Anda di halaman 1dari 4

Tugas Pengelolaan Limbah Proses Hayati

Nama : Dhea Putriani Dikumpulkan tgl : 12/09/2019


NPM : 1606906300
Program Studi : Teknologi Bioproses

I. Outline
1. Pengelolaan Limbah Cradle to Cradle
2. Pengelolaan Limbah Cradle to Grave

II. Uraian
1. Pengelolaan Limbah Cradle to Cradle
Cradle to cradle adalah sebuah konsep desain yang telah dikembangkan sejak tahun
1990 oleh seorang arsitektur bernama William McDonough dan seorang ahli kimia
bernama Dr. Michael Braungart. Tujuan dasar dari cradle to cradle adalah untuk
memastikan keberlanjutan proyek bisnis dengan membawa dampak positif bagi manusia
dan alam semesta. Istilah cradle to cradle umumnya digunakan untuk mendeskripsikan
suatu material atau produk yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali, sehingga dari
produk tersebut tidak dihasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan (Kitriniaris,
2018).

Gambar 1.1. Konsep Cradle to Cradle

Dalam pengelolaan limbah, istilah cradle to cradle lebih berfokus pada


meminimasikan penggunaan material yang tidak dapat didaur ulang atau merancang desain
produk sedemikian rupa sehingga pada akhir masa hidupnya, produk tersebut masih bisa
digunakan untuk berbagai macam perubahan fungsi yang lain. Konsep cradle to cradle
membawa kekuatan pendekatan yang baru bagi para industri untuk menerapkan hal
tersebut. Contoh dari cradle to cradle adalah sebagai berikut:
 Industri Baja
Baja merupakan material cradle to cradle. Siklus dari baja adalah close-loop,
sehingga baja dapat didaur ulang atau digunakan kembali. Proses dimana baja dapat
didaur ulang atau digunakan kembali dapat dilihat pada skema di bawah ini.

Gambar 1.2. Close-Loop Cycle dari Baja

 Bend Bench

Gambar 1.3. Bend Bench

Desain dari bangku taman yang dirancang oleh Evelin Bijleveld ini sepenuhnya
menggunakan prinsip cradle to cradle. Bangku ini dibuat dari galvanized steel yang
dirancang menjadi satu bagian dan dilapisi oleh nilon 6 murni. Bangku tersebut
seratus persen dapat didaur ulang menjadi bahan dalam bentuk semula dengan
kualitas yang sama.
2. Pengelolaan Limbah Cradle to Grave
Keberadaan bahan berbahaya dan beracun (B3) yang membawa dampak negative
bagi lingkungan merupakan latar belakang perlu adanya hukum yang mengawasi
pengelolaan limbah B3. Pengelolaan limbah B3 adalah hal penting yang harus diperhatikan
bagi industri yang menghasilkannya. Umumnya, pengelolaan limbah B3 dilakukan secara
khusus dengan konsep cradle to grave. Pengelolaan limbah dengan pendekatan cradle to
grave adalah pengelolaan limbah dari sejak terbentuk hingga penanganan akhir atau hingga
berada di tempat pengolahan.
Menurut Alfiyan. et al (2014), pada kasus limbah B3, konsep cradle to grave
dilakukan melalui dokumen-dokumen yang disertai dengan tindakan keselamatan terhadap
pekerja, masyarakat, dan lingkungan. Dokumen tersebut sekaligus menjadi tahapan dalam
pengolahan limbah B3. Berikut akan dijelaskan aplikasi dari konsep cradle to cradle
dengan tahapan seperti di bawah ini.
a. Penghasil Limbah Radioaktif
Penghasil limbah memiliki kewajiban untuk melakukan pengolahan limbah yang
dihasilkan, Tujuannya yaitu agar meminimalkan volume, kompleksitas, biaya,
dan resiko. Cara pengelolaan dapat dilakukan dengan mengumpulkan dan
mengelompokkan berdasarkan aktivitas, waktu paro, sifat racun, dan jenis radiasi
bentuk fisik dan kimia.
b. Pengangkut Limbah
Pengangkutan limbah hanya dilakukan oleh pihak-pihak yang telah memiliki izin.
Pengangkut merupakan mata rantai yang penting dan bertanggung jawab atas
keselamatan pengangkutan limbah dari penghasil limbah ke penerima yang akan
mengolahnya.
c. Pengolah Limbah
Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
 Kompaksi
Limbah dapat dikompaksi apabila memenuhi syarat, antara lain: tidak
destruktif terhadap bungkusan limbah, tidak bersifat infektan, tidak
menyebabkan tekanan pada wadah tampungan, dan tidak mengandung cairan
yang dapat mengkontaminasi atau merupakan bahan kimia reaktif.
 Insenerasi
Limbah dapat diinsenerasi apabila memenuhi syarat, antara lain: tidak
menimbulkan tekanan, tidak mengandung bahan beracun yang volatile, bahan
bersifat lembab, dan kadar air yang diatur menghasilkan pembakaran
sempurna.
 Imobilisasi
Tujuannya adalah untuk mencegah limbah padat ke lingkungan. Imobilisasi
dapat dilakukan dalam bentuk konsentrat evaporasi, abu insenarator, dan
limbah padat hasil pengkompaksian. Bahan yang digunakan untuk imobilisasi
antara lain: bahan adsorben seperti semen, zeolitem dan bentonite. Kemudian,
limbah tersebut akan disimpan berdasarkan waktu paronya.
III. Daftar Pustaka
www.linkmastermonkey.com, L. M. /. (n.d.). Cradle-to-Cradle. Retrieved from
https://www.sustainableinsteel.eu/p/544/cradle_to_cradle.html
(n.d.). Cradle-to-Cradle. Retrieved from https://www.greenhearted.org/cradle-to-
cradle.html
Alfiyan, Mokhamad., et al. 2004. Strategi Pengelolaan Limbah Radioaktif di Indonesia
Ditinjau dari Konsep Cradle to Grave. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan
Limbah VIII. Hal. 29-36.
Kitriniaris, A. (2018). Cradle To Cradle Regenerative Design: From Circular Economy
To Sustainable Construction. Sustainable Development and Planning X. doi:
10.2495/sdp180011

Anda mungkin juga menyukai