Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus
ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan
dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka
kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa
neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan
biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik.

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan
penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan
lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.

Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal di dunia pada bulan pertama kehidupan
dan dua pertiganya meninggal pada minggu pertama. Penyebab utama kematian pada minggu
pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti BBLR, asfiksia
neonatorium, hipotermia, ikterus, perdarahan tali pusat. Kurang lebih 98% kematian ini terjadi di
negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pencegahan dini dan
pengobatan yang tepat (Kusmiyati, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan ikterus ?


2. Apa yang dimaksud dengan perdarahan tali pusat ?
3. Apa yang dimaksud dengan kejang ?

1.3 Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui definisi dari ikterus.


2. Mengetahui definisi dari perdarahan tali pusat.
3. Mengetahui definisi tentang kejang.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Memberi Asuhan Pada Bayi Dengan Resiko Tinggi dan Penatalaksanaannya

2.1.1 Ikterus

A. Pengertian Ikterus

Ikterus adalah keadaan transisional normal yang mempengaruhi hingga 50 % bayi aterm
yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak terkongjugasi dan ikterus pada
hari ketiga. (Myles,2009).

B. Klasifikasi Ikterus

1. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ketiga lalu menghilang
setelah sepuluh hari atau pada akhir minggu kedua.
Tidak mempunyai dasar patologi
Kadarnya tidak melebihi kadar yang membahayakan
Tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus
Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
Sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah

Ikterus dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan


selanjutnya tidak ditemukan dasar patologis dan tidak mempunyai potensiberkembang
menjadi kern iktrus. Kern iktrus adalah suatu kerusakan otak akibatpelengketan
bilirubinindirek pada otak.(Sarwono, 2008)

2. Ikterus Patologis

Ikterus patologis adalah suatu keadaan dimanakadar bilirubin dalam darah suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan,
dan 15 mg% pada bayi kurang bulan.

Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama

Ikterus dengan kadar bilirubin >12,5 mg% pada neonatus cukup bulan atau >10
mg% pada neonatus kurang bulan
Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin >5mg% per hari
C. Tanda dan Gejala

Gejala utamanya adalah kuning pada kulit, sclera dan mukosa.disamping itu ada pula disertai
gejala-gejala :

Dehidrasi, asupan kalori yang tidak adekuat


Pucat, sering berkaitan dengan anemia hemolitik (misalnya ketidakcocokan golongan
darah ABO, rhesus, defesiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular
Trauma lahir, Bruising, cefal hematoma
Pletorik (penumpukkan darah). Polisitemia yang dapat disebabkan oleh keterlambatan
memotong tali pusat
Letargik dan gejala sepsis lainnya
Petekiae(bintik merah pada kulit). Sering dikaitkan kepada infeksi congenital

D. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi barulahir, karena Hemolisis
yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.

Produksi bilirubin serum yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh,
AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.

Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting
dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.Bilirubin


dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan
albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.

Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau
kerusakan sel liver). Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

E. Penatalaksanaan

Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan ikterik patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada
bilirubin dan beliverdin. Walaupun ahaya biru memberikan panjang gelombang yang
tepat untuk fotoaktivasi bilirubin bebas, ahaya hijau memperngaruhi lotoreaksi
bilirubin yang terikat albumin.
Cahaya menyebabkan reaksi lolokimia dalam kulit(fotoisomerisasi) yang
mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang mana diekresikan
dalam hati kemudian ke empedu. Kemudian produk akhir reaksi adalah reversible dan
diekresikan kedalam empedu tanpa perlukonjugas.

Tranfusi tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani denga fototerapi.

2.1.2 Perdarahan Tali Pusat

A. Pengertian Perdarahan Tali Pusat

Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai
akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan
trombus normal.

Yaitu adanya cairan(darah) yang keluar di sekitar tali pusat bayi. Akibat dari trauma
pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal.
Tetapi merupakan hal yang normal apabila pendarahan yang terjadi disekitar tali pusat dalam
jumlah yang sedikit. Dimana, pendarahan tidak melebihi luasan uang logam dan akan berhenti
melalui penekanan yang halus selama 5 menit. Selain itu perdarahan pada tali pusat juga bisa
sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.

