Sifilis memiliki keterikatan yang penting untuk tim gigi dan mulut. Pertama,
sifilis dapat muncul dalam manifestasi oral, yaitu pada stadium pertama dan kedua
yang sangat menular. Kedua, penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak langsung
dengan lesi oral, air liur dan darah. Ketiga, penyakit menular seksual lainnya (seperti
gonorrhea) dapat muncul dan resiko infeksi dari human immunodeficiency virus
(HIV) dapat meningkat. Akhirnya, tim gigi dan mulut memiliki peran dalam
menentukan diagnosis yang tepat dan dini serta merujuk pasien untuk mendapatkan
penatalaksanaan yang memadai.
Pada tahun-tahun awal di abad ke-20, lesi di luar kemaluan akibat sifilis
merupakan suatu hal yang biasa dan dapat ditemukan di bagian tubuh mana pun.
Suatu ulkus yang ber-indurasi dengan limfadenopati regional harusnya mengarahkan
dokter untuk memikirkan suatu penyakit sifilis primer, dimana pun letaknya.
Pada abad sebelumnya, insidens dari suatu penyakit yang dahulu menyebar
telah menurun sampai dengan titik nadir yang dicapai pada pertengahan tahun 1980-
an. Korelasi antara penurunan insidens penyakit dan munculnya kampanye-kampanye
pencegahan HIV merupakan hal yang penting.1
Semenjak runtuhnya Uni Republik Sosialis Soviet pada tahun 1990-an, insidens
dari kasus-kasus yang dilaporkan meningkat, pertama di Eropa Timur, namun lama
kelamaan juga di Eropa Barat. Peningkatan insidens pada tahun 1990-an disebabkan
oleh seks bebas. Kebalikannya, pariwisata seks, kebebasan berjelajah, kontrasepsi-
kontrasepsi baru dan perubahan pertemuan sosial dapat berkontribusi dalam
peningkatan yang signifikan dalam infeksi-infeksi belakangan ini. HIV merupakan
penyakit yang dapat menimbulkan kematian pada tahun 1980-an; namun bagaimana
pun juga, dengan penelitian farmakologi yang terdepan, hal ini bukan lagi merupakan
perkara. Akibatnya, metode penghalang seperti kondom telah digunakan semakin
tidak konsisten, memungkinkan penyebaran dari penyakit. Ditambah lagi, kegiatan-
kegiatan yang sering disebut sebagai seks yang aman, seperti seks oral, tidak
dianggap sebagai suatu jalur penyebaran yang berkaitan untuk HIV. Akan tetapi, seks
oral merupakan penyebab utama dari manifestasi oral pada sifilis.
Pada waktu sifilis menjadi suatu penyakit yang perlu dilaporkan di Jerman pada
tahun 2001, 1.697 kasus baru telah dilaporkan dan 1.379 dari pasien yang terinfeksi
adalah laki-laki. Pada tahun 2004, jumlah infeksi baru meningkat menjadi 3.325.
Jumlah wanita yang terinfeksi pada dasarnya adalah tetap. Dari tahun 2004 hingga
tahun 2008, jumlah kasus tetap tinggi (3.000 hingga 3.500 per tahun). Pada tahun
2009, 2.716 infeksi baru telah dilaporkan.2 Data terbaru yang tersedia telah
menunjukkan peningkatan baru pada jumlah infeksi yang perlu dilaporkan. Pada
tahun 2010, 3.033 pasien dengan sifilis telah dilaporkan; 1 tahun kemudian, 3.698
infeksi telah dicatat, sesuai dengan insidens rata-rata 4.5 kasus/100.000 penduduk dan
merupakan angka tertinggi sejak pelaksanaan persyaratan pemberitahuan. Kota-kota
besar seperti Cologne, Frankfurt dan Berlin telah melaporkan insidens yang lebih
tinggi (24, 21 dan 18/100.000, berturut-turut). Pria terinfeksi 14 kali lebih banyak
dibandingkan dengan wanita. Diantara pasien-pasien tersebut yang tersedia informasi
mengenai jalur penularannya, 83,9% adalah pria yang berhubungan seksual dengan
pria.3
Popularitas dari seks oral telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir
sebagian dikarenakan hal itu seharusnya menjadi kegiatan seks yang lebih aman.
Akibatnya, lesi ekstragenital, dimana manifestasi oral merupakan yang paling sering
muncul, telah menjadi hal yang biasa.1 Oleh karena itu, dokter gigi dapat berperan
besar dalam mendeteksi penyakit tersebut.
Lima pasien yang telah dipastikan menderita sifilis telah diidentifikasi dari
tahun 2004 hingga 2011 di Departemen Kesehatan Mulut, Radiologi Gigi, dan Bedah
Mulut di Charite (Berlin, Jerman) dan Departemen Bedah Mulut dan Stomatologi di
School of Dental Medicine, University of Bern (Bern, Swiss). Sesuai dengan
Deklarasi Asosiasi Kesehatan Dunia dari Helsinki pada protokol dan etika penelitian
medis dan karena sifat retrospektif penelitian, pengecualian diberikan dari institusi
penulis dan tidak diperlukannya persetujuan formal oleh dewan peninjau institusi.
Data yang telah terkumpul merupakan anonim pada tahap pengambilan data pasien.
Laporan Kasus
Kasus 1
Dari sudut pandang klinis, hal tersebut dianggap sebagai suatu ulkus aftosa yang
berulang. Sebuah biopsi eksisi dari frenum labial bawah dilakukan dengan
menggunakan laser karbondioksida dengan pasien dibawah pengaruh anestesi lokal.
Jaringan yang telah dipotong diperiksa secara histologis setelah pewarnaan dengan
hematoxylin dan eosin. Pemeriksaan histologi menunjukkan infiltrasi oleh sel limfoid,
peningkatan sel plasma, dan beberapa pulau kecil limfoepitelial. Inflamasi yang tidak
spesifik ini menyebabkan pertanyaan berikutnya pada pasien ini, khususnya yang
berkaitan dengan riwayat perilaku seksualnya. Namun, setelah beberapa wawancara,
riwayat perilaku seksualnya masih belum jelas. Akhirnya, pasien diminta untuk
menjalani tes serologi untuk sifilis dan HIV. Hasil tes serologi menunjukkan positif
untuk sifilis (Treponema pallidum particle agglutination assay [TPPA] positif;
Venereal Disease Research Laboratory [VDRL] positif; dan enzyme-linked
immunosorbent assay positif untuk IgG dan IgM Treponema pallidum; untuk rincian
tambahan lihat bagian diskusi), dan negatif untuk HIV.
Gambar 1. Pasien 1. A, frenum labial bawah bengkak dan menunjukkan ulkus yang
berdiameter 4 sampai dengan 5 mm yang tertutup oleh fibrin. B, ulkus berbentuk
lonjong, berdiameter 10 mm, pada bagian kiri langit-langit lunak yang tertutup oleh
fibrin.
Kasus 2
Kasus 3
Pasien melaporkan lesi yang mengalir yang terdapat pada komisura sebelah
kanan setelah cedera yang disebabkan oleh perkelahian 4 minggu sebelumnya. Sesaat
sebelum munculnya perubahan ini, pasien sempat pergi ke luar negeri untuk jangka
yang lama.
Gambar 3. Pasien 3. Ulkus ber-indurasi yang tertutup fibrin pada komisura kanan
dengan pembengkakan meluas ke mukosa bukal yang menunjukkan sifilis primer.
Kasus 4
Gambar 4. A, B, Pasien 4. Plak membran mukosa dari bibir bawah dan mukosa
bukal sebagai manifestasi dari sifilis sekunder.
Kasus 5
Seorang pasien wanita berusia 60 tahun dengan lesi oral yang nyeri dirujuk ke
Departemen Bedah Mulut dan Stomatologi di University of Bern. Enam bulan
sebelumnya, ia telah meminta saran pada instalasi gawat darurat Rumah Sakit
Universitas (Inselspital) karena sakit kepala yang hebat. Diduga pansinusitis, dan
pasien diberikan terapi analgetik. Tiga bulan kemudian, pasien mengalami gejala
seperti influenza disertai dengan perubahan mukosa mulut dan alat kelaminnya.
Biopsi yang dilakukan oleh dokter kandungannya hanya menunjukkan lesi lichenoid
dari mukosa vagina.
Jika penyakit ini tidak diobati, sampai dengan 90% dari pasien dengan sifilis
primer akan berkembang menjadi stadium selanjutnya.16 Manifestasi oral yang khas
adalah plak membran mukosa, seperti yang dijelaskan pada pasien 4. Namun
demikian, lesi terkait dapat secara klinis dan secara histopathologis tidak spesifik,
seperti yang terlihat pada pasien 1, 2, dan 3, atau akan meniru lesi lain. Dalam sifilis
sekunder, manifestasi oral dapat hadir dalam satu sepertiga sampai setengah dari
keseluruhan pasien.10 Eksantema, terutama ketika mempengaruhi telapak tangan dan
telapak kaki (seperti terlihat pada pasien 4) dan limfadenopati generalisata yang
menyertai, adalah sangat mencurigakan. Sama seperti lesi pada stadium penyakit
primer, orang-orang dari sifilis sekunder yang menular. Lichen planus, lupus
erythematodes, erythroleukoplakia, dan kandidiasis perlu dipertimbangkan dalam
kemungkinan diagnosis banding untuk plak mukosa. Sebaliknya lesi tidak spesifik
harus dibedakan dari aftosa kecil, manifestasi dari herpes simplex dan zoster, lichen
planus erosif, dan ulkus yang berkaitan dengan penggunaan obat.
Sekitar sepertiga dari pasien yang terinfeksi yang tidak melakukan terapi akan
memiliki mengalami penyembuhan spontan lengkap setelah sifilis stadium kedua;
namun, dua pertiganya akan memasuki masa variabel laten dengan tidak adanya
gejala klinis. Pada fase awal laten, yang didefinisikan sebagai periode 1 tahun setelah
manifestasi eksantema terakhir, pasien tetap harus dianggap menular; ini akan
berubah pada fase akhir laten.16 Sepertiga dari pasien yang tidak diobati akan
mengembangkan sifilis tahap ketiga, dengan guma sebagai lesi karakteristik sions.16
Fokus oral dan ekstraoral necrotizing tidak menular. Di negara-negara industri, karena
sistem medis yang sangat maju, kontak dengan pasien dengan sifilis pada tahap itu
tidak memungkinkan.
Seperti ditunjukkan dalam 5 kasus kita telah disajikan, keragaman lesi oral yang
disebabkan oleh sifilis primer atau sekunder menggarisbawahi pentingnya mengambil
riwayat medis menyeluruh dari pasien dengan perubahan yang tidak spesifik pada
mukosa mulut. Perlu diingat bahwa sifilis adalah suatu peniru besar dan harus
dimasukkan ke dalam diagnosis banding setiap kasus. Secara khusus, riwayat pasien
mengenai perilaku seksual sangatlah penting. Namun, dapat dimengerti apabila pasien
melihat dokter gigi mereka tidak pada umumnya mencatatrincian mengenai kegiatan
seksual mereka pada kunjungan pertama mereka.
Pengakuan