Anda di halaman 1dari 22

Apa Perbedaan DIII Kebidanan, DIV Kebidanan, dan Profesi Bidan??

Mengulas kebingungan masyarakat terkait pendidikan bidan yang ada di


Indonesia, perlu dicermati dengan baik bahwa masyarakat pengguna
institusi pendidikan sebagai tempat mencari Ilmu harus cepat, tepat, dan
pintar dalam memilihkhususnya pendidikan kebidanan dengan segala issue
yang ada.

Pahami terlebih dahulu beda pendidikan vokasi, akademik, dan profesi

Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada


penguasaan keahlian terapan tertentu, yang mencakup program
pendidikan diploma I, diploma II, diploma III, dan diploma IV.

Pendidikan akademik adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada


penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni tertentu, yang mencakup program pendidikan sarjana, magister, dan
doktor.

Pendidikan profesi adalah sistem pendidikan tinggi setelah program


pendidikan sarjana yang menyiapkan peserta didik untuk menguasai
keahlian khusus.

Diploma III Kebidanan (DIII Kebidanan)

Jenjang pendidikan diploma III kebidanan masuk dalam pendidikan vokasi


yang ditempuh dalam 6 - 8 semester pendidikan dengan gelar Amd.Keb.
Sudah memiliki standar kompetensi yang ditetapkan oleh organisasi profesi
dan bisa mengusulkan STR (Surat Tanda Registrasi) sesuai dengan KKNI Level
5.

Pendidikan Diploma III Kebidanan masih menjadi favorit yang tersebar di


banyak PTS (Perguruan Tinggi Negeri) maupun PTS (Perguruan Tinggi Swasta),
namun perlu diperhatikan legalitas dari institusinya menghindari masalah di
kemudian hari terkait pengakuan ijazah oleh Kemenristek Dikti, karena
banyak institusi kebidanan yang ditutup oleh Dikti dengan alasan legalitas
yang tidak diakui.

D4 Kebidanan
Jenjang pendidikan diploma 4 kebidanan masuk dalam pendidikan vokasi
yang ditempuh dalam 8 - 10 semester pendidikan dengan gelar SST. D4
Kebidanan bisa ditempuh untuk percepatan ke jenjang magister S2
Kebidanan.

D4 Kebidanan tidak bisa menjadi kualifikasi untuk menjadi pengajar atau


Dosen karena Dosen minimal adalah S2.

D4 Kebidanan juga terselenggara di banyak pendidikan tinggi di Indonesia,


dimana pendidikan di tempuh selama satu tahun setelah DIII Kebidanan dan
atau selama 4 tahun untuk program 0 (nol) tahun dari SMA. Organisasi profesi
belum mengeluarkan standar kompetensi untuk lulusan D4 Kebidanan
sehingga dalam pelaksanaan Uji Kompetensi belum terakomodasi yang
akan berdampak terhadap terbitnya STR. Lulusan D4 Kebidanan yang
sebelumnya telah menyelesiakan studi DIII Kebidanan bisa mengikuti Uji
Kompetensi dengan basic DIII nya dan diakui dalam level 5 sesuai level KKNI
dan bisa mengusulkan STR.

Bagaimana dengan lulusan D4 Kebidanan 0 tahun yang belum mempunyai


ijazah DIII?? Memang sampai sekarang belum terakomodir untuk
mendapatkan STR. Saran pribadi penulis lulusan D4 Kebidanan 0 tahun bisa
langsung melanjutkan studi S2 Kebidanan.

1. Tinjauan Umum Terhadap Proses Belajar Mengajar

Sebuah proses bisa kita pandang sebagai transformasi input menjadi output.
Suatu proses belajar mengajar adalah transformasi input-input menjadi
output juga. Secara visual transformasi itu bisa kita gambarkan sebagai
berikut :

INPUT PROSES OUTPUT


Apabila paradigma ini kita pergunakan pada sistem belajar mengajar
(dengan memandang subsistem yang terkait), maka kita gambarkan proses
belajar mengajar adalah :

INPUT INSTRUMENTAL

INPUT PURPOSIF PROSES OUTPUT

INPUT ENVIRONMENTAL

Gambar di depan memberikan pengertian bahwa input yang berpengaruh


bagi proses belajar belajar mengajar, baik berupa pengajaran di kelas
maupun training dan mentoring, ada tiga. Input purposif adalah peserta
proses. Pada input ini tidak bisa dilakukan manipulasi. Proses menerima
sebagaimana adanya. Demikian juga, dalam kerangka mikro, input
environmental tak bisa dimanipulasi. Hal ini menyangkut suasana di luar
proses itu sendiri. Adapun yang sifatnya manipulatif adalah input
instrumental. Kita bertugas untuk memanipulasi sedemikian rupa, sehingga
kedua input yang lain itu dapat ditransformasikan menjadi output yang
diinginkan.

Adapun output dari proses ini adalah peserta yang telah mengalami
perubahan. Perubahan ini terjadi pada perilaku peserta, sesuai yang
diinginkan. Apabila sesudah proses tak terdapat perbedaan dengan kondisi
sebelumnya, berarti telah gagal. Tujuan dirumuskan oleh kita sesuai dengan
dasar pikiran tentang perlunya proses belajar mengajar tersebut.