B. Faktor penyebab perdarahan tali pusat

Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilkus, robekan pembuluh darah,
placenta previa, dan abrupsio placenta.

1) Robekan umbilicus
Normal,terjadi karena :
Partus presipitatus
Adanya trauma ataulilitan tali pusat
Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada
saat persalianan.
Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding
umbilikus atau plasenta sewaktu SC.

Abnormal,terjadi karena :
Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah, namun
perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat berbahaya
bagi bayi dan dapat menimbulkan kematian pada bayi.
Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecah
Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran pembuluh darah
setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran
dinding pembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah menyebabkan pembuluh
darah rapuh dan mudah pecah.

2) Robekan pembuluh darah


Pada kasus robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya
dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomi pembuluh darah seperti berikut ini :
Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada
perlindungan jely Wharton
Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada
tempat percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam
placenta tidak ada proteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat
pada kehamilan ganda
Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang menghubungkan
masing-masing lobus dengan jaringan placenta karena bagian tersebut sangat rapuh
dan mudah pecah.

3) Perdarahan akibat plasenta previa dan abrupsio plasenta


Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta dapat membahayakan
bayi. Pada kasus plasenta previa cenderung mengakibatkan anemia,sedangkan pada kasus
abrutio plasenta lebih sering mengakibatkan kematian intra uterin karena dapat
mengakibatkan anoreksia. Pengamatan pada plasenta dengan teliti untuk menentukan
adanya perdarahan bayi baru lahir. Pada bayi baru lahir dengan kelainan placenta previa
atau dengan SC apabila diperlukan dapat lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala.

C. Gejala perdarahan tali pusat

1) Ikatan tali pusat lepas atau klem tali pusat tapi masih menempel pada tali pusat

2) Kulit di sekitar tali pusat memerah dan lecet

3) Adanya cairan yang keluar pada tali pusat,dan cairan tersebut bisa berwarna
kuning,hijau,atau darah.

4) Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat

D. Upaya pencegahan perdarahan tali pusat


1) Pada perdarahan umbilikus akibat ikatan yang longgar, dapat di kencangkan kembali
pengikat tali pusat. Perdarahan juga dapat disebabkan oleh repitan atau tarifan dari kiem.
Jika perdarahan tidak berhenti setelah 15-20 menit maka tali pusatnya harus segera di
lakukan beberapa jahitan pada luka bekas pemotongan tersebut.

2) Perdarahan umbilikus akibat robekan umbilikus harus segera di jahit. Kemudian segera
lakukan rujukan untuk mengetahui apakah ada kelainan lain seperti kelainan anatomik
pembuluh darah sehingga dapat segera di lakukan tindakan oleh dokter atau rumah sakit.

3) Perdarahan pada abrupsio plasenta, plasenta previa dan kelainan lainnya, bidan harus
segera merujuk. Bahkan rujukan lebih baik segera di lakukan jika kelainan tersebut sudah
di ketahui sebelum bayi lahir sehingga dapat di lakukan tindakan sesegera mungkin untuk
membuat peluang bayi lahir hidup lebih besar.

E. Penatalaksanaan Perdarahan Tali Pusat

1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi.

2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi pada tali pusat.

Jaga agar tetap kering


Kenakan popok di bawah tali pusat
Biarkan tali pusat terbuka,tidak tertutup pakaian bayi sesering mungkin
Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan sekali disetiap mengganti popok bayi.
Gunakan kassa atau cotton bud untuk membersihkannya.
Angkat tali pusat dan dan bersihkan tepat pada area bertemunya pangkal tali pusat dan
tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan menyakiti bayi
Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadinya perdarahan. Karena tali pusat akan
terlepas sendiri dalam waktu 1-2 minggu. Tapi yang perlu diingat adalah jangan
menarik tali pusat walaupun sudah terlepas setengah atau sebagian.
Hindari penggunaan bedak atau lotion pada area sekitar tali pusat.

