Anda di halaman 1dari 29

PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia merupakan hasil pertemuan tiga lempeng yaitu Lempeng


Eurasia, India-Australia dan Pasifik. Proses pertemuan ketiga lempeng tersebut di
antaranya menghasilkan cekungan cekungan. Cekungan Asem-asem adalah salah
satu cekungan Tersier di Indonesia yang mempunyai potensi sumber daya energi
cukup besar, seperti minyak dan gas bumi serta batubara. Sebelumnya PT Pertamina
juga mengoperasikan lapangan minyak yang besar pada daerah daratan Asem-asem.
Cekungan Asem-asem berlokasi di tenggara dari Kerak Benua Sundaland dan
dipisahkan Cekungan Barito oleh Pegunungan Meratus di bagian Barat.

Bagian onshore dari wilayah ini sebelumnya merupakan wilayah


operasionalnya Pertamina dan sisanya terdapat Technical Evaluation Agreement
dengan Amoseas. Cekungan Asem-Asem terletak pada bagian Tenggara dari batas
lempeng benua Sundaland. Cekungan ini terpisahkan dari Cekungan Barito oleh
Pegunungan Meratus di sebelah Baratnya.

Peta Lokasi Cekungan Asem-Asem (Rasoul Sorkhobi, 2012)


Cekungan Asem-Asem (Gambar 1) terletak di Kalimantan Selatan dan di
sebelah Timur dari sayap Pegunungan Meratus. Bagian sayap timur yang wilayahnya
mencakup wilayah lepas pantai diperkirakan memiliki batugamping Oligosen Atas
sampai Miosen Bawah terutama di atas basement. Ke Utara, cekungan ini
terpisahkan dengan Cekungan Kutai dengan adanya Adang Flexure atau sesar yang
memisahkan Barito dengan Kutai. Ke arah Selatan, memanjang ke arah Laut Jawa
hingga Tinggian Florence. Cekungan ini berbentuk asimetris dengan bagian depan di
zona frontal dari Pegunungan Meratus dan paparan ke arah kraton Sundaland.

[A] Peta geologi regional Kalimantan (Satyana dkk., 1999).


[B] Peta geologi regional Kalimantan Selatan (Witts et al.,
2011).
TATANAN GEOLOGI

Fisiografi

Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain


itu juga terdapat daerah dataran dan pegunungan yang tersebar di pulau ini. Dataran
yang ada tersebar di bagian tepi-tepi pulau dan sebagian besar daerah pegunungan
berada di tengah pulau.

Pada bagian utara Pulau Kalimantan merupakan zona Pegungungan Kinibalu


dna pada bagian Baratlaut terdapat jajaran Pegunungan Muller dan Pegunungan
Schwaner. Pada bagian selatan terdapat Pegunungan Meratus.

Fisiografi Pulau Kalimantan, tanpa skala (Bachtiar, 2005).


Van Bemmelen (1949) membagi bagian barat Pulau Kalimantan menjadi dua
bagian, yaitu:

a. Pegunungan Kapuas Atas, berada di antara Lembah Rejang di bagian utara,


b. Cekungan Kapuas Atas dan Lembah Batang Lupar di bagian selatan.
c. Madi Plateu, berada di antara Cekungan Kapuas Atas dan Sungai Melawi.

Sedangkan pada bagian Timur Kalimantan, Van Bemmelen (1949) juga


membagi daerah ini menjadi dua bagian, yaitu:

a. Rangkaian pegunungan di Kalimantan bagian Utara, berakhir di


Semenanjung Teluk Darvel.
b. Rangkaian pengunungan lainnya, berakhir di Semenanjung Mangkalihat.

