Anda di halaman 1dari 134

ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BOND PADA

KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C


(Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor,
Propinsi Jawa Barat)

ANIS PURNAMASARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis

Penerapan Performance Bond Pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C

(Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) adalah

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini

Bogor, Oktober 2012

ANIS PURNAMASARI
H44080047
RINGKASAN

Anis Purnamasari. Analisis Penerapan Performance Bond pada Kegiatan


Pertambangan Bahan Galian C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibimbing Oleh Rizal Bahtiar.

Bertambahnya penduduk meningkatkan kebutuhan pangan dan lapangan


kerja. Besarnya kebutuhan penduduk akan meningkatkan ekstraksi Sumberdaya
Alam dan Lingkungan (SDAL). Setiap ekstraksi Sumberdaya Alam (SDA) pasti
menghasilkan limbah atau sulit untuk mencapai zero waste. Selain menghasilkan
limbah yang menurunkan kualitas jasa lingkungan, usaha-usaha peningkatan
kebutuhan penduduk juga menimbulkan eksternalitas negatif berupa peningkatan
kerusakan lingkungan. Performance bond diberlakukan ketika aktivitas ekonomi
yang dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
hidup dan kelestarian SDA. Kebijakan tersebut dinilai dapat mengurangi tingkat
kerusakan lingkungan, bahkan diharapkan dapat merestorasi lingkungan pasca
tambang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Rumpin, manfaat


yang diterima masyarakat atas pendapatan keluarga lebih besar dari kerugian yang
diterima masyarakat. Kerugian yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan
tambang yaitu adanya tambahan biaya pengobatan dan biaya memperoleh air
bersih. Oleh karena itu perusahaan tidak harus member kompensasi kepada
masyarakat. Tetapi perusahan harus member kompensasi kepada pihak
Kecamatan Rumpin sebagai ganti rugi atas kerusakan jalan sebesar Rp 90 000 000
000 yang harus dibayarkan selama 14 tahun. Kenyataannya, banyaknya
perusahaan yang tidak membayar jaminan atau tidak melakukan reklamasi. Hal
tersebut mungkin karena peraturan pemerintah tingkat meso dan mikro yang
belum melengkapi peraturan tingkat makro dengan baik, selain karena
pengawasan dan pembinaan yang perlu ditingkatkan. Hasil analisis kelayakan
finansial menunjukkan bahwa perusahan tambang bahan galian C yang diteliti
layak berdasarkan empat kriteria kelayakan yaitu, NPV, BCR, IRR, dan Payback
Period. Perusahaan tersebut ternyata masih dapat dikatakan layak setelah biaya
reklamasi dan kompensasi jalan kecamatan dimasukkan dalam perhitungan.

Kata Kunci: Performance Bond, Tambang, Bahan Galian C


ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BOND PADA
KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C
(Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor,
Propinsi Jawa Barat)

ANIS PURNAMASARI
H44080047

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul Skripsi : Analisis Penerapan Performance Bond pada Kegiatan
Pertambangan Bahan Galian C (Studi Kasus: Kecamatan
Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Nama : Anis Purnamasari


NIM : H44080047

Disetujui

Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si


Pembimbing

Diketahui

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT


Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat,

nikmat, dan karunia-Nya selama penulis menyusun skripsi ini. Skripsi ini tidak

akan pernah terwujud jika tidak ada orang-orang di sekitar penulis, untuk itu

penulis ingin memberikan ucapan terima kasih yang ditujukan kepada:

1. Suamiku tersayang (Mohammad Taufik), Orangtua tercinta, papa

(Achmad), mama (Suyati), adiku yang manis (Anita Fitriyani), atas segala

dukungan, perhatian, doa, pengorbanan, serta segala cinta dan kasih

sayang terhadap penulis selama ini.

2. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan Dr. Ir. Eka

Intan Kumala Putri, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen penguji utama sidang skripsi

dan Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si sebagai penguji sidang perwakilan

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang senantiasa

memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi ini agar menjadi lebih baik

lagi.

4. Dosen-dosen dan staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

(ESL) yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi.

5. Sahabat-sahabatku selama di IPB (Nina, Tya, Asih, Gea, Elok, Tantri,

livia, Pebri, Stevan, dll). Teman satu bimbingan (Erna, Nia, Dini, Nanda,

Budi, dan Dika). Serta teman-teman ESL 45 atas dukungan selama penulis

menyelesaikan studi.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang
berjudulAnalisis PenerapanPerformance Bond pada Kegiatan Pertambangan
Bahan Galian C (StudiKasus: KecamatanRumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi
Jawa Barat).

Skripsi ini disusun untuk melengkapi kegiatan akademik mahasiswa


program sarjana dan sebagai ajang pembelajaran penulis dalam menyelesaikan
permasalahan yang terkait dengan keahliannya pada Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
InstitutPertanian Bogor. Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan
penambangan bahan galian C yang selain memberikan eksternalitas positif juga
mengakibatkan eksternalitas negative terhadap masyarakat di kawasan
penambangan. Eksternalitas yang ada berasal dari puluhan perusahaan
penambangan skala kecil hingga skala besar. Eksternalitas ini berdampak negative
bagi lingkungan hidup dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang tinggal
di kawasan pertambangan.

Penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam


penyusunan skripsi ini. SemogaTuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi kita,
amin.


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1


1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertambangan .......................................................................... 8


2.2 Performance Bond .................................................................. 11

2.3PenelitianTerdahulu ................................................................. 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 18


3.1.1. Analisis Kelayakan FinansialP royek............................ 18

3.1.2 Kompensasi Bagi Masyarakat ........................................ 21

3.1.3Habitat Equivalency Analysis ......................................... 21

3.2 KerangkaOperasional .............................................................. 23

IV. METODE PENELITIAN

4.1 LokasidanWaktu ..................................................................... 26

4.2 JenisdanSumber Data .............................................................. 26


4.3 Penentuan Jumlah Responden/Sampel.................................... 26

4.4 Pengumpulan Data .................................................................. 28

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................... 28

4.5.1 Estimasi Manfaat dan Kerugian ..................................... 28

4.5.2 Metode Analisis Finansial .............................................. 31

4.5.3Metode Habitat Equivalency Analysis ............................ 34

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Geografis dan Administratif ...................................... 36

5.2 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia .............................. 38

5.3 Ekonomi dan Sosial ................................................................ 39

5.4 Sarana dan Prasarana Wilayah .............................................. 41

VI. IDENTIFIKASI MANFAAT DAN


KERUGIAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C
6.1 Identifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari

Kegiatan Pertambangan ................................................................ 44

6.2Identifikasi Kerugian Masyarakat dari Kegiatan


Pertambangan ................................................................................ 46

6.3 Analisis Kompensasi Masyarakat ........................................... 49

VII. ANALISIS REGULASI PEMERINTAH

7.1Kasus-kasus Akibat Kegiatan Pertambangan di Kecamatan Rumpin 53

7 .1.1 Warga Kecamatan Rumpin Datangi DPRD untuk

Menuntut PerbaikanJalan ......................................................... 53

7.1.2 Warga Kecamatan Rumpin Mengancam Pengusaha


Tambang yang Tidak Memperbaiki Jalan ....................... 54

7.1.3 Jembatan diKecamatanRumpinBerbahaya ...................... 54

7.1.4 Kasus Dana Reklamasi Tambang ................................... 56

7.2 Peraturan Pemerintah Terkait Pertambangan ........................... 57

7.3 Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait PertambanganBahan

Galian C ......................................................................................... 64

VIII. KOMPENSASI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG


DENGAN METODE HEA

8.1Skenario Kompensasi Lahan Bekas Tambang ............................. 66

8.2 Luas Kompensasi Lahan Bekas Tambang ................................. 73

IX. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

9.1Asumsi-asumsi Dasar dalam Analisis Finansial Usaha Pertambangan 76

9.2 Analisis Finansial Usaha Pertambangan ...................................... 77

9.2.1Arus Penerimaan............................................................... 77

9.2.2 Arus Pengeluaran ............................................................. 81

9.2.3 Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar ........................ 83

9.2.3.1 Biay Pemilikan ............................................................. 84

9.2.3.2 Biaya Operasi .................................................... 85

9.2.4 Analisis Kelayakan Usaha Sebelum Adanya

Kompensasi .............................................................................. 87

9.2.5Analisis Kelayakan Usaha Setelah Adanya

Kompensasi .............................................................................. 95
9.2.6Perbandingan Analisis Kelayakan Usaha Sebelum dan

Setelah Adanya Kompensasi .................................................... 96

X. SIMPULAN DAN SARAN

10.1 Simpulan .................................................................................. 98

10.2 Saran ........................................................................................ 99

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 100

Lampiran ................................................................................................... 104


DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Keperluan Air per Orang per Hari ........................................... 4

2 Data yang Diperlukan dalam Penelitian................................... 27


3 Daftar Nama Desa dan Luas Wilayahnya ................................ 36
4 Jarak Pusat Pemerintahan Kecamatan
Rumpin dengan Lokasi Penting ............................................... 37
5 Jumlah Penduduk Menurut Usia .............................................. 38
6 Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan
Rumpin ..................................................................................... 41
7 Jumlah Sarana Ibadah di Kecamatan Rumpin ......................... 43
8 Manfaat Ekonomi Keberadaan Perusahaan
Tambang BahanGalian C ......................................................... 45
9 Tabel Biaya Reklamasi yang Dikeluarkan
Perusahaan ............................................................................... 70
10 Matriks Luas Lahan Bekas Tambang
yang Harus Direklamasi ........................................................... 73
11 Nama Penambang dan Luas Ijin Lahan
Tambang................................................................................... 75
12 Komponen Biaya Investasi ...................................................... 81
13 Kriteria Kelayakan Usaha Sebelum Adanya
Kompensasi .............................................................................. 91
14 Kriteria Kelayakan Usaha Setelah Adanya
Kompensasi .............................................................................. 94
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Jumlahpenduduk Indonesia menuruthasilsensus...................... 1

2 MekanismePenerapanJaminanReklamasiPertambangan ......... 16

3 KerangkaPemikiranPenelitian .................................................. 25

4 KerangkaHabitat Equivalency Analysis................................... 35

5 JumlahPendudukMenurut Tingkat Pendidikan ......................... 39

6 Diagram Mata PencaharianPenduduk ....................................... 40

7 GrafikPersentaseJumlahRespondenTerhadapManfaat

Pertambangan di KecamatanRumpin ........................................ 48


8 GrafikJumlahKasusPenyakitPasienPuskesmas

KecamatanRumpinTahun 2010 .................................................. 48

9 Grafik Penurunan Jasa Lahan Tambang .................................. 71

10 Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar ................................... 83


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuesioner Penelitian ................................................................ 106

2 Jenis Peraturan yang Mendukung Reklamasi

Pertambangan Berdasarkan Tingkatan Kepemerintahan ......... 108

3 Sanksi Atas Pelanggaran Kegiatan Pertambangan ................... 111

4 Luas Lahan yang Harus Dikompensasi dengan


Metode HEA pada Tingkat Suku Bunga 5.75 % ................... 113

5 Analisis Kelayakan Usaha padaSuku Bunga12.51%Setelah


Adanya Kompensasi dan Restorasi .......................................... 116
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Statistik Indonesia 2001, pertambahan penduduk dari tahun 1980

sampai tahun 2000 meningkat cepat. Pada tahun 1980 penduduk berjumlah 147.5

juta jiwa bertambah menjadi 179.4 juta jiwa pada tahun 1990. Pada tahun 2000

jumlah penduduk menjadi 205.3 juta jiwa 1 . Bertambahnya penduduk

meningkatkan kebutuhan pangan dan lapangan kerja. Besarnya kebutuhan

penduduk akan meningkatkan ekstraksi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(SDAL).

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

Gambar 1. Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Hasil Sensus

SDAL merupakan sumber yang penting bagi kehidupan manusia dan

makhluk lainnya. Sumberdaya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari

lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan

1
BPS.2011.Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi.Edisi ke-10.BPS.Jakarta
lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan

aktivitasnya 2 .

Setiap ekstraksi Sumberdaya Alam (SDA) pasti menghasilkan limbah atau

sulit untuk mencapai zero waste. Selain menghasilkan limbah yang menurunkan

kualitas jasa lingkungan, usaha-usaha peningkatan kebutuhan penduduk juga

menimbulkan eksternalitas negatif berupa peningkatan kerusakan lingkungan.

Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber

daya air, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar.

Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi

diperingatkan oleh high level threat panel dari PBB. 3

Kerusakan lingkungan dapat digolongkan ke dalam dua jenis kerusakan,

yakni kerusakan karena peristiwa alam dan kerusakan karena hasil perbuatan

manusia. Kerusakan lingkungan karena manusia terjadi akibat perilaku manusia

yang tidak dilandasi oleh pemikiran penggunaan sumberdaya alam pada jangka

panjang. Ekstraksi sumberdaya alam yang dilakukan manusia lebih berorientasi

pada keuntungan jangka pendek tanpa memikirkan keberlanjutan sumberdaya

alam dan lingkungan. Untuk meminimalisir kerusakan lingkungan salah satu

kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah yaitu instrumen ekonomi berupa

performance bond atau jaminan pelaksanaan.

Kebijakan pemerintah diharapkan dapat menjalankan fungsi negara untuk

mensejahterakan dan melindungi rakyatnya (Pembukaan UUD 1945) serta

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat (Pasal 33 UUD 1945)

melalui pengaturan pengelolaan sumberdaya. Kebijakan performance bond yang

2
Renstrada Provinsi DKI Jakarta 2002-2007.www.bappedajakarta.go.id. diakses pada 8 Januari 2011
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusakan_lingkungan diakses pada 14 Desember 2011

dibahas pada penelitian ini mewajibkan pelaku ekonomi memberikan dana

jaminan pelaksanaan kepada pemerintah di awal tahun proyek. Dana jaminan

pelaksanaan diberlakukan ketika aktivitas ekonomi yang dilakukan berpotensi

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian SDA.

Kebijakan tersebut dinilai dapat mengurangi tingkat kerusakan lingkungan,

bahkan diharapkan dapat merestorasi lingkungan sampai tingkat 100 %.

Pemerintah Indonesia menerapkan performance bond untuk kelestarian

lingkungan di berbagai sektor, diantaranya:

1. Sektor kehutanan

2. Sektor pertambangan

Penelitian ini akan membahas penerapan performance bond pada sektor

pertambangan. Pertumbuhan industri pertambangan semakin meningkat sejak

tahun 1970-an. Hal tersebut disebabkan kebutuhan manusia akan produk mentah

dan produk olahan bahan galian mengalami peningkatan. Produk bahan galian

yang dibutuhkan dan digunakan hampir seluruh orang di dunia untuk membangun

rumah dan gedung.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang relatif

luas dibangun sebagai tempat usaha pertambangan bahan galian C. Keberadaan

usaha pertambangan memberi manfaat bagi penduduk sekitar. Manfaat yang

didapat yaitu meningkatnya lapangan pekerjaan, menurunnya angka

pengangguran, dan lain sebagainya. Salah satu daerah pertambangan bahan galian

C legal dan ilegal di Kabuparen Bogor adalah di Kecamatan Rumpin.

Selain memberikan manfaat, usaha pertambangan bahan galian C juga

menimbulkan dampak negatif bagi warga di kawasan pertambangan. Dampak


negatif tersebut terlihat dalam kondisi kesehatan warga yang menurun dan

terserang berbagai penyakit. Penyakit yang biasa diderita warga akibat dampak

negatif pertambangan adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan penyakit

kulit. Penyakit kulit sebagai dampak penggunaan air sungai di sekitar

pertambangan yang tercemar bahan kimia residu. Berdasarkan hasil survei

diketahui bahwa warga setempat menggunakan sungai untuk kegiatan sehari-hari

yang memberikan manfaat dalam pemenuhan kebutuhan hidup terutama dalam

pemenuhan kebutuhan akan air. Keperluan manusia akan air dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Keperluan Air per Orang per Hari


No Keperluan Air yang dipakai (Liter)
1 Minum 2,0
2 Memasak, kebersihan dapur 14,5
3 Mandi, kakus 20,0
4 Cuci Pakaian 13,0
5 Air Wudhu 15,0
6 Air untuk kebersihan rumah 32,0
7 Air untuk menyiram tanam-tanaman 11,2
8 Air untuk mencuci kendaraan 22,5
9 Air untuk keperluan lain-lain 20,0
Jumlah 150,0
Sumber : Wardhana (2004)

Dampak negatif lain yang diduga disebabkan pertambangan bahan galian

C di Rumpin adalah meningkatnya diare dan menurunnya biodiversity serta

habitat satwa di kawasan pertambangan. Selain terhadap makhluk hidup, dampak

pertambangan lainnya adalah rusaknya jalan karena sering dilewati oleh alat-alat

berat pendukung kegiatan pertambangan.

Rencana peningkatan status dan perbaikan jalan di Kecamatan Rumpin

antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan Asosiasi Perusahaan Pertambangan

dan Konstruksi Indonesia (APKI) terancam gagal. Gagalnya rencana tersebut


karena beberapa perusahaan bertaraf internasional di Rumpin (anggota AKPI)

belum menyanggupi. Dampak negatif terhadap lingkungan hidup rata-rata hanya

dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama. Untuk mengatasi dampak

negatif pertambangan, pemerintah menerapkan instrumen yang disebut

performance bond atau jaminan pelaksanaan.

Melalui penerapan performance bond diharapkan pelaku ekonomi dapat

turut serta menjaga kelestarian lingkungan. Penerapan jaminan pelaksanaan akan

digunakan sebagai jaminan bahwa pelaku usaha pertambangan akan melakukan

perbaikan lingkungannya akibat dampak negatif dari seluruh kegiatan

pertambangan. Akan tetapi perlu adanya penelitian tentang penerapan

performance bond dalam proyek pertambangan bahan galian C. Oleh karena

pentingnya analisis penerapan performance bond terhadap kegiatan

pertambangan, maka diperlukan penelitian mengenai hal tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Semua aktivitas manusia dalam mengelola SDAL memiliki dampak positif

bagi pemenuhan kebutuhan keluarga hingga peningkatan pertumbuhan ekonomi

negara. Aktivitas pertambangan bahan galian C yang merupakan bahan galian

yang tidak termasuk dalam bahan galian yang strategis dan vital memiliki dampak

positif. Namun, pertambangan juga mengakibatkan dampak negatif terhadap

masyarakat sekitar kegiatan pertambangan dan terhadap lingkungan hidup. Perlu

diketahui apakah manfaat atau kerugian yang lebih besar dirasakan oleh

masyarakat. Pemerintah sebagai pengelola barang publik (bahan galian C)

membuat regulasi mengenai ekstraksinya. Perlu adanya analisis regulasi


pemerintah terkait penerapan performance bond. Selain regulasi, untuk

mengadakan reklamasi perlu adanya perhitungan berapa luas lahan yang harus

direklamasi dalam kondisi-kondisi tertentu. Analisis kelayakan finansial

perusahaan juga harus diperhitungkan, baik sebelum maupun setelah perusahaan

tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan reklamasi lahan pasca

tambang dan kompensasi kepada masyarakat. Keadaan tersebut membuat

beberapa rumusan masalah, yaitu:

1. Berapakah manfaat dan kerugian dari pertambangan bahan galian C ?

2. Bagaimana analisis regulasi pemerintah terkait penerapan performance

bond di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat ?

3. Bagaimanakah restorasi yang dapat dilakukan oleh pemilik usaha

pertambangan dengan metode Habitat Equivalency Analysis ?

4. Apakah proyek pertambangan dapat dikatakan layak secara finansial

sebelum dan setelah ditambah biaya kompensasi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan diadakannya

penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi manfaat dan kerugian dari pertambangan bahan galian C.

2. Menganalisis regulasi pemerintah terkait penerapan performance bond di

Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.

3. Menganalisis restorasi yang dapat dilakukan oleh pemilik usaha

pertambangan dengan metode Habitat Equivalency Analysis (HEA).


4. Menganalisis kelayakan finansial proyek pertambangan sebelum dan

setelah ditambah biaya kompensasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Mahasiswa

Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan dan mengaplikasikan ilmu

atau pelajaran yang telah diperoleh melalui perkuliahan pada Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

2. Pemerintah

Hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan

bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang dapat mengurangi kegiatan

yang bisa menyebabkan rusaknya sumberdaya alam dan lingkungan.

3. Masyarakat

Penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat dan

pemerintah mengenai dampak yang ditimbulkan dari adanya pertambangan di

Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertambangan

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan

manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia

berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

bahkan merusak dan selanjutnya menelantarkan tanah itu sendiri (Kartasapoetra,

dkk, 2005). Usaha penambangan merupakan usaha melakukan kegiatan

eksplorasi, eksploitasi, produksi, dan penjualan. Menurut Rahmi (1995),

penggolongan bahan-bahan galian adalah sebagai berikut :

1. Golongan a, merupakan bahan galian strategis, yaitu strategis untuk

perekonomian negara serta pertahanan dan keamanan negara

2. Golongan b, merupakan bahan galian vital, yaitu dapat menjamin hajat hidup

orang banyak, Contohnya besi, tembaga, emas, perak dan lain-lain

3. Golongan c, bukan merupakan bahan galian strategis ataupun vital, Karena

sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional.

Contohnya marmer, batu kapur, tanah liat, pasir, yang sepanjang tidak

mengandung unsur mineral.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan-

ketentuan Pokok Pertambangan menyebutkan bahawa pertambangan rakyat

adalah suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b,

dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau gotong

royong dengan alat-alat sederhana untuk pencairan sendiri (Asad, 2005).

Pertambangan rakyat dilakukan oleh rakyat, artinya dilakukan oleh masyarakat

yang berdomisili di area pertambangan secara kecil-kecilan atau gotong royong


dengan alat-alat sederhana. Tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kehidupan

sehari-hari. Dilaksanakan secara sederhana dan dengan alat sederhana, jadi tidak

menggunakan teknologi canggih, sebagaimana halnya dengan perusahaan

pertambangan yang mempunyai modal besar dan memakai telknologi canggih.

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur pertambangan rakyat, yaitu :

1. Usaha pertambangan

2. Bahan galian meliputi bahan galian strategis, vital dan galian c

3. Dilakukan oleh rakyat

4. Domisili di area tambang rakyat

5. Untuk penghidupan sehari-hari

6. Diusahakan dengan cara sederhana.

Kegiatan penambangan rakyat dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia

serta biologi tanah melalui pengupasan tanah lapisan atas, penambangan,

pencucian serta pembuangan tailing. Penambangan rakyat yang tidak

memperhatikan aspek lingkungan akan menyebabkan terancamnya daerah

sekitarnya dengan bahaya erosi dan tanah longsor karena hilangnya vegetasi

penutup tanah (Asad, 2005). Lahan yang digunakan untuk pertambangan tidak

seluruhnya digunakan untuk operasi pertambangan secara serentak, tetapi secara

bertahap. Sebagian besar tanah yang terletak dalam kawasan pertambangan

menjadi lahan yang tidak produktif. Sebagian dari lahan yang telah dikerjakan

oleh pertambangan tetapi belum direklamasi juga merupakan lahan tidak

produktif. Lahan bekas kegiatan pertambangan menunggu pelaksanaan reklamasi

pada tahap akhir penutupan tambang. Kalau lahan yang telah selesai digunakan
secara bertahap direklamasi, maka lahan tersebut dapat menjadi lahan produktif

(Nurdin, dkk, 2000).

Pertambangan dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam

suatu kawasan/wilayah. Potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor

kegiatan pertambangan dan faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan

pertambangan antara lain pada teknik pertambangan, pengolahan dan lain

sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan antara lain faktor geografis dan

morfologis, fauna dan flora, hidrologis dan lain-lain (Nurdin, dkk, 2000).

Kegiatan pertambangan mengakibatkan berbagai perubahan lingkungan,

antara lain perubahan bentang alam, perubahan habitat flora dan fauna, perubahan

struktur tanah, perubahan pola aliran air permukaan dan air tanah dan sebagainya.

Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan dampak dengan intensitas dan sifat

yang bervariasi. Selain perubahan pada lingkungan fisik, pertambangan juga

mengakibatkan perubahan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Dampak

kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tidak hanya bersumber dari

pembuangan limbah, tetapi juga karena perubahan terhadap komponen lingkungan

yang berubah atau meniadakan fungsi-fungsi lingkungan. Semakin besar skala

kegiatan pertambangan, makin besar pula areal dampak yang ditimbulkan

(Nurdin, dkk, 2000).

Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dapat bersifat

permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula. Perubahan

topografi tanah, termasuk karena mengubah aliran sungai, bentuk danau atau bukit

selama masa pertambangan, sulit dikembalikan kepada keadaannya semula.

Kegiatan pertambangan juga mengakibatkan perubahan pada kehidupan sosial,


ekonomi dan budaya masyarakat. Perubahan tata guna tanah, perubahan

kepemilikan tanah, masuknya pekerja, dan lain-lain. Pengelolaan dampak

pertambangan terhadap lingkungan bukan untuk kepentingan lingkungan itu

sendiri tetapi juga untuk kepentingan manusia (Nurdin, dkk, 2000).

2.2 Performance Bond

Performance dan Bond system merupakan sejumlah uang yang diserahkan

di muka kepada pemerintah oleh pelaku ekonomi apabila aktivitas ekonomi yang

dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup

dan kelestarian SDA. 4 Uang tersebut dapat diambil kembali setelah dinyatakan

oleh pihak yang berwenang bahwa aktivitas ekonomi tersebut tidak menimbulkan

dampak negatif. Obyek dari performance bond adalah barang serta jasa

lingkungan hidup (hutan, udara, air) yang dapat terkena dampak polutif atau

ekstraktif dari suatu kegiatan ekonomi. Contohnya: reklamasi tanah, manajemen

hutan (biasanya hutan produksi), kecelakaan lingkungan hidup (tumpahnya

minyak di laut). Mekanisme yang terdapat pada performance bond yaitu:

1. Memperhitungkan biaya sosial dari kerusakan lingkungan hidup yang

mungkin terjadi

2. Meminta pelaku ekonomi untuk mendepositokan sejumlah uang sesuai

dengan biaya tersebut kepada pemerintah atau pihak lain yang ditunjuk

pemerintah

4
Laporan interim: Draft rencana aksi strategis. ESP-Environmental Support Programme Danida

3. Apabila terjadi kerusakan, telah tersedia dana untuk merestorasi lingkungan

hidup dan SDA sehingga instrumen ini tidak sangat bergantung kepada

kegiatan monitoring

Pemerintah sebagai lembaga yang memimpin negara memiliki peran

terhadap berbagai bidang, termasuk dalam Performance Bond. Peran Pemerintah

dalam penerapan Performance Bond adalah:

1. Melakukan sosialisasi pengimplementasian sistem bond

2. Menentukan standar baku lingkungan hidup yang diharapkan

3. Meregulasikan pengimplementasian sistem bond

Performance bond diterapkan di sektor pertambangan Minyak dan Gas

Bumi (Migas) dan beberapa bahan galian lain. Pada pertambangan Migas bahkan

telah diatur kapan pemilik pertambangan harus menyerahkan dana jaminan

pelaksanaan, yaitu dalam Peraturan Menteri ESDM No 35 Tahun 2008 Tentang

Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi. Bab

VI pasal 41 ayat 2 menyebutkan, jaminan pelaksanaan wajib diserahkan kepada

Direktur Jenderal (Dirjen) paling lambat pada saat penandatanganan kontrak kerja

sama.

Pada ayat 5 dinyatakan bahwa peserta lelang wilayah kerja atau penawaran

langsung wilayah kerja yang telah menandatangani kontrak kerja sama yang tidak

dapat memenuhi kewajibannya melaksanakan komitmen tiga tahun pertama masa

eksplorasi (firm commitment), atau komitmen dua tahun pertama masa eksploitasi

dan kewajiban keuangan lainnya berdasarkan kontrak kerja sama. Berdasarkan

pemberitahuan dari Badan Pelaksana, Dirjen akan mencairkan Jaminan Pelak-


sanaan dan wajib disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP).

Jaminan reklamasi diawali dengan perencanaan reklamasi tambang yang

dibuat oleh perusahaan tambang terkait. Perusahaan memperkirakan rencana

persentase reklamasi yang dapat dilakukan setelah memperhitungkan keuntungan

yang akan diperoleh perusahaan. Besarnya dana jaminan reklamasi tersebut

tergantung pada besarnya biaya reklamasi langsung dan tidak langsung. Biaya

langsung jaminan reklamasi terdiri dari:

1. Biaya pembongkaran bangunan dan sarana penunjang yang sudah tidak

digunakan

2. Reklamasi tapak bekas tambang, fasilitas pengolahan dan pemurnian, serta

fasilitas penunjang

3. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah B3

4. Pemeliharaan dan perawatan

5. Pemantauan

6. Aspek sosial, budaya, dan ekonomi

Sedangkan biaya tidak langsung dilihat dari:

1. Mobilisasi dan demobilisasi

2. Perencanaan kegiatan

3. Administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai kontraktor pelaksana

penutupan tambang

4. Supervisi

Penyusunan rencana reklamasi tersebut diajukan setiap lima tahun sekali,

kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota untuk dinilai. Penilaian


dilakukan paling lambat 30 hari sejak diserahkannya rencana reklamasi. Luaran

dari penilaian tersebut berupa disetujui atau tidaknya rencana kegiatan

pertambangan tersebut. Jika rencana belum disetujui, perusahaan tambang dapat

memperbaiki rencana reklamasi tersebut. Apabila dalam jangka waktu 30 hari

pihak penilai tidak memberikan informasi tentang hasil penilaian, maka

pengusaha tambang diasumsikan disetujui usahanya dan dapat menjalankan

usahanya.

Setelah kegiatan pertambangan berjalan, perusahaan wajib menyusun

rencana reklamasi setiap lima tahun dan menyerahkannya kepada pihak penilai.

Pada umur proyek yang kurang dari lima tahun, rencana reklamasi disusun sesuai

umur proyek tambang. Setelah seluruh kegiatan penambangan berakhir,

perusahaan diwajibkan untuk menutup proyek paling lambat setelah satu bulan

proyek pertambangan berakhir. Setelah penutupan proyek, laporan penutupan

pertambangan harus dibuat oleh perusahaan.

Jaminan reklamasi dapat dicairkan dan dikembalikan apabila reklamasi

telah dilaksanakan. Pengembalian Jaminan Reklamasi dengan ketentuan sebagai

berikut :

a. Pengembalian 60 % (enam puluh perseratus) dari besaran Jaminan Reklamasi

apabila telah selesai melaksanakan penatagunaan lahan yang dilakukan sesuai

dengan peruntukannya sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Reklamasi

yang telah disetujui.

b. Pengembalian 80 % (delapan puluh perseratus) dari besaran Jaminan

Reklamasi apabila telah selesai melaksanakan kegiatan sebagaimana

dimaksud pada poin a dan telah selesai melaksanakan pekerjaan:


a. revegetasi

b. pencegahan dan penanggulangan air asam tambang;

c. pekerjaan sipil; dan/atau

d. kegiatan reklamasi lainnya, sebagairnana ditetapkan dalam Rencana

Reklamasi yang disetujui.

Pengembalian 100 % (seratus persen) dari besaran Jaminan Reklamasi

setelah kegiatan reklamasi memenuhi kriteria keberhasilan reklamasi sebagaimana

tercantum pada Lampiran V Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral

No. 18 tahun 2008 Tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Setiap penerapan

jaminan lingkungan hidup (performance bond) telah memiliki mekanisme yang

diatur dalam beberapa aturan pemerintah, yaitu:


Perusahaan menyusun rencana reklamasi dan rencana penutupan tambang

Penilaian oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota


(paling lambat selesai pada 30 hari).

Tidak disetujui
Disetujui
Mengajukan perubahan rencana
reklamasi.

Disetujui oleh Menteri, Gubernur


atau Bupati/Walikota.

Pelaksanaan reklamasi.

Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi


(sampai tahap ini dilakukan berulang hingga ditutup).

Penutupan tambang (paling lambat satu bulan setelah


semua kegiatan penambangan berakhir.

Perusahaan menyampaikan laporan penutupan tambang.

Perusahaan membuat permohonan pencairan dana jaminan reklamasi.

Evaluasi

Jaminan reklamasi mencukupi Jaminan reklamasi tidak


semua biaya reklamasi. mencukupi biaya reklamasi.

Pencairan jaminan reklamasi Perusahaan harus menutupi sisa


(persentase pengembalian sesuai biaya reklamasi.
Permen. ESDM pasal 31).

Sumber: Peraturan Menteri ESDM No.18 Tahun 2008, Diolah Peneliti (2012)

Gambar2.MekanismePenerapanJaminanReklamasiPertambangan
2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang performance bond belum saya temukan.

Tetapi penelitian tentang bahan galian C terdapat pada tulisan Program Kreativitas

Mahasiswa (PKM) yang berjudul Penilaian Kerusakan Lingkungan Akibat

Pertambangan Bahan Galian C dengan Metode Damage Assesment Analysis Di

Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Bogor, Jawa Barat yang ditulis oleh

(Larastiti R. et al, 2010). kesimpulan dari penelitian tersebut adalah:

1. Terjadi perubahan sosial di Desa Cipinang, masyarakat desa Cipinang awalnya

bermata pencaharian sebagai petani. Tingkat kesejahteraan masyarakat

perlahan meningkat walaupun tidak cukup signifikan. Dampak positifnya

adalah terjadinya peningkatan perekonomian warga, terbukanya lapangan

kerja baru.

2. Manfaat ekonomi dari adannya pertambangan pasir diestimasi menggunakan

pendekatan pendapatan. Rata-rata pendapatan pertahun masyarakat yang

memiliki pekerjaan terkait pertambangan adalah sebesar Rp 6 000 000.

Kerugian ekonomi akibat adannya pertambangan diestimasi menggunakan

pendekatan Cost of Illness atau biaya kesehatan adalah sebesar Rp 584 700

setahun. Dengan menggunakan Replacement Cost diestimasi kerugiannya

adalah sebesar Rp 437 250 per tahun. Dengan menggunakan Replacement

Cost juga, dapat diestimasi kerusakan jalan secara ekonomi, yaitu sebesar Rp

600 000 000.

3. Besarnya biaya kompensasi yang seharusnnya diberikan perusahaan kepada

masyarakat desa dan pemerintah desa adalah sebesar Rp 13 886 503 650 per

tahun.
III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Analisis Kelayakan Finansial Proyek

Gittinger (1986) mendefinisikan proyek merupakan suatu kegiatan yang

mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan

yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan

perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit. Menurut Kadariah et

al (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas

yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns)

diwaktu yang akan datang, dan dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan

sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu

tujuan (objective) dan mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik

akhir (ending point).

Definisi lain menyebutkan bahwa studi kelayakan usaha merupakan suatu

kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha

atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidaknya

usaha tersebut dijalankan (Kasmir, 2003). Kelayakan usaha yang digunakan dalam

penelitian ini adalah aspek kelayakan finansial. Aspek kelayakan finansial

berkaitan dengan pengaruh secara finansial terhadap proyek yang sedang

dilaksanakan. Hal ini menggambarkan keuntungan atau manfaat yang diterima

perusahaan secara internal dari adanya proyek pertambagan tersebut.


Aspek finansial merupakan proyeksi anggaran dan pengeluaran bruto pada

masa yang akan datang setiap tahunnya. Analisis finansial juga merupakan suatu

analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan

apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan

Suwarsono 2000). Analisis finansial terdiri dari:

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) suatu proyek menunjukkan manfaat bersih yang

diterima proyek selama umur proyek pada tingkat suku bunga tertentu. NPV

merupakan nilai sekarang dari selisih antara manfaat (benefit) dengan biaya (cost)

pada tingkat suku bunga tertentu. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang

dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Dalam menghitung NPV perlu

ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV

yaitu:

a. NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan

dapat dilaksanakan.

b. NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang

dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan

sebaiknya tidak dilaksanakan.

c. NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis

sebesar modal sosial Opportunity Cost faktor produksi normal.

Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.

2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Net B/C Rasio menyatakan besarnya pengembalian terhadap setiap satu

satuan biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek. Net B/C Rasio
merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif

dengan present value yang negatif. Kriteria berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

a. Net B/C Rasio > 1, maka NPV > 0, proyek menguntungkan

b. Net B/C Rasio < 1, maka NPV < 0, proyek merugikan

c. Net B/C Rasio = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak

rugi

3. Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present

value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat

bunga yang menyebabkan NPV sama dengan nol. Gittinger (1986) menyebutkan

bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan internal tahunan bagi perusahaan

yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR

mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek

untuk sumberdaya yang digunakan.

4. Payback Period (PP)

Payback Period (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk

menutup kembali pengeluaran investasi yang didanai dengan aliran kas. Payback

Period (PP) atau tingkat pengembalian investasi juga merupakan salah satu

metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur

periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali

dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000).
3.1.2 Kompensasi Bagi Masyarakat

Nilai kompensasi bagi masyarakat yang terkena dampak akibat rusaknya

SDAL karena eksternalitas pencemaran dari satu pihak yang bertanggung jawab

seharusnya meliputi semua nilai ekonomi masyarakat yang berasosiasi dengan

sumber daya yang rusak, termasuk nilai use values dan passive use values seperti

option value, existence values, dan bequest values (DOI, 1991). Prinsip

kompensasi kebanyakan digunakan untuk mengukur perubahan kesejahteraan dan

menjadi standar legal dan ekonomi damage assessment.

Analisis kompensasi memperhatikan:

1. Siapa yang membuat kerusakan lingkungan

2. Siapa yang terkena dampak negatifnya

3. Property right

4. Jenis dampak/eksternalitas

5. Besaran dampak

6. Lamanya dampak

7. Jenis sumber daya alam dan lingkungan yang terkena dampak

8. Nilai sumber daya alam dan lingkungan baik marketed dan non-marketed

3.1.3 Habitat Equivalency Analysis (HEA)

Metode HEA terbentuk pada tahun 1992 untuk mengkuantifikasi

kerusakan pada lahan basah yang terkontaminasi di Amerika Serikat. Sejak saat

itu metode ini digunakan untuk mengkuantifikasi kerusakan di berbagai jenis

habitat. Berdasarkan Ray (2008) yang menjabarkan bahwa restorasi suatu habitat

saat ini berkembang dari penyederhanaan bahwa mengganti secara fisik suatu
habitat akibat kerusakan akan mengganti jasa ekologi yang hilang yang dihasilkan

habitat tersebut. Langkah-langkah dalam analisis HEA antara lain yaitu:

1. Tentukan luas area yang terkena dampak kerusakan.

2. Pilih jasa yang akan diganti dan satuan metrik yang menggambarkan jasa

tersebut.

3. Estimasi jasa yang hilang dari habitat yang rusak.

4. Tentukan bentuk kurva pemulihan (restorasi).

5. Tentukan jasa yang hilang selama masa pemulihan sumber daya.

6. Estimasi total jasa yang hilang.

7. Estimasi total habitat yang harus direstorasi untuk mengganti kerugian dari

hilangnya jasa.

Komponen utama dari HEA adalah scaling, yang artinya menentukan

ukuran atau magnitude dari proyek restorasi yang dibutuhkan untuk mengganti

rugi secara penuh jasa yang hilang akibat injury (Dunford et al., 2003). Adapun

asumsi yang dipakai dalam penerapan HEA antara lain yang disebutkan oleh

Dunford Et al (2003):

1. Jasa yang disediakan dari habitat hasil restorasi adalah sama baik dalam

jumlah maupun kualitasnya (NOAA, 2000 dalam Dunford et al., 2003).

2. Menggunakan satu metriks jasa menggambarkan jasa ekologi dari setiap tipe

habitat atau sumber daya. Contoh yang pernah digunakan yaitu jumlah

individu yang hilang, luas habitat dan kelimpahan biomass.

3. Proporsi yang tetap antara jasa habitat dan nilai habitat. Dengan kata lain, jika

jasa habitat yang rusak turun 40%. Nilai habitat ini ditunjukkan oleh metriks

yang digunakan.
4. Nilai jasa yang rusak dari suatu habitat adalah konstan antar waktu.

5. Unit nilai dari habitat yang rusak dan jasa habitat yang dikompensasi adalah

sama.

3.2 Kerangka Operasional

Indonesia merupakan negara yang relatif kaya akan sumber daya. Salah

satu sumber daya yang melimpah di Indonesia adalah bahan galian C. Jenis bahan

galian C di Kabupaten Bogor banyak terdapat di Kecamatan Rumpin. Potensi

batu, kerikil, dan pasir di Kecamatan Rumpin mendorong masyarakat lokal

melakukan pertambangan secara tradisional.

Potensi bahan galian C yang melimpah di Kecamatan Rumpin mendorong

pihak swasta mendirikan perusahaan pertambangan. Perusahaan pertambangan

yang berdiri disana berupa perusahaan legal dan illegal. Puluhan perusahaan

tersebut melakukan kegiatan pertambangan setiap harinya, baik secara tradisional

maupun modern. Pertambangan tradisional dilakukan oleh perusahaan berskala

kecil dan masyarakat lokal. Pertambangan modern yang berada di sana dikelola

oleh pihak swasta berskala besar dan beberapa ada yang bertaraf internasional.

Pernambang modern menggunakan bahan kimia untuk meledakkan gunung untuk

menperoleh andesit.

Kerugian bagi masyarakat di sekitar lokasi pertambangan diantaranya

adalah Kerusakan habitat dan keanekaragaman hayati, perubahan

lanskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan, pencemaran yang disebabkan

oleh limbah tambang dan tailing, Kecelakaan/terjadinya longsoran fasilitas tailing,

peningkatan emisi udara, pelumpuran dan perubahan aliran sungai serta


perubahan air tanah dan kontaminasi, menimbulkan kebisingan, perusakan

peninggalan budaya dan situs arkeologi, terganggunya/menurunnya kesehatan

masyarakat dan permukiman di sekitar tambang.

Selain kerugian, pertambangan juga memberi manfaat bagi masyarakat

lokal. Manfaat tersebut diantaranya adalah terserapnya tenaga kerja,

meningkatnya pendapatan masyarakat lokal dan non-lokal, serta meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diagram alur berfikir terdapat pada Gambar 3.

Manfaat dan kerugian dari pertambangan bahan galian C di Kecamatan

Rumpin akan diidentifikasi. Setelah itu, diestimasi nilai kerugian dan manfaatnya

dengan menggunakan metode estimasi manfaat, replacement cost, effect of

productivity, dan metode cost of illness. Analisis finansial juga dilakukan untuk

melihat kelayakan proyek pertambangan tersebut. Hasil dari metode-metode

tersebut digunakan untuk pengambilan kebijakan lingkungan yang tepat.

Regulasi-regulasi pemerintah tentang restorasi di berbagai tingkat akan dianalisis

secara deskriptif. Selain itu, gambaran rencana restorasi akan dapat diperoleh

dengan menggunakan HEA.


Bahan Galian C

Analisis Pertambangan
Ekonomi Bahan Galian C

Institusi yang mengatur


performance bond

Nilai Nilai Analisis


Kerusak Manfaat Tingkat Tingkat Tingkat
kelayakan
-an Makro Meso Mikro
Finansial

1.Effecton Estimasi 1.NetPresent


Productivity Manfaat Value(NPV) Analisis Deskriptif
Regulasi Pemerintah
2.Replacement 2.NetBenefitCost
cost Ratio(NetB/C)
3.CostofIllness 3.InternalRate
4.Kompensasi Return(IRR)
5.Habitat 4.PaybackPeriod
Equivalency (PP)
Analysis

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan yang


Tepat dalam Upaya Restorasi Lahan
Pertambangan

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian


IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini mengambil lokasi di pertambangan bahan galian C

Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini

dilakukan selama lima bulan. Pemilihan lokasi tersebut ditentukan secara acak

dengan mempertimbangkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang

terjadi di kawasan tersebut serta dampaknya terhadap masyarakat sekitar lokasi

pertambangan.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan membagikan

kuesioner terhadap masyarakat sekitar pertambangan bahan galian C Kecamatan

Rumpin yang merupakan responden terpilih. Data sekunder diperoleh melalui

studi literatur dan data yang terkait dengan pelaksanaan proyek pertambangan

dari perusahaan penambang. Studi literatur dilakukan diantaranya dengan cara

pengumpulan data dari pemerintah daerah setempat, Badan Pusat Statistik, buku,

internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung.

4.3 Penentuan Jumlah Responden

Metode pengambilan atau penentuan responden untuk diwawancara

dilakukan dengan metode non-probability sampling (tidak memberikan


kemungkinan yang sama bagi tiap unsur populasi untuk dipilih) yaitu jenis

convenient.

Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Rumpin, salah satu lokasi

berlangsungnya kegiatan pertambangan bahan galian C terbesar di Kabupaten

Bogor. Jumlah responden dari masyarakat Kecamatan Rumpin sebanyak 60

orang. Perusahaan yang dijadikan acuan untuk pelaksanaan reklamasi dalam

penelitian ini adalah PT. Holcim Beton.

Tabel 2. Data yang Diperlukan dalam Penelitian

No. Data yang Teknik Kegunaan data Hasil


diperlukan pengambilan
data
1 Karakteristik Primer Mengetahui Analisis
Responden karakteristik Deskriptif
responden
2 Manfaat Primer/ Estimasi manfaat Estimasi
pertambangan Kuesioner pertambangan Manfaat
3 Kerugian Primer/ Estimasi kerugian Kompensasi
Pertambangan Kuesioner
4 Kerusakan SDA Primer/ Estimasi Kompensasi
Kuesioner kerusakan dan restorasi
5 Pengeluaran dan Primer/ Estimasi biaya CBA/Kelayakan
pemasukan Wawancara finansial
perusahaan
6 Luas tambang Primer/ Estimasi restorasi HEA
Wawancara
7 SDA yang Primer/ Estimasi Effect on
hilang/rusak Wawancara kerusakan Productivity
8 Jenis penyakit yang Primer/ Estimasi biaya Cost of Illness
sering dialami Wawancara kesehatan
masyarakat
9 Pregulasi Sekunder/ Analisis regulasi Analisis
Pemerintah desk study Deskriptif
4.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan menanyakan

pertanyaan-pertanyaan terkait tujuan penelitian. Pertanyaan yang diajukan tertera

dalam kuesioner yang telah disediakan sebelumnya. Data diperoleh dari

masyarakat sekitar lokasi pertambangan, satu perusahaan tambang dengan skala

produksi besar, dan lembaga-lembaga pemerintahan.

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1 Estimasi Manfaat dan Kerugian

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data

secara kualitatif dilakukan dengan analisis deskriptif dan interpretatif. Analisis

kuantitatif dilakukan dengan metode Effect on Productivity, Replacement cost,

Cost Of Illness, analisis kelayakan finansial, dan Habitat Equivalency Analysis

(HEA).

Selain itu, penelitian ini juga mengestimasi dua nilai terkait dampak dari

adanya pertambangan bahan galian C, meliputi nilai manfaat dan nilai kerugian.

Estimasi nilai manfaat dapat digunakan pendekatan pendapatan yang diterima

masyarakat. Estimasi manfaat dapat diketahui dengan menjumlahkan pendapatan

penduduk. Estimasi total manfaat dari pendapatan penduduk dapat menggunakan

rumus dibawah ini :

Estimasitotalmanfaat=I1 +I2+I3+................Ii
Nilai estimasi kerugian yang diakibatkan adanya pertambangan kapur di

Kecamatan Rumpin dapat ditempuh dengan tiga metode, yaitu metode Effect on

Productivity (Nilai Produktivitas) Cost of Illness (Biaya Kesehatan) dan


Replacement Cost (Biaya Pengganti). Ketiga metode ini dapat mengestimasi nilai

kerugian ekonomi yang dialami masyarakat berupa hilangnya produktivitas

sumberdaya alam yang dikonversi ke nilai rupiah, biaya yang dikeluarkan oleh

masyarakat untuk mengganti kebutuhan mereka dengan biaya alternatif maupun

biaya pengobatan.

Dalam hal ini produktivitas sumberdaya yang hilang adalah wilayah

persawahan yang memproduksi padi. Secara matematis dapat ditulis :

D1= Q x F x L x P

Keterangan :

D1 = Nilai kerusakan yang terjadi (Rp/tahun)

Q = Jumlah produksi (ton/ha)

F = Jumlah panen/tahun

P = Harga gabah/ton (Rp)

L = Luas sawah yang terkena dampak (ha)

Kerugian yang dirasakan masyarakat lainnya adalah krisis air tanah,

sehingga masyarakat harus mengganti dengan membeli air kemasan. Kerugian

masyarakat akibat krisis air tanah dihitung dengan metode replacement cost

(metode biaya pengganti) yaitu dihitung dari berapa banyak air kemasan yang

dibeli selama satu bulan sebagai pengganti air bersih yang seharusnya dapat

diperoleh secara gratis. Selain krisis air tanah, kerugian lain adalah kesehatan

masyarakat yang menurun akibat setiap hari menghirup udara yang berdebu

sehingga menimbulkan penyakit seperti batuk dan sesak nafas. Metode Biaya

Pengobatan (Cost Of Illness) digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas

akibat perubahan yang menyebabkan orang menderita sakit. Total biaya dihitung
baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung, yaitu mengukur

biaya yang harus disediakan untuk perlakukan penderita lain meliputi:

1. Perawatan pada rumah sakit.

2. Perawatan selama penyembuhan.

3. Pelayanan kesehatan yang lain.

4. Obat-obatan.

Nilai ekonomi dari fungsi biaya kesehatan didapatkan dengan cara

mengalikan nilai rataan biaya kesehatan dengan kepala keluarga yang terdapat

disekitar kawasan pertambangan bahan galian C. Secara sistematis dapat ditulis :

NE = BKSH x KK
Dimana :

NE = nilai ekonomi Lingkungan (Rp)

BKSH = rata-rata biaya kesehatan per bulan (Rp)

KK = jumlah kepala keluarga (unit)

Lalu lintas truk besar yang mengangkut bahan galian dalam jumlah banyak

berakibat rusaknya jalan di Kecamatan Rumpin. Metode yang dapat digunakan

adalah replacement cost (biaya pengganti). Replacement cost menghitung berapa

biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki jalan yang rusak akibat lalu lintas truk

besar. Secara matematis dapat ditulis :

D7 = p x l x P

Keterangan:

D7 = Nilai kerugian (Rp)

l = Lebar jalan yang rusak (m)

p = Panjang jalan yang rusak (m)


P = Biaya aspal (m2)

Langkah terakhir adalah mengestimasi biaya kompensasi yang dapat

diterima masyarakat akibat kerugian yang diderita masyarakat karena aktivitas

pertambangan. Secara matematis dapat ditulis :

TD = Di + NEi

Keterangan :

TD = Total kerusakan (Rp/tahun)

Di = Jumlah kerugian (Rp/tahun)

NEi = Jumlah nilai ekonomi lingkungan (Rp/tahun)

1.5.2 Metode Analisis Finansial

Analisis aspek finansial menggunakan alat ukur kelayakan melalui

pendekatan kriteria investasi sehingga dapat diketahui tingkat kelayakan

pengusahaan pupuk kompos. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara

lain Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate

Return (IRR), dan Payback Period (PP).

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai benefit sekarang

dan nilai biaya sekarang pada tingkat suku bunga tertentu selama umur proyek.

Kriteria kelayakan investasi ini menjelaskan bahwa suatu bisnis dapat dinyatakan

layak apabila jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang

dikeluarkan. NPV dirumuskan sebagai berikut:


Sumber: Nurmalina et al. (2009)

Keterangan:

NPV = Jumlah nilai bersih sekarang (Rupiah)

Bt = Manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah)

Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah)

t = Periode waktu (t = 1,2,3,,n tahun)

n = Umur proyek (Tahun)

i = Tingkat suku bunga/diskonto (%)

2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan manfaat bersih yang diperoleh setiap penambahan

satu rupiah pengeluaran bersih.

Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut:

Sumber: Nurmalina et al. (2009)

Keterangan:

Bt = Manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah)

Ct = Biaya yang dikeluarkan paa tahun ke-t (Rupiah)

t = Periode waktu (t = 1,2,3,,n tahun)

n = Umur proyek (Tahun)

i = Tingkat suku bunga/diskonto (%)


3. Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate Return (IRR) merupakan kriteria investasi yang digunakan

untuk mengukur seberapa besar pengembalian proyek atau usaha terhadap

investasi yang ditanamkan. IRR merupakan nilai discount rate yang membuat

NPV dari usaha sama dengan nol. IRR dirumuskan sebagai berikut:

Sumber: Nurmalina et al. (2009)

Keterangan:

i = tingkat discount rate yang mengahasilkan NPV positif (%)

i = tingkat discount rate yang mengahasilkan NPV positif (%)

NPV = NPV yang bernilai positif (Rupiah)

NPV = NPV yang bernilai negatif (Rupiah)

4. Payback Period (PP)

Payback Period atau masa pengembalian investasi merupakan jangka

waktu yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah

dikeluarkan di dalam investasi suatu proyek. Semakin cepat pengembalian biaya

investasi suatu usaha, semakin baik usaha tersebut karena semakin lancar

perputaran modal dan semakin kecil resiko yang dihadapi investor. Payback

period dapat dirumuskan sebagai berikut:


Sumber: Nurmalina et al. (2009)

Keterangan:

I = Jumlah modal investasi yang dibutuhkan (Rupiah)

Ao = Keuntungan bersih yang diperoleh pada setiap tahunnya (Rupiah /tahun)

Nilai payback period berbanding terbalik dengan nilai NPV, semakin

tinggi nilai NPV maka nilai payback period yang dihasilkan akan semakin kecil.

Semakin kecil nilai payback period yang didapat, maka manfaat yang diperoleh

semakin besar karena investasi yang ditanamkan cepat dikembalikan.

1.5.3 Metode Habitat Equivalency Analysis (HEA)

Habitat Equivalency Analysis (HEA) merupakan metode yang disusun

untuk menghitung atau mengkalkulasikan kompensasi atau ganti rugi dari

hilangnya jasa ekologi akibat adanya kerusakan (injury) terhadap sumber daya

dalam kurun waktu yang spesifik (NOAA, 1997). Metode HEA mengestimasi

besaran habitat yang harus diganti yang sama dengan tingkat hilangnya jasa

ekologi dalam kurun waktu tertentu pada suatu ekosistem akibat adanya injury.

Pendekatan HEA dapat didefinisikan sebgai metode biaya pengganti dan service

to service. Formua dasar HEA yaitu:

Debit:Jasayanghilangsaatini Kredit:Jasayangdiperoleh
Sumber: Nurmalina et al. (2009)

Keterangan:

Lt = Jasa yang hilang di waktu tertentu

Rs = Jasa yang digantikan pada waktu tertentu

to = Waktu saat jasa hilang pertama kali

t1 = Waktu saat jasa hilang terakhir kali

So = Waktu saat penggantian jasa awal disediakan

S1 = Waktu saat penggantian jasa disediakan

P = Waktu saat kerusakan dimulai

i = Suku bunga

Persamaan di atas menggambarkan bahwa jasa ekologi yang hilang dari

suatu sumber daya akibat injury harus sama dengan jasa ekologi yang akan

diterima dari hasil restorasi. Kegiatan restorasi sebaiknya bertujuan mengembalian

keadaan dan fungsi sumber daya seperti semula atau baseline sebelum terjadi

injury. Kerangka HEA antara lain yaitu:

1. Memasukkan interim loss atau jasa yang hilang sementara sejak kerusakan

terjadi hingga kegiatan restorasi dimulai.

2. Jasa yang hilang akibat kerusakan sama dengan jasa yang akan dikompensasi

dari upaya restorasi.

3. Memperoleh equivalency antara dari jasa yang hilang dan jasa yang diterima

dari upaya restorasi.


Sumber: Chapman, D. J (2004)

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

5.1 Kondisi Geografis dan Administratif

Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

administratif merupakan bagian dari Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Kecamatan Rumpin berada di ketinggian 90 m dari permukaan laut. Kecamatan

tersebut memiliki luas wilayah 2 561 415.95 ha dan terdiri dari 13 desa, 43 dusun,

101 Rukun Warga (RW) dan 460 Rukun Tetangga (RT). Nama 13 desa yang

terdapat di Kecamatan Rumpin dapat dilihat pada Tabel 3. Di kecamatan ini tidak

terdapat kelurahan. Suhu udara berada di antara 28-33C dan curah hujan per

tahunnnya sekitar 944 mm. Curah hujan terbanyak sekitar 51 hari.

Tabel 3. Daftar Nama Desa dan Luas Wilayahnya


No. Nama Desa Luas Wilayah (ha)
1 Leuwibatu 1 420
2 Cidokom 954
3 Gobang 628
4 Cibodas 914
5 Rabak 1 555 550
6 Kp. Sawah 650.25
7 Rumpin 575
8 Cipinang 996.625
9 Sukasari 855
10 Tamansari 997
11 Sukamulya 1 070
12 Kertajaya 597.7
13 Mekarsari 580
Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

Dari data kelembagaan desa, diketahui bahwa saat ini ada tiga jenis

kelembagaan yang menunjang pengembangan masyarakat, yaitu LPM, PKK, dan

Karang Taruna. Akan tetapi jumlah anggota yang berpartisipasi tak lebih dari 460

orang yang diperkirakan dapat mewakili tiap RT. Masyarakat yang mengikuti

LPM berjumlah 79 orang. Ibu rumah tangga yang mengikuti kegiatan PKK hanya

194 orang. Pemuda-Pemudi yang tercantum sebagai anggota Karang Taruna

hanya berjumlah 227 orang. Selain itu, jumlah Kader Pembangun Desa (KPD) se-

Kecamatan hanya 94 orang dan yang aktif berjumlah 50 orang.

Tabel 4. Jarak Pusat Pemerintahan Kecamatan Rumpin dengan Lokasi


Penting
No. Lokasi Jarak dengan Pusat Pemerintahan
Kecamatan Rumpin
1 Desa terjauh 15 Km

2 Ibukota Kabupaten Bogor 45 Km

3 Ibukota Propinsi Jawa Barat 157 Km

4 Ibukota Negara RI 60 Km

Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

Kecamatan Rumpin merupakan daerah yang jauh dari lokasi pemerintahan

di atas kecamatan, hal tersebut terlihat pada Tabel 4. Bentuk wilayah Kecamatan

Rumpin terdiri dari tiga jenis. Wilayah datar sampai berombak sekitar 75%.
Daerah yang berbentuk gelombang sampai berbukit sekitar 10%. Daerah yang

berbukit sampai bergunung mencapai 15% dari luas kecamatan.

Dari seluruh luas kecamatan, 2 179 ha merupakan tanah sawah yang terdiri

dari sawah irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, dan tadah

hujan. Seluas 7 879.6 ha merupakan tanah kering yang sebagian besarnya berupa

kebun/tegalan. Tanah hutan sebesar 595 ha. Sebesar 564.89 ha diperuntukan

sebagai tanah perkebunan swasta. Tanah makam yang ada seluas 3 ha. Sedangkan

tanah untuk keperluan fasilitas umum sekitar 57.5 ha.

5.2 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia

Menurut data tahun 2011 yang diperoleh dari pihak kecamatan, jumlah

penduduk yang tercatat yaitu sebesar 129 211 jiwa yang terdiri dari 31 350 KK.

Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki terdiri dari 67 801 jiwa dan jumlah

penduduk berjenis kelamin perempuan terdiri dari 61 410 jiwa.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Usia


No. Golongan Umur (Tahun) Total (Jiwa)
1 04 11 826
2 59 11 483
3 10 14 10 550
4 15 19 9 798
5 20 24 10 643
6 25 29 11 229
7 30 34 11 028
8 35 39 10 258
9 40 tahun ke atas 42 140
Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

Usia penduduk banyak yang termasuk dalam kategori usia tidak produktif

ini rata-rata bekerja sebagai buruh tani, buruh kebun, dan buruh pertambangan
tidak tetap. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah.

Tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh penduduk Kecamatan Rumpin

adalah Perguruan Tinggi/Sederajat sebanyak 144 orang. Rata-rata pendidikan

akhir yang ditempuh adalah Sekolah Dasar (SD)/Sederajat sebanyak 31 893

orang. Jumlah warga yang telah menempuh program Wajib Belajar Sembilan

Tahun (Wajar) sebanyak 25 490 orang. Pekerjaan dan pendapatan yang baik

hanya dirasakan oleh penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.

Tamat Perguruan Tinggi 144


Tamat Akademi/Sederajat 272
Tamat SLTA/Sederajat 8101
Tamat SLTP/Sederajat 16973
Tamat SD/Sederajat 31893
Tidak Tamat Sekolah 6352
Belum Sekolah 46530
Jumlah(Orang)

Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

Gambar 5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber penghasilan mayoritas penduduk Kecamatan Rumpin adalah

sebagai buruh tani sebanyak 8 000 orang. Buruh Pertambangan Bahan Galian C

sebanyak 1 241 orang atau 7% dari jumlah penduduk kecamatan Rumpin. Jenis

pertambangan yang ada hanya jenis pertambangan bahan galian C.


5.3 Ekonomi dan Sosial

Sarana perekonomian yang ada berupa Koperasi sebanyak enam belas

buah. Jenis koperasi yang ada berbentuk Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Unit

Desa, Badan-Badan Kridit, Koperasi Konsumsi, dan koperasi lainya. Jumlah Pasar

Umum yang ada sebanyak tiga buah. Satu pasar dalam bentuk bangunan

permanen sedangkan dua pasar lain dalam bangunan semi permanen.

Hampir seluruh pekerja pertambangan rakyat dan pertambangan skala kecil

merupakan penduduk lokal, tetapi untuk perusahaan tambang skala besar hanya

menerima penduduk lokal sebagai pekerja jika memiliki tingkat pendidikan yang

cukup tinggi. Penduduk lainnya bermata pencaharian sebagai pengemudi, buruh

perkebunan, pedagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pengrajin, dan lain-lain.

Seluruh warga tersebut tercatat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

Sebagian besar mata pencaharian penduduk Kecamatan Rumpin adalah

petani, yaitu sebanyak 60% dari jumlah total penduduk hal tersebut terlihat dari

Gambar 6. Sebanyak 9% penduduk bekerja sebagai pengemudi atau menawarkan

jasa. Penduduk yang menjadi buruh pertambangan bahan galian C sebanyak 7%.

Penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh perkebunan sebanyak 7%.

Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pengrajin sebanyak 3%. Penduduk

yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 5%. Penduduk yang bermata

pencaharian sebagai PNS sebanyak 2%. Penduduk lainnya sekitar 7% bekerja di

luar mata pencaharian yang ada dalam Gambar 6.


7%
2%
5% Petanii
3
3%
Buruhh Pertambanngan
Buruhh Perkebunaan
9%
%
Pengem
mudi/Jasa
Pengraajin
7%
% Pedagang
60% PNS
7% Lainnyya

Sumber : Laporan
L Moonografi Keecamatan Ru
umpin Sem
mester II tahuun 2010
Gambar 6. Diagrram Mata Pencaharia
P an Pendudu uk

Saarana sosial berupa fasilitas pendid


dikan terseddia dari Tam
man Kanak-k
kanak

(TK) samppai Sekolahh Menengahh Atas (SMA


A). Sarana pendidikan
p yang jumlaahnya

terbanyak adalah SD, karena meenempuh peendidikan sampai


s tingkkat SD dian
nggap

penting olleh masyaraakat dan pem


merintah. Seelain itu, luaas Kecamattan Rumpin
n yang

tidak diim
mbangi denggan sarana transportasi
t yang baik membuat ppemerintah harus

mendirikaan SD di baanyak lokasi. Kondisi rata-rata pendapatan


p per kapita yang

rendah membuat
m baanyak orang yang haanya sangggup mencappai bangku
u SD.

Walaupunn ada progrram gratis biaya seko


olah sampaii tingkat SM
MP, masyaarakat

lebih mem
milih untuk bekerja mem
mbantu oraang tua dalaam memperooleh penghaasilan

daripada sekolah.
s

Tabel 6. Jumlah
J Sarrana Pendidikan di Kecamatan
K Rumpin
No. Sarana Pendidikaan Jumlah
h
1 Taman Kanak-kanak
K k (TK) 4
2 Sekolah Dasar
D (SD) 62
3 Madrasahh/Ibtidaiyahh Negeri 16
4 SD Swassta Islam 1
5 SLTP Negeri 2
6 SLTP Swasta Umum 1
7 SLTP Swasta Islam 3
8 SMU Negeri 1
9 SMU Swasta Umum 1
10 SMK Swasta/SMEA 3
Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

5.4 Sarana dan Prasarana Wilayah

Kecamatan Rumpin memiliki prasarana pemerintahan desa. Prasarana

tersebut adalah Balai Desa dan Kantor Desa yang terdiri dari 13 unit. Tanah

kering milik desa seluas 14 ha. Prasarana Olah Raga yang ada yaitu lapangan

sepak bola sebanyak 13 unit, lapangan bulu tangkis empat unit, dan lapangan tenis

satu unit.

Selain prasarana pemerintahan desa, Kecamatan Rumpin juga memiliki

beberapa prasarana pengairan. Terdapat tiga unit waduk dengan kondisi baik

sedangkan dua unit waduk yang lain dalam keadaan rusak sama sekali. Dam yang

berfungsi berjumlah satu unit. Sungai yang melintasi kecamatan ini sebanyak tiga

buah. Danau yang ada sebanyak sebelas unit. Prasarana transportasi yang ada

hanya ojek dan sepeda yang berjumlah 3 446 unit, angkot sebanyak 225 unit, dan

truk sebanyak 150 unit.

Sarana perekonomian yang ada yaitu koperasi dan pasar. Fasilitas

pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas

(SMA)/sederajat sudah tersedia. Menurut sifat dan konstruksinya, rumah yang ada

di sana merupakan rumah permanen, semi permanen, rumah kayu, dan rumah

bambu. Fasilitas pariwisata yang ada yaitu sarana kebudayaan dan rumah makan.

Sarana kesehatan milik pemerintah yang tersedia hanya Pusat Kesehatan


Masyarakat (Puskesmas) sebanyak tiga buah dan Puskesmas Pembantu sebanyak

empat buah. Sedangkan sarana kesehatan lainnya berupa Dokter Umum satu

orang, Bidan Praktek 10 orang, Dukun Sunat dua orang, dan Dukun Bayi satu

orang.

Sarana jalan yang ada berupa jalan kabupaten dan jalan desa sepanjang

972.3 Km. dari jalan tersebut, sepanjang 15 Km jalan dalam keadaan rusak. Selain

jalan, jembatan yang ada berupa jembatan beton dan jembatan gantung. Seluruh

kondisi jembatan gantung terkategori dalam kondisi sedang sepanjang 10 m.

sarana perhubungan yang ada berupa kantor telepon dan Warung Telekomunikasi

(Wartel) masing-masing sebanyak satu buah. Sarana ibadah yang banyak

dibangun di Kecamatan Rumpin hampir seluruhnya merupakan tempat ibadah

Agama Islam, karena sebagian besar penduduk memeluk Agama Islam. Hal

tersebut terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Sarana Ibadah di Kecamatan Rumpin


No. Tempat Ibadah Jumlah (Unit)

1 Mesjid Agung 0

2 Mesjid Jami 73

3 Mesjid 66

4 Mushola 194

5 Vihara 1

Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010


VI. ID
DENTIFIK
KASI MANFAAT DAN
N KERUG
GIAN PERT
TAMBANG
GAN

BA
AHAN GA
ALIAN C

6.1 Indentifikasi Manfaat


M y
yang Dirasakan Maasyarakat dari Keg
giatan
Perttambangann

Baanyaknya inndustri tam


mbang di beerbagai skaala menjadiikan Kecam
matan

Rumpin sebagai salaah satu daerrah penghassil bahan taambang galiian C terbessar di

Kabupatenn Bogor yaang membeeri banyak manfaat kepada


k massyarakat seekitar.

Manfaat teersebut dappat dirasakann masyarak


kat dalam beentuk tambaahan pendaapatan

dari adanyya kegiatan pertambanggan, baik seecara langsuung maupunn tidak lang
gsung.

Dari peneelitian yangg telah dilakkukan, man


nfaat tersebut terdapat dalam Tab
bel 7.

Respondenn yang merrasakan mannfaat dari keberadaan


k perusahaann tambang bahan
b

galian C adalah
a sebeesar 25 oraang dari totaal respondeen sebanyakk 60 orang. Jika

dilihat dari total responden, masyarak


kat yang merasakann manfaat dari

pertambanngan tidak sampai


s 50%
%, atau hany
ya sekitar 422%.

0% 0%
Merasakann
Tidak
T
manfaat
merrasakan
42%
maanfaat
5
58%

Sumber : Laporan
L Moonografi Keecamatan Ru
umpin Sem
mester II tahuun 2010

Gamb
bar 7. Graffik Persenttase Jumlah
h Respondeen Terhadaap Manfaa
at
P
Pertamban ngan di Keccamatan Rumpin
R
Tabel 8. Manfaat Ekonomi Keberadaan Perusahaan Tambang Bahan
Galian C
Manfaat Ekonomi Per Tahun (Rp)
Pendapata
No Pendapata Membuk Membuk Jumlah
Menjad n Anggota
. n a a (Rp)
i Buruh Keluarga
Responden Warung Bengkel
Lain
1 0 0 0 0 1 000 000 12 000 000
4 320
2
0 0 0 000 0 4 320 000
1 900
3
0 0 0 000 0 22 800 000
4 0 0 7 200 000 0 0 7 200 000
5 0 0 0 0 2 700 000 2 700 000
120 000
6
0 0 0 0 10 000 000 000
7 0 0 0 0 1 500 000 18 000 000
8 0 1 800 000 0 0 2 500 000 51 600 000
9 0 0 0 0 20 000 240 000
10 0 600 000 0 0 0 7 200 000
11 0 600 000 0 0 0 7 200 000
12 0 900 000 0 0 0 10 800 000
13 0 0 0 840 000 0 10 080 000
14 900 000 0 0 0 700 000 19 200 000
15 0 3 000 000 0 0 0 36 000 000
16 0 0 0 0 1 200 000 14 400 000
17 0 0 0 0 1 500 000 18 000 000
18 0 0 0 0 1 100 000 13 200 000
19 0 0 0 0 600 000 7 200 000
20 0 0 0 0 600 000 7 200 000
21 0 0 0 0 600 000 7 200 000
22 0 0 0 750 000 0 9 000 000
23 0 0 0 240 000 0 2 880 000
24 0 0 0 0 1 500 000 18 000 000
25 0 0 0 0 600 000 7 200 000
433 620
Jumlah 000
Rata-rata Per KK 17 344 800
Rata-rata Per Bulan 1 445 400
Sumber : Olahan Penelitian (2012)

Manfaat yang dirasakan responden berasal dari pendapatan responden,

kepala keluarga dan anggota keluarga lain yang mendapat sumber penghasilan

sebagai pekerja di kantor dan buruh perusahaan tambang, serta penghasilan dari
membuka usaha di dekat perusahaan tambang. Bentuk usaha di sekitar perusahaan

tersebut seperti membuka warung dan bengkel.

Total manfaat yang diperoleh per Kepala Keluarga (KK) dari adanya

perusahaan tambang di daerah mereka adalah sebesar Rp 433 620 000 dalam

setahun. Rata-rata nilai manfaat yang dirasakan tiap KK per bulan sebesar Rp 17

344 800. Nilai manfaat tersebut tertera pada Tabel 8. Setelah didapat nilai manfaat

per KK dan per tahun, maka diperoleh total manfaat untuk seluruh masyarakat

Kecamatan Rumpin sebesar Rp 228 378 981 600. Selain di tingkat kecamatan,

manfaat tersebut dalam secondary effect juga dapat dirasakan sampai tingkat

nasional, karena hasil tambang tersebut dijadikan bahan baku produk pihak swasta

dan BUMN yang selanjutnya digunakan untuk mendirikan bangunan-bangunan

dan perdagangan ekspor.

6.2 Indentifikasi Kerugian Masyarakat dari Kegiatan Pertambangan

Selain manfaat, masyarakat juga merasakan kerugian akibat keberadaan

kegiatan pertambangan di sekitar tempat tinggal mereka. Daerah tempat tinggal

yang asri dan memiliki jumlah pohon dan hutan yang luas diubah menjadi

kawasan industri yang padat. Industri yang berdiri terdiri dari berbagai skala

produksi, dari skala produksi besar sampai skala kecil yang dikelola oleh

perorangan.

Kegiatan tambang yang diawali dengan proses pembabatan/pembersihan

lahan awal sampai dapat digunakan, mengakibatkan lahan hijau penyerap air

berkurang drastis. Selain lahan hijau berkurang, perusahaan-perusahaan tambang

juga membuat tampungan air yang menyerupai danau buatan, mengebor air
dengan kedalaman tinggi, dan pengeboman gunung setiap harinya. Tampungan air

yang seluas danau mengakibatkan cadangan air warga dialokasikan menjadi

cadangan air untuk perusahaan.

Pengeboran air tanah juga membuat sumur warga kering dan tidak dapat

menyediakan air dalam jumlah cukup di musim kemarau. Pengeboman gunung

yang berisi material penting dan benilai ekonomi membuat pengusaha tambang

terus-menerus melakukan pengeboman gunung. Akibatnya, tanah subur yang

berada di gunung jumlahnya semakin berkurang dan yang tersisa hanya tanah sisa

peledakan yang tingkat kesuburannya lebih rendah daripada tingkat kesuburan

tanah mula-mula sebelum adanya kegiatan pertambangan. Hal tersebut membuat

kuantitas air yang melimpah berubah, kini jika dalam tiga hari tidak turun hujan

penduduk mengalami kekeringan. Masyarakat tersebut harus mengeluarkan

tenaga, uang, dan waktu untuk mengambil air di tempat yang berjarak jauh dari

tempat tinggal.

Kualitas air pun memburuk, air kali yang biasanya dapat digunakan dalam

proses memasak makanan dan minuman serta dapat dipakai mencuci pakaian dan

memenuhi kebutuhan Mandi Cuci Kakus (MCK) menjadi keruh. Total kerugian

dari seluruh responden untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga dalam satu

tahun sebanyak Rp 14 400 000. Rata-rata kerugian yang dialami setiap KK per

tahun adalah Rp 3 600 000. Total kerugian atas memburuknya kualitas air

masyarakat Kecamatan Rumpin adalah sebesar Rp 7 524 000 000.

Kerugian lain yang juga dialami masyarakat yaitu adanya biaya tambahan

yang harus dikeluarkan masyarakat akibat polusi udara dari kegiatan

pertambangan dan transportasi hampir 24 jam oleh ratusan truk. Keberadaan truk
yang terus menerus datang dann pergi mem
mbuat debuu di jalan bbeterbangan
n dan

menempell di bagian depan rumaah sehinggaa masyarakaat mudah teerserang pen


nyakit

saluran peernafasan seeperti ISPA,, batuk men


nahun, dan asma.
a

Kulit daan Jaringan

Influuenza dan Pneumonia


P

Kategoori Infekksi Saluran Pernafasan


P
Penyakit Sistem
m Pembuluhh Darah103

Mata dann Adneksia

Inffeksi Usus

0 500 10000 1500


0
Ju
umlah Kasu
us

Sumber : Laporan
L Moonografi Keecamatan Ru
umpin Sem
mester II tahuun 2010
Gambaar 8. Grafik
k Jumlah Kasus
K Penyakit Pasien
n Puskesmaas Kecamattan
Ruumpin Tahhun 2010

Akkibat mendderita sakit, masyarak


kat harus mengeluark
m kan uang untuk
u

memperolleh pengobaatan agar kondisi


k keseehatan kembbali normall. Dalam caatatan

Puskesmaas Kecamatan Rumpinn, terlihat bahwa


b jeniss penyakit terbanyak yang

dialami pasien
p sepaanjang tahuun 2010 adalah
a penyyakit yang terkait saaluran

pernapasaan. Jenis peenyakit saluuran pernaffasan mencapai 1 4877 kasus. Melalui

Metode Cost
C of Illness diddapat total kerugian seluruh reesponden akibat
a

pengobataan dalam setahun


s sebbanyak Rp 18 560 000.
0 Rata-rrata biaya yang

dikeluarkaan adalah Rp
R 403 478,26 per taahun. Sedanngkan rata--rata biaya yang

harus dikkeluarkan oleh setiap kepala keluarga setiaap bulannyaa adalah Rp


R 33
623.19. Total kerugian yang dirasakan oleh seluruh masyarakat Kecamatan

Rumpin akibat tambahan biaya berobat adalah sebesar Rp 9 697 600 000. Total

kerugian yang merupakan hasil penjumlahan biaya tambahan berobat dan biaya

tambahan memperoleh air bersih adalah sebesar Rp 17 221 600 000.

Selain kerugian masyarakat, pihak Kecamatan Rumpin pun mengalami

kerugian berupa kerusakan jalan. Rusaknya jalan sebagai akibat dari truk-truk

perusahaan tambang melewati jalan hampir 24 jam dalam sehari. Hal tersebut

diperburuk dengan pengangkutan material yang melebihi batas muatan yang

diijinkan pemerintah, untuk menurunkan biaya transportasi. Nilai kerugian atas

kerusakan jalan dihitung dari biaya perbaikan jalan. Total jalan yang rusak di

Kecamatan Rumpin sebesar 15 Km. Biaya perbaikan sebesar Rp 60 000/m2. Nilai

yang diperoleh atas kerusakan jalan sebesar Rp 90 000 000 000. Bila biaya

tersebut dibagi dengan jumlah perusahaan legal sebanyak 39 perusahaan, maka

biaya perbaikan jalan yang harus ditanggung oleh setiap perusahaan tambang

adalah Rp 2 307 692 307.69.

6.3 Analisis Kompensasi Masyarakat

Kompensasi atau ganti rugi menjadi keharusan ketika sumberdaya yang

memberikan jasa layanan mengalami kerusakan sehingga jasa layanan yang

disediakan sumberdaya tersebut berkurang ataupun hilang. Berkurang dan atau

hilangnya jasa layanan tersebut secara ekologis tentu akan berdampak pada nilai

ekonomi sumberdaya tersebut, dalam hal ini hutan sebagai ekosistem awal

sebelum diubah menjadi lahan tambang. Oleh karena itu, kompensasi yang

dibutuhkan untuk pengelolaan hutan tidak hanya memperhatikan nilai ekonomi


yang hilang melainkan juga aspek biofisik yang arahnya untuk mempertahankan

fungsi ekologis dari ekosistem tersebut. Pengelolaan hutan dari aspek biofisik

yaitu antara lain dengan mempertahankan luas hutan. Konsekuensi dari

pengelolaan ini adalah adanya ganti rugi secara fisik dalam satuan tertentu

terhadap kerusakan yang terjadi pada hutan.

Nilai kompensasi dari kerusakan hutan diestimasi dengan menghitung

present value manfaat yang hilang sejak tahun awal proyek tambang hingga klaim

kerusakan dilakukan. Present value melibatkan proses compounding dan

discounting. Proses discounting merupakan cerminan dari bagaimana masyarakat

berperilaku terhadap ekstraksi sumberdaya alam dan bagaimana masyarakat

tersebut menilai sumberdaya alam tersebut (Hanley dan Spash, 1995 dalam Fauzi

2004).

Biaya kompensasi yang seharusnya diterima masyarakat diperoleh dari

penjumlahan nilai-nilai kerugian yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan

pertambangan yang dikurangi oleh total manfaat dari kegiatan pertambangan.

Nilai kerugian tersebut berasal dari biaya kesehatan, biaya pengganti, dan biaya

pencegahan. Setelah penelitian dilakukan, diketahui bahwa warga tidak

mengeluarkan biaya untuk pencegahan dampak negatif pertambangan. Biaya

kesehatan merupakan biaya yang dikeluarkan masyarakat akibat anggota

keluarganya ada yang sakit akibat terkena dampak negatif kegiatan

pertambangan, sehingga warga mengeluarkan biaya untuk pemulihan kesehatan.

Total biaya yang dikeluarkan setiap kepala keluarga untuk berobat adalah sebesar

Rp 9 697 600 000 per tahun.


Kerugian lain yang dirasakan masyarakat adalah perubahan kuantitas dan

kualitas air bersih. Setelah dibukanya kawasan pertambangan, air tanah dan kali

yang biasa dikonsumsi masyarakat kuantitasnya menjadi berkurang, serta kualitas

air yang bertambah buruk. Untuk mengatasi masalah kekurangan air bersih, warga

yang tidak mendapat bantuan dari pemerintah mengambil air sungai yang letaknya

relatif jauh dari rumah. Biaya pengganti satu keluarga untuk mengkonsumsi air

bersih per tahun adalah sebesar Rp 7 524 000 000.

Selain masyarakat, pihak Kecamatan Rumpin mengalami kerugian yaitu

kerusakan jalan. Berdasarkan data Rumpin diketahui bahwa total jalan yang rusak

di Kecamatan Rumpin sepanjang 15 Km. Diperoleh nilai kerugian yang diderita

akibat kerusakan jalan sebesar Rp 90 000 000 000.

Nilai kompensasi masyarakat diperoleh dari selisih antara manfaat dan

kerugian yang diperoleh dari kegiatan pertambangan. Total manfaat yang

diperoleh seluruh masyarakat kecamatan Rumpin dari kegiatan pertambangan

sebesar Rp 228 378 981 600 per tahun. Sedangkan total kerugian yang diperoleh

seluruh masyarakat Kecamatan Rumpin dari kegiatan pertambangan tiap tahun

sebesar Rp 17 221 600 000 per tahun. Total manfaat yang diberikan perusahaan

lebih besar dari total kerugian yang dialami masyarakat, oleh karena itu tidak ada

kompensasi yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun jika ditinjau lagi,

responden yang mendapat manfaat dari kegiatan tambang hanya 42%.

Penduduk yang mendapat manfaat sedikit, karena perusahaan tambang

swasta di sana biasanya menerima penduduk yang telah menempuh pendidikan

SMA. Penduduk Kecamatan Rumpin rata-rata hanya berstatus sebagai lulusan SD.

Manfaat yang diterima dari keberadaan perusahaan tambang terpusat di sebagian


orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki modal untuk membuka usaha

warung dan bengkel di sekitar pabrik tambang. Kompensasi untuk kecamatan

harus tetap dibayarkan oleh perusahaan tambang di seluruh Kecamatan Rumpin,

yaitu sebesar Rp 90 000 000 000. Kompensasi tersebut diberikan untuk biaya

perbaikan jalan kecamatan yang sering dilalui truk-truk perusahaan tambang.

Perusahaan tambang legal yang terdaftar ada 39 perusahaan. Jika diasumsikan

biaya perbaikan jalan ditanggung oleh 39 perusahaan tersebut, maka setiap

perusahaan diharuskan mengeluarkan biaya sebesar Rp 2 307 692 308.


VII. ANALISIS REGULASI PEMERINTAH

7.1 Kasus-kasus Akibat Kegiatan Pertambangan di Kecamatan Rumpin

7.1.1 Warga Kecamatan Rumpin Datangi DPRD untuk Menuntut Perbaikan


Jalan

Pelita Online menerbitkan berita pada 21 Desember 2011 bahwa sekitar

seratus warga Kecamatan Rumpin mendatangi gedung DPRD setempat untuk

menuntut perbaikan jalan yang sejak dulu tidak dilaksanakan oleh pemerintah

daerah setempat. Kerusakan jalan tersebut menurut warga karena dilintasi sekitar

1.000 truk pengangkut bahan tambang dalam setiap harinya. Koordinator aksi

mengatakan bahwa kerusakan jalan tersebut dipicu lantaran banyaknya kendaraan

besar yang melintas di daerah tersebut yang melebihi tonase. Kapasitas jalan

tersebut hanya untuk 15 ton sedangkan truk pengangkut bahan tambang yang

setiap hari melintas rata-rata mencapai 45 ton.

Walaupun pemerintah daerah melarang truk-truk tersebut melintas dengan

pemasangan portal namun tidak ada petugas yang menjaganya, hal tersebut yang

warga sesalkan satu sisi dilarang, tapi sisi lainnya dibiarkan. Warga Kecamatan

Rumpin juga merasa kecewa karena menurut warga, pembangunan kecamatan

lainnya di Kabupaten Bogor merata, tetapi pembangunan di Kecamatan Rumpin

masih sangat kurang. Padahal hasil tambang dari daerah tersebut ribuan ton setiap

harinya dimanfaatkan oleh para penambang, sementara masyarakat sendiri rata-

rata tidak mengalami peningkatan kesejahteraan. Demikian juga kontribusi dari

pajak tambang galian C dalam setahunnya bisa mencapai puluhan miliar, tetapi

angaran untuk pembangunan yang dikeluarkankan oleh pemerintah daerah sangat

minim.
7.1.2 Warga Kecamatan Rumpin Mengancam Pengusaha Tambang yang
Tidak Memperbaiki Jalan

Hari Selasa tanggal 15 Pebruari 2011, surat kabar elektronik portal

Kriminal menyebutkan bahwa masyarakat yang tergabung dalam Alienasi

Masyarakat Rumpin Bersatu (AMRB), mengancam akan melakukan demo besar

dengan cara memblokir jalan menggunakan batang kelapa, batu, dan kayu. Hal

tersebut dikarenakan sikap pengusaha tambang yang tidak mau memperbaiki jalan

yang rusak akibat truk perusahaan tambang bermuatan besar dan berjumlah

banyak melewati jalan utama sepanjang hari.

Salah satu sesepuh warga setempat, mengatakan masyarakat sudah tidak

ingin lagi melihat jalan rusak yang memperburuk akses warga. Warga sering

mendengar janji pemerintah dan perusahaan terkait perbaikan jalan, tetapi sampai

saat ini belum dapat terlaksana. Selain kondisi jalan yang rusak, truk pengangkut

bahan galian C tetap beroperasi sehingga mengakibatkan pemukiman warga kotor

akibat debu jalan, serta ketika hujan muka jalan yang semakin rendah akan terlihat

seperti kubangan. Menurut warga, jalan sudah pernah diratakan, tetapi tidak lama

kemudian kembali rusak karena perbaikannya dinilai kurang baik. Warga

mendesak perusahaan bahan galian C setidaknya memberikan fasilitas kesehatan

karena banyak warga yang terkena penyakit saluran pernafasan.

7.1.3 Jembatan di Kecamatan Rumpin Berbahaya

Diberitakan dalam Bobaronline.com bahwa kondisi sejumlah jembatan

bambu maupun beton di Kecamatan Rumpin cukup memperihatinkan serta dapat

membahayakan warga yang melintasinya. Bahkan, dibukanya akses armada

tambang jenis tronton ke arah Jembatan Leuwiranji-Gunung Sindur menimbulkan


kehawatiran sejumlah warga dan pengguna jalan. Hal tersebut dikarenakan

meskipun kondisi Jembatan Leuwiranji sudah berstatus stadium tiga (sangat

kritis), ratusan truk tronton bermuatan lebih dari 40 ton tetap memaksa melintas di

atas jembatan secara bersamaan.

Imbauan petugas DLLAJ, yang disampaikan agar kendaraan melintas satu

per satu dan pembatasan tonase maksimal delapan ton diabaikan para sopir.

Tokoh masyarakat Leuwiranji, Badrudin mengusulkan untuk mengurai volume

kendaraan ke arah Leuwiranji, sebaiknya portal Cikoleang ke arah Cisauk dibuka

untuk akses tronton. Jika hal tersebut dilakukan, kendaraan yang melintas

sebagian bisa diarahkan ke Cisauk, supaya yang melintas ke Leuwiranji bisa

diurai. Namun, usulan tersebut dipastikan akan mendapat penolakan warga

Cikoleang karena pada saat pengalihan arus armada tambang sementara, saat

penutupan jalan Leuwiranji, warga Cikoleang menolak solusi tersebut. Sejumlah

tronton akhirnya terpaksa diarahkan ke arah Banjarpinang melalui Jalan Malapar,

Desa Sukamulya.

Tak hanya itu, lebih dari 4.000 warga Kampung Kantalarang 1, Kantalarang

2 dan Kantalarang 3, Desa Leuwibatu terancam terisolir karena kondisi jembatan

gantung yang biasa digunakan cukup memperihatinkan. Jembatan gantung yang

berada di atas Sungai Cikaniki menghubungkan Desa Karehkel, Kecamatan

Leuwiliang dengan panjang mencapai sekitar 70 meter, ketinggian permukaan air

lebih dari tujuh meter dan kedalaman air mencapai 10 meter, terutama saat turun

hujan. Sejak tahun 1992 tak pernah ada bantuan dari pemerintah. Kalaupun ada

perbaikan swadaya masyarakat yang tidak menyeluruh. Menurut warga, ada satu

jalan lain menuju Desa Karehkel maupun sebaliknya namun kondisinya lebih
membahayakan karena hanya jalan setapak, rusak, dan jaraknya lebih dari tiga

kilometer ke jalan desa. Tak hanya itu, kondisinya masih hutan karet dan rawan

kejahatan karena sepi. Bisa ke jalan perkebunan kayu Bosbow, Gunung

Pangangkan, tetapi jauh dan berbahaya.

Menanggapi masalah ini, Kepala UPT Jalan dan Jembatan wilayah

Leuwiliang, Asman Dilla mengatakan, telah memeriksa kondisi semua jembatan

dan melaporkannya kepada Dinas Binamarga dan Pengairan (DBMP) Kabupaten

Bogor. Menurut beliau, Semua telah kita data dan laporkan, pengawasan terus

dilakukan demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

7.1.4 Kasus Dana Reklamasi Lahan Tambang

Menurut kabar berita elektronik Hallo Bogor 5 , Komisi C DPRD

Kabupaten Bogor menyatakan dana reklamasi lahan tambang milik Holcim di

Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor menyalahi ketentuan yang

diatur dalam Perda Nomor 2 tahun 2002 tentang pertambangan Daerah.

Pelanggaran itu karena dari luas lahan yang diekpsloitasi seluas 45 ha pihak

Holcim hanya menyetorkan dana reklamasi melalui bank sebesar Rp 20 000 000.

Temuan tersebut beradasarkan hasil sidak yang dilakukan Komisi C DPRD ke

lokasi tambang di Kecamatan Rumpin.

Jadi dalam sidak kemarin itu ditemukan bahwa dana reklamasi yang

disetorkan oleh PT Holcim hanya sebesar Rp 20 000 000, nilai itu diperkirakan

tidak wajar. Berdasarkan perhitungan Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bogor,

dana reklamasi lahannya itu seharusnya minimal mencapai Rp 400 000 000.

Pihaknya juga menjelaskan ada dugaan pelanggaran lain yang dilakukan oleh

5
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=52190
perusahaan tersebut, yakni penambahan kawasan tambang seluas 17 hektar.

Sebelumnya Komisi C DPRD Kabupaten Bogor telah mengecek ke Dinas Tata

Ruang dan lingkungan hidup (DLHK), ternyata benar perusahaan tersebut

mengajukan perluasan lahan seluas 17 hektar untuk buffer zone, tetapi setelah

dicek ke lokasi ternyata lahan tersebut juga ditambang. Komisi C juga telah

menanyakan masalah tersebut, kepada kantor PT Holcim di wilayah Kecamatan

Rumpin, namun pihak kepala kantor PT Holcim kecamatan Rumpin mengatakan

tidak tahu mengenai peralihan peruntukan dari semula untuk buffer zone menjadi

lahan tambang. Menurut keterangan pihak kantor PT Holcim di kecamatan

Rumpin, hal tersebut merupakan kebijakan Holcim Pusat. Oleh karena itu

pihaknya dalam waktu dekat ini akan memanggil pihak Holcim dan dinas

pemerintahan terkait mengenai permasalahan tersebut. Komisi C kan memanggil

dan minta klarifikasi dari pihak perusahaan, baik berkenaan dengan dana

reklamasi lahan maupun masalah peralihan peruntukan lahan yang tidak sesuai

dengan rencana yang diajukan. Kasus tersebut menurut Ketua Komisi C DPRD

Kabupaten Bogor, terjadi karena lemahnya pengawasan dari dinas terkait, bahkan

ia menduga tidak menutup kemungkinan adanya oknum tertentu yang bekerja

sama dengan pihak perusahaan dalam hal pelanggaran pelaksanaan kegiatan

tambang.

7.2 Peraturan Pemerintah Terkait Pertambangan

Peraturan perundang-undangan terkait pertambangan mewajibkan

perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi atas areal sisa tambang

yang diusahakannya. Untuk memberikan efek memaksa bagi para pengusaha


pertambangan guna melakukan reklamasi, para pengusaha tersebut diwajibkan

untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai jaminan reklamasi, yang harus

ditempatkan sebelum perusahaan melakukan kegiatan operasi produksi.

Kewajiban penyerahan jaminan reklamasi tersebut tidak menghilangkan

kewajiban para pengusaha pertambangan untuk melaksanakan reklamasi. Dalam

kenyataannya, di lapangan didapati adanya pengusaha pertambangan yang

melakukan kegiatan usaha pertambangan tanpa memberikan jaminan reklamasi.

Lebih buruk lagi, didapati pula kenyataan bahwa pengusaha dapat mencairkan

uang jaminan reklamasi, dalam arti dikembalikan kepada pengusaha

pertambangan tanpa melakukan reklamasi.

Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan

pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam perut

bumi. Berdasarkan Pasal 14 UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Pertambangan ditentukan jenis-jenis usaha pertambangan, yang meliputi:

(1) penyelidikan umum 6

(2) eksplorasi 7

(3) eksploitasi 8

(4) pengolahan dan pemurnian 9

(5) pengangkutan 10 dan

(6) penjualan 11 .

6
Penyelidikan umum adalah usaha untuk menyelidiki secara geologi umum atau fisika, di daratan, perairan, dan dari
udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya
bahan galian pada umumnya.
7
Eksplorasi adalah adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya dan
letak sifat letakan bahan galian.
8
Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya.
9
Pengolahan dan pemurnian adalah pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan
memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu.
10
Pengangkutan adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan dan pemurnian bahan galian dari
daerah eksplorasi atau tempat pengolahan/pemurnian.
Kewajiban perusahaan pertambangan 12 untuk melakukan pemulihan

kawasan bekas pertambangan diatur dalam berbagai peraturan perundang-

undangan, yaitu:

1. Pasal 30 UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, yang

berbunyi sebagai berikut:

Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat

pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengembalikan tanah

sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat

sekitarnya.

2. Pasal 46 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah No. 75 tahun 2001 tentang

perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1969, yang berbunyi

sebagai berikut:

a. Ayat (4); Sebelum meninggalkan bekas wilayah kuasa pertambangannya,

baik karena pembatalan maupun karena hal yang lain, pemegang kuasa

pertambangan harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha pengamanan

terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah di

sekitarnya yang dapat membahayakan keamanan umum.

b. Ayat (5); Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat

menetapkan pengaturan keamanan bangunan dan pengendalian keadaan tanah

yang harus dipenuhi dan ditaati oleh pemegang kuasa pertambangan sebelum

meninggalkan bekas wilayah kuasa pertambangan.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, perusahaan

pertambangan berkewajiban melakukan upaya pengamanan sedemikian rupa

11
Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahan/pemurnian.
12
Perusahaan pertambangan adalah pemegang Surat Ijin Pertambangan Daerah, Kuasa Pertambangan (Ijin Usaha
Pertambangan), Kontrak Karya, dan Perjanjian
terhadap perlengkapan/infrastruktur pertambangan, termasuk tanah bekas areal

pertambangan dan tanah sekitar bekas pertambangan sehingga tidak menimbulkan

bahaya bagi masyarakat sekitar, yang dapat dilakukan, baik melalui pelaksanaan

penutupan pertambangan sesuai dengan prosedur penutupan pertambangan yang

ditetapkan pemerintah, maupun melalui pelaksanaan reklamasi areal bekas

pertambangan. Ketentuan mengenai reklamasi diatur dalam Peraturan Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan

Penutupan Tambang 13 .

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki atau menata

kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar

dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai dengan peruntukkannya. Beberapa hal

yang harus diperhatikan sehubungan dengan pelaksanaan reklamasi adalah

sebagai berikut:

1. Reklamasi wajib dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tidak ada

kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu, yang meliputi:

a. Lahan bekas tambang

b. Lahan di luar bekas tambang, yang meliputi:

1) timbunan tanah penutup

2) timbunan bahan baku/produksi

3) jalur transportasi

4) pabrik/instalasi pengolahan/pemurnian

5) kantor dan perumahan

13
Berlaku sejak tanggal 29 Mei 2008. Dengan berlakunya Peraturan Menteri tersebut, maka:
- Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran
Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum; dan
- Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453.K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, sepanjang ketentuan yang berkaitan dengan
reklamasi dan penutupan tambang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6) pelabuhan/dermaga.

Pelaksanaan reklamasi tersebut dilaporkan oleh perusahaan pertambangan

setiap tahun kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota, sesuai dengan

kewenangannya 14 . Dalam hal Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menilai

bahwa perusahaan tidak memenuhi kriteria keberhasilan pelaksanaan reklamasi,

baik berdasarkan evaluasi laporan dan atau berdasarkan penilaian lapangan, maka

Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat menunjuk

pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan reklamasi dengan menggunakan

jaminan reklamasi, sebagaimana diuraikan lebih lanjut di bawah.

2. Reklamasi dilakukan oleh perusahaan pertambangan sesuai dengan Rencana

Reklamasi, termasuk perubahan Rencana Reklamasi, yang telah disetujui oleh

Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangannya.

Rencana Reklamasi disusun untuk pelaksanaan setiap 5 (lima) tahun dengan

rincian tahunan yang meliputi tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang,

rencana pembukaan lahan, program reklamasi, dan rencana biaya reklamasi.

Dalam hal, umur pertambangan kurang dari 5 (lima) tahun, maka Rencana

Reklamasi disusun sesuai dengan umur tambang tersebut. Rencana reklamasi

tersebut wajib disampaikan sebelum memulai kegiatan eksploitasi/operasi

produksi. Rencana reklamasi tersebut wajib disampaikan sebelum memulai

kegiatan eksploitasi/operasi produksi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya

pengembalian kondisi tanah agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya

melalui reklamasi, bukan semata tanggung jawab perusahaan pertambangan, tapi

14
Masalah pembagian kewenangan antara Pusat dengan Daerah dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
juga tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Menteri, Gubernur, maupun

Bupati/Walikota, karena merekalah yang melakukan penilaian dan persetujuan

rencana reklamasi, sekaligus melakukan pengawasan atas pelaksaan reklamasi

oleh perusahaan perusahaan pertambangan tersebut. Biaya reklamasi yang

diperlukan untuk mengembalikan kondisi tanah harus ditanggung oleh perusahaan

pertambangan. Biaya reklamasi, sebagai bagian dari biaya pengelolaan

lingkungan hidup yang timbul selama tahap produksi, merupakan bagian dari

beban produksi, yang merupakan salah satu faktor pengurang penjualan usaha

(pendapatan yang berasal dari hasil tambang perusahaan) untuk memperoleh laba

(rugi) kotor.

Peraturan-peraturan yang mendukung terwujudnya reklamasi lahan bekas

tambang tertera pada Lampiran 2. Peraturan telah tertera, dari peraturan yang

bersifat umum sampai yang bersifat khusus dan membahas teknis reklamasi.

Berbagai tingkat lembaga kepemerintahan mendukung terwujudnya reklamasi

lahan tambang sehingga dapat kembali ke kondisi baseline. Kategori jenis

peraturan dibagi menjadi tiga berdasarkan tingkat kepemerintahan lembaga negara

yang menetapkannya yaitu, makro, meso, dan mikro. Makro merupakan kategori

peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan yang bersifat berlaku bagi

seluruh daerah di Indonesia. Meso merupakan kategori peraturan yang

dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan yang berlaku di tingkat Propinsi Jawa

Barat. Mikro merupakan kategori peraturan yang disusun oleh lembaga

pemerintahan tingkat daerah Kabupaten Bogor.

Sebagian besar peraturan berasal dari tingkat makro dan terdapat beberapa

peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan tingkat meso dan mikro.
Walaupun demikian, peraturan tingkat makro yang ada sudah dapat menjelaskan

hal-hal terkait reklamasi lahan bekas tambang.

Sanksi yang berlaku terkait kegiatan tambang tertera pada Lapiran 3.

Sanksi-sanksi yang telah berlaku terdiri dari sanksi administratif dan sanksi

pidana. Sanksi tersebut diberlakukan bagi pemilik kuasa tambang yang melakukan

pelanggaran, mulai dari pelanggaran ringan hingga pelanggaran berat.

Pelanggaran ini juga berlaku ketika ada persyaratan sebagai penambang yang

tidak dipenuhi atau tidak sesuai Undang-Undang yang berlaku.

Peraturan berskala nasional dapat menyentuh daerah, sehingga tidak perlu

peraturan tambahan dan peraturan ganda, kecuali di lokasi terdapat kondisi unik

sehingga memerlukan peraturan tambahan yang bersifat khusus. Peraturan tingkat

makro, meso, dan mikro terkait pertambangan di Kecamatan Rumpin tidak ada

yang saling bertentangan. Tetapi meskipun peraturan tingkat makro sudah baik,

diperlukan adanya peraturan tambahan dari tingkat meso dan mikro untuk

memperkuat kedudukan hukum tersebut di suatu wilayah. Pemerintahan di tingkat

daerah seharusnya selain mendukung dengan peraturan mikro juga melaksanakan

semua tahapan pengawalan dan pengawasan teknis kegiatan pertambangan. Selain

itu, sanksi-sanksi dari peraturan makro, meso, dan mikro yang dikenakan kepada

pelaku kegiatan tambang lebih baik jika diterapkan oleh pemerintah daerah, agar

setiap pelanggar ditangani langsung oleh daerahnya. Penanganan langsung oleh

pemerintah daerah dalam hal penegakan hukum dan sanksi dinilai lebih efektif

karena selain menghemat biaya transportasi hal tersebut juga mempercepat proses

penegakan hukum.
Selama ini pemerintah daerah yang ingin menegakan sanksi mengalami

beban lain, yaitu tujuan peningkatan ekonomi. Kegiatan pertambangan pada

dasarnya dapat meningkatkan kondisi perekonomian warga serta meningkatkan

pemasukan pemerintah. Jika sanksi berupa penutupan sementara atau bahkan

pemortalan akses ke jalan kabupaten dijalankan, kondisi perekonomian warga

akan menurun. Kondisi tersebut berpengaruh bagi warga yang bekerja sebagai

karyawan pabrik tambang, wirausahawan di sekitar tambang, dan buruh tidak

tetap yang kadang kala menambah pemasukan keluarga melalui kegiatan

penunjang tambang seperti mengangkut hasil tambang ke truk.

Peraturan yang ada relatif dapat menunjang reklamasi lahan bekas

tambang di kecamatan Rumpin. Akan tetapi peran pemerintah dalam pembuatan

peraturan saja belum cukup, perlu ditunjang dengan pengawalan dan pengawasan

yang baik. Potensi pertambangan yang besar di Indonesia meningkatkan jumlah

penambang dalam berbagai skala. Penambang skala besar memungkinkan untuk

melakukan reklamasi, tetapi pada penambang skala menengah dan kecil sulit

untuk diterapkan di lapangan karena keuntungannya tidak cukup dialokasikan

sebagai biaya reklamasi yang terlalu besar. Tidak tercapainya reklamasi

diperkirakan terjadi karena masih lemahnya fungsi pengawasan pemerintah.

7.3 Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait Pertambangan Bahan Galian C

Adanya konflik antara perusahaan tambang bahan galian C dengan

masyarakat dikarenakan berkurangnya kepuasan masyarakat akibat adanya

kegiatan pertambangan. Selain hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari

wawancara dengan masyarakat, mereka mengatakan tidak adanya ganti rugi yang
diberikan perusahaan-perusahaan atas kerugian yang mereka alami. Pemerintah

daerah yang telah bertahun-tahun mengetahui kerugian masyarakat belum dapat

menyelesaikan permasalahan tersebut. Sehingga konflik masyarakat dengan

pemilik pertambangan terus berlangsung hingga saat ini.

Untuk mengurangi konflik yang ada, pemerintah daerah harus menerapkan

peraturan dengan tegas dan menjalankan dengan baik beberapa kebijakan, yaitu:

1. Mengevaluasi besarnya dana jaminan reklamasi dan memberi sanksi kepada

pemilik tambang yang tidak membayar dana jaminan reklamasi di awal

proyek.

2. Berkomitmen untuk membangun dan mengembangkan daerah yang memiliki

banyak lokasi pertambangan.

3. Peningkatan penegakkan hukum agar menimbulkan efek jera pada pelanggar

peraturan.

4. Meningkatkan kemampuan aparatur dan kelembaagaan dalam memahami

pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari, yang akan mengakibatkan

perencanaan pembangunan, pembuat keputusan, serta pengembang sektor

umum dan swasta memperhatikan fungsi ekologis dan nilai ekonomi lahan

pertambangan.
VIII. KOMPENSASI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

DENGAN METODE HEA

8.1 Skenario Kompensasi Lahan Bekas Tambang

Pendekatan pengukuran kompensasi kerusakan sumber daya alam bisa

dilakukan melalui dua pendekatan yaitu supply side dan demand side. Pendekatan

supply side merupakan pendekatan dengan menghitung nilai moneter masyarakat

terhadap sumber daya alam. Pendekatan demand side yaitu dengan menghitung

berapa biaya yang diperlukan untuk mengganti jasa dari suatu sumber daya alam

yang hilang akibat injury (KLH, 2006). Kompensasi kerusakan tersebut dapat

diestimasi jika luas daerah yang harus dikompensasi dari sumber daya yang

mengalami kerusakan dan perkiraan biaya per hektar dalam proses restorasi

diketahui.

Restorasi lahan bekas tambang merupakan hal yang harus dilakukan oleh

pemilik kuasa tambang agar kegiatan pertambangan yang dilakukan tidak

mengakibatkan permasalahan lingkungan. Dalam rangka menjamin ketaatan

perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi sesuai dengan rencana

reklamasi, perusahaan pertambangan wajib menyediakan jaminan reklamasi, yang

besarnya sesuai dengan Rencana Biaya Reklamasi yang telah mendapat

persetujuan Menteri, Gubernur, maupun Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

Penetapan ketentuan mengenai kewajiban penyediaan jaminan reklamasi ini dapat

pula memberikan kepercayaan kepada masyarakat dan instansi terkait dengan

kemampuan perusahaan pertambangan dalam rangka melaksanakan rencana

pengelolaan lingkungan, khususnya dalam melaksanakan reklamasi lahan bekas


tambang. Reklamasi lahan merupakan hal penting, karena merupakan upaya untuk

mengembalikan fungsi lahan pasca penambangan. Jaminan reklamasi lahan ini

merupakan syarat mutlak yang harus dilengkapi oleh pihak perusahaan tambang

sebelum memulai kegiatan ekspolitasi.

Jaminan reklamasi dapat berbentuk deposito berjangka, bank garansi,

asuransi, dan cadangan akuntansi (accounting reserve). Jaminan tersebut harus

ditempatkan oleh Perusahaan Pertambangan sebelum perusahaan tersebut

memulai usaha produksi atau eksploitasi pertambangan. Akan tetapi, rekalamasi

yang baik beserta perencanaanya pada umumnya hanya dilakukan oleh

perusahaan yang memiliki skala produksi yang besar. Perusahaan tersebut

biasanya dapat mendistribusikan hasil produksi tambangnya sampai ke tingkat

nasional. Reklamasi mungkin untuk dilaksanakan perusahaan tambang tersebut

karena memiliki net benefit yang tinggi.

Penghitungan kompensasi dengan menggunakan metode HEA harus

memasukkan beberapa komponen. Komponen tersebut antara lain yaitu:

1. tahun klaim kerusakan

2. luasan yang terkena injury

3. nilai rasio pengembalian dari restorasi

4. persentase jasa sebelum adanya kerusakan

5. persentase jasa setelah adanya kerusakan

6. sebelum adanya restorasi

7. waktu yang dibutuhkan dalam proses restorasi

8. tingkat suku bunga yang digunakan


9. persentase jasa yang hilang (interim lost) dari kerusakan ekosistem lahan

bekas tambang

10. persentase gain yang akan diperoleh dari upaya restorasi tersebut.

Jasa ekologi lahan bekas tambang yang lebih diperhatikan dalam

penelitian ini adalah sebagai tempat tumbuhnya pohon jati. Tahun klaim

kerusakan lahan bekas tambang di Kecamatan Rumpin adalah tahun diadakannya

penelitian ini, yaitu tahun 2012. Luasan yang terkena injury yaitu sebesar luas

lahan tambang yang akan dilakukan proses tambang sebesar 49.48 ha. Nilai rasio

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 60% dari kerusakan akan

dikompensasi. Hal ini dikarenakan reklamasi yang dilakukan sangat sulit untu

mencapai kondisi 100% baseline. kompensasi yang harus diberikan perusahaan

atas kerusakan ekologi lahan bekas tambang.

Kerusakan ekologi di Kecamatan Rumpin diperkirakan sudah terjadi sejak

1980-an. Pertambangan yang ada pada awal kegiatan pertambangan merupakan

pertambangan skala kecil yang dikelola oleh individu atau sekelompok

masyarakat. Awal ekologi pada lahan bekas tambang merupakan bukit yang

ditumbuhi pohon jati serta tanaman hijau lainnya. Saat ini total lahan bekas

tambang di Kecamatan Rumpin sebesar 329.26 ha. Keadaan awal lahan bekas

tambang merupakan luas daerah yang tidak mengalami kerusakan. Artinya jasa

yang dihasilkan pada tahun sebelum terjadinya kegiatan tambang diasumsikan ada

pada tingkatan full services. Kerusakan ini masih terjadi saat ini hingga beberapa

puluh tahun ke depan, jika tidak ada peraturan yang jelas dan tegas dari

pemerintah dalam pembatasan lahan untuk kegiatan tambang serta regulasi agar
terlaksananya reklamasi lahan bekas tambang di skala produksi besar sampai yang

kecil.

Kerusakan yang terjadi pada lahan bekas tambang diasumsikan sebanding

dengan penurunan jasa ekologi lahan tambang mula-mula. Hal ini berdasarkan

penelitian Ray (2008) yang menjabarkan bahwa restorasi suatu habitat saat ini

berkembang dari penyederhanaan bahwa mengganti secara fisik suatu habitat

akibat kerusakan akan mengganti jasa ekologi yang hilang yang dihasilkan habitat

tersebut. Walau pun dalam kenyataannya untuk mewujudkan ekologi yang serupa

seperti semula, membutuhkan waktu yang relatif tidak singkat.

Skenario restorasi dalam penelitian ini disusun dengan melihat perbedaan

dari dua komponen, yaitu jenis tingkat suku bunga yang dipakai dan perbedaan

jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses restorasi. Hal ini dilakukan untuk

melihat pengaruh kedua komponen tersebut terhadap luas lahan bekas tambang

yang harus dikompensasi. Hasil ini pada akhirnya akan mempengaruhi nilai klaim

kerusakan sebagai biaya kerugian dari kerusakan pada lahan bekas tambang di PT.

Holcim Beton. Nilai kerugian tersebut selanjutnya akan dikonversi menjadi biaya

kerugian dari kerusakan lahan bekas tambang di Kecamatan Rumpin.

Jangka waktu yang dibutuhkan bagi pemulihan kondisi sumber daya alam

berbeda-beda. Hingga kini, di Indonesia belum ada penelitian terkait waktu yang

dibutuhkan lahan bekas tambang yang terkena injury untuk pulih seperti baseline.

Jangka waktu yang dibutuhkan dalam restorasi lahan bekas tambang di

Kecamatan Rumpin dibuat dalam tiga skenario yaitu:

1. Restorasi dengan jangka waktu selama 14 tahun


Penentuan jangka waktu 14 tahun ini berdasarkan perkiraan peneliti.

Reklamasi yang telah dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang skala

besar di Kecamatan Rumpin (PT. Holcim Beton). Reklamasi tersebut telah

berjalan di tahun 2010 dan 2011. Luasan reklamasi yang dilakukan pada

tahun 2010 sebesar 2.3 ha dan luasan reklamasi pada tahun 2011 sebesar 2.5

ha. Adanya kenaikan luasan reklamasi antar tahun sebesar 0.2 ha

memungkinkan adanya kenaikan kemampuan perusahaan dalam reklamasi

lahan bekas tambang setiap tahun selanjutnya sekitar 0.2 ha per tahun. Pada

jangka waktu ini, diperkirakan lahan bekas tambang akan pulih pada tahun

2023. Kegiatan reklamasi yang dilakukan, diperkirakan memiliki rangkaian

rincian biaya seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Biaya Reklamasi yang Dikeluarkan Perusahaan


No. Kegiatan Biaya/ha (Rp)
1 Pembelian bibit @Rp 20 000 26 600 000
Pengolahan lahan, Pembuatan lubang dan
2 Penanaman 27 500 000
3 Pemupukan selama 3 bulan @ Rp 28 000 37 324 000
Jumlah 91 484 000
Sumber: PT. Sugih Agro Sejati

2. Restorasi dengan jangka waktu 20 tahun

Penentuan jangka waktu dua puluh tahun ini berdasarkan luas reklamasi

maksimal per tahun yang mampu dilaksanakan oleh perusahaan. Hal ini untuk

memperkirakan berapa tahun reklamasi akan selesai dilakukan, jika mengacu

pada luas maksimal reklamasi yang telah dilaksanakan perusahaan. Asumsi

yang dipakai dalam hal ini, perusahaan sudah tidak mampu menaikan luas

reklamasi lahan bekas tambang setiap tahunnya. Luas tersebut seluas 2.5 ha

per tahun.
3. Restorasi dengan jangka waktu 22 tahun

Penentuan jangka waktu 22 tahun ini berdasarkan nilai luas minimal reklamasi

yang mampu diterapkan oleh perusahaan tiap tahunnya. Hal ini merupakan

sebagai asumsi bahwa dalam kondisi net benefit yang minim, perusahaan akan

tetap melakukan reklamasi lahan bekas tambang seluas 2.3 ha per tahun. Luas

minimal reklamasi perusahaan tersebut seluas 2.3 ha per tahun. Setelah diolah,

peneliti mendapatkan jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk

melaksanakan reklamasi dengan luasan reklamasi per tahun sebesar 2.3

diperlukan waktu selama 22 tahun.

Semua skenario menggunakan rincian persentase jasa yang hilang yang

sama karena rincian tersebut merupakan hasil pengolahan data terkait penurunan

luas lahan tambang pada waktu tertentu. Data terkait penurunan jasa lahan

tambang di PT. Holcim Beton ditunjukan oleh Gambar 9.

Sumber : Olahan Peneliti (2012)

Gambar 9. Grafik Penurunan Jasa Lahan Tambang


Tingkat suku bunga dalam penelitian ini akan dibedakan menjadi tiga

skenario. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh tingkat suku bunga terhadap

besarnya luas lahan bekas tambang yang harus dikompensasi akibat mengalami

injury. Adapun tiga skenario yang dipakai dalam penelitian ini yaitu:

1. Tingkat suku bunga 5.75%

Penentuan tingkat suku bunga ini yaitu berdasarkan tingkat suku bunga yang

dikeluarkan Bank Indonesia (BI) yaitu BI rate pada Bulan April tahun 2012.

BI rate merupakan suku bunga yang dijadikan acuan bagi kebijakan moneter

di Indonesia.

2. Tingkat suku bunga rata-rata 5.42%

Tingkat suku bunga ini ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga deposito

rata-rata pada Bulan April tahun 2012, yaitu sebesar 5.42%.

3. Tingkat suku bunga 12.51%

Penentuan tingkat suku bunga yang terakhir berdasarkan tingkat suku bunga

pinjaman rata-rata. Tingkat suku bunga rata-rata tersebut berlaku pada Bulan

April tahun 2012.

Penentuan besarnya tingkat suku bunga yang dipakai tersebut untuk

melihat bagaimana perbedaan pengaruh besarnya tingkat suku bunga terhadap

luas lahan bekas tambang yang harus dikompensasi akibat mengalami injury.

Komponen suku bunga yang dipakai dalam penelitian ini tidak melihat berbagai

jenis suku bunga yang dipakai seperti tingkat suku bunga yang dikeluarkan BI,

tingkat suku bunga pinjaman, dan tingkat suku bunga deposito. Hal tersebut

dikarenakan belum adanya Undang-Undang di Negara Indonesia terkait

penggunaan jenis suku bunga tertentu atau besaran suku bunga yang harus
dipakai dalam melakukan penghitungan kompensasi, terutama pada kompensasi

lahan bekas tambang.

8.2 Luas Kompensasi Lahan Bekas Tambang

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 43 menjabarkan bahwa dalam rangka

melestarikan fungsi lingkungan hidup pemerintah dan pemerintah daerah wajib

mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup. Salah

satu instrument tersebut adalah perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi.

Kegiatan tersebut salah satunya yaitu meliputi mekanisme kompensasi jasa

lingkungan.

Kompensasi atau ganti rugi luas lahan bekas tambang akibat injury dapat

diestimasi jika luas kerusakan dan periode waktu terjadinya kerusakan tersebut

diketahui. Untuk mengestimasi perkiraan biaya yang harus dikeluarkan untuk

kompensasi seluruh kerusakan lahan bekas tambang akan digunakan sampel

reklamasi yang dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang di Kecamatan

Rumpin.

Tabel 10. Matriks Luas Lahan Bekas Tambang yang Harus Direklamasi
Waktu Restorasi 14 tahun 20 tahun 22 tahun

Suku Bunga

5.42% 28.919 ha 31.062 ha 32.632 ha

5.75% 28.539 ha 30.752 ha 32.373 ha

12.51% 4.955 ha 5.576 ha 6.018 ha

Sumber : Olahan Peneliti (2012)


Matriks luas lahan bekas tambang yang harus direklamasi dipengaruhi

oleh besarnya suku bunga dan lamanya waktu restorasi. Tabel 10 menunjukan

bahwa semakin besar suku bunga akan menurunkan luas lahan bekas tambang

yang harus direstorasi. Lamanya waktu restorasi berbanding lurus dengan

besarnya luas lahan bekas tambang yang harus direklamasi oleh pelaku kegiatan

tambang. Berdasarkan data yang diolah oleh peneliti, luas lahan yang harus

direstorasi lahan bekas tambang seluas 49.48 ha selama 14 tahun dengan tingkat

suku bunga deposito 5.42% yaitu sebesar 28.919 ha.

Peningkatan suku bunga mengakibatkan menurunnya luas lahan tambang

yang harus direklamasi, hal ini terlihat pada perbedaan luas lahan yang akan

direklamasi selama 14 tahun yang terus menurun, seiring meningkatnya tingkat

suku bunga. Pada suku bunga 5.75% luas lahan yang harus direklamasi menurun

menjadi 28.539 ha. Ketika tingkat suku bunga sebesar 12.51% luas lahan tambang

yang harus direklamasi meningkat menjadi 4.955 ha. Penurunan tersebut juga

terjadi pada skenario reklamasi 20 tahun dan 22 tahun.

Tidak hanya suku bunga, lamanya skenario juga berpengaruh kepada

besarnya lahan yang harus direklamasi. Misalnya, pada skenario tingkat suku

bunga 5.42% dengan waktu reklamasi 14 tahun luas lahan yang harus direklamasi

sebesar 28.919 ha. Pada tingkat suku bunga tersebut dengan mengganti skenario

waktu restorasi, yaitu selama 20 tahun mengakibatkan besarnya luas lahan bekas

tambang yang harus direklamasi sebesar 31.062 ha.

Ketika skenario reklamasi pada tingkat suku bunga yang sama dengan

jangka waktu restorasi 22 tahun, luas lahan yang harus direklamasi menjadi

sebesar 32.632 ha. Semakin lama restorasi mengakibatkan luas bekas lahan
tambang yang harus direklamasi meningkat. Sedangkan semakin tinggi tingkat

suku bunga mengakibatkan semakin rendahnya luas lahan yang harus direstorasi.

Tabel 11. Nama Penambang dan Luas Ijin Lahan Tambang


No. Nama Penambang Jenis Bahan Ijin
Galian Tambang
(ha)
1 Ading Mulyadi Trass 1
2 Anugrah Alam Lestari Pasir 3.7
3 Arvindo Tech Lestari Andesit 2
4 Batu Sampurna Makmur Andesit 9.9
5 Beauty Mulyanto Pasir 2
6 Bisma Tiga Pasir 8
7 Bumi Cipta Perkasa Pasir 4
8 Bumi Indah Damai Sejahtera Pasir 5
9 Cahaya Sri Feldspar 5.4
10 Cikulah Mandiri Andesit 3
11 Crhist Trass 1
12 Dwi Tunggal Sejahtera Sirtu 4
13 Gunung Cabe Makmur Andesit 5
14 Gunung Mas Panema Trass 3.4
15 H. Aswan Andesit 1.1
16 H. Aswan Trass 0.9
17 H. Ilyas Andesit 1
18 Hadi Gunawan Pasir 1
19 Himi Malina / Saepudin Pasir 0.97
20 Holcim Beton Andesit 49.48
21 Karya Citra Quaryindo Andesit 41
22 Kuari Bumi Sampay Andesit 4
23 Lola Laut Timur Andesit 45
24 Lotus S.G. Lestari Andesit 49.5
25 Maha Dewi Garsing Trass 5
26 Mitra Mandiri Sirtu 3.1
27 Mitra Sejahtera I Pasir 2.5
28 Mitra Sejahtera II Trass 4
29 Musika Purbantara Andesit 15
30 Nur Eva Tina Pratama Andesit 3
31 Panema Arta Andesit 1.5
32 Pion Quarry Nusantara Andesit 11.51
33 Putratama Mandiri Andesit 4.2
34 Roda Mandala Asia Makmur Trass 2.5
35 Rumpin Satria Bangun Trass 1.3
36 Sirtu Pratama Usaha Andesit 1.8
37 Sumber Alfa Prolindo Pasir 4
38 Tarabatuh Manunggal Andesit 16
39 Wiguna Karya II Trass 2.5
Jumlah 329.26
Sumber : Dinas Energi Sumberdaya dan Mineral kabupaten Bogor, 2012

IX. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL


Analisi finansial bertujuan untuk melihat sejauh mana kelayakan sebuah

usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan

kriteria-kriteria penilaian investasi seperti Net Present Value (NPV), Net Benefit

Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate Return (IRR), Payback Period (PP).

Analisis kriteria tersebut menggunakan arus kas untuk mengetahui besarnya

manfaat dan biaya yang dikeluarkan selama periode waktu tertentu. Sebelum

membuat arus kas, terlebih dahulu menentukan asumsi-asumsi yang digunakan

dan melakukan analisis terhadap inflow dan outflow.

9.1 Asumsi-Asumsi Dasar dalam Analisis Finansial Usaha Pertambangan

Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam analisis finansial penelitian

ini yaitu:

1. Modal yang digunakan berasal dari pinjaman

2. Umur proyek sekitar 18 tahun atau sesuai dengan lamanya ijin usaha yang

diberikan oleh pemerintah

3. Modal investasi dapat digunakan untuk jangka panjang dan dapat digunakan

berulang-ulang, biasanya umurnya lebih dari satu tahun


4. Investasi dapat terdiri dari tanah, bangunan, mesin-mesin, peralatan, dan

kendaraan

5. Biaya perawatan ditanggung oleh pihak pusat perusahaan

6. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap

terdiri dari komponen-komponen biaya manajemen kantor. Sedangkan biaya

variabel terdiri dari biaya upah tenaga kerja dan seluruh kegiatan berkala

perusahaan

7. Dana jaminan reklamasi dibayarkan oleh pihak pusat perusahaan sehingga

tidak mempengaruhi arus uang masuk dan keluar pada perusahaan tersebut

8. Peralatan yang dipergunakan seluruh kegiatan perusahaan adalah milik

perusahaan

9.2 Analisis Finansial Usaha Pertambangan

Pembahasan dalam analisis ini terdiri dari pembahasan terhadap arus

penerimaan, arus pengeluaran, dan analisis terhadap kriteria kelayakan investasi.

9.2.1 Arus Penerimaan

Arus penerimaan pada unit usaha pertambangan terdiri atas penerimaan

yang diperoleh dari penjualan kayu hutan, produksi split, produksi abu, produksi

screening, dan nilai sisa dari investasi di akhir proyek. Penerimaan seluruh hasil

produksi andesit diperoleh tiap tahun mulai dari tahun pertama hingga akhir tahun

proyek. Penelitian ini mengasumsikan akhir tahun proyek merupakan tahun

terakhir ijin kegiatan pertambangan yang diberikan pemerintah terkait berlaku.


Arus penerimaan dalam penelitian ini terdiri dari lima jenis, penjelasan lima jenis

sumber pemasukan adalah sebagai berikut:

1. Nilai Penjualan Kayu Hutan

Penjualan kayu hutan hanya dilakukan pada tahun ke-2. Dari total lahan

seluas 49.48 ha seluruhnya diasumsikan ditebang pada tahun ke-2. Setiap

hektarnya diperkirakan berisi 1100 pohon yang dapat dijual. Harga per pohon

dinilai seharga Rp 3 500 000 karena umur pohon tua dan telah mencapai

diameter yang besar. Pada tahun ke-2 pemasukan perusahaan dari penjualan kayu

hutan adalah sebanyak Rp 190 498 000 000.

2. Nilai Penjualan Produksi Split

Split merupakan salah satu jenis bahan galian C yang diperoleh dari

ekstraksi sumberdaya alam. Split diproduksi mulai tahun pertama, yaitu pada

tahun 2001. Setiap harinya, perusahaan tambang skala besar dalam penelitian ini

mampu memproduksi 2 800 kg split. Jumlah produksi split setiap harinya

diasumsikan sama dan stabil dari awal hingga akhir proyek. Harga split yang

dijual oleh perusahaan tersebut sekitar 65 000 per kg. Harga split per kilogram

juga diasumsikan sama dan stabil setiap harinya hingga tahun ke-18. Bila

dikalkulasikan dan diasumsikan dalam satu tahun perusahaan berproduksi selama

300 hari maka akan diperoleh sebesar Rp 54 600 000 000 sebagai pemasukan

perusahaan setiap tahunnya dari hanya memproduksi split.

3. Nilai Penjualan Produksi Abu

Abu merupakan salah satu jenis hasil produksi perusahaan tambang galian

C. Sama seperti split, abu juga diproduksi dari awal proyek hingga akhir proyek

tahun 2018. Jumlah produksi abu per hari lebih kecil dari jumlah produksi split,
yaitu sekitar 2 100 kg. Harga abu per kg sebesar Rp 45 000. Penelitian ini

mengasumsikan perusahaan berproduksi selama 300 hari dalam satu tahun serta

jumlah produksi dan harga tetap. Setelah melalui perhitungan sederhana,

pemasukan yang didapatkan oleh perusahaan tersebut sebesar Rp 28 350 000 000.

4. Nilai Penjualan Produksi Screening

Jenis andesit lain yang diproduksi yaitu screening. Produksi screening

dilakukan setiap hari sepanjang tahun. Screening setiap hari diproduksi sebanyak

2 100 kg. Harga screening lebih mahal dari harga abu. Setiap kilogram screening

dijual seharga Rp 60 000. Diasumsikan perusahaan berproduksi 300 hari per

tahun, tingkat produksi konstan, dan harga jual konstan. Setelah dikalkulasikan

dengan asumsi-asumsi tersebut, maka diperoleh pemasukan perusahaan setiap

tahunnya dari produksi screening adalah sebesar Rp 37 800 000 000.

5. Nilai sisa

Nilai sisa adalah taksiran nilai aktiva tetap setelah masa taksiran umur

ekonomis selesai. Nilai sisa dalam penelitian ini bila ditotal jumlahnya mencapai

Rp 13 198 5. N3 248. Nilai sisa tersebut berasal dari :

a. Excavator sebanyak dua unit yang masih memiliki sisa umur ekonomi

sebanyak satu tahun. Per unit memiliki nilai sisa Rp 72 000 000, sehingga

nilai sisa dua unit excavator bernilai Rp 144 000 000.

b. Dump Truck sebanyak dua unit juga memiliki sisa umur ekonomi

sebanyak satu tahun hingga tahun terakhir proyek. Per unit memiliki nilai
sisa Rp 36 000 000 per tahun. Sedangkan jika dikonversi dalam dua unit,

nilai sisa dump truck menjadi sebesar Rp 72 000 000.

c. Stone Crusher memiliki nilai sisa satu tahun dari seluruh umur

ekonomisnya. Nilai sisa dua unit crusher sebesar Rp 700 000 000.

d. Grader di perusahaan tersebut memiliki sisa umur ekonomi dua tahun.

Sehingga total nilai sisa dari grader adalah Rp 26 000 000.

e. Loader sebanyak dua unit masih memiliki sisa umur ekonomi satu tahun.

Untuk dua unit, nilai sisa loader sebesar Rp 136 000 000.

f. Drum dari umur ekonominya sebanyak sepuluh tahun memiliki nilai sisa

sebanyak dua tahun. Total nilai sisa dari satu unit drum adalah sebesar Rp

28 000.

g. Trolley memiliki umur ekonomi selama sebelas tahun. Hingga akhir

proyek, sisa umur ekonomi yang dimiliki sekitar lima tahun. Setelah dikali

lima tahun, nilai sisa trolly adalah sebesar Rp 1 636 364.

h. Cangkul sebanyak lima unit memiliki nilai sisa sebanyak Rp 87 500.

i. Bangunan seluas lima hektar diperkirakan memiliki umur ekonomi selama

dua puluh tahun. Hingga akhir tahun proyek, bangunan tersebut masih

memiliki sisa umur ekonomi selama dua tahun. Nilai sisa bangunan

tersebut sebesar Rp 7 500 000 000.

j. Mesin fotokopi sebanyak satu unit memiliki umur ekonomi sebanyak

sembilan tahun. Setelah itu, perusahaan akan membeli mesin fotokopi

kembali. Pada akhir proyek, mesin fotokopi masih memiliki sisa umur

delapan tahun. Nilai sisa mesin fotokopi adalah sebesar Rp 9 777 778.
k. Komputer yang ada di perusahaan sebanyak sepuluh unit diperkirakan

memiliki umur ekonomi sekitar tujuh tahun. Pada akhir tahun proyek, nilai

sisa ekonomi dua tahun komputer adalah sebesar Rp 10 000 000.

l. Tanah seluas 49.48 ha setelah kegiatan tambang selesai, akan menjadi

lahan yang tidak subur. Selain itu, tanah tersebut juga sebagian besar

sudah tidah dapat dijadikan lahan pertambangan bahan bahan galian C.

9.2.2 Arus Pengeluaran

Arus pengeluaran pada usaha pertambangan dibagi menjadi dua, yaitu

biaya investasi dan biaya operasional. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap

dan biaya variabel.

1. Biaya Investasi

Biaya investasi yang dikeluarkan perusahaan tambang dikeluarkan pada

awal kegiatan dan dapat dikeluarkan pada beberapa tahun setelah proyek berjalan

untuk memperoleh manfaat kemudian. Biaya investasi terdiri dari empat

komponen. Biaya investasi yang pada umumnya dikeluarkan oleh suatu usaha

dapat dilihat pada Tabel 16. Proyek pertambangan yang diteliti, memiliki

beberapa benda investasi. Investasi yang dimiliki yaitu excavator, dump truck,

crusher, pompa air, grader, loader, sekop, drum, trolley, cangkul, bangunan, meja,

kursi, lampu, mesin fotokopi, komputer, sofa, meja besar, AC, tanah. Total

seluruh investasi sebesar Rp 148 838 045 816.

Tabel 12. Komponen Biaya Investasi


No. Komponen Struktur/Jenis Biaya
1 Tanah Pembelian tanah dan land clearing, Sewa lahan
dibayarkan sekaligus di tahun awal (HGU)
2 Gedung dan Pembangunan gedung, kantor atau sewa
prasarana tempat/gedung yang dibayarkan sekaligus di tahun
awal
3 Mesin dan
peralatan Pembelian mesin dan peralatan utama
4 Peralatan
kantor Komputer, alat elektronik, dan meubel

2. Biaya Operasional

Biaya operasional termasuk semua biaya produksi, pemeliharaan, dan

lainnya yang menggambarkan pengeluaran untuk menghasilkan produksi yang

digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu periode kegiatan produksi.

Biaya operasional terdiri dari dua komponen utama yakni, biaya variabel dan

biaya tetap.

a. Biaya variabel

Biaya variabel yaitu biaya yang besar kecilnya selaras dengan perkembangan

produksi atau penjualan setiap tahun (satu satuan waktu). Contoh biaya variabel

yaitu:

1. Bahan baku : bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan

untuk diproses menjadi barang jadi sebagai produk akhir dari bisnis. Dalam

penelitian ini, bahan baku tidak termasuk biaya operasional.

2. Sarana produksi : sarana pendukung kegiatan produksi yang dipakai yaitu,

bahan peledak.

3. Bahan pembantu : berbagai bahan atau barang yang diperlukan untuk

memperlancar proses produksi, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam

hal ini solar.

4. Upah tenaga kerja: upah untuk tenaga kera tidak tetap dalam proses produksi.

Upah tenaga kerja yang ada terbagi menjadi dua yaitu upah pegawai tetap

dan upah pegawai kontrak.


b. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh

perkembangan jumlah produksi atau penjualan dalam satu tahun (satu satuan

waktu). Contoh biaya tetap proyek dalam penelitian ini yaitu, listrik,

pembabatan lahan, penyiraman jalan sekitar tambang, dan kegiatan CSR.

9.2.3 Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar

Secara umum, biaya pemilikan dan operasi suatu alat besar dapat

digambarkan sebagai berikut:

Depresiasi
(Penyusutan)
Biaya
Pemilikan
Bunga
Modal/Pajak
dan Asuransi

Biaya Fuel (Bahan


Pemilikan Bakar)
dan
Operasi

Lubricant/
Grease/ Filter

Ban
Biaya
Operasi
Upah Operator

Perbaikan/
Reparasi
Hal-hal Khusus

Gambar 10. Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar

Tinggi rendahnya biaya pemilikan suatu alat tidak hanya tergantung dari

harga alat tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Kondisi medan kerja

2. Tipe Pekerjaan

3. Harga lokal dari bahan-bahan dan minyak pelumas

4. Tingkat bunga

5. Pajak dan asuransi

6. Biaya rupa-rupa

9.2.3.1 Biaya Pemilikan

Biaya pemilikan adalah biaya yang menunjukkan jumlah antara

penyusutan (depresiasi) alat, bunga ddan asuransi alat.

1. Biaya Penyusutan (Depresiasi)

Penyusutan adalah harga modal yang hilang pada suatu peralatan yang

disebabkan oleh umur pemakaian. Guna menghitung besarnya penyusutan

perlu diketahui terlebih dahulu umur kegunaan dari alat yang bersangkutan

dan nilai sisa alat pada batas akhir umur kegunaannya. Terdapat banyak

cara yang digunakan adalah straight line method yaituturunnya nilai modal
dilakukan dengan pengurangan nilai penyusutan yang sama besarnya

sepanjang umur kegunaan dari alat tersebut, sebagai berikut:

H M H B H S
Depresiasi
U K

* Untuk alat-alat yang menggunakan crawler, harga ban tidak ada.

2. Bunga Modal, Pajak, dan Asuransi

Bunga modal tidak hanya berlaku bagi peralatan yang dibeli dengan

sistem kredit, tetapi dapat juga dari uang sendiri yang dianggap sebagai

pinjaman. Jangka waktu peminjaman jarang yang lebih dari dua tahun

pada saat ini. Besar kecilnya nilai asuransi tergantung pada baru tidaknya

peralatan, kondisi medan,kerja, dan tipe pekerjaan yang ditangani.

Perhitungan bunga modal, pajak, dan asuransi dapat disatukan dengan

menggunakan rumus:

F H M B /
Bunga Modal Pajak Asuransi
J P /

Dimana:

1 1 1
Faktor
2

n = Umur ekonomi/life time alat (Tahun)

r = Nilai sisa alat (%)


9.2.3.2 Biaya Operasi

Biaya operasi peralatan adalah biaya yang hanya dikeluarkan

apabila alat tersebut dioperasikan. Biaya ini terdiri atas:

1. Bahan Bakar

Kebutuhan bahan bakar dan pelumas per jam berbeda untuk setiap alat

atau merk dari mesin. Data-data ini biasanya dapat diperoleh dari

produsen alat atau dealer alat yang bersangkutan atau dari data

lapangan. Pemakaian bahan bakar dan pelumas per jam akan

bertambah bila mesin bekerja berat dan berkurang bila bekerja ringan.

Biaya bahan bakar dapat dihitung dengan rumus:

Biaya Fuel = (Kebutuhan fuel/jam) x (Harga Bahan Bakar/liter)

2. Bahan Pelumas, Gemuk, Saringan(Filter)

Untuk kebutuhan bahan-bahan tersebut, seperti pada kebutuhan

bahan bakar, masing-masing alat besar dalam kebutuhan per berbeda

sesuai dengan kondisi pekerjaan, bahan pelumas yang terdiri atas: oli

mesin, oli transmisi, oli hidrolis, oli final drive, dan gemuk.

Biaya Bahan Pelumas = Kebutuhan Bahan Pelumas x Harga Pelumas

Sedangkan biaya filter biasanya diambil dari 50% dari jumlah

pelumas di luar bahan bakar atau dalam rumus hitungan:

Jumlah x Harga
Biaya /jam
Lama Penggantian jam

3. Ban
Umur ban terdiri dari alat sangat dipengaruhi oleh medan kerjanya

disamping kecepatan dan tekanan angin. Selain itukualitas ban yang

digunakan juga berpengaruh. Umur ban biasanya diperkirakan sesuai

kondisi medan kerjanya.

Harga Ban
Ban
Umur Kegunaan

4. Perbaikan (Reparasi)

Biaya perbaikan ini merupakan biaya perbaikan dan perawatan alat

sesuai dengan kondisi operasinya. Makin keras alat bekerja per jam

makin besar pula biaya operasinya. Biaya perbaikan alat dapat

ditentukan dengan menggunakan formula berikut:

faktor Perbaikan x Harga Mesin Harga Ban


Biaya Reparasi
Umur Kegunaan Alat

5. Hal-hal Khusus

Beberapa parts yang kehausannya lebih cepat dibanding parts

lainnya tidak termasuk dalam biaya perbaikan, tetapi diamsukkan

dalam hal-hal khusus.

6. Upah Operator

Salah satu cara untuk menghitung upah operator per jam adalah:

Upah Operator Pembantu/bulan


Upah Operator
Jam Operasi/bulan

9.2.4 Analisis Kelayakan Usaha Sebelum Adanya Kompensasi


Kriteria investasi yang digunakan dalam menilai kelayakan finansial ini

terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit

Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP). Untuk menentukan layak atau

tidaknya proyek tersebut berjalan, perlu diperhitungkan pada perubahan nilai

uangterhadap waktu atau faktor diskonto. Hal ini dikarenakan proyeksi arus uang

yang dilakukan untuk menghitung kriteria kelayakan usaha tersebut diproyeksikan

hingga jangka waktu yang panjang. Selama umur proyek tersebut, nilai uang akan

terus berubah sehingga perlu digunkan metode yang dapat memperhitungkan

perubahan nilai uang terhadap waktu tersebut. Dengan teknik tersebut, nilai

manfaat dan biaya pada masa mendatang dturunkan menjadi nilai manfaat dan

biaya pada masa sekarang.

a. Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio,

Payback Period

Net Present Value (NPV) adalah perbedaan antara nilai sekarang dari

manfaat dan biaya suatu proyek. Untuk memperhitungkan perubahan nilai

uang terhadap waktu, digunakan tingkat diskonto (discount rate) 12.51% yang

merupakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata pada Bulan April. Internal

Rate of Return atau tingkat pengembalian internal merupakan tingkat

kemampuan proyek untuk menghasilkan keuntungan dan dapat dinyatakan

sebagai tingkat diskonto, dalam hal ini suku bunga (pinjaman bank) yang

menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. Net Benefit Cost Ratio merupakan

perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif dengan net

benefit yang telah di discount negatif. Net B/C digunakan untuk ukuran

tentang efisiensi penggunaan modal. Payback Period adalah jangka waktu


tertentu yang menunjukan terjadinya arus penerimaan secara kumulatif sama

dengan jumlah investasi dalam bentuk present value atau nilai sekarang.

Analisis PP ini akan menunjukkan berapa lama waktu yang diperlukan usaha

tambang bahan galian C yang dikerjakan untuk dapat mengembalikan nilai

investasi.

Tingkat diskonto 12.51%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan

andesit bernilai positif dengan nilai Rp 43 161 757 772. berdasarkan kriteria

investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0.

Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.10. nilai Net B/C tersebut yang lebih

besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan

tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah

sebesar 17%. nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang

dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan

tersebut adalah sebesar 17%.

Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah

sebesar 4.90. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai

kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu

pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk

membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 4.90

dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang

diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 4.90 tahun atau selama 4 tahun

dan 11 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha. Dari semua kriteria

kelayakan usaha, perusahaan tambang skala tersebut dapat dinilai baik untuk

dijalankan jika melihat pada keuntungan yang diperoleh.


Berdasarkan hasil cashflow, hanya pada tahun ke-1 perusahaan

mengalami kerugian sedangkan pada tahun berikutnya hingga akhir tahun

proyek, perusahaan mendapatkan keuntungan yang relatif besar.

b. Kriteria Kelayakan Usaha

Kriteria kelayakan usaha pada perusahaan tambang bahan galian C ini

terdiri dari empat, yaitu penilaian terhadap NPV, IRR, Net B/C, dan PP.

Setelah melakukan perhitungan pada arus uang masuk dan arus uang keluar

selama umur proyek, diperoleh hasil bahwa selisih arus masuk dengan arus

keluar bernilai negatif ketika tahun ke-1. Hal tersebut dikarenakan perusahaan

banyak mengeluarkan uang untuk membeli investasi dalam jumlah yang besar

sedangkan produksi belum berjalan sehingga pemasukan minim. Tetapi

setelah tahun pertama hingga akhir tahun proyek, perusahaan terus

mendapatkan laba positif dengan nilai yang tinggi. Laba yang tinggi tersebut

membuat perusahaan tambang bahan galian C tersebut layak secara finansial

untuk dijalankan. Perhitungan nilai kriteria kelayakan investasi tersebut dapat

dilihat pada proyeksi arus kas usaha tambang di Lampiran 5.

Walaupun perusahaan tersebut layak secara finansial, belum tentu

perusahaan tersebut layak secara ekonomi. Kelayakan ekonomi dipengaruhi

perhitungan dari kondisi kerusakan lingkungan sekitar proyek yang terjadi.

Jika nilai ganti rugi kerusakan jalan dimasukkan dalam perhitungan pada akhir

tahun proyek, perusahaan tersebut masih dapat dikatakan layak secara

ekonomi. Hal tersebut karena pada akhir tahun, perusahaan masih memiliki

nilai laba positif.


Seharusnya karena perusahaan tersebut dapat dikatakan layak, maka

perusahaan mau memberi kompensasi dalam hal perbaikan jalan kecamatan.

Terlebih lagi, pada dasarnya nilai perbaikan jalan tersebut seharusnya

dilakukan oleh puluhan perusahaan tambang yang ada di Kecamatan Rumpin.

Selain perusahaan, pemerintahpun seharusnya ikut serta dalam perbaikan

jalan, karena perusahaan tambang tersebut telah membayarkan pajak kepada

pemerintah.

c. Kelayakan Usaha pada Tiga Skenario

Selain dengan menggunakan tingkat suku bunga pinjaman sebesar

12.52%, dalam tiga skenario ini juga menggunakan BI rate, dan suku bunga

deposito.

Tabel 13. Kriteria Kelayakan Usaha Sebelum Adanya Kompensasi


Suku
Bunga
Kriteria
Kelayakan 12.51% 5.75% 5.42%
Finansial

NPV (Rp) 43 161 757 772 151 202 593 620 156 812 979 984

Net B/C 1.10 1.63 1.68


IRR 17% 25% 25%

Payback Period 4.90 6.50 6.55

Sumber : Olahan Peneliti (2012)

Tiga skenario ini dibedakan dari tingkat suku bunga. Hasil kelayakan

usaha dengan dipengaruhi tiga suku bunga terlihat pada Tabel 17. Pada Tabel
17. dengan suku bunga deposito dan suku bunga Bank Indonesia, perusahaan

masih dapat dikatakan layak secara finansial. Jika menggunakan tingkat suku

bunga BI sebesar 5.75%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan andesit

bernilai positif dengan nilai Rp 151 202 593 620. berdasarkan kriteria

investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0.

Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.63. nilai Net B/C tersebut yang lebih

besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan

tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah

sebesar 25%. nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang

dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan

tersebut adalah sebesar 25%.

Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah

sebesar 6.50. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai

kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu

pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk

membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 6.50

dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang

diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 6.50 tahun atau selama 6 tahun

dan 6 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha.

Jika menggunakan tingkat suku bunga deposito sebesar 5.42%, NPV

diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp

156 812 979 984. berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut

dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net

B/C bernilai 1.68. nilai Net B/C tersebut yang lebih besar dari nol
menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut dapat

dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 25%. nilai

tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh

proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah

sebesar 25%.

Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah

sebesar 6.55. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai

kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu

pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk

membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 6.55

dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang

diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 6.55 tahun atau selama 6 tahun

dan 7 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha.

9.2.5 Analisis Kelayakan Usaha Setelah Adanya Kompensasi

Jika kompensasi untuk masyarakat dianggap tidak ada karena rata-rata

keuntungan yang diperoleh setiap kepala keluarga lebih besar dari kerugian rata-

rata yang harus ditanggung masyarakat. Walaupun begitu, responden yang

merasakan manfaat dari pertambangan tidak sampai setengah dari responden.

Sebagian besar responden yang merasakan manfaat kegiatan pertambangan adalah

hanya warga yang tinggal di pinggir jalan, di sekitar perusahaan-perusahaan

tambang. Faktanya, lebih banyak warga yang tempat tinggalnya tinggal di dalam

gang kecil, bukan di pinggir jalan.


Biaya kompensasi kerusakan jalan untuk kecamatan sebesar Rp 90 000

000 000. Biaya tersebut merupakan tota biaya yang harus dikeluarkan oleh

seluruh pelaku tambang bahan galian C di Kecamatan Rumpin. Jumlah seluruh

pelaku tambang di Kecamatan Rumpin adalah 39. Bila dibagi dengan angka

tersebut, maka biaya kompensasi yang harus dikeluarkan setiap perusahaan adalah

sebesar Rp 2 307 692 307.69. Seharusnya perusahaan dengan skala berbeda,

membayar kompensasi dengan jumlah yang berbeda. Akan tetapi, karena skala

produksi perusahaan tidak diketahui (skala produksi diasumsikan sama), maka

besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan perusahaan diasumsikan sama.

Bila besaran kompensasi tersebut dimasukkan dalam perhitungan kelayak usaha

dengan menggunakan tiga skenario, maka didapatkan hasil kelayakan usaha

seperti pada tabel 18. Selain kompensasi, perusahaan juga harus membayar biaya

reklamasi sebesar Rp 323 330 594 selama 14 tahun waktu reklamasi.

Tabel 14. Kriteria Kelayakan Usaha Setelah Adanya Kompensasi


Suku Bunga
Kriteria
Kelayakan 12.51% 5.75% 5.42%
Finansial
14 776 162 685 120 098 734 934 125 297 324 561
NPV (Rp)

Net B/C 1.03 1.50 1.54

IRR 14% 21% 22%

Payback Period 5.20 7.07 7.13


Sumber : Olahan Peneliti (2012)

Tingkat diskonto 12.51%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan

andesit bernilai positif dengan nilai Rp 14 776 162 685. berdasarkan kriteria

investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0.

Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.03. nilai Net B/C tersebut yang lebih
besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut

dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 14%. nilai

tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh

proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah

sebesar 14%.

Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar

5.20. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan

suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian

modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan

lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 5.20 dalam perhitungan

menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu

menjalankan usaha selama 5.20 tahun atau selama 5 tahun 3 bulan untuk

mendapat pengembalian modal usaha.

Jika menggunakan suku bunga deposito dan suku bunga Bank Indonesia,

perusahaan masih dapat dikatakan layak secara finansial. Jika menggunakan

tingkat suku bunga BI sebesar 5.75%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan

andesit bernilai positif dengan nilai Rp 120 098 734 934. berdasarkan kriteria

investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0.

Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.50. Nilai Net B/C tersebut yang lebih

besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut

dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 21%. nilai

tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh

proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah

sebesar 21%.
Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar

7.07. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan

suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian

modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan

lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 7.07 dalam perhitungan

menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu

menjalankan usaha selama 7.07 tahun atau selama 7 tahun 1 bulan untuk

mendapat pengembalian modal usaha.

Jika menggunakan tingkat suku bunga deposito sebesar 5.42%, NPV

diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp 125

297 324 561. berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak

karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.54. nilai

Net B/C tersebut yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka

proyek pertambangan tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang

diperoleh adalah sebesar 22%. Nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga

maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh

perusahaan tersebut adalah sebesar 22%.

Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar

7.13. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan

suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian

modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan

lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 7.13 dalam perhitungan

menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu


menjalankan usaha selama 7.13 tahun atau selama 7 tahun dan 2 bulan untuk

mendapat pengembalian modal usaha.

9.2.6 Perbandingan Analisis Kelayakan Usaha Sebelum dan Setelah

Adanya Kompensasi

Hasil analisis kelayakan usaha pertambangan bahan galian C dalam

penelitian ini ketika sebelum dimasukkannya biaya kompensasi kerusakan jalan,

dapat dikatakan layak secara finansial. Kelayakan secara finansial tersebut juga

masih berlaku ketika perusahaan sudah mengeluarkan sebagian keuntungan

bersihnya untuk kompensasi kerusakan jalan. Hal tersebut dikarenakan

keuntungan bersih perusahaan tambang yang sangat besar setiap tahunnya,

sehingga biaya kompensasi atas rusaknya jalan Kecamatan Rumpin tidak

mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian dan dikatakan tidak layak secara

finansial.

Bila tabel hasil analisis kelayakan usaha pertambangan bahan galian C

dalam penelitian ini dibandingkan, akan terlihat bahwa keduanya memiliki nilai

yang sama. Hanya sebagian kecil hasil perhitungan yang menunjukkan adanya

perbedaan antara sebelum dan setelah pembayaran kompensasi kerusakan jalan.

Perbedaan hasil tersebut hanya terlihat dalam skenario satu, pada tingkat suku

bunga sebesar 12.51%. Sebelum biaya kompensasi dimasukkan, NPV sebesar Rp

43 161 757 772. Sedangkan ketika setelah biaya kompensai dimasukkan NPV

menjadi Rp 14 776 162 685. Dari hasil tersebut, terlihat bahwa biaya kompensasi

yang dibayarkan tidak mengakibatkan perusahaan tambang tidak layak secara

finansial.
Nilai IRR sebelum adanya biaya kompensasi yaitu 17%, sedangkan ketika

setelah adanya biaya kompensasi kerusakan jalan berkurang menjadi sebesar 14%.

Pada payback period, sebelum dikenakan biaya kompensasi hasilnya sebesar 4.90.

Setelah ditambahkannya biaya kompensasi, nilai payback period menjadi 5.20.

Payback period setelah ditambah biaya kompensasi menjadi lebih besar, karena

biaya yang seharusnya dapat digunakan sebagai pengganti biaya investasi

digunakan untuk kompensasi. Net B/C sebelum adanya kompensasi adalah

sebesar 1.1. Net B/C setelah adanya biaya kompensasi menjadi sebesar 1.03.

Keempat kriteria kelayakan finansial menunjukan perusahaan tambang tersebut

dapat dikatakan layak secara finansial sebelum dan setelah adanya biaya

kompensasi dan restorasi.


XI. SIMPULAN DAN SARAN

11.1 SIMPULAN

1. Manfaat yang diperoleh masyarakat lebih besar dari kerugian yang dirasakan

masyarakat. Manfaat total yang dirasakan masyarakat sebesar Rp 226 566 450

000,-/tahun. Total kerugian yang dirasakan masyarakat sebesar Rp 17 221 589

550,-/tahun. Walaupun total manfaat lebih besar dari total kerugian, masyarakat

yang merasakan adanya manfaat dari kegiatan tambang tidak lebih dari separuh

responden.

2. Kompensasi untuk masyarakat terkait perbaikan jalan harus dilaksanakan oleh

pemerintah sebagai penyelenggara negara dan perusahaan sebagai pihak yang

mengakibatkan adanya kerusakan jalan. Total kompensasi jalan di Kecamatan

Rumpin adalah Rp 90 000 000 000. Sehingga biaya yang harus dikeluarkan

oleh masing-masing perusahaan sebesar Rp Rp 2 307 692 307.69. Sedangkan

total biaya reklamasi per tahun sebesar Rp 323 330 594.29 yang harus

dibayarkan selama 14 tahun.

3. Peraturan-peraturan terkait pelaksanaan kegiatan tambang telah ditetapkan oleh

pemerintah dalam rangkaian kegiatan tambang. Peraturan pada tingkat meso

dan mikro memperkuat peraturan makro. Tetapi peraturan meso dan mikro

memperkuat peraturan lebih sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan

peraturan makro. Sehingga karena Perda yang sedikit serta pendampingan dan

pengawasan yang kurang, mengakibatkan belum tercapainya reklamasi yang

seharusnya dilaksanakan perusahaan tambang. Sanksi-sanksi yang ada telah

baik, hanya saja kurangnya penegakkan sanksi pada pelaksanaannya.


4. Rencana reklamasi dengan menggunakan software HEA dalam penelitian ini

menghasilkan sembilan skenario reklamasi yang dipengaruhi oleh suku bunga

dan jangka waktu pelaksanaan reklamasi. Pada matriks luas lahan yang harus

direklamasi, menunjukkan semakin besar tingkat suku bunga, akan

mengakibatkan semakin kecil luasan lahan yang harus direklamasi. Tetapi pada

perbedaan waktu, semakin lama waktu reklamasi, mengakibatkan semakin

besarnya luas lahan reklamasi yang harus direklamasi perusahaan tambang.

5. Sebelum dan setelah adanya penambahan biaya kompensasi dalam perhitungan

kelayakan usaha pertambangan, perusahaan tersebut dapat dikatakan layak

secara finansial menurut indikator kelayakan investasi NPV, Net B/C, IRR, dan

payback period.

11. 2 SARAN

1. Kepada pemerintah:

a. Perlu dibuat peraturan tingkat meso dan mikro yang dapat memperkuat

peraturan tingkat makro.

b. Perlu adanya peningkatan pendampingan dan pengawasan kegiatan

pertambangan sejak sebelum berdirinya perusahaan tambang sampai pasca

tambang.

c. Peningkatan penegakan hukum dan sanksi.

2. Kepada mahasiswa perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kelayakan

ekonomi perusahaan tambang bahan galian C secara menyeluruh untuk

mengetahui layak tidaknya perusahaan tersebut dari sudut pandang lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

Asad. 2005. Pengelolaan Lingkungan pada Penambangan Rakyat (Studi Kasus

Penambangan Intan Rakyat di Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru

Propinsi Kalimantan Selatan). Semarang. Universitas Diponegoro.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2010. Jawa Barat Dalam Angka Jawa

Barat in Figures 2010. BPS. Bogor.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2010. Kabupaten Bogor Dalam Angka

2010. BPS. Bogor.

Balai Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kabupaten Kutai Barat. 2012.

Persyaratan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP Operasi

Produksi). BP2T. Kutai Barat.

Chapman, D.J. 2004. Habitat Equivalency Analysis : Overview and Case

Example.Power Point.Stratus Consulting Boulder.

Dunford et al. 2003. The Use of Habitat Equivalency Analysisin Natural

Resources Damage Assessment. Elsevier, ecological Economics, Vol 48

(2004): hal 49-70.

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan

Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua.

Slamet Sutomo dan Komet Mangiri. Penerjemah Jakarta: Universitas

Indonesia Press.
Hasan, Harjuni. 2008. Penggunaan Ripper dalam Membantu Excavator Back

Hoe pada Pengupasan Overburden Tanpa Peledakan (Blasting) pada

Tambang Batubara Skala Kecil. Jurnal APLIKA. Volume 8 Nomor 1:29.

Husnan S, Muhammad S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi Keempat.

Yogyakarta: UUP AMP YKPN.

Jati Arthamas. 2007. Analisa Keuntungan Kebun Jaty Arthamas Rizky Per 1

Hektar. http://www.jati-arthamas.com/?page=call_us. diakses pada tanggal

17 April 2012.

Kadariah, Karlina L, Gray C.1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia.

Kartasapoetra, G. Kartasapoetra, A.G.dan Sutedjo, M.M. 2005. Teknologi

Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Kelima. Rineka Cipta. Jakarta.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2006. Panduan Panduan Penghitungan Ganti

Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan. Jakarta.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Institut Pertanian Bogor.2001. Kebijaksanaan

Pengelolaan dan Pengembangan Ekosistem Padang Lamun Berwawasan

lingkungan dan Berbasis Masyarakat. Laporan Akhir Kerjasama. Bogor.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Institut Pertanian Bogor. 2007. Panduan

Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun. Jakarta.

Kohler, K.E dan R.E. Dogde. 2006. Visual HEA : Habitat Equivalency Analysis

Software to Calculate Compensatory Restoring Following Natural

Resource Injury. Proceeding of the 10th International Coral Reef

Symposium. Okinawa, Japan 1611-1616.


Larastiti R. et al. 2010. Penilaian Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan

Bahan Galian C dengan Metode Damage Assesment Analysis Di Desa

Cipinang, Kecamatan Rumpin, Bogor, Jawa Barat. Bogor. Institut

Pertanian Bogor.

Mankiw. N. G. 2007. Makro Ekonomi. Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.

Mukti, Raharjo. 2012. Proposal Kegiatan Pertambangan Batubara.

http://dc178.4shared.com/doc/UJE2qDRr/preview.html. diakses pada

tanggal 6 Mei 2012.

National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). 1997. Habitat

Equivalency Analysis : an Overview. NOAA Damage Assessment and

Restoration Program, NOAA. Washington DC.

http://www.darrp.noaa.gov/library/pdf/heaover.pdf. diakses pada tanggal

25 Desember 2009.

National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). 1999. Discounting

and the treatment uncertanty in natural resources assessment. NOAA :

Damage Assessment and Restoration Program, NOAA. Washington DC.

http://www.darrp.noaa.gov/library/pdf/discpdf2.pdf. diakses pada tanggal

25 Desember 2009.

Nurani, D. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Jarak Pagar Sebagai

Sumber Energi Alternatif di Desa Lempopacci Luwu Sulawesi Selatan.

Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Nurdin, A. Wiriosudarmo,R. Gautama, R.S. Arif, I. 2000. Agenda 21 Sektoral

Agenda Pertambangan untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara


Berkelanjutan. Proyek Agenda 21 Sektoral Kerjasama Kantor Menteri

Negara Lingkungan Hidup dengan UNDIP. Jakarta.

Puspitasari, R. 2010. Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan

Pola Bagi Hasil (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi

Perumahan Nusantara). Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Rahmi, F. 1995. Sistem dan Alat Tambang. Akademi Teknik Pertambangan

Nasional. Banjarbaru.

Ray, G. L. 2008. Habitat Equivalency Analysis, a Potential Tool for Estimation of

Environmental Benefit. EMRRP Technical Notes Collection. ERDC TN.

EMRRP-EI-02. http://eLrdc.usace.army.mil/elpubs/pdf/ei02.pdf. diakses

pada tanggal 25 Desember 2009.

Saili, Ahmad. 2012. Peraturan Bidang Pertambangan, Energi, dan Lingkungan

Hidup Kabupaten Ogan Ilir.

http://dpelhoganilir.blogspot.com/2012_07_01_archive.html?m=1.

Diakses pada tanggal 16 Juli 2012.

Suparmoko, M. 2006 PDRB Hijau (Konsep dan Metodologi). Pelatihan

Penyusunan PDRB Hijau dan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan

Ruang pada Tanggal 4-10 Juni 2006. Departemen Kehutanan. Hal 21-22.

Usman, Ali Hasyim. 2010. Perhitungan Biaya Sesungguhnya dari Batubara.

http://aliusmanhs.wordpress.com/2010/07/14/perhitungan-biaya-

sesungguhnya-dari-batubara/. diakses pada tanggal 15 Agustus 2012.

Yunita N. 2010. Estimasi Klaim Kerusakan Ekosistem Padang Lamun dengan

Metode Habitat Equivalency Analysis (Studi kasus: pantai Barat Teluk

Banten, Kecamatan Bojonegara). Bogor. Institut Pertanian Bogor.


LAMPIRAN
LAMPIRAN 1.LEMBAR KUISIONER PENELITIAN

ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BONDPADA KEGIATAN


PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C (StudiKasus : DesaCipinang,
KecamatanRumpin, Kabupaten Bogor, PropinsiJawa Barat)

A. DATA RESPONDEN
1. NamaResponden :
2. Umur : Tahun
3. JenisKelamin : 1. L 2. P
4. Pendidikan terakhir :
5. Pekerjaan :..
6. Jumlah Anggota Keluarga :.. Orang
7. Alamat :...Rt./Rw..
8. Penduduk Asli : 1. Ya 2. Tidak Lama tinggal
....Tahun
9. Pekerjaan saat ini : 1. Terkait Pertambangan 2. Tidak
Sebutkan......
Jumlah hari bekerja.hari/ minggu
10. Pendapatan : 1. Harian 2. Mingguan 3. Bulanan
11. Berapakah total pendapatananda ? Rp .....................................................
12. Apakah Anda memiliki pekerjaan selain pekerjaan utama? 1. Ya 2. Tidak
Jikaya, sebagai... Berapa penghasilan dari pekerjaan
tersebut?Rp...
13. Apakah Anda sebelumnya pernah bekerja? 1. Ya 2. Tidak
Jikaya, sebagai........... Berapa penghasilan dari pekerjaan
tersebut?Rp
14. Adakah anggota keluarga terlibat dalam masalah pertambangan? 1. Ya 2. tidak
Jikaya, sebagai : 1. BuruhKasar 2. Manajeman/ kantor 3.Lainnya
Jumlahharibekerja hari/ minggu.
Berapa pendapatan dari pekerjaan tersebut?Rp

B. BAGIAN I : Pandangan Umum tentang Penambangan Bahan Galian C


1. Peran alam dan lingkungan sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia.
Menurut Anda, seberapa penting menjaga sumberdaya tambang bahan galian C.
2. Kondisi lokasi pertambangan
Sebelum Sesudah
No. Keadaan Ringan Sedang Besar Ringan Sedang Besar
1 Kondisipenambangan
2 Kondisi Air
3 KondisiLahan
4 KondisiHutan
5 Kondisi Udara
6 Kondisi Cuaca
7 Kondisi Suara
C. BAGIAN II : Estimasi Manfaat Kegiatan Pertambangan
1. Apa manfaat yang dirasakan dengan adanya keberadaan pertambanagn bahan galian
C di daerah Anda?
2. Sebelum adanya pertambangan berapa pendapatan?
3. Pendapatan setelah ada pertambangan?

No. Besar Kecil keterangan


DampakPositif
1
2
3

D. BAGIAN III : Estimasi Kerugian Kegiatan Pertambangan


1. Apakah Anda merasakan kerugian dari adanya kegiatan pertambangan?1. Ya
2. Tidak
2. Adakahpengaruhakanpertambangankapuriniterhadap kesehatanAnda? 1. Ya 2. Tidak
JikaYa.Sebutkan : 1. sesaknafas 2. Asma 3.Lainnya

1. Berapabiaya yang Andakeluarkanuntukmengobati? Rp
.............................................
2. Berapa lama biasanyajikaAndasakit ? .hari
3. Adakahupayapencegahandarianda agar tidaksakit? 1. Ya 2. Tidak
JikaYa.Sebutkan : 1. Membeli masker 2. Lainnya

Berapabiaya yang dikeluarkanuntukpencegahantersebut ?Rp

4. Kerugian akibat kehilangan hewan (perubahan produktivitas)
Jumlah Luas sawah
Harga jual
mberdaya burung yg yang terkena Total
(Rp)
hilang (ekor) dampak (ha)
Belut
Burung
Ular sawah
Belalang
Dll

5. Kerugian akibat kerusakan jalan/fasilitas


Pnjang
Lebar jalan Biaya aspal/
Fasilitas jalan yang Total
yang rusak Perbaikan(Rp/m2)
rusak
Jalan
6. Apakah kegiatan pertambangan mempengaruhi kualitas air tanah?
7. Bagaimana kondisi air sebelum adanya pertambangan?
8. Bagaimana kondisi air setelah kegiatan pertambangan? Baik/Buruk. Banyak/Sedikit
9. Apakah ada usaha yang dilakukan masyarakat untuk memperbaiki kualitas air? Jika Ya,
sebutkan....
10. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengganti kualitas air yang rusak?
Lampiran 2. Jenis Peraturan yang Mendukung Reklamasi Pertambangan
Berdasarkan Tingkatan Kepemerintahan.
No. JenisPeraturanPertambangan Keterangan
Makro Meso Mikro
1 UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungandanpengelolaanling
kunganhidup
2 UU 7 Tahun 2004 Sumberdaya Air
3 UU 26 Tahun 2007 Tata Ruang
4 UU 32 Tahun 2004 Pemerintahandaerah
5 UU No. 24 Tahun 2007 PenanggulanganBencana
6 UU No. 5 Tahun 1994 PengesahanUnited Nations
Convention on Biological
Diversity
(KonvensiPerserikatanBangsa-
BangsaMengenaiKeanekaragam
anHayati)
7 UU No. 5 Tahun 1990 KonservasiSumberDayaAlamHa
yatidanEkosistemnya
8 PeraturanPemerintahRepublik Indonesia ReklamasidanPascatambang
No. 78 Tahun 2010
9 PeraturanPemerintahRepublik Indonesia RehabilitasidanReklamasiHutan
No. 76 Tahun 2008
10 PeraturanMenteri ESDM No. 18 ReklamasidanPenutupan
Tahun 2008 Tambang
11 PP No. 27 Tahun 1999 Analisismengenaidampaklingku
nganhidup
12 PeraturanPresiden No. 36 Tahun 2005 Penghematan energy
13 KeputusanMenteri Negara Pedomanpenetapanbakumutulin
KependudukandanLingkunganHidup gkungan
RI No. Kep-02/MENKLH/I/1988
14 KeputusanMenteri Negara LH No. 2 Pedomanpenilaiandokumen
Tahun 2000 AMDAL
15 PeraturanMenteri Negara Lingkungan Jenisusahadan/ataukegiatan yang
Hidup No. 11 Tahun 2006 wajibdilengkapidengananalisism
engenaidampaklingkunganhidup

16 Permen LH No. 11 Tahun 2006 Jenis Usaha danatauKegiatan


yang
WajibDilengkapidenganAnalisis
MengenaiDampakLingkunganHi
dup
17 Kepmen LH No. 19 Tahun 2004 PedomanPengelolaanPengaduan
KasusPencemarandanatauPerusa
kanLingkunganHidup
18 PeraturanMenteri LH 18 Tahun 2009 Tata Cara
PerizinanPengelolaanLimbahBa
hanBerbahayadanBeracun
19 KeputusanMenteri Negara LH No. 45 Pedomanpenyusunanlaporanpela
Tahun 2005 ksanaanRencanaPengelolaanLin
gkungan (RKL)
danRencanaPemantauanLingkun
gan (RPL)
20 KeputusanMenteri ESDM No. 1453 Pedomanteknispenyelenggaraant
K/29/MEM/2000 ugaspemerintahan di
BidangPertambanganUmum
(Lampiran IV
tentangpedomanteknispenusunan
analisismengenaidampaklingkun
ganuntukkegiatanpertambanganu
mum)
21 KeputusanKepalaBadan PedomanpenyusunanAnalisisme
PengendalianDampakLingkungan ngenaiDampakLingkunganHidu
Hidup No. 09 Tahun 2000 p
22 KeputusanKepalaBadan Pedomanumummengenaiukuran
PengendalianDampakLingkungan dampakpenting
No. kep-056 Tahun 1994
23 KeputusanDirjenPertambangan JaminanReklamasi
Umum No. 336.k Tahun 1996
24 UU No.4 Tahun 2009 PerizinanPertambangan mineral
danbatubara
25 UUD 45 Pasal 33 ayat 3 Sumberdayaalam
26 UU No. 11 Tahun 1967 Pasal 1 Ketentuan-
ketentuanpokokpertambangan
27 Kepmen ESDM No. 1603 Tahun 2003 Pedomanpencadanganwilayahpe
rtambangan
28 Kepmen ESDM No.1453 Tahun 2000 Pedomanteknispenyelenggaraant
ugaspemerintahan di
bidangpertambanganumum
29 KeputusanMenteri PU No. 458 Ketentuanpengamanansungai
Tahun 1986 yang
terkaitdenganpenambanganbaha
n
galian C
30 UU No. 11 Pasal 29 Tahun 1967 Sanksipidana
31 Peraturanpemerintah (PP) No.75 Pelaksanaankegiatanusahaperta
Pasal 64 Tahun 2001 mbangan

32 PP No. 32 Pasal 66 Tahun 1969 Pengawasanpenggunaanbahanga


lianuntukkepentinganNasional

33 PP No. 38 Tahun 2007 PengusahaanKuasaPenambanga


n (KP) lintasProvinsi
34 UU No. 11 Pasal 31 - 33 SanksiPidana
Tahun 1967
35 UU Pasal 6 UU UU Pasal KewenanganPengelolaanPertam
Pasal 7 bangan Mineral dan Batubara
7
36 PeraturanPemerintah No.23 Pelaksanaankegiatanusahaperta
Tahun 2010 mbangan

37 PeraturanPemerintah No. 22 Wilayah Pertambangan


Tahun 2010
38 PeraturanMenteri ESDM No.17 Tata
Tahun 2010 carapenetapanhargapatokanpenj
ualan mineral danbatubara
39 PeraturanMendagri No.23 Pedomantatacarapengawasanatas
Tahun 2007 penyelenggaraanpemerintahanda
erah

40 Perda. Pengelolaanusahapertambangan
Kabupate umum
n Bogor
No.2
Tahun
2002

41 PeraturanPemerintah Pembinaandanpengawasanpenye
No.55 Tahun 2010 lenggaraanpengelolaanusahapert
ambangan mineral danbatubara
42 UU No. 28 Tahun 2009 Pengelolaanusahapertambangan
umum
43 PeraturanPemerintah Tata carapenerimaan, penyetoran
No.29 Tahun 2009 PNPB yang terutang
44 PeraturanMenteri ESDM Pelimpahansebagianurusanpeme
No.23 Tahun 2009 rintah di bidang ESDM
kepadaGubernur
45 PeraturanPemerintah Jenisdantarifatasjenis PNBP
No.9 tahun 2012 yang berlakupadakementerian
ESDM
46 PerdaNom
or 2 tahun Pertambangan Daerah
2002
Sumber :LaporanMonografiKecamatanRumpin Semester II tahun 2010


Lampiran 3.SanksiAtasPelanggaranKegiatanPertambangan
N JenisSanksi Pas Isi
o. al
1 SanksiAdmin Pas a. Peringatantertulis
istratif al
151 b. Pengehentiansementarasebagianatauseluruhkegiatanekspl
Ay orasiatauoperasiproduksi
at 2
c. Pencabutan IUP, IPR dan IUPK.
2 KetentuanPid Pas a. Setiap orang yang melakukanusahapenambangantanpa
ana al IUP, IPR atau IUPK, dipidanadenganpidanapenjara
158 paling lama 10 tahundandenda paling banyakRp. 10
-
000000000 (sepuluhmiliar rupiah)
162
b. Pemegang IUP, IPR atau IUPK
dengansengajamenyampaikanlaporandengantidakbenarata
umenyampaikanketeranganpalsu,
dipidanadenganpidanapenjara paling lama 10
tahundandenda paling banyakRp. 10000000000
(sepuluhmiliar rupiah)
c. Setiap orang melakukankegiataneksplorasitanpamemiliki
IUP atau IUPK, dipidanadenganpidanapenjara paling
lama 1 tahundandenda paling banyakRp. 200 000 000
(duaratusjuta rupiah)

d. Setiap orang yang mempunyai IUP


Eksplorasitetapimelakukankegiatanoperasiproduksi,
dipidanadenganpidanapenjara paling lama 5
tahundandenda paling banyakRp. 10 000 000000
(sepuluhmiliar rupiah)
e. Setiap orang ataupemegang IUP operasiproduksiatau
IUPK operasiproduksi yang menampung, memanfaatkan,
melakukanpengolahandanpemurnian, pengangkutan,
penjualan mineral danbatubarai yang bukandaripemegang
IUP, IUPK atauizinlainya, dipidanadenganpidanapenjara
paling lama 10 tahundandenda paling banyakRp.
10000000000 (sepuluhmiliar rupiah)

f. Setiap orang yang


merintangiataumengganggukegiatanusahapertambangand
aripemegang IUP atau IUPK yang
telahmemenuhipersyaratan yang berlaku,
dipidanadenganpidanapenjara paling lama 1
tahundandenda paling banyakRp. 100 000 000
(seratusjuta rupiah)
Pas a. Tindakpidana yang dilakukanolehsuatubadanhukum,
al dijatuhipidanapenjaradandendaterhadappengurusnya.
163

b. Pidanatambahanterhadapbadanhukumdapatberupa :

1) Pencabutanizinusaha
2) Pencabutan status badanhukum

Pas Pidanatambahanterhadappelakudapatberupa :
al
164
1) Perampasanbarang yang
digunakandalammelakukantindakpidana
2) Perampasankeuntungan yang
diperolehdaritindakpidana
3) Kewajibanmembayarbiaya yang
timbulakibattindakpidana
Pas Setiap orang yang mengeliarkan IUP, IPR atau IUPK
al yang bertentangandengan UU
165 Minerbadanmenyalahgunakanwewenangnyadiberisanksip
idana paling lama 2 tahundandenda paling banyakRp.
200000000 (duaratusjuta rupiah)

Sumber: OlahanPeneliti, 2012


Lampiran 4.Luas Lahan yang Harus Dikompensasi dengan Metode HEA
pada Tingkat Suku Bunga 5.75 %


HABITAT EQUIVALENCY ANALYSIS

Sitename: PT. HOLCIM BETON

Area units: hectare


Time units: year

Claim year: 2012


Number of affected area units: 49.48
Pre-injury service level (%): 60.00%
Pre-restoration service level (%): 0.00%
Value ratio injured/restored: 1.00
Discount rate per time unit (%): 5.75
SERVICE LOSS AT INJURY AREA
---------------------------------------------------------------------------------------------------
--
Year %Services Lost Raw Discount Discounted
Beginning End Mean SAYs lost factor SAYs lost
---------------------------------------------------------------------------------------------------
--
2000 -40.00% -34.44% -37.22% -18.418 1.956 -36.024
2001 -34.44% -28.89% -31.67% -15.669 1.850 -28.981
2002 -28.89% -23.33% -26.11% -12.920 1.749 -22.597
2003 -23.33% -17.78% -20.56% -10.171 1.654 -16.822
2004 -17.78% -12.22% -15.00% -7.422 1.564 -11.608
2005 -12.22% -6.67% -9.44% -4.673 1.479 -6.911
2006 -6.67% -1.11% -3.89% -1.924 1.399 -2.691
2007 -1.11% 4.44% 1.67% 0.825 1.323 1.091
2008 4.44% 10.00% 7.22% 3.574 1.251 4.469
2009 10.00% 15.56% 12.78% 6.322 1.183 7.477
2010 15.56% 21.11% 18.33% 9.071 1.118 10.145
2011 21.11% 26.67% 23.89% 11.820 1.058 12.500
2012 26.67% 32.22% 29.44% 14.569 1.000 14.569
2013 32.22% 37.78% 35.00% 17.318 0.946 16.376
2014 37.78% 43.33% 40.56% 20.067 0.894 17.944
2015 43.33% 48.89% 46.11% 22.816 0.846 19.293
2016 48.89% 54.44% 51.67% 25.565 0.800 20.442
2017 54.44% 60.00% 57.22% 28.314 0.756 21.409
2018 60.00% 60.00% 60.00% 29.688 0.715 21.227
Beyond 369.174
---------------------------------------------------------------------------------------------------
--Total discounted SAYs lost: 410.479
SERVICE GAIN AT THE COMPENSATORY AREA
---------------------------------------------------------------------------------------------------
--
Year %Services Gained Raw Discount Discounted
Beginning End Mean SAYs gained factor SAYs gained
---------------------------------------------------------------------------------------------------
--
2010 4.65% 9.70% 7.18% 3.550 1.118 3.970
2011 9.70% 15.16% 12.43% 6.150 1.058 6.504
2012 15.16% 21.02% 18.09% 8.951 1.000 8.951
2013 21.02% 27.28% 24.15% 11.949 0.946 11.300
2014 27.28% 33.95% 30.62% 15.148 0.894 13.546
2015 33.95% 41.03% 37.49% 18.550 0.846 15.686
2016 41.03% 48.50% 44.77% 22.150 0.800 17.711
2017 48.50% 56.39% 52.45% 25.950 0.756 19.621
2018 56.39% 64.67% 60.53% 29.950 0.715 21.415
2019 64.67% 73.36% 69.02% 34.149 0.676 23.089
2020 73.36% 82.46% 77.91% 38.550 0.639 24.648
2021 82.46% 91.96% 87.21% 43.152 0.605 26.090
2022 91.96% 100.00% 95.98% 47.491 0.572 27.152
2023 100.00% 100.00% 100.00% 49.480 0.541 26.751
Beyond 465.241
---------------------------------------------------------------------------------------------------
--
Total discounted SAYs gained 711.68
Discounted SAYs gained per unit area: 14.38
Replacement habitat size (hectare): 1.00 * 410.479/14.383 28.539
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tanggal 13

Oktober 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari

pasangan Achmad dan Suyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada

tahun 2002 di SDN Citeureup IV. Tahun 2005 penulis lulus dari Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Puspanegara. Tahun 2008 penulis lulus Sekolah

Menengah di SMAN 1 Cibinong, lalu melanjutkan studi di Institut Pertanian

Bogor (IPB) melalui jalur Penyaluran Minat dan Bakat (PMDK) dan diterima

sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL),

Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Pada tanggal 5 Maret tahun 2011 penulis

menikah dengan Mohammad Taufik. Alhamdulillah kini penulis sedang

mengandung anak pertama dengan usia kehamilan delapan bulan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis tergabung dalam Dewan Perwakilan

Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) IPB sebagai anggota Komisi II

periode 2008-2009, DPM FEM sebagai anggota Komisi I periode 2009-2010,

serta tergabung dalam Badan Pengawas REESA selama dua periode sejak tahun

2009. Penulis merupakan penerima beasiswa BKM. Penulis juga pernah menjadi

finalis dan memperoleh dana dari ajang Pekan Kreativitas Mahasiswa Gagasan

Tertulis (PKM-GT) dan Pekan Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P). Selain

itu penulis juga mengikuti berbagai kepanitian seperti upgrading anggota DPM

se-IPB.

Anda mungkin juga menyukai