F. Kondisi atau tanda-tanda bayi yang harus dirujuk

Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan
rujukan. Hal ini dilakukan bila terjadi gejala berikut:

a) Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu

b) Klem pada pangkal tali pusat terlepas

c) Timbul garis merah pada kulitdi sekitar tali pusat

d) Bayi demam
e) Adanya pembengkakan atau kemerahan pada sekitar tali pusat

f) Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat

g) Timbul bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar tali pusat

h) Terjadi perdarahan yang berlebihan pada tali pusat,dan perdarahan melebihi luasan uang
logam

i) Perdarahan pada tali pusat tidak berhentiwalaupun dudah di dep/ditekan.

2.1.3 Kejang

A. Pengertian kejang

Kejang adalah kelainan sistem saraf pusat yang terjadi secara mendadak dengan
manifestasi klinik kehilangan koordinasi neuromotorik.

Kejang pada bayi baru lahir adalah kejang yang timbul dalam masa neonatus atau dalam
38 hari sesudah lahir. Kejang ini merupakan tanda penting akan adanya penyakit lain sebagai
penyebab kejang, yang dapat menyebabkan gejala sisa yang menetap di kemudian hari. Bila
penyebabnya diketahui, penyakit ini harus segera diobati. Kejang nenonatus tidak sama dengan
kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi klonik cenderung tidak terjadi selama umur
bulan pertama. Proses penyembuhan akson dan tonjolan dendrit juga mielinisasi tidak sempurna
pada otak neonatus.

B. Etiologi

Komplikasi perinatal
Hipoksi-iskhemik ensefalopati. Biasanya kejang timbul pada 24 jam pertama kelahiran.
Trauma susunan saraf pusat. Dapat terjadi pada persalinan presentasi bokong, ekstraksi
cunam atau ekstraksi vakum berat
Perdarahan intrakranial.
Kelainan metabolism
Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesemia
Hiponatremia
Hipernatremia
Hiperbilirubinemia
Ketergantungan pridoksi
Kelainan metabolisme asam amino
Infeksi
Dapat disebabkan bakteri dan virus termasuk TORCH
Ketergantungan obat
Polisitemia
Penyebab yang tidka diketahui (3-25%)

C. Klasifikasi Kejang

1) Subtle

Merupakan tipe kejang tersering yang terjadi pada bayi kurang bulan. Bentuk kejang ini
hamper tidak terlihat, biasanya berupa pergerakkan muka, mulut, atau lidah berupa
menyeringai, terkejat-kejat, mengisap, menguyang, menelan, atau menguap. Manifestasi
kejang subtle pada mata adalah pergerakkan bola mata berkedip-kedip, deviasi bola mata
horizontal dan pergerakkan bola mata yang cepat (nystagmus jerk). Pada anggota gerak
didapatkan pergerakkan mengayuh atau seperti berenang. Manifestasi pada pernapasan
biasanya berupa apnea.

2) Klonik

Bentuk klinis kejang klonik berlangsung 1-3 detik, tidak disertai gangguan kesadaran.
Bentuk kejang ini di akibatkan trauma fokal pada kontusio cerebri pada bayi besar atau bayi
cukup bulan, atau pada kelainan ensefalopati metabolik.

4) Tonik

Kejang tonik biasa didapatkan pada bayi berat lahir rendah dengan masa kehamilan
kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal berat seperti perdarahan
intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini yaitu pergerakkan tungkai yang menyerupai sikap
deseberasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi

5) Mioklonik

Manifestasi klinis kejang mioklonik yang terlihat adalah gerakan ekstensi atau fleksi dari
lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadi dengan cepat. Gerakan tersebut
seperti gerak refleks Moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat
yang luas dan hebat, seperti pada bayi baru lahir yang dilahirkan dari ibu kecanduan obat.

D. Penanganan

Prinsip dasar mengatasi kejang pada bayi baru lahir sebagai berikut:

1. Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang. (misalnya Diazepam,


Fenobarbital, Fenitoin/Dilantin)
2. Menjaga jalan nafas tetap bebas. (perhatikan ABCD resusitasi)
3. Mencari faktor penyebab kejang. (perhatikan riwayat kehamilan, persalinan dan
kelahiran, kelainan fisik ditemukan, bentuk kejang, dan hasil laboratorium)
4. Mengobati penyebab kejang. (mengobati hipoglikemia, hipokalsemia, dan lain-lain)