Di Pulau Kalimantan Selatan sendiri memiliki beberapa sungai besar, di


antaranya Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Negara dan Sungai Kahayan. Sungai
Barito merupakan sungai terbesar kedua di Pulau Kalimantan. Sungai Barito ini berhulu
di Pegunungan Muller dan menghasilkan Cekungan Barito yang dibatasi oleh
Pegunungan Meratus pada bagian timur. Sungai-sungai di daerah Kalimantan Selatan ini
berhulu di bagian tengah Pulau Kalimantan yaitu Pegunungan Schwaner dan jua
Pegunungan Muller. Pegunungan Schwaner dan Muller ini memiliki ketinggian antara
200-2000 meter di atas permukaan laut. Sedangkan arah aliran sungai-sungai ini relatif
berarah utara-selatan dan bermuara di Laut Jawa. Sungai-sungai ini mengalir pada
ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut. Daerah aliran sungai-sungai besar ini
menempati sebagian besar dari bagian Selatan Pulau Kalimantan. Di bagian timur
Provinsi Kalimantan Selatan terdapat Pegunungan Kompleks Meratus yang merupakan
jejak adanya kegiatan subduksi pada umur Kapur (Rotinsulu dkk., 2006).

Stratigrafi

Cekungan yang terdapat di Kalimantan Selatan yaitu Cekungan Barito dan


Cekungan Asem-asem yang secara umum memiliki ciri-ciri susunan stratigrafi dari tua
ke muda yang relatif sama. Cekungan Barito dan Cekungan Asem-asem ini dipisahkan

4
oleh Pegunungan Meratus. Pada bagian utara berbatasan dengan Cekungan Kutai
yang dipisahkan oleh Sesar Andang. Sedangkan pada bagian barat dibatasi oleh
Paparan Sunda. Pada mulanya Cekungan Barito dan Cekungan Asem-asem
merupakan satu cekungan yang sama, hingga pada Miosen Awal terjadi
pengangkatan Pegunungan Meratus yang menyebabkan terpisahnya kedua cekungan
tersebut (Satyana, 1995).

Stratigrafi daerah Kalimantan Selatan meliputi beberapa formasi, yaitu


basement berupa Batuan Malihan, Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi
Warukin, dan Formasi Dahor serta Endapan Aluvial. Formasi-formasi ini berumur
Eosen sampai Pliosen.

a. Batuan alas (basement) yang berupa batuan malihan tingkat tinggi yang terdiri
atas sekis amfibolit dan malihan tingkat rendah yang terdiri atas filit. Sikumbang
(1986) memperkenalkan batuan malihan tingkat tinggi ini sebagai Sekis Hauran
yang tersusun oleh sekis hijau yang mengandung mineral kuarsa, muskovit,
biotit, hornblenda, epidot dan malihan tingkat rendah sebagai Filit Pelaihari yang
terdiri atas filit yang mengandung mineral klorit dan mika pada bidang
permukaan yang mengkilap dan batusabak. Batuan malihan ini memiliki umur
Jura.

b. Formasi Tanjung pertama kali diperkenalkan oleh Pertamina (1980; dalam


Supriatna dkk., 1981) untuk formasi batuan Tersier tertua di lapangan minyak
Tanjung. Formasi Tanjung yang tersusun oleh perselingan batupasir kasar,
batupasir konglomeratan dan konglomerat di bagian bawah, batulempung
berwarna kelabu di bagian tengah dan perselingan tipis batulanau dan batupasir
halus di bagian atas yang memiliki lingkungan pengendapan sungai atau fluvial
dan berumur Eosen Akhir (Martini, 1971). Pada bagian atas formasi ini terdapat
batuan karbonat yang merupakan awal dari terbentuknya Formasi Berai.

c. Formasi Berai diendapkan secara selaras di atas Formasi Tanjung, tetapi pada
beberapa bagian terdapat hubungan yang menunjukkan adanya ketidakselarasan.
Tetapi secara umum formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Tanjung.
d. Formasi Warukin digunakan pertama kali oleh Pertamina (1980; dalam
Supriatna dkk., 1981) dan lokasi tipenya terdapat di daerah Kambilin,
Balikpapan, Kalimantan Timur. Secara selaras Formasi Warukin diendapkan di
atas Formasi Berai yang tersusun oleh batulempung warna kelabu, sisipan
batupasir dan batubara. Bagian bawah dari runtunan batuan ini terdiri atas
dominasi batulempung warna kelabu sampai kehitaman dengan sisipan batupasir
hasul-sedang dengan struktur sedimen paralel laminasi dari material karbon,
flaser dan burrow. Formasi ini diendapkan pada lingkungan pengendapan rawa
dan pasang surut yang berumur Miosen Awal Miosen Akhir.

