Anda di halaman 1dari 11

askep malaria

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SEJARAH PENYAKIT MALARIA

Memasuki melenum ke 3, infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi Negara tropik/sub-
tropik dan Negara berkembang maupun Negara yang sudah maju. Malaria merupakan penyebab
kematian utama penyakit tropik diperkirakan satu juta penduduk dunia meninggal tiap tahunnya dan
terjadi kasus malaria baru 200-300 juta/tahun. Malaria berasal dari bahasa italia (mala+aria) yang
berarti udara yang jelek/salah, baru sekitar tahun 1880 Charles Louis Alphonse Laveran dapat
membuktikan bahwa malaria oleh adanya parasit didalam sel darah merah, dan kemudian Ronald
Ross membuktikan siklus hidup plasmodium dan transmisi penularannya pada nyamuk. Oleh karena
penemuannya Laveran dan Ross mendapat hadiah Nobel (Aru.W, Sudoyo. dkk: 2007).

Laporan kasus malaria yaitu adanya deman dengan splenomegali telah dituliskan dalam literature
kuno dari cina yaitu Nei Ching Canon of Medicine pada 1700 SM dan dari mesir dalam Esers Papyrus
pada tahun 1570 SM. Tahun 1948 ditemukan siklus exoeritrositer pada P. cynomolgi oleh shortt dan
Garnham; dan pada tahun 1980 Krostoki dan Garnham menemukan bentuk di jaringan yang disebut
hipnozoit yang menyebabkan terjadinya relaps (Aru.W, Sudoyo. dkk: 2007).

Pada permulaan abat ke-20 juga ditandai dengan ditemukannya pepisida untuk membunuh nyamuk
yaitu dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT) oleh Paul Muller (Swiss). Seksesnya eradikasi malaria
dalam era tahun 1960-an ternyata tidak sepenuhnya menghilangkan penyakit malaria di dunia. Di
Indonesia dengan adanya program POPEM (Komando Operasi Pembasmian Malaria), malaria hanya
dapat dikontrol untuk daerah Jawa dan Bali. Sampai sekarang masih banyak kantung-kantung
malaria khususnya daerah Indonesia kawasan Timur (Irian, Maluku, Timor Timur, NTT, Kelimantan
dan sebagian besar Sulawesi), beberapa daerah sumatera (Lampung, Riau, Bengkulu dan Sumatera
Barat dan Utara) dan sebagian kecil Jawa (Jepara, sekitar Jogya, dan Jawa Barat) (Aru.W, Sudoyo.
dkk: 2007).

Penyakit malaria, sejak tahun 1950 telah berhasil dibasmi di hampir seluruh benua Eropa dan di
daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah
besar di beberapa bagian benua Afrika dan Asia Tenggara yang pada umumnya negara berkembang
dan berada pada wilayah tropis. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan
penyebab utama kematian di negara berkembang. Diperkirakan sekitar 100 juta kasus penyakit
malaria terjadi setiap tahunnya, sekitar 1 persen diantaranya berakibat fatal berupa kematian
(Kompasiana Kesehatan, 2011).

Sejarah penanganan penyakit malaria, sejak tahun 1638 telah diatasi dengan getah dari batang
pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina. Kina mampu menekan pertumbuhan
protozoa dalam jaringan darah meski merupakan tumbuhan beracun. Pada tahun 1930, ahli obat-
obatan Jerman berhasil menemukan Atabrine (quinacrine hydrocloride) yang kadar racunnya lebih
rendah, sehingga dianggap lebih efektif daripada quinine. Sejak akhir perang dunia kedua (sekitar
tahun 1945), dibandingkan dengan Atabrine atau quinine, klorokuin dianggap lebih mampu
menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga dianggap lebih efektif dalam
menekan jenis-jenis malaria. Obat tersebut (klorokuin) juga mengandung kadar racun paling rendah
daripada obat-obatan lain yang terdahulu (Atabrine dan quinine ) serta terbukti efektif karena tidak
perlu digunakan secara terus menerus (Kompasiana Kesehatan, 2011).

Namun perkembangan terbaru memperlihatkan adanya strain yang memiliki daya tahan terhadap
klorokuin serta obat anti malaria sintetik lain dari strain Plasmodium falciparum, organisme yang
menyebabkan malaria tropika. Strain jenis ini ditemukan terutama di wilayah Asia Tenggara
(Vietnam dan Malaysia), Amerika Selatan dan Afrika. Strain plasmodium falciparum juga kebal
terhadap obat-obatan dari getah batang pohon kina. Akibat munculnya strain parasit yang kebal
terhadap obat-obatan tersebut terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa
negara tropis. Fakta lain juga membuktikan jenis nyamuk pembawa malaria (anopheles) telah
memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT.