Obat anti kejang

Diazepam
Dosis 0,1-0,3 mg/kgbb IV, disuntikkan perlahan-lahan sampai kejang berhenti.
Dapat diulangi pada kejang berulang, tetapi tidak dianjurkan untuk digunakan pada dosis
pemeliharaan.
Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kgbb IV disuntikkan perlahan-lahan selama beberapa menit.
Apabila kejang berlanjut, Fenobarbital dapat diulangi dengan dosis maksimal 20
mg/kgbb. Dosis pemeliharaan ialah 5-8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis.
Fenitoin (Dilantin)
Dosis 5-10 mg/kgbb IV disuntikkan dalam 5-10 menit. Dapat diulangi lagi 5-10
menit. Fenitoin diberikan apabila kejang tidak dapat diatasi dengan Fenobarbital dosis
10-20 mg/kgbb. Sebaiknya Fenitoin diberikan 10-15 mg/kgbb IV pada hari pertama,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4-7 mg/kgbb IV atau oral dalam 2 dosis.

E. Penanganan kejang pada bayi baru lahir

1) Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat. Pastikan bahwa bayi tidak kedinginan. Suhu
bayi dipertahankan 36.5o 37o C.
2) Jalan napasbayi dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar mulut, hidung
sampai nasofaring.
3) Bila bayi apnea, dilakukan pertolongan agar bayi bernapas lagi dengan alat bantu balon
dan sungkup, diberi O2 (oksigen) dengan kecepatan 2 liter/menit.
4) Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah perifer; di tangan, kaki, atau
kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes mellitus, dilakukan
pemasangan infus melalui vena umbilikus.
5) Bila infus sudah terpasang, diberi obat anti kejang diazepam 0,5 mg/kg suppositoria/IM
setiap 2 menit sampai kejang teratasi. Kemudian ditambah luminal (fenobarbital) 30 mg
IM/IV.
6) Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik yang ada.
7) Bila kejang sudah teratasi, diberi cairan infus Dekstrose 10% dengan kecepatan 60
ml/kgbb/hari.
8) Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari faktor penyebab kejang
(perhatikan riwayat kehamilan, persalinan, dan kelahiran):
a. apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes mellitus.
b. Apakah bayi kemungkinan prematur.
c. Apakah kemungkinan bayi mengalami aspiksia.
d. Apakah kemungkinan ibu bayi pengidap/menggunakan bahan narkotika.
9) Bila kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk mencari
faktor penyebab kejang, misalnya:
a. darah tepi,
b. elektrolit darah
c. gula darah,
d. kimia darah (kalsium, magnesium)
e. kultur darah,
f. pemeriksaan TORCH, dan lain-lain.
10) Bila ada kecurigaan kearah sepsis dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal.
11) Obat diberikan sesuai dengan penilaian ulang .
12) Apabila kejang masih berulang, diazepam dapat diberikan lagi sampai 2 kali.
a. bila kejang terus, diberi Fenitoin (dilantin) dalam dosis 15 mg/kgbb sebagai bolus IV
diteruskan dalam dosis 2 mg/kgbb IV setiap 12 jam.Untuk hipoglikemia (hasil
dextrostix/gula darah < 40 mg%) diberi infus dekstrose 10%.
b. Untuk hipokalsemia (hasil kalsium darah < 8 mg%) diberi kalsium glukonas 10% 2
ml/kgbb dalam waktu 5-10 menit.
c. Apabila belum teratasi juga, diberi Piridoksin 25-50 mg IV.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam makalah adalah sebagai berikut ;

1. Ikterus adalah keadaan transisional normal yang mempengaruhi hingga 50 % bayi aterm
yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak terkongjugasi dan ikterus
pada hari ketiga. (Myles,2009).
2. Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai
akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan
trombus normal.
3. Kejang pada bayi baru lahir adalah kejang yang timbul dalam masa neonatus atau dalam
38 hari sesudah lahir.

3.2 Saran

Diharapkan kepada semua tenaga kesehatan khususnya agar dapat mengetahui ikterus,
perdarahan pada tali pusat dan kejang, serta dapat Memberi Asuhan Pada Bayi Dengan Resiko
Tinggi dan Penatalaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai