkan program umum sesuai dengan kemampuan dan prioritas di wilayah yang
bersangkutan.
b. Memantapkan koordinasi organisasi tingkat Wilayah.
c. Membuat evaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan.
d. Menyiapkan perencanaan yang berkesinambungan.
e. Menampung dan membahas berbagai permasalahan yang terdapat di wilayahnya.
(2) Peserta Rakerwil terdiri atas :
a. Utusan Pengurus Pusat dengan Surat Tugas.
b. Penasihat Pengurus Wilayah.
c. Pembina Pengurus Wilayah
d. Pengurus Wilayah.
e. Utusan Pengurus daerah yang membawa mandat resmi.
(3) Rakerwil dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sedikitnya lebih dari 1/2 (setengah) jumlah
peserta.
(4) Keputusan Rakerwil diambil berdasarkan :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat.
b. Dalam hal keputusan harus diambil berdasarkan pemungutan suara, maka keputusan hanya sah
apabila mendapat dukungan lebih dari 1/2 (setengah) jumlah peserta yang hadir secara fisik dan
menandatangani daftar hadir.
Pasal 25
RAPAT KERJA DAERAH
(1) Rapat Kerja Daerah (Rakerda) "PERSAUDARAAN HAJI" diadakan sekurang-kurangnya 2
(dua) kali dalam 5 (lima) tahun masa bakti Pengurus Daerah kepengurusan yang bersangkutan
untuk :
a. Membuat Program Kerja sesuai dengan kemampuan dan prioritas di daerah yang
bersangkutan.
14

b. Memantapkan koordinasi organisasi tingkat daerah


c. Membuat evaluasi kegiatan yang telah melaksanakan
d. Menyiapkan perencanaan yang berkesinambungan.
e. Menampung dan membahas berbagai permasalahan yang terdapat di daerahnya.
(2) Peserta Rakerda terdiri atas :
a. Utusan Pengurus Wilayah dengan Surat Tugas.
b. Penasihat Daerah.
c. Pembina Pengurus Daerah.
d. Pengurus Daerah.
e. Utusan Pengurus Cabang yang membawa mandat resmi.
(3) Rakerda dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sedikitnya lebih dari 1/2 (setengah) jumlah
peserta.
(4) Keputusan Rakerda diambil berdasarkan :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat.
b. Dalam hal keputusan harus diambil berdasarkan pemungutan suara, maka keputusan hanya sah
apabila mendapat dukungan lebih dari 1/2 (setengah) jumlah peserta yang hadir secara fisik dan
menandatangani daftar hadir.
Pasal 26
RAPAT KERJA CABANG
(1) Rapat Kerja Cabang (Rakercab) "PERSAUDARAAN HAJI" diadakan sekurang-kurangnya 2
(dua) kali dalam 5 (lima) tahun masa bakti Pengurus Cabang kepengurusan yang bersangkutan
untuk :
a. Membuat Program kerja sesuai dengan kemampuan prioritas di cabang yang bersangkutan.
b. Memantapkan koordinasi organisasi tingkat Cabang.
c. Membuat evaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan.
d. Menyiapkan perencanaan yang berkesinambungan.
e. Menampung dan membahas berbagai permasalahan yang terdapat di cabangnya.
(2) Peserta Rakercab terdiri atas :
a. Utusan Pengurus Daerah dengan Surat Tugas.
b. Penasihat Pengurus Cabang.
c. Pembina Pengurus Cabang
d. Pengurus Cabang.
e. Utusan Pengurus Ranting yang membawa surat mandat resmi.
(3) Rakercab dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sedikitnya lebih dari 1/2 (setengah) jumlah
peserta.
(4) Keputusan Rakercab diambil berdasarkan :
a. Musyawarah untuk mencapai mufakat.
b. Dalam hal keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara, maka keputusan hanya sah
apabila mendapat dukungan lebih dari 1/2 (setengah) jumlah peserta yang hadir secara fisik dan
menandatangani daftar hadir.
Pasal 27
RAPAT PENGURUS
15

(1) Rapat Pengurus "PERSAUDARAAN HAJI" meliputi :


a. Rapat Pengurus Pusat.
b. Rapat Pengurus Wilayah.
c. Rapat Pengurus Daerah.
d. Rapat Pengurus Cabang.
e. Rapat Pengurus Ranting.
f. Rapat Pengurus Luar Negeri.
(2) Rapat Pengurus dapat atas :
a. Rapat Pengurus Pleno.
b. Rapat Pengurus Harian.
(3) Pengaturan waktu rapat pengurus ditentukan oleh Pengurus Harian, minimal 1 (satu) bulan
dan/dan atau sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 28
HAK SUARA
Hak suara masing-masing Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah, Pengurus
Cabang, Pengurus Ranting, diatur dalam Peraturan Tata Tertib Muktamar, Musyawarah, dan
Rapat-rapat.
BAB IV
LAMBANG, ATRIBUT, MARS, DAN HYMNE
Pasal 29
MAKNA LAMBANG, ATRIBUT, MARS, DAN HYMNE
(1) Lambang Ka'bah bermakna arah ketaatan umat Islam kepada Allah Subhanu wa Ta'ala
sebagai pusat ibadah Haji yang berada di kota suci Makkah.
(2) 2 (dua) menara Mesjid bermakna 2 (dua) kalimat Syahadat serta Rukun Islam dan Rukun
Iman.
(3) Rantai berwarna kuning emas bermakna persatuan dan kesatuan untuk mewujudkan tujuan
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia.
(4) Warna hijau bermakna kemakmuran serta kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh ummat
Islam pada umumnya, anggota Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia pada khususnya.
(5) Warna hitam bermakna kokoh dan konsisten (istiqomah) dalam menjalankan ibadah.
(6) Warna kuning keemasan bermakna kebangkitan ummat Islam bagi kemaslahatan seluruh
ummat Islam.
(7) Warna putih bermakna kesucian dan ketulusan dalam mewujudkan tujuan Ikatan
Persaudaraan Haji Indonesia.
(8) Mars IPHI dimaksudkan untuk membina ukhuwah Islamiyah dan meningkatkan semangat
juang para haji mabrur.
(9) Hymne IPHI dimaksudkan untuk lebih meningkatkan rasa cinta tanah air, Rasullullah, dan
Allah Swt.
BAB V
BADAN DAN LEMBAGA
Pasal 30
16

KEBERADAAN BADAN DAN LEMBAGA


(1) Badan dan/atau Lembaga dapat dibentuk oleh Pengurus Pusat sesuai dengan kebutuhan yang
berkedudukan sebagai sarana penunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Ikatan Persaudaraan Haji
Indonesia.
(2) Struktur organisasi dan kepengurusan badan dan/atau lembaga disahkan oleh Pengurus Pusat
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia.
(3) Badan dan/atau Lembaga dapat membentuk Pedoman Kerja sesuai dengan ketentuan dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia.
(4) Badan dan/atau Lembaga yang sudah ada antara lain :
Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah, (LAZIS) dan Yayasan Kesejahteraan Haji Mabrur
Indonesia (YKHMI).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan badan/atau lembaga akan diatur oleh Pengurus
Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia.
BAB VI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 31
Pengelolaan keuangan dan kekayaan
(1) Keuangan dan kekayaan "PERSAUDARAAN HAJI" diperoleh dari :
a. Uang pangkal dan iuran anggota yang besarnya ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
b. Zakat, infaq, shodaqoh dari anggota dan masyarakat.
c. Sumber-sumber lain yang sah dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundangan yang berlaku dan hukum Islam.
d. Usaha yang halal dan tidak mengikat.
(2) Keuangan dan kekayaan :"PERSAUDARAAN HAJI" sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatas dikelola sesuai dengan keputusan Rapat Pleno dan bersifat terbuka.
(3) Keuangan "PERSAUDARAAN HAJI" dilaporkan secara berkala setelah diaudit oleh akuntan
publik.
BAB VII
KESEKRETARIATAN
Pasal 32
PENGURUSAN KANTOR
(1) Untuk menjalankan administrasi organisasi, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia membentuk
sekretariat di berbagai tingkat Pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
Pengurus Harian dalam bentuk surat keputusan dengan imbal jasa yang memadai.
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 33
KETENTUAN PENUTUP
(1) Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diputuskan
oleh Pengurus Pusat.
(2) Anggaran Rumah Tangga ini diubah dan disahkan oleh Muktamar V Ikatan Persaudaraan
Haji Indonesia yang berlangsung pada tanggal 6 s.d 8 Syaban 1431 Hijriyah bertepatan dengan
17

tanggal 18 - 20 Juli 2010 Miladiyah bertempat di Asrama Haji Kota Palembang dan berlaku
sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di
Pada tanggal

18

: Palembang
: 07 Syaban 1431 H/19 Juli 2010 M

Anda mungkin juga menyukai