2. Komponen Kurikulum

Sebenarnya, yang termasuk dalam kriteria input instrumental cukup banyak,


tetapi cukup disebut kurikulum saja. Dengan ini berarti kurikulum bukanlah
kumpulan materi yang harus dipahami, melainkan seluruh aspek yang diatur
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tertentu. Termasuk di dalam hal
ini adalah manusia pelaksananya, peralatan, metode, biaya, dan
sebagainya. Inilah pengertian kurikulum secara umum.
Tetapi apabila kita sempitkan pengertiannya, kurikulum tak lain adalah
program pengajaran. Dalam arti seperti ini, kurikulum menyangkut empat
pertanyaan mendasar :

Apa yang kita inginkan sesudah proses ? Ini pertanyaan tentang tujuan.

Untuk mencapai hal tersebut, kemampuan apa saja yang harus diberikan
kepada peserta ? Ini adalah pertanyaan tentang materi.

Untuk tujuan dan materi tersebut, apa yang harus dilakukan agar peserta
dapat mencapainya ? Ini adalah pertanyaan tentang metode / strategi.

Bagaimanakah kita mengetahui bahwa tujuan telah berhasil dicapai ? Ini


adalah pertanyaan tentang evaluasi.

Keempat pertanyaan itulah yang merupakan komponen dasar kurikulum,


yaitu : tujuan, materi, metode dan evaluasi. Termasuk dalam kriteria metode
adalah segenap cara yang dipergunakan berikut peralatannya. Apabila
kita merancang sebuah kurikulum untuk suatu pendidikan tertentu, maka kita
menyusun keempat hal tersebut.

3. Tujuan Kurikulum

Tujuan kurikulum adalah terjadinya perubahan pada perilaku peserta. Dalam


hal ini, sebuah komisi di Amerika Serikat telah mencoba membuat semacam
klasifikasi tujuan yang mungkin ada dalam pendidikan. Konsep ini terkenal
dengan nama Taksonomi Bloom

Daftar lengkap Taksonomi Bloom akan dirinci sekaligus keterangannya. Untuk


menggambarkan tiap jenis, digunakan kata kerja (infinitive) yang khas, serta
objek langsung (direct object) yang khas pula. Apabila kita membuat
sebuah kurikulum, kita hanya sampai kepada tujuan umum. Namun dalam
pelaksanaan, kita memerlukan semacam perencanaan lagi berupa suatu
unit pengajaran / training. Pada sat itulah kita harus menjabarkan tujuan
umum ke dalam tujuan-tujuan khusus berdasarkan infinitif dan objek
langsungnya. Pembahasan tentang ini akan diuraikan pada naskah lain.

Taksonomi Bloom adalah salah satu hasil komisi khusus yang membahas
tentang tujuan pendidikan. Karena tujuan pendidikan adalah perubahan
perilaku (behavior) manusia, maka hasilnya adalah taksonomi perilaku
manusia. Taksonomi ini merupakan klasifikasi plus urutannya. Blook dkk
membaki perilaku manusia ke dalam tiga ranah (domain), yaitu : kognitif
(yang berkaitan dengan pikiran manusia), afektif (yang berkaitan dengan
hati dan perasaan manusia), dan psikomotor (yang berkaitan dengan
gerakan fisik manusia). Kamisi Bloom berhasil merumuskan domain kognitif,
lalu dilanjutkan komisi Krathwoll berhasil merumuskan domain afektif. Pada
domain psikomotor terdapat banyak pendapat, namun yang akan dirinci
adalah komisi Anita Harrow.

DOMAIN KOGNITIF

Pengetahuan (Knowledge), yaitu kemampuan mengingat kembali apa


yang pernah didapat. Dalam hal ini menyangkut pengetahuan berupa :

Hal-hal khusus, simbolisasi dari suatu yang konkrit

Istilah, simbol yang telah diketahui umum

Fakta khusus, seperti nama, tanggal, dsb.

Cara atau alat

Konvensi-konvensi

Kecenderungan dan urutan

Klasifikasi dan katagori

Tolok ukur / standar

Metodologi

Hal-hal umum berupa abstrak di lapangan

Prinsip-prinsip dan generalisasi


Teori-teori dan struktur

Pemahaman (Comprehension), pengertian terhadap sesuatu beserta


konsekuensinya. Kemampuan ini menyangkut :

Penerjemahan, yaitu verbalisasi atau sebaliknya

Penafsiran, keterangan tentang sesuatu.

Ekstrapolasi, yaitu pengertian tentang kecenderungan, implikasi, akibat,


pengaruh dan sebagainya.

Aplikasi (Application), yaitu penggunaan abstraksi dalam situasi khusus dan


konkrit.

Analisa (Analysis), yaitu pemecahan suatu ide ke dalam unsur-unsur atau


bagian-bagian sedemikian rupa sehingga hirarki dan hubungan ide menjadi
jelas. Terdiri dari :

Analisa unsur-unsur.