Saat ini penggunaan Mefloquine telah terbukti efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap
klorokuin. Penggunaan Mefloquine bisa sebagai pengobatan dan sebagai pencegahan, sementara
proguanil digunakan hanya sebagai pencegahan. Para ahli juga sedang meneliti efek samping yang
merugikan dari penggunaan Mefloquine. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine
digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria yang telah kebal terhadap
klorokuin.

B. PENGERTIAN MALARIA

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang di sebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit
dan di tandai dengan di temukanya bentuk aseksual di

dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan
splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa
komplikasi sistemik yang di kenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai
malaria ialah infeksi bebesiosa yang menyebabkan babesiosis. Ada empat type plasmodium parasit
yang dapat meng-infeksi manusia, namun yang seringkali ditemui pada kasus penyakit malaria
adalah Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax. Lainnya adalah Plasmodium ovale dan
Plasmodium malariae (Aru.W. Sudoyo dkk: 2007).

C. ETIOLOGI/PENYEBAB

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium yang terdiri dari 4 spesies yaitu plasmodium vivax
penyebab penyakit malaria tersiana, plasmodium falciparum penyebab penyakit malaria tropika,
plasmodium malariae penyebab penyakit malariae quartana, dan plasmodium ovale penyebab
penyakit malaria ovale yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan
burung, reptile dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari family plasmodidae. Plasmodium ini
pada manusia menginfeksi eritrosit(sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan
hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tuuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara
keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 jenis burung dan reptile
dan 22 pada binatang primate (Arif Mansjoer, dkk: 2001).

D. PATOFISIOLOGI

Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual dan fase
seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk anopheles dan fase aseksual(skizogoni) dalam
badan hospes vertebra termasuk manusia.

a. Fase aseksual

fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam
aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan
merozoit proses ini di sebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini berbeda untuk setiap tipe. Pada ahir
fase, skizon pecah dn merozoit keluar dan masuk aliran darah, di sebut sporulasi. Pada plasmodium
vivax dan plasmodium ovale, sebagian sporozoit membentuk hiponozoit dalam hati sehingga dapat
mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens.

b. Fase aseksual

Parasit seksual masuk dalam lambing betina nyamuk. Bentuk ini mengalami

pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang

di sebut zigot(Ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk

dan menjadi ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit di lepaskan dan mencapai kelenjar liur
nyamuk.

E. GEJALA DAN TANDA

Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) gejala dan tanda yang dapat di temukan pada penyakit malaria
adalah :

a. Demam
Demam periodic yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang(sporulasi). Pada malaria
tertian (plasmodium vivax dan plasmodium.

b. Splenomegali

Splenomegali merupakan gejala khas malaria yang kronik. Limpa mengalami kongestik menghitam
dan menjadi keras karena timbunan pigmen erirtrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.

c. Anemia

Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab yang paling berat adalah anemia karena
plasmodium falciparum. Anemia di sebabkan oleh :

1. Penghancuran eritrosit yang berlebihan.

2. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time)

3. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang


(diseritropoesis)

d. Ikterus

Ikterus di sebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.

F. PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN MALARIA

Yaitu penyakit atau keadaan klinik yang sering dijumpai pada daerah endemik malaria yang ada
hubungannya dengan infeksi parasit malaria yaitu Sindrom Splenomegali Tropik (SST),Sindroma
Nefrotik (NS) dan Burkit Limfoma (BL), (Aru.W. Sudoyo dkk: 2007).

1. Sindroma Splenomegali Tropik (SST)

SST sering dijumpai dinegara tropic yang penyebabnya antara lain malaria,kala-
azar,schistosomiasis,disebut juga Hyperreactive Malarial Splenomegaly (Big Spleen Disease) SST
berbeda dengan splenomegali karena malaria.

2. Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik (SN) dengan ganbaran karakteristik berupa albuminuria, hipoalbumin, edema dan
hiperkolesterolemia, dapat terjadi pada penderita anak-anak dengan infeksi plasmodium malariae.

3. Burkitts Limfoma (BL)

Pada daerah hiper atau holo-endemik malaria sering di jumpai burkitts limfoma yaitu merupakan
tumor limfosit B. Terjadinya tumor ini belum diketahui, diduga gangguan pada sel-sel
penolong/supresi T dipengaruhi oleh P.

4. Malaria Oleh Karena Trasfusi Darah


Malaria karena transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria cukup sering terutama pada
daerah yang menggunakan donor komersial.

G. PATOLOGI

Studi patologi malaria hanya dapat dilakukan pada malaria falsiparum karena kematian biasanya
disebabkan oleh P.falciparum. Selain perubahahan jaringan dalam patologi malaria yang penting
ialah keadaan mikro-vaskuler dimana parasit malaria berada. Beberapa organ yang terlibat antara
lain otak, jantung, paru, hati, limfa, ginjal, usus, dan sumsum tulang. Pada otopsi dijumpai otak yang
membengkak dengan perdarahan petekie yang mutipel pada jaringan putih (white marrer)
Perdarahan jarang pada subtansi abu-abu. Tidak dijumpai herniasi. Hampir seluruh kapiler dan vena
penuh dengan parasit. Pada jantung dan paru selain sekuestrasi, jantung relatif normal, bila anemia
tampak pucat dan latasi. Pada paru di jumpai gambaran edema paru, pembentukan hialin, adanya
aggregasi leukosit. Pada ginjal tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler
glomerulus, proliferasi sel mesangial dan endotel. Pada pemeriksaan imunofluorensen dijumpai
deposisi imonoglobin pada mambran basal kapiler glomerulus. Pada saluran cerna bagian atas dapat
terjadi perdarahan karena erosi, selain sekuenstrasi juga di jumpai iskemia yang menyebabkan nyeri
perut. Pada sumsum tulang belakang dijumpai dyserthropoises, makrofag mengandung banyak
pigmen, dan erythrophagocytosis (Aru.W, Sudoyo dkk: 2007).

H. JENIS-JENIS MALARIA

Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya
antara lain sebagai berikut :

1. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)

Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan
panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi.
Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh
Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter
eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti
(DoubleChromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:

Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum
sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan
untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik
lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria
Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).

2. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)


Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan
sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai
hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae
mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat
mirip dengan Plasmodium vivax

tetapi lebih kecil.

Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung,
mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi
seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan
edema, asites, proteinuria,

hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

3. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)

Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya
mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai
untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau
ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria
disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4
tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan
terjadi pada malam hari.

4. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)

Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih
besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan
maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen
kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris,
pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan
mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam. Dari semua jenis
malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria
yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang
banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi pada penyakit malaria menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) adalah :

1. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan
dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala
permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan
kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.

2. Anemia berat

Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak > 3 mg/ dl. Seringkali
penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan
adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai
akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.

3. Edema paru

Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan
meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan
oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

J. CARA PENULARAN PENYAKIT MALARIA

1. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk
anopheles. Bila nyamuk anopheles mengigit orng yang sakit malaria, maka parasit akan ikut terhisap
bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembang biak. Sesudah 7-14
hari apabila nyamuk tersebut mengigit orang sehat, maka parasit tersebut akan di tularkan ke orang
tersebut. Di dalam tubuh manusia parasit akan berkembang biak, menyerang sel-sel darah merah.
Dalam wktu kurang lebih 12 hari, orang tersebut akan sakit malaria (Sudoyo, Aru.W. dkk: 2007).

2. Penularan yang tidak alamiah.

a. Malaria bawaan (congenital).

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui
tali pusat atau plasenta.

b. Secara mekanik.

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik
yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di
Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena
dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat
suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).

c. Secara oral (Melalui Mulut).

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection)
dan monyet (P.Knowlesi).
Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria
baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Masa inkubasi ini bervariasi antara 9 -30 hari
tergantung pada species parasit, paling pendek pada plasmodium Falciparum dan paling panjang
pada plasmodium malaria. Masa inkubasi ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang
pernah didapat sebelumnya dan tingkat imunitas penderita (Aru.W, Sudoyo dkk: 2007).

Cara penularan, apakah secara alamiah atau bukan alamiah, juga mempengaruhi. Penularan bukan
alamiah seperti penularan malalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah parasit
yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas penerima arah. Secara umum dapat dikatakan
bahwa masa inkubasi bagi plasmodium falciparum adalah 10 hari setelah transfusi, plasmodium
vivax setelah 16 hari (Aru.W, Sudoyo dkk: 2007).

K. PENCEGAHAN DAN VAKSIN MALARIA

Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun, khususnya pada
turis nasional maupun internasional. Kemo-profilaktis yang dianjurkan ternyata tidak memberikan
perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan
tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara:

1. Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida : pemethrin
atau delthamethhrin).

2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk: gosok, spray, asap, elektrik.

3. Mencegah berada di alam bebas di mana nyamuk sapat menggigit atau harus memakai
pelindung.

4. Melindungi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.

Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan ialah
banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain pada masing-masing bentuk stadium pada
daur.

Plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah p.falciparum sekarang baru ditujukan pada
pembuatan vaksin untuk proteksi terhadap p.falciparum. pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang di
kembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra-hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan
vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit. Vaksin bentuk aseksual yang pernah
dicoba ialah SPF-66 atau yang dikenal sebagai vaksin patarroyo, yang pada penelitian akhir-akhir ini
tidak dppat dibuktikan manfaatnya (Aru.W, Sudoyo dkk: 2007).

L. PENATALAKSANAAN

Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain:

1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit praeretrosit, yaitu proguanil, primetamin.

2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoerirosit, yaiti primakuin.


3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan amodiakuin.

4. Gametosid yang nghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi
keempat spesies. Gametosid untuk P. vivax, P. malariae, p. ovale adalah mencegah gkina, klorokuin,
dan amodakuin.

5. Sporontosid mencegah gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam
nyamuk Anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.

Penggunaan obat antimalaria tidak terbatas pada pengobatan kuratif saja tetapi juga termasuk :

a. Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya


gejal klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi jenis ini pada infeksi malaria
oleh P. falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase eksoeritrosit.

b. Pengobatan kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid.

c. Pencegahan transmsi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi
sporogonik nyamuk. Obat antimalaria yang dapat digunakan seperti jenis gametosid atau
sporontosid.

M. MALARIA BERAT

Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) kasus malaria terbanyak adalah malaria falsiparum fatal yang
memperlihatkan keterlibatan susunan saraf pusat .Organ yang terkena adalah :

1. Otak : timbul delirium, diserientasi, stopor, koma, kejang, dan tanda neurologis fokal.

2. Saluran gastrointestinal: muntah, diare hebat, perdarahan dan malobsorpsi.

3. Ginjal: nekrosis tubular akut, hemoglobunoria, dan gagal ginjal akut.

4. Hati : timbul ikterus karena adanya gangguan hepar, billous remittent fever ditandai dengan
muntah hijau empedu karena komplikasi hepar.

5. Paru: edema paru

6. Lain-lain: anemia, malaria hiperperiksia, hipoglikemia, demam kencing hitam (black water
fefer).

Penatalaksanaan Malaria Berat

Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu bersifat umum dan spesifik:

1. Pengobatan umum

a. Syok dengan hepovelemia


b. Hipertemia (suhu > 40 C)

c. Tranfusi darah

d. Gejala serebral

e. Gangguan funsi ginjal

f. Hipoglekimia ( gula darah < 50 mg%)

2. Pengobatan spesifik

a. Kina

b. Klorokuin

N. PROGNOSIS

Malaria vivaks, prognosis biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Jika tidak mendapat
pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung selama 2 bualan atau lebih. Malaria malariae, jika
tidak diobati maka infeksi dapat berlangsung sangat lama. Malaria ovale dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Malaria falsiparum dapat menimbulkan komplikasi yang menyebabkan kamatian (Arif
Mansjoer, dkk: 2001).

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang di sebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan di tandai dengan di temukanya bentuk aseksual di dalam darah .

2. Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium yang terdiri dari 4 spesies yaitu plasmodium vivax
penyebab penyakit malaria tersiana, plasmodium falciparum penyebab penyakit malaria tropika,
plasmodium malariae penyebab penyakit malariae quartana, dan plasmodium ovale penyebab
penyakit malaria ovale yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan
burung, reptile dan mamalia.

3. Setelah pertemuan ini mahasiswa mampu mengetahui dan memahami


tentang isu kejadian penyakit malaria.

4. Setelah pertemuan ini Mahasiswa dapat mengetahui sejarah penyakit malaria.

5. Setelah pertemuan ini Mahasiswa dapat mengetahui pengertian penyakit malaria.

6. Setelah pertemuan ini Mahasiswa dapat membedakan penyakit malaria berat dan tidak berat.

7. Setelah pertemuan ini Mahasiswa dapat mengetahui penyebab, gejala dan penatalaksanaan
penyakit malaria.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk ( 2001) . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:Media Aesculapius

http://www.cdc.gov (MALARIA). Di akses pada tanggal 8 Februari 2012

www.who.int/topik/malaria/en. Di akses pada tanggal 8 Februari 2012

Sudoyo, Aru.W. dkk (2007) . Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.Jakarta: Internal Publising

http://arisbambang.wordpress.com/kesehatan/2009 (Diakses Tanggal 10 Februari 2012)

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3760/.../fkm-hiswani11.pdf (Diakses Tanggal 10 Februari


2012)

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/01/03/epidemiologi-penyakit-malaria/ (Diakses
Tanggal 10 Februari 2012)

Anda mungkin juga menyukai