Formasi Dahor diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Warukin


(Final Report PT Arutmin Indonesia, 2010). Formasi Dahor tersusun oleh
batulempung sampai batulempung pasiran, batupasir kasar konglomeratan yang
berstruktur sedimen butiran bersusun (gradded bedding), batupasir kemerahan yang
berstruktu sedimen laminasi sejajar dan silangsiur serta konglomerat yang memiliki
komponen batuan granit, malihan, sedimen dan vulkanik dengan ukuran 5-15 cm.
Formasi Dahor memiliki lingkungan pengendapan delta dan berumur Plio-Plistosen.

Endapan Aluvial pada Cekungan Asem-asem merupaka hasil dari proses


sungai (fluviatil) yang terdiri dari endapan lumpur, pasir, kerikil, kerakal dan
bongkah yang berumur Kuarter.
Stratigrafi regional daerah PKP2B Asem-asem PT Arutmin Indonesia
(Final Report PT Arutmin Indonesia, 2010)
Peta Administrasi Kalimantan Selatan

Peta Satelit Kalimantan Selatan


Foto Terrain Kalimantan Selatan
Struktur Geologi

Struktur geologi yang terdapat di Kalimantan Selatan adalah antiklin, sinklin,


sesar naik, sesar mendatar, dan sesar turun. Sumbu lipatan umumnya berarah
timurlaut-baratdaya dan umumnya sejajar dengan arah sesar normal. Di Kalimantan
Selatan terdapat dua cekungan besar, yaitu Cekungan Barito dan Cekungan Asem-
asem. Dua cekungan ini dibatasi oleh Pegunungan Meratus yang melintang dari
utara- baratdaya. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai ini dipisahkan oleh sebuah
sesar yang berarah timur-barat di bagian utara dari Provinsi Kalimantan Selatan,
sesar ini dikenal dengan nama Sesar Adang (Mudjiono dan Pireno, 2006).

A
Gambar 5. [A] Struktur geologi regional Pulau Kalimantan dan sekitarnya (modifikasi
dari Kusum dan Karin, 1989). [B] Elemen tektonik utama Cekungan Asem-
asem (Bon et al., 1996).

Regim struktur yang terjadi di Cekungan Barito adalah regim transpression


dan transtension. Struktur yang didapati adalah lipatan yang berarah utara timurlaut-
selatan baratdaya (NNE-SSW) pada bagian utara cekungan. Sedangkan
pada Pegunungan Meratus terdapat sesar-sesar yang membawa basement. Sesar
sesar ini ditandai dengan adanya drag atau fault bend fold dan sesar naik.

Sedangkan lipatan-lipatan yang terdapat di Pegunungan Meratus yaitu di


bagian utara pegunungan ini berarah utara timurlaut-selatan baratdaya (NNE- SSW)
dan yang berada di bagian selatan berarah utara-selatan. Lipatan yang banyak ditemui
berupa antiklin dan beberapa sinklin. Sesar-sesar naik banyak terdapat pada daerah
Pegunungan Meratus dengan arah umum utara timurlaut-selatan baratdaya (NNE-
SSW). Sesar-sesar mendatar juga banyak ditemui di Pegunungan Meratus ini, umunya
tidak terlalu panjang, berbeda dengan sesar naik yang memiliki kemenerusan yang
pajang. Sesar-sesar mendatar umumnya berupa sesar mengiri dan berarah baratlaut-
tenggara (Satyana, 2000).

Studi dari data geofisika menunjukkan bahwa antiklinorium Meratus


Samarinda diperkirakan mempunyai kemiringan sumbu berarah umum utara dan
secara regional terindikasi berdasarkan jurus batuan bahwa zona patahan secara
umum dapat dibagi menjadi tiga blok yaitu blok utara, tengah dan selatan. Blok utara
telah mengalami pengangkatan pada sayap sebelah barat anticlinorium di sepanjang
utara zona sesar dan disebut sebagai zona sesar Tanjung. Blok tengah terletak antara
zona sesar Tanjung dan zona sesar Klumpang yang dicirikan oleh munculnya batuan
terobosan granitik dan ultrabasa sepanjang zona sesar. Sedangkan blok selatan
dicirikan oleh luasnya perkembangan sesar berarah timur laut yang erat kaitannya
dengan komplek batuan terobosan diorit dan ultrabasa. Sejumlah sesar berarah
tenggara - barat laut yang berasosiasi dengan endapan magnetit di wilayah Pleihari
dan dapat diamati dari munculnya perpotongan sistem sesar dari semua blok diatas.

Tektonik dan Vulkanisme

Elemen tektonik di Kalimantan (Arifullah dkk., 2004) tersaji dalam gambar 6,


menunjukkan bahwa Pulau Kalimantan terbentuk oleh elemen tektonik yang terdiri atas
lempeng kontinen dan lempeng samudra. Cekungan Asem-asem sendiri dulu adalah satu
cekungan dengan Cekungan Barito yang menyebabkan susunan stratigrafi kedua
cekungan ini sama. Pada Miosen Akhir Pliosen Awal gejala tektonik inversion
mulai terjadi yang mengakibatkan batuan sedimen mulai terlipat. Puncaknya terjadi
pada kala Plio-Plistosen akibat terjadinya subdaksi lempeng kerak samudra dengan
Mikrokontinen Paternoster dari arah timur yang menunjam ke bawah kerak benua
Kraton Sunda di sebelah barat yang menyebabkan bercampurnya batuan ultramafik
dan batuan malihan. Penunjaman ini berlangsung mulai Jura sampai dengan umur
Kapur Awal yang menghasilkan batuan busur vulkanik Granit Belawayan. Pada
Zaman Kapur Awal atau sebelumnya terjadi penerobosan granit dan diorit yang
menerobos batuan ultramafik dan batuan malihan.

Gambar 6. Elemen tektonik Kalimantan (Arifullah, dkk., 2004).


Lingkaran merah merupakan lokasi Cekungan Asem-
asem.

Pada akhir Kapur Awal terbentuk Kelompok Alino yang sebagian merupakan
olistostrom, diselingi dengan kegiatan gunungapi Kelompok Pitanak. Pada awal
Kapur kegiatan tektonik menyebabkan tersesarkannya batuan ultramafik dan malihan
ke atas Kelompok Alino. Proses tersebut mengakibatkan sesar-sesar
normal yang ada mengalami reaktifasi menjadi sesar naik yang juga melipatkan
batuan sedimen Tersier. Deformasi ini juga mengakibatkan terangkatnya Tinggian
Meratus ke permukaan sebagai prosuk dari kolisi dan memisahkan Cekungan Asem-
asem dan Cekungan Pasir dengan Cekungan Barito.

Gambar 7. Penampang memotong kontinen Schwaner, Cekungan Barito, Pegunungan


Meratus dan Cekungan Pasir Asem-asem. Orogen Meratus menindih
subduksi kontinen Paternoster. Tumbukan ini mengakibatkan terangkatnya
Orogen Meratus (Satyana dkk., 2007 dalam: Satyana dan Armandita, 2008).

Pada awal Eosen terendapkan Formasi Tanjung dalam lingkungan paralas


(Sikumbang dan Heryanto, 2009). Pada saat bersamaan Kompleks Meratus telah ada,
namun hanya berupa daerah yang sedikit lebih tinggi di bagian cekungan dan
diendapkan berupa lapisan sedimen yang lebih tipis dari daerah sekitarnya
(Hamilton, 1979). Pada Kala Oligosen terjadi genang laut yang membentuk Formasi
Berai. Kemudian pada Kala Miosen terjadi susut laut yang membentuk Formasi
Warukin (Sikumbang dan Heryanto, 2009).

Gerakan tektonik yang terakhir terjadi pada Kala Miosen yang menyebabkan
batuan yang tua terangkat membentuk Tinggian Meratus dan melipat kuat batuan
Tersier dan Pre-Tersier. Sejalan dengan itu terjadilah pensesaran naik dan geser yang
diikuti sesar turun dan pembentukan Formasi Dahor pada Kala Pliosen. (Sikumbang
dan Heryanto, 2009).

Secara umum gambaran perkembangan tektonik dan kegianatan magmatisme


di Tinggian Meratus telah di bahas oleh Hartono dan Permanadewi (2000).
Selanjutnya Heryanto dan Hartono (2003) membahas perkembangan magmatisme
dan tektonik, serta hubungannya dengan tatanan stratigrafinya, hasilnya
diilustrasikan di dalam model kartun (Gambar 8, 9, 10, 11 dan 12), Uraian berikut ini
sebagian besar merupakan rigkasan dari keduanya di tambah dengan data dan
pandangan baru termasuk (Satyana dan Armandita, 2008).

Gambar 8. Kondisi tektonik lempeng pada Jura Kapur Awal di Pegunungan


Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003
dalam: Heryanto, 2010).

Gambar 9. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Tengah di Pegunungan


Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003
dalam: Heryanto, 2010).
Gambar 10. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Akhir di Pegunungan Meratus,
Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam:
Heryanto, 2010).

Gambar 11. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Akhir Eosen-Miosen di Pegunungan
Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam:
Heryanto, 2010).

Gambar 12. Kondisi tektonik lempeng pada Plio-Plistosen di Pegunungan Meratus,


Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam: Heryanto,
2010).
Potensi Sumber Daya Alam dan Energi I Kalimantan Selatan

1. Hidrokarbon
Kemungkinan keterdapatan hidrokarbon di Cekungan Asem-asem dapat di
indikasi dengan keterdapatan batuan induk (source rock), batuan waduk atau batuan
penyimpan hidrokarbon (reservoir rock), batuan penutup (seal rock) dan kondisi geologi
yang membentuk jebakan hidrokarbon (oil play). Kolom stratigrafi Cekungan Asem-
asem yang menunjukkan potensi batuan induk dan batuan waduk (Gambar 13).

Formasi Warukin

Formasi Tanjung

Gambar 13. Kolom stratigrafi Cekungan Asem-asem yang memiliki


runtunan batuan induk (S), batuan waduk (R) dan
batuan penutup (garis hitam tebal) oleh PND (2006).
Batuan Induk
Batuan induk atau batuan pembawa hidrokarbon (source rock) adalah
batuan tempat hidrokarbon secara alami dapat terbentuk. Batuan ini
merupakan batuan sedimen klastika halus terdiri atas serpih dan batulumpur,
berwarna kelabu gelap sampai hitam, berlembar sampai berlaminasi, setempat
berstruktur sedimen laminasi sejajar dan kaya akan material organik yang
pada umumnya diendapkan dalam lingkungan lakustrin. Batuan seperti ini di
Cekungan Asem-asem dijumpai dalam bagian tengah Formasi Tanjung dan
juga pada Formasi Warukin.

Hasil analisis TOC (Total Organic Carbon) menujukkan bahwa batuan


dari kedua formasi ini termasuk dalam kategori sangat baik. Formasi Tanjung
menunjukkan kualitas kerogen tipe III, yaitu jika sudah matang akan
terbentuk menjadi gas, sedangkan Formasi Warukin menunjukkan kualitas
kerogen tipe II, yaitu jika sudah matang akan terbentuk menjadi minyak dan
gas. Selain serpih dan batulumpur karbonat, lapisan batubara juga dapat
bertindak sebagai batuan sumber, karena maseral liptinit dan eksinit yang
merupakan sumber dari hidrokarbon banyak dijumpai dalam lapisan batubara.

