Anda di halaman 1dari 6

PEMANFAATAN SELULOSA SEBAGAI BAHAN DALAM PEMBUATAN POLIMER

SUPERABSORBEN
Oleh Kelompok 6
Anggota:
1. Clarissa Fidelia / 1606878966
2. Damai Kasih Lintanghati / 1606890126
3. Dhea Putriani / 1606906300
4. Hasna Aprilia / 1606829913
5. Linatri Purwati / 1606906332

OUTLINE
I. Latar Belakang
II. Teori dan Sumber Bahan Baku
III. Cara Pembuatan
IV. Analisis Hasil
V. Kesimpulan
VI. Daftar Pustaka

ISI

I. Latar Belakang dan Dasar Teori


Karbohidrat atau sakarida adalah senyawa organik yang terdiri atas atom karbon,
hidrogen, dan oksigen, yang memiliki gugus fungsi aldehid atau keton tergantung letak
gugus karboksilnya (di ujung atau di tengah). Karbohidrat dapat diklasifikasikan
berdasarkan jumlah gugus fungsi menjadi monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
Polisakarida adalah polimer yang tersusun atas ratusan hingga ribuan monosakarida
yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Polisakarida yang paling sering
ditemukan adalah selulosa dan pati. Pada lembar tugas ini akan dibahas pemanfaatan
atau aplikasi dari selulosa dalam peningkatan karakteristik polimer superabsorben
(SAP).
SAP atau Superabsorbent Polymer adalah bahan yang dapat mengabsorpsi dan
menyimpan cairan lebih berat dari bahannya dan tidak melepas cairan tersebut.
Penggunaan SAP ini sangat banyak, yaitu bahan pengolahan limbah, media tumbuhan
tanaman, bahan untuk mengurangi friksi pipa, bahan pelapis anti bocor, pelindung
jaringan kabel bawah tanah, bahan pembuatan kemasan barang, dan bahan pemadam
kebakaran. SAP ini terbuat dari poliakrilamida (PAAM). Material ini memiliki banyak
keuntungan tetapi juga memiliki kekurangan yaitu kemampuan menahan airnya sangat
lemah, mengembang terbatas, tidak ramah lingkungan, dan mahal harganya. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka diusulkan solusi untuk mencangkok materi
pembuatnya dengan selulosa.

II. Sumber Bahan Baku


Selulosa yang dibutuhkan untuk pencangkokan poliakrilamida diperoleh dari
tanaman eceng gondok. Tanaman eceng gondok hidup di lingkungan akuatik dan dapat
tumbuh dengan sangat cepat sehingga tidak membutuhkan waktu lama bagi Eceng
Gondok untuk menyebar dan menutupi seluruh permukaan sungai atau rawa. Dalam
waktu 7 bulan saja, 10 buah tumbuhan Eceng Gondok dapat berubah menjadi 700.000
tumbuhan. Oleh karena itu, Eceng Gondok sering dikategorikan sebagai gulma yang
dapat merusak lingkungan perairan.
Komposisi yang ada dalam eceng gondok dapat terbagi menjadi dua, yaitu dalam
keadaan segar dan dalam keadaan kering, sebagai berikut:

Keadaan segar
Keadaan Kering
Air 92,6%
Selulosa 64,51%
Abu 0,44%
Pentosa 15,61%
Serat kasar, 2,09%
Silika 5,56%
Karbohidrat 0,17%
Abu 12%
Lemak 0,35%
Lignin 7,69%.
Protein 0,16%,
Fosfor 0,52%

Gambar 1. Eceng Gondok Segar dan Eceng Gondok Kering

Dikarenakan kandungan selulosa yang tinggi pada saat dikeringkan, maka dalam
pencangkokan poliakrilamida dalam pembuatan SAP digunakan tanaman eceng
gondok dalam keadaan kering.

III. Cara Pembuatan


Tahap-tahap pembuatan SAP berbasis poliakrilamida yang dicangkokkan oleh
selulosa adalah sebagai berikut:
1. Tahap Preparasi Bahan Baku
Eceng gondok dibersihkan lalu dikeringkan kemudian dihaluskan sampai
menjadi serbuk. Serbuknya kemudian diayak dengan ukuran 100 mesh.

2. Tahap Penghilangan Hemiselulosa


Serbuk eceng gondok dilarutkan dengan 500 ml NaOH 4% dan dipanaskan
selama 4 jam, kemudian dicuci, disaring, dan dikeringkan sehingga diperoleh serat
eceng gondok bebas hemiselulosa.

3. Tahap Delignifikasi dan Bleaching


Serbuk eceng gondok dilarutkan dalam 500 ml H2O2 1,5% dan dipanaskan
selama 3 jam, kemudian dicuci, disaring, dan dikeringkan sehingga diperoleh serat
eceng gondok bebas lignin

4. Tahap Sintesis Biopolimer Superabsorben

Gambar 2. Rangkaian Alat Sintesis Biopolimer

Selulosa dimasukkan ke dalam labu leher tiga 500 ml dengan variasi 10%,
20%, 30%, 40% dan aquades 200 ml. Kemudian diaduk dan dipanaskan selama 30
menit, ditambahkan ammonium persulfate diaduk selama 15 menit. Ditambahkan
akrilamida dan formalin dilakukan polimerisasi selama 3 jam. Hasilnya kemudian
dicuci, dikeringkan, dan diperoleh biopolimer superabsorben.

IV. Analisis Hasil


Hasil berupa biopolimer superabsorben kemudian di Analisa dengan metode
kualitatif dan metode kuantitatif. Untuk metode kualitatif digunakan metode
spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dan pengamatan pada sifat fisiknya,
sedangkan untuk metode kuantitatif digunakan uji kapasitas absorbsi air dan rasio
swelling superabsorben dalam larutan urea 5% dan NaCl 0,15M.
Biopolimer yang sudah jadi diamati sifat fisiknya dan diperoleh data kualitatif
seperti berikut sesuai dengan persen penambahan selulosa,
0-10% Selulosa
Perbedaan warna menjadi agak kuning tapi karakteristiknya mirip seperti
sebelumnya.
30% Selulosa
Berbentuk gel dan rapuh.
40% Selulosa
Berbentuk gel, sangat rapuh, dan mudah berubah bentuk kembali menjadi fase
cair.

Gambar 3. Grafik Analisa SAP dengan FTIR

Grafik menunjukkan analisis FTIR dengan pembacaan selulosa (hijau), akrilamida


(hitam), dan superabsorben (merah). Puncak yang sama menunjukkan bahwa produk
superabsorben masih memiliki karakteristik masing-masing bahan bakunya.
Pembacaan pada grafik FTIR tersebut menujukkan gugus-gugus fungsional yang
bekerja pada produk, yakni ikatan C=O, C=C, C-N, dan C-O.
Gambar 4. Grafik Analisa SAP dengan Metode Kuantitatif

Grafik di atas menunjukkan hasil dari analisis kuantiatif SAP terhadap absorbsi air
dan rasio swellingnya terhadap larutan urea 5% dan NaCl 0,15M. Dapat dilihat bahwa
penambahan selulosa dengan presentasi 0-10% menigkatan karakteristik dari SAP, akan
tetapi jika penambahan selulosa melebihi 10% akan mengakibatkan karakteristiknya
menjadi menurun.
Hasil dari analisis, baik kualitatif maupun kuantitatif, menyatakan bahwa penambahan
selulosa sebanyak 0-10% berhasil meningkatkan karakteristik dari SAP, tetapi jika
penambahannya melebihi 10% malah akan menurunkan kualitas dari SAP menjadi rapuh,
tidak mampu mengabsorbsi air dalam jumlah yang banyak, dan batas pengembanganya
menjadi lebih kecil.

V. Kesimpulan
Penambahan selulosa sebanyak 0-10% dalam pembuatan SAP mampu
meningkatkan kualitasnya dalam mengabsorbsi air dan rasio swellingnya, akan
tetapi penambahan melebihi 10% akan menurunkan kualitasnya.

VI. Daftar Pustaka


Heri Heriyanto, dkk. 2015. Pengaruh Penambahan Selulosa dari Tanaman
Eceng Gondok dalam Pembuatan Biopolimer Superabsorben. Banten:
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Deni Swantomo, dkk. 2008. Pembuatan Komposit Polimersuper Absorben
dengan Mesin Berkas Elektron. Yogyakarta: STT-Nuklir-BATAN

Anda mungkin juga menyukai