Analisis hubungan-hubungan

Analisis terhadap prinsip yang terorganisasi

Sintesis (Synthesis), yaitu memadukan bagian-bagian / unsur menjadi


keseluruhan. Di sini termasuk :

Membuat kesimpulan yang unik

Membuat suatu rencana

Menurunkan seperangkat hubungan-hubungan abstrak

Evaluasi (Evaluation), yaitu pertimbangan yang diberikan kepada nilai materi


atau metode untuk maksud tertentu. Termasuk disini adalah :

Pertimbangan terhadap ketepatan logis dan konsistensi.

Pertimbangan dengan tolok ukur eksternal.

DOMAIN AFEKTIF

Penerimaan (Receiving), yaitu kepekaan terhadap rangsangan atau


fenomena tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah :

Keasaran (Awareness)
Keikhlasan menerima (Willingness to receive)

Perhatian yang terarah atau terpilih (controlling or selected attention)

Penanggapan (Responding), yaitu dorongan untuk memberikan tanggapan


kepada suatu fenomena atau rangsangan. Termasuk dalam hal ini adalah :

Izin untuk merespon (acquscence in responding)

Keikhlasan untuk merespon (willingness to response)

Kepuasan di dalam merespon (satisfaction in response)

Penghargaan (Valuing), rasa hormat kepada suatu fenomena atau nilai


tertentu. Termasuk di sini adalah :

Penerimaan terhadap nilai (acceptance of value)

Preferensi nilai (preference of value)

Keterlibatan (commitment)

Pengaturan (Organizing), yaitu penentuan hubungan antara nilai-nilai atau


sikap-sikap dalam suatu situasi. Termasuk dalam hal ini adalah :

Konseptualisasi nilai (conceptualization of value).

Organisasi nilai (organization of value system).

Karakterisasi nilai atau seperangkat nilai (characterization by Value or Value


Complex), yaitu proses apresiasi dan internalisasi nilai. Hal ini meliputi :

Himpunan yang tergeneralisasi (generalized set)

Karakterisasi (characterization)

DOMAIN PSIKOMOTOR

Gerakan refleks (Reflex Movement), yaitu gerak yang tidak terkontrol.


Termasuk di sini :

Gerakan segmental

Gerakan intersegmental

Gerakan supersegmental
Gerakan fundamental (Gross body movement), meliputi gerak fisik dasar
manusia.

Gerakan locomotor

Gerkaan non locomotor

Gerakan manipulatif

Kemampuan perseptual (perceptual skill), yaitu kemampuan tubuh untuk


berinteraksi dengan sekitar. Termasuk di sini adalah kemampuan
mendengar, melihat dan sebagainya.

Kemampuan-kemampuan fisik (physical skill), seperti kekuatan, fleksibilitas,


ketangkasan, dsb.

Keterampilan motoris (motoric skill), yaitu kemampuan tubuh untuk


mengadaptasi gerakan-gerakan dalam pola yang kompleks.

Komunikasi non verbal (non verbal communication), yaitu kemampuan


tubuh untuk melakukan gerakan non verbal.

Dengan memahami ketiga domain ini, maka kita dapat pilahkan keinginan
kita ke dalam tujuan-tujuan yang jelas. Misalnya, pada saat latihan
berpidato, barangkali akan terkait kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Tetapi kalau pada saat latihan perencana, di sana hanya terkait
kognitif saja. Ini akan memberikan gambaran tentang tingkat kompleksitas
proses yang harus dilakukan.

4. Materi Kurikulum

Materi berarti menyangkut setiap yang akan didapat oleh peserta setelah
selesai proses. Materi sama saja dengan objek langsung yang telah dibahas
pada waktu pembahasan tentang tujuan di depan. Karena itu, untuk suatu
tujuan tertentu, maka materinya juga tertentu pula. Kesesuaian antara
materi dengan tujuan harus dijaga. Dengan begitu, terdapat materi yang
sifatnya kognitif, afektif dan psikomotor sesuai klasifikasi di depan.
Ada juga yang mengklasifikasikan materi kurikulum berdasarkan sifat
akuisisinya. Dengan cara seperti ini, terdapat empat jenis yaitu :

(a) Linear

Materi bersifat seperti ini jika penguasaannya membutuhkan urutan yang


pasti, tidak bisa dibalik-balik. Materi perencanaan adalah linear terhadap
pemecahan masalah. Perencanaan menjadi kacau jika tidak dilandasi oleh
pemecahan masalah. Analisis linearitas berguna untuk menemukan urutan
(sequens) dari materi.

(b) Akumulatif

Materi bersifat akumulatif jika akuisisinya tidak membutuhkan urutan.


Misalnya pada pelajaran geografi. Pengetahuan tentang Jawa adalah
relatif akumulatif terhadap pengetahuan tentang Sunda. Demikian juga
materi tentang Situasional Leadership sebenarnya akumulatif terhadap
retorika. Analisis terhadap kekumulatifan ini berguna sekali untuk
menentukan lingkup suatu materi yang sejenis (scope).

Praktikal

Materi bersifat praktikal jika untuk akuisisinya diperlukan kegiatan praktis.


Misalnya retorika. Seseorang harus melakukan proses itu jika ingin mengerti.
Demikian juga materi perencanaan tidak akan bisa dicapai tujuan skillnya
jika tanpa praktek.

Eksperiensial

Materi bersifat eksperiensial jika akuisisinya melalui proses pengalaman.


Kemampuan (bukan pengetahuan) tentang situasional leadership hanya
bisa dicapai melalui pengalaman. Untuk materi yang bersifat seperti ini tak
bisa disampaikan dalam jangka waktu terbatas sekali. Apabila kita telah
melakukan analisis terhadap sifat materi, maka kita akan dapatkan suatu
gambaran umum tentang struktur dari materi yang ingin dicapai dalam
tujuan. Untuk melakukan hal itu diperlukan penguasaan bahan yang baik
dari pembuat kurikulum. Tanpa itu, tak akan bisa dirumuskan struktur materi
kurikulum yang baik dan logis.

Keterkaitan antara materi dan tujuan adalah suatu yang natural. Dalam
kenyataannya, pada saat merumuskan tujuan, kita telah dipengaruhi oleh
struktur materi. Dan pada saat merumuskan struktur materi, kita berpedoman
pada tujuan. Hubungannya timbal balik dan tidak jelas mana yang
mendahului atas yang lain. Demikian juga keterkaitan itu akan nampak
pada jenis materi kurikulum dengan tingkat perilaku pada tujuan. Hubungan
ini akan tampak jelas pada pembahasan tentang metode.

5. Metode

Yang dimaksud dengan metode di sini adalah segenap aspek pelaksanaan


kurikulum itu. Hal ini berarti menyangkut pendekatan, metode, teknik,
langkah-langkah, peralatan, strategi dan sebagainya. Kita akan
menggunakan istilah strategi saja, karena lebih luas dan mencakup.

Banyak cara pandang terhadap strategi penyampaian atau pelaksanaan


kurikulum ini. Di sini, strategi / metode akan diklasifikasikan berdasarkan
tujuan. Berdasarkan hal ini, maka terdapat tiga jenis strategi : strategi untuk
kognitif, afektif dan psikomotor.

STRATEGI UNTUK TUJUAN KOGNITIF

Strategi kognitif ini dirumuskan berdasarkan hakekat proses berpikir itu sendiri.
Di sini dikenal dua pendekatan utama, yaitu deduktif dan induktif.

Pendekatan Deduktif

Pada pendekatan ini, peserta diajak berpikir mulai dari yang bersifat umum
menuju ke sifat khusus. Misalnya, pada masalah leadership, ditempuh
langkah-langkah sebagai berikut :

Mulai dari pengertian kepemimpinan

Sudut pandang terhadap kepemimpinan

Berbagai tipe kepemimpinan

Contoh-contoh perilaku pemimpin tipe tertentu


Dengan pendekatan ini, memakai cara apapun, langkah logiknya adalah
seperti di depan

Pendekatan Induktif

Pada pendekatan ini, pikiran peserta digiring dari fakta ke arah generalisasi
ke dalam konsep-konsep tertentu. Misalnya pada masalah kepemimpinan,
ditempuh langkah logik sebagai berikut :

Pengumpulan fakta-fakta perilaku kepemimpinan

Pengelompokan berdasarkan kriteria kemiripan tertentu

Deskripsi ciri-ciri / atribut-atribut tiap kelompok

Generalisasi ke dalam teori kepemimpinan

Dalam kenyataannya, sulit ditemukan pendekatan murni. Seringkali


digabungkan, karena materi yang terkandung juga bervariasi. Hal ini
berkatian langsung dengan taksonomi tujuan di depan. Apabila untuk tujuan
sintesis digunakan pendekatan deduktif, tentu akan didapatkan kesalahan..
Demikian juga jika untuk tujuan aplikasi dipergunakan pendekatan induktif,
akan didapatkan pembuangan waktu yang tak sembarang. Pada
umumnya, makin tinggi tingkat kognitif, pendekatannya makin ke arah
induktif.

Dalam pelaksanaannya bisa saja digunakan ceramah, diskusi, atau tanya


jawab. Itu sangat bergantung kepada ketersediaan waktu dan prasarana.
Pemilihan metode selalu bersifat kondisional. Untuk tujuan-tujuan kognitif,
sudah sangat banyak dikembangkan teknik-teknik pengajaran. Tinggal
bagaimana memanfaatkannya pada situasi yang tepat.

STRATEGI UNTUK TUJUAN AFEKTIF

Ranah ini masih jarang dijelajahi. Tetapi terdapat beberapa pendekatan


dalam penanaman nilai / afeksi ini yang cukup terkenal. Di sini disajikan tiga
pendekatan :
Insculcation, atau directed suggestion

Pada pendekatan ini, peserta disugesti / didorong terus menerus menuju ke


suatu nilai atau sikap tertentu. Seluruh situasi diatur sehingga arah sikap
adalah kepada yang diajarkan. Sebenarnya ini mirip dengan indoktrinasi.
Retorika yang diterapkan pada latihan-latihan seringkali menggunakan
pendekatan ini, dimana pemandu mengarahkan kepada suatu topik
tertentu.

Evakuasi (Evacuation)

Pada pendekatan ini, peserta dibiarkan saja mengemukakan pendapat


tentang suatu hal, sesuai denan pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki
sebelumnya. Pengungkapan-pengungkapan itu digunakan oleh guru /
pemandu untuk menemukan nilai yang terkandung. Pendekatan ini
berdasarkan anggapan bahwa apabila dibiarkan bebas, manusia akan
menuju kepada sikap atau nilai yang baik. Istilah yang cukup terkenal untuk
ini adalah citra diri. Terdapat kemiripan dengan evakuasi, dimana peserta
mengungkapkan idealisasinya masing-masing.

Value Clarification Technique (VCT)

Teknik ini mengenalkan nilai dengan cara bermacam-macam, baik


dibandingkan maupun dipertentangkan dengan nilai-nilai lain, atau
dikaitkan dengan kenyataan. Pendekatan ini menekankan kepada :

Contoh-contoh konkrit dari nilai (examplorator)

Perbandingan nilai dengan yang lain

Identifikasi nilai menjadi lebih jelas / rinci melalui proses pengenalan individu

Contoh paling nyata dari pendekatan ini adalah simulasi P4. Pada simulasi,
nilai yang terkandung diklarifikasikan sehingga nilai itu menjadi kebiasaan,
dan menyatu dalam diri individu.

Ketiga pendekatan di atas dapat dilaksanakan dengan berbagai teknik


pula, baik diskusi, ceramah, simulasi, role playing dan sebagainya. Semuanya
tergantung pada keadaan kelas itu sendiri.

STRATEGI UNTUK TUJUAN PSIKOMOTOR


Nasib domain ini memang sial. Di samping pembahasannya yang tak
sempurna, terlalu sedikit pula kajian yang telah dilakukan terhadap domain
ini, termasuk metodologi pengajarannya. Tetapi, sebenarnya untuk melatih
fisik kepada suatu keterampilan, kuncinya terletak kepada dua hal : praktek
dan pengalaman.

Praktek, berarti menjalankan gerakan-gerakan pada waktu melatihnya.


Keterampilan-keterampilan tingkat tinggi memerlukan praktek untuk
menguasainya, misalnya cara tubuh melempar cakram di dalam pelajaran
olah raga, atau gerak bibir pada saat berpidato. Untuk penguasaaannya
diperlukan praktek.

Pengalaman, artinya beberapa hanya dapat menguasainya dengan


pengalaman langsung dalam kenyataan. Misalnya untuk tujuan gerak
komunikasi non verbal, maka hanya dengan pengalaman, hal itu dapat
dilakukan.

Sebenarnya, seringkali yang dilatihkan bukanlah ranah psikomotor ini. Yang


paling banyak adalah ranah kognitif yang memerlukan kemampuan fisik.
Sebut misalnya masalah cara berdiskusi. Cara berdiskusi termasuk dalam
knowledge, tetapi hanya bisa dijalankan apabila mempunyai mulut yang
bisa berbicara. Di sini perlu dibedakan antara psikomotor dengan kognitif
yang memerlukan gerakan khusus. Karena itulah pendekatan yang sering
muncul adalah berdasarkan kognisi apa yang akan diperkenalkan, dan
bukan berdasarkan gerakan apa yang akan dilakukan.

Termasuk dalam kerangka pengertian strategi adalah bagaimana


memanfaatkan sepenuhnya sumber-sumber yang terdapat di sekitar
pendidikan. Sumber belajar itu bisa berupa media maupun peralatan yang
dipergunakan dalam pelaksanaan kurikulum. Lebih detilnya tentang
pendekatan, metode, dan media / peralatan, terdapat pada naskah
tentang perencanaan instruksional.
6. Evaluasi Kurikulum

Evaluasi adalah langkah untuk menentukan keberhasilan suatu proses


belajar mengajar, sekaligus menemukan kelemahan yang ada pada proses
tersebut untuk diperbaiki. Terdapat banyak model untuk evaluasi ini. Tetapi di
sini akan dipergunakan model CIPP dari David Stufflebeam.

Menurut model ini, yang harus dievaluasi itu ada empat macam :

Evaluasi terhadap Konteks (Context)

Yaitu penilaian terhadap keadaan yang melingkupi proses belajar mengajar.


Keadaan yang termasuk konteks adalah yang berasal dari lingkungan.

Evaluasi terhadap Masukan (Input)

Yaitu proses pengenalan terhadap keadaan peserta sebelum proses


dilakukan. Tanpa mengukur hal ini, tak akan diketahui keberhasilan suatu
proses.

Evaluasi terhadap Proses (Process)

Yaitu penilaian terhadap jalannya proses belajar mengajar, apakah berjalan


dengan baik.

Evaluasi terhadap Hasil (Product)

Yaitu penilaian terhadap berhasil tidaknya peserta mencapai tujuan yang


telah ditetapkan. Inilah yang paling terkenal.

Evaluasi jenis a dan b biasanya dilakukan dengan melihat kepada formulir


pendaftaran. Disinilah letak pentingnya formulir itu. Dengannya diketahui
posisi awal pra-proses. Sedangkan evaluasi proses dilakukan dengan meng-
observasi proses menurut kriteria-kriteria tertentu. Misalnya, perlu ditetapkan
kriteria jalannya retorika yang baik. Misalnya berdasarkan banyaknya bicara,
kualitas pembicaraan, dan sebagainya. Disini diperlukan form-form observasi
untuk tiap jenis proses belajar, atau untuk tiap bahan pelajaran / latihan.

Adapun yang terkenal dan paling penting adalah evaluasi terhadap produk
/ hasil. Karena hasil belajar adalah tujuan yang telah ditetapkan, maka
instrumennya juga ditetapkan berdasarkan domain apa yang menjadi
tujuan proses tersebut.

EVALUASI DOMAIN KOGNITIF

Evaluasi untuk domain ini dilakukan dengan mengukur tingkat kognisi /


pengetahuan dari peserta seusai kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua
tipe evaluasi kognitif :

Test :

Essay : - Terbatas / tertutup

- Umum / terbuka

Objektif : - Pilihan ganda

- Pencocokan

- Isian singkat

- Benar salah

Non Test :

Melalui observasi terhadap tindakan atau perilaku dari peserta itu

Masing-masing instrumen di atas mempunyai kelebihan dan kelemahan,


karena itu perlu dipilih sesuai dengan karakteristik materi atau sesuai dengan
tingkat kognisinya. Untuk tingkat kognisi makin meningkat, maka instrumen
yang diperlukan makin menuju essai terbuka.
EVALUASI TERHADAP DOMAIN AFEKTIF

Sangat sukar untuk mengukur atau menilai sikap dan kejiwaan seseorang.
Karena itu yang paling tradisional, evaluasi terhadap sikap dilakukan dengan
pengamatan kepada tindak-tanduk peserta seusai proses. Tetapi ini
memerlukan waktu yang lama. Karena itulah dikembangkan instrumen-
instrumen untuk mengukur sikap.

Beberapa instrumen yang banyak digunakan untuk keperluan ini adalah :

Kuesioner,

Berupa isian / pilihan terhadap alternatif, alternatif sikap tertentu. Dengan


kuesioner bisa diketahui tingkat apresiasi seseorang terhadap suatu nilai atau
fenomena tertentu

Skala Sikap

Skala sikap berupa suatu skala untuk menilai sikap seseorang terhadap suatu
nilai. Biasanya terdapat lima pilihan, yaitu setuju, sangat setuju, tidak setuju,
sangat tidak setuju, dan ragu-ragu. Contoh skala sikap adalah yang biasa
didapat pada pelajaran PSPB di sekolah.

Skala Penilaian (Rating Scale)

Instrumen ini mirip dengan skala sikap. Hanya saja sikap ditunjukkan dengan
satuan-satuan. Misalnya dengan memberikan angka 0 - 10 sebagai
pertanda tingkat sikap, misalnya kesetujuan. Bila anda melihat angket
GAMAIS tentang dunia kemahasiswaan, itu berupa skala penilaian. Skala
yang digunakan bisa juga bukan angka, melainkan lambang, atau simbol
atau kata. Misalnya Fair, Good, Poor, dan Excelent. Atau bentuk-bentuk lain.

Pengukuran terhadap sikap ini bisa saja dilakukan oleh peserta langsung,
tetapi ada juga yang bisa dilakukan oleh guru / pemandu setelah
melakukan observasi.

EVALUASI DOMAIN PSIKOMOTOR


Evaluasi terhadap kemampuan psikomotor juga sulit dilakukan dan sangat
bervariasi. Untuk mengukur refleks misalnya, adalah dengan dicoba. Untuk
mengukur kepandaian melempar cakram, adalah dengan observasi
terhadap gerakan, dan ukuran terhadap jauh lemparan. Jadi, sangat
bervariasi bergantung jenis motoriknya.

Tetapi, apabila dijelajahi, terdapat beberapa yang bisa dijadikan instrumen /


metode, yaitu :

Tes Tindakan

Di sini berarti dilakukan uji terhadap kemampuan peserta secara langsung.


Peserta diminta melakukan suatu tindakan tertentu dan dinilai hasilnya.

Observasi

Untuk keterampilan dan komunikasi nonverbal, bisa juga dilakukan dengan


observasi. Peserta melakukan suatu tindakan, lalu guru / pemandu mencatat
dan memberikan nilai. Cara memberikan nilai bisa menggunakan skala
penilaian.

Demikianlah gambaran tentang evaluasi di dalam kurikulum. Hasil evaluasi


bisa beragam, sesuai tujuan evaluasi. Bisa berupa nilai, atau bisa saja hanya
berupa keterangan-keterangan tentang keadaan proses, atau produk.

Petunjuk Praktis Merancang Kurikulum

Untuk merancang suatu kurikulum dan menyajikannya dalam suatu sajian


tertentu, maka dianjurkan langkah-langkah berikut :

Perumusan Tujuan

Di dalam merumuskan tujuan, perlu diperhatikan apa yang ingin didapat


oleh peserta seusai proses. Dalam perumusan tujuan, perlu diingat :
Tujuan adalah pada diri peserta

Tujuan berupa hasil belajar perilaku tertentu (biasanya dinyatakan dengan


infinitive / kata kerja tertentu)

Objek dari tujuan itu (berupa materinya)

Berikut ini contoh perumusan tujuan yang baik :

"Peserta memahami konsep situasional leadership dan mampu


memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari".

Tujuan yang dirumuskan di dalam kurikulum adalah tujuan umum yang tidak
bisa langsung dilakukan pengamatan atau pengukuran.

Perumusan Materi

Dalam menyusun materi perlu diperhatikan dua hal : scope dan sequence-
nya. Artinya materi dibatasi pada masalah tertentu dan diurutkan sesuai
jalan logiknya. Materi ini di samping dituliskan strukturnya, perlu juga
diberikan uraian singkatnya.

Perumusan Metode dan Strategi

Metode atau strategi yang dipilih dirincikan. Untuk suatu tujuan atau materi
tertentu bisa saja digunakan beberapa metode, demikian juga sebaliknya.

Penentuan alat evaluasi yang diperlukan

Penyajian kurikulum tersebut dalam bentuk tertentu. Sebaiknya


menggunakan format kolom yang boleh dikatakan sebagai standar

Fotmatnya adalah sebagai berikut :

No Tujuan Materi Uraian Waktu Metode Evaluasi Referensi


Apabila anda telah memasukkan hasil desain anda ke dalam format di
depan, maka selesailah sudah langkah pembuatan kurikulum. Tetapi,
sesudah itu, untuk apa kurikulum tersebut ? Adalah sebagai pedoman ketika
menjalankan proses belajar mengajar. Kurikulum itu masih perlu dirinci ke
dalam satuan kegiatan instruksional. Tulisan lengkap tentang hal itu pada
naskah lain.

A. SISTEM SATUAN KREDIT SEMESTER (SKS)


Kegiatan Pendidikan dilaksanakan dengan sistem kredit semester (SKS) dan
waktu penyelenggaraannya diatur dengan sistem kredit semester yaitu
perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan program pendidikan
menggunakan satuan kredit semester (SKS) sebagai tolok ukur beban
pendidikan, terutama yang menyangkut beban studi Mahasiswa.
1. Pengertian dan Tujuan Sistem Kredit Semester (SKS)
Sistem kredit Semester (SKS) adalah suatu sistem penyelenggaraan
pendidikan dengan menggunakan satuan kredit untuk menyatakan beban
studi mahasiswa, beban kerja dosen, pengalaman belajar, dan beban
penyelenggaraan program. Mahasiswa mempunyai perbedaan minat,
bakat, dan kemampuan yang berlainan. Oleh karena itu setiap mahasiswa
mempunyai cara dan waktu untuk menyelesaikan beban studi yang
diwajibkan serta komposisi kegiatan studinya tidak harus sama, meskipun
mereka duduk dalam jenjang pendidikan yang sama.

Pada dasarnya tujuan pokok penggunaan sistem kredit Semester (SKS)


adalah sbb:
a. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang cakap dan giat
belajar agar dapat menyelesaikan studi dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya.
b. Memberikan kesempatan kepada para mahasiswa agar dapat mengikuti
kegiatan pendidikan yang sesuai dengan minat, bakat, dan
kemampuannya.
c. Mempermudah sistem evaluasi kecakapan mahasiswa.

2. Satuan Kredit Semester (SKS)


Beban pendidikan yang menyangkut beban studi mahasiswa dan beban
mengajar bagi dosen memerlukan ukuran. Ukuran ini dinyatakan atau diukur
dalam satuan kredit semester (SKS). UIN Suska Riau menganut sistem
semester, sehingga satuan kreditnya disebut satuan kredit semester disingkat
SKS. Satuan kredit semester adalah takaran penghargaan terhadap
pengalaman belajar, yang diperoleh selama satu semester. Satuan kredit
semester ini perlu ditentukan untuk setiap kegiatan pendidikan seperti kuliah,
praktikum laboratorium, praktikum lapangan, seminar, skripsi, dan kegiatan
lainnya. Jumlah SKS untuk masing-masing kegiatan pendidikan ditentukan
oleh banyaknya jam yang digunakan untuk kegiatan itu.
a. Satuan Kredit Semester (SKS) untuk Kuliah teori.
Untuk kegiatan kuliah, satu SKS adalah kegiatan perkuliahan selama tiga jam
dalam seminggu. Satu jam SKS setara dengan 50 menit. Dalam satu semester
ada 16 minggu, sehingga satu SKS sama dengan kegiatan pendidikan
selama 48 jam (48 x 50 menit) dalam satu semester.
Untuk mahasiswa, tiga jam kegiatan pendidikan dalam seminggu terdiri Atas
:
1) Satu jam kuliah, yaitu tatap muka terjadwal dengan dosen, ditambah,
2) Satu jam kegiatan terstruktur, yaitu kegiatan yang direncanakan oleh
dosen tetapi tidak terjadwal, misal pekerjaan rumah, penulisan karangan
ilmiah dan sebagainya, dan
3) Satu jam kegiatan mandiri mahasiswa.
Untuk dosen, tiga jam tersebut terdiri atas:
1) Satu jam kuliah, yaitu tatap muka yang terjadwal dengan mahasiswa,
2) Satu jam untuk perencanaan kegiatan terstruktur dan evaluasi, dan
3) Satu jam yang lain untuk pengembangan materi subyek.
b. Satuan Kredit Semester (SKS) Untuk Kuliah Praktikum di Laboratorium
Perhitungan untuk beban pendidikan yang menyangkut kemampuan
psikomotorik dan kegiatan fisik, yang lazimnya dilakukan dalam kegiatan
praktikum laboratorium, pada dasarnya sama dengan perhitungan untuk
kegiatan kuliah. Perbedaannya ialah, satu jam kuliah dianggap mempunyai
beban yang setara dengan kegiatan fisik atau psikomotorik 2-3 jam (100-150
menit). Dengan demikian maka 1 SKS kegiatan ini sama dengan 2-3 jam
kegiatan fisik atau psikomotorik ditambah 1 jam kegiatan terstruktur (misalnya
untuk pembuatan laporan) dan 1 jam untuk kegiatan mandiri. Jumlah
keseluruhannya adalah 4-5 jam seminggu atau 64-80 jam dalam satu
semester. Apabila suatu kuliah disertai dengan praktikum laboratorium, maka
kegiatan kuliah dan praktikum laboratorium ini disusun sesuai dengan jumlah
SKS masing-masing.
c. SKS untuk Praktikum Lapangan

Bagi saya pribadi, saya juga mengalami konversi ini, hanya aja
pengkonversiannya dilakukan oleh universitas, jadi saya tidak tahu-menahu
mengenai rumusnya.

Nah, berdasarkan informasi dari salah seorang teman alumni EM, dia
menggunakan rumus berikut:
1 SKS ( di Indonesia) = 36 jam studi per semester (12x pertemuan @ 3 jam)

1 ECTS (di Eropa) = 25 jam studi (10x pertemuan @ 2.5 jam)

Jadi, kalau anda lulus S1 dengan 144 SKS, bila diconvert ke ECTS,
hitungannya adalah:

36 / 25 * 144 = 207 ECTS

Penjaminan Mutu

Kantor Jaminan Mutu Universitas Gadjah Mada (selanjutnya disingkat KJM-


UGM) didirikan pada tanggal 27 November 2001 sesuai dengan SK Rektor
nomor 123/P/SK/Set.R/2001. KJM-UGM sesuai dengan SK pendiriannya
mengemban tugas untuk melakukan:

Perencanaan dan pelaksanaan sistem jaminan mutu secara keseluruhan di


Universitas Gadjah Mada

Pembuatan perangkat yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan sistem


jaminan mutu

Pemantauan pelaksanaan sistem jaminan mutu

Auditing dan evaluasi pelaksanaan jaminan mutu

Pelaporan secara berkala pelaksanaan sistem jaminan mutu di Universitas


Gadjah Mada kepada Rektor.

Pendirian KJM-UGM diawali dengan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan


peningkatan mutu pembelajaran, antara lain Teaching Improvement
Workshop (TIW) 2001 Fakultas Teknik, Akta-5,Applied Aproach, dan PEKERTI.
Selain itu, sejak tahun 1999 sampai sekarang UGM menjadi anggota aktif
dalam ASEAN University Network on Higher Education for Quality
Assurance (AUN-QA). Pengalaman bekerja sama dengan AUN-QA
dan European Community dalam AUN Program, serta Quality for
Undergraduate Education Project (QUE-Project, 1998-2005) telah melahirkan
Kantor Jaminan Mutu (KJM) pada tahun 2001.

Konsep Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT) di UGM telah


dibuat dan disosialisasikan kepada seluruh pimpinan, pengurus, dosen,
mahasiswa, dan tenaga kependidikan di tingkat universitas dan fakultas
pada tahun 2002. Dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan sosialisasi konsep
SPM-PT disusunlah dokumen akademik (yang berupa kebijakan akademik,
standar akademik, dan draf peraturan akademik) dan dokumen mutu (yang
berupa manual mutu dan prosedur mutu) di tingkat universitas dan fakultas,
serta spesifikasi dan kompetensi lulusan di tingkat program studi. Keberhasilan
penyusunan dokumen tersebut karena adanya komitmen yang sangat kuat
dari Pimpinan UGM, dandukungan tenaga dari para auditor internal UGM
(yang telah mengikuti pelatihan SPM-PT

dan Audit Mutu Akademik Internal (AMAI) UGM). Para auditor internal
tersebut sekaligus menjadi motor penggerak pembentukan organisasi
pelaksana SPM-PT UGM di seluruh fakultas di lingkungan UGM.

Anda mungkin juga menyukai