Batuan Waduk
Batuan waduk (reservoir rock) adalah batuan dimana tempat
hidrokarbon terakumulasi. Batuan waduk ini umumnya merupakan batuan
sedimen klastika kasar, mempunyai porositas dan permeabilitas yang baik
dan juga mempunyai volume yang cukup besar. Pada umumnya yang
bertindak sebagai batuan induk adalah batupasir dan batugamping. Di
Cekungan Asem-asem batuan yang dapat menjadi batuan waduk adalah
batupasir pada Formasi Tanjung dan Formasi Warukin.

Batupasir Formasi Tanjung dikuasai oleh batupasir sublitarenit, litarenit


dan subarkose. Porositas batupasir ini terdiri atas porositas primer adalah
porositas yang terbentuk pada waktu pengendapan, sedangkan porositas
sekunder yaitu porositas yang terbentuk setelah pengendapan atau selam proses
diagenesa seperti pelarutan. Porositas sekunder yang terjadi ada Formasi
Tanjung adalah pelarutan dari fragmen batuan volkanik dan butiran feldspar.

Batupasir Formasi Warukin umumnya berbutir halus sampai sedang


dengan komposisi litarenit, porositas primer berkembang sangat baik
dikarenakan proses diagenesa pada batupasir ini masih belum kuat.
Batugamping Formasi Berai secara mikroskopik pada umumnya terdiri atas
batugamping packstone dan wackstone dengan fragmen terdiri atas kepingan
foram dan fosil lain. Porositas yang terjadi dalam batugamping ini adalah
porositas sekunder yang interkristalin, mouldic dan vug.

Batuan Penutup
Batuan penutup (caprock) adalah batuan sedimen berbutir halus yang
kedap air. Batuan ini berperan sebagai penutup dan mencegah hidrokarbon
yang sudah terakumulasi dalam batuan waduk bermigrasi ke tempat lain.
Batuan yang dapat menjadi batuan penutup adalah batulempung yang masif
dan kedap air. Batuan seperti ini di Cekungan Asem-asem dijumpai sebagai
sisipan baik dalam Formasi Tanjung ataupun Formasi Warukin. Batuan ini
berasosiasi dengan batupasir yang diperkirakan deoat bertindak sebagai
batuan waduk atau reservoir dalam Formasi Tanjung. Batuan penutup ini
peranannya sangat berhubungan erat dengan bentuk jebakan minyak, dengan
kata lain bahwa batuan penutup adalah merupakan bagian dari sistem jebakan
miyak itu sendiri (oil play).

Jebakan dan Migrasi Hidrokarbon


Jebakan hidrokarbon adalah kondisi geologi setempat yang dapat
membentuk jebakan hidrokarbon, sedangkan migrasi hidrokarbon adalah
perpindahan hidrokarbon dari batuan induk ke batuan waduk setelah kerogen
mencapai kematangan. Kondisi geologi yang dapat menunjang jebakan
hidrokarbon adalah stratigrafi dan struktur geologi. Stratigrafi adalah posisi
satuan batuan terhadap satuan lainnya, sedangkan struktur geologi adalah
perubahan kondisi dari satuan batuan akibat tektonik. Sesar-sesar banyak
dijumpai di Cekungan Asem-asem yang merupakan kontrol utama sistem
jebakan dan migrasi hidrokarbon.
Gambar 14. Petroleum play pada Formasi Tanjung bagian bawah di Cekungan Asem-
asem.

2. Serpih Minyak (Oil Shale)


Runtunan batuan sedimen yang mengandung lapisan oil shale terdiri atas
serpih dan batulumpur, berwarna kelabu gelap sampai hitam, berlembar sampai
berlaminasi tebal, setempat berstruktur sedimen laminasi sejajar dan kaya akan
material organik. Sifat fisik batuan ini adalah keras jika segar dan lunak jika telah
lapuk. Batuan ini bersisipan dengan batulumpur berwarna kelabu terang yang
biasanya miskin akan material organik. Pada umumnya batua serpih minyak ini
selalu berasosiasi dengan lapisan batubara. Di cekungan Asem-asem batuan serpih
minyak ini dijumpai dalam Formasi Tanjung dan Formasi warukin.

Serpih minyak juga merupakan batuan induk, perbedaannya adalah untuk serpih
minyak diperlukan kematangan termal dari material organiknya berkisar belum matang
akhir sampai matang awal, sedangkan batuan induk diperlukan kematangan termal
matang awal sampai matang akhir. Berdasarkan analisis TOC menunjukkan bahwa
batulumpur berwarna kelabu kehitaman banyak mengandug material organik
ini lebih cocok untuk serpih minyak (oil shale) dari pada sebagai batuan induk
(source rock).

3. Batubara
Kalimantan Selatan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan lahan
tambang, salah satunya batubara. Kawasan ini di kenal memiliki cadangan bahan
tambang melimpah, khusunya batu bara. Sampai saat ini produksinya dapat
mencapai 10% dari produksi total batubara nasional. Daerah yang menjadi
pertambangan batubara di Kalimantan Selatan terdapat di kawasan Kecamatan Satui
dan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Pegaron Kabupaten Banjar, Jorong
Kabupaten Tanah Laut, beberapa wilayah di Kabupaten Tapin, Kotabaru, Balangan,
dan Kabupaten Tabalong.
Batu bara termasuk jenis batuan sedimen, yaitu sedimen klastik. Specific
gravity batubara berkisar dari 1.25 g/cm3 hingga 1.70 g/cm3, pertambahannya sesuai
dengan peningkatan derajat batubara. Specific gravity batubara turun sedikit pada
lignit yaitu 1.5 g/cm3 hingga bituminous yaitu 1.25 g/cm3. Kemudian akan naik lagi
menjadi 1.5 g/cm3 untuk antrasit hingga 2.2 g/cm3 untuk grafit. Kekerasan batubara
berkaitan dengan struktur batubara yang ada. Keras atau lemahnya batubara juga
terkandung pada komposisi dan jenis batubaranya. Uji kekerasan batubara dapat
dilakukan dengan mesin Hardgrove Grindibility Index (HGI). Nilai HGI menunjukan
nilai kekersan batubara. Nilai HGI berbanding terbalik dengan kekerasan batubara.
Semakin tinggi nilai HGI , maka batubara tersebut semakin lunak. Sebaliknya, jika
nilai HGI batubara tersebut semakin rendah maka batubara tersebut semakin keras.
Warna batubara bervariasi mulai dari berwarna coklat pada lignit hingga
warna hitam legam pada antrasit. Warna variasi litotipe (batubara yang kaya akan
vitrain) umumnya berwarna cerah.Goresan batubara warnanya berkisar antara terang
sampai coklat tua. Lignit mempunyai goresan hitam keabu-abuan, batubara
berbitumin mempunyai warna goresan hitam, batubara cannel mempunyai warna
goresan dari coklat hingga hitam legam. Pecahan dari batubara memperlihatkan
bentuk dari potongan batubara dalam sifat memecahnya. Ini dapat pula
memeperlihatkan sifat dan mutu dari suatu batubara. Antrasit dan batubara cannel
mempunyai pecahan konkoidal. Batubara dengan zat terbang tinggi, cenderung
memecah dalam bentuk persegi, balok atau kubus.
Batu bara biasa dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan manusia,
seperti : pembangkit listrik, industri besi dan baja, pemanas ruangan, bahan bakar
pembuatan semen, cetakan pasir, pupuk, pabrik kertas, industri kimia, farmasi.
Batubara di Cekungan Asem-asem dijumpai dalam Formasi Tanjung dan
Formasi Warukin. Pada Formasi Tanjung batubara dijumpai di bagian tengan dengan
ketebalan 50 sampai 200 cm. Secara megaskopik lapisan batubara di Formasi
Tanjung warna hitam, mengkilap, gores warna hitam, dengan pecahan konkoidal dan
ringan. Analisis petrografi organik dilakukan pada batubara dari Formasi Tanjung
menunjukkan bahwa kadar kalorinya yang paling rendak adalah 5970 cal/gr dan
paling tinggi adalah 7725 cal/gr.

Pada Formasi Warukin secara umum keseluruhan tersusun oleh sepuluh


lapisan. Tebal perlapisan batubara yang teramati berkisar 1 sampai 8 m. Secara fisik
batubara yang teramati adalah berwarna hitam, kilap kusam, ringan mengandung
banyak resin dan memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalori berkisar antara 4565
5925 cal/gr, dengan rata-rata nilai kalori 5418 cal/gr. Peringkat batubara di Formasi
Warukin termasuk high volatile subbituminous B.

4. Coal Bed Methane (CBM)


CBM adalah sumber metana ekonomis yang tersimpan dalam lapisan batubara.
Metana baik tipe biogenik primer dan termogenik yang ada di dalam batubara dihasilkan
dari pembatubaraan (coalification). Coalification adlaah suatu proses perubahan gambut
menjadi batubara selama berlangsungnya penimbunan (burial).

Gas yang tersimpan dalam batubara terdapat dalam empat cara. Pertama
sebagai gas bebas dalam mikropori dan rekahan-rekahan (cleat) batubara. Kedua
sebagai dissolved gas dalam air yang terkandung dalam batubara. Ketiga sebagai gas
yang terserap di antara partikel batubara, mikropori dan permukaan rekahan.
Keempat sebagai gas yang terserap dalam struktur molekul batubara (Yee et al., 1993
dalam Montgomery, 1999).
Berdasarkan hasil penelitian oleh PSG-Lemigas (2006) untuk batubara Formasi
3 3
Tanjung memiliki kandungan gas metana berkisar antara 0, 4 m sampai 8,2 m /ton,
sedangkan hasil penelitian untuk Formasi Warukin oleh PSG-Lemigas (2004)
3 3
menunjukkan kandungan gas metana berkisar antara 0,9 m sampai 5,77 m /ton.

5. Intan
Intan banyak terdapat di Kalimantan Selatan, tempat pengasahannya di
Martapura. Intan termasuk dalam kelompok bahan galian yang terbentuk secara
alami di kedalaman tertentu dari permukaan bumi, termasuk dalam kelompok
mineral Carbon sebagai mineral utama penyusun intan (diamond). Mineral Carbon
terdapat di alam dengan 3 bentuk dasar, yaitu sebagai :

a. Diamond (Intan), sangat keras, dengan kristal (berwarna) jernih.


b. Graphite, lunak, berwarna hitam, tersusun dari (unsur) carbon murni,
struktur molekulernya tidak padat sekuat diamond (intan), hal tersebutlah
yang menjadikan graphite lebih lunak dibandingkan diamond.
c. Fullerite, merupakan mineral yang terbuat dari molekul yang berbentuk
bulat sempurna yang tersusun dari 60 atom carbon

Intan memiliki sistem kristal isometrik. Belahannya sempurna, dengan


tingkat kekerasan 10. Memiliki berat daya 3,5. Kilapnya merupakan kilap intan
sampai lemak. Berwarna bening, putih sampai putih kebiruan, abu-abu, kuning,
coklat, jingga, merah muda, merah, biru, hijau, hitam. Dengan optik cerah, isotrop, n
= 2,4075.
Intan terdapat terutama pada pipa-pipa kimberlit, breksiasi, sering di
serpentin dan endapan bawah laut yang kaya inklusi, berbentuk silindr yang
membundar (pipa) dan juga dike, lokasi dalam lempeng benua. Banyak intan
merupakan hasil endapan letakan.

6. Emas
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol au
(bahasa latin: aurum) dan nomor atom 79. Emas termasuk golongan native
element, dengan sedikit kandungan perak, tembaga, atau besi. Berbentuk kristal
isometric octahedron atau dodecahedron. Specific gravity 15,5-19,3 pada emas
murni. Makin besar kandungan perak, makin berwarna keputih-putihan.

Merupakan sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) dengan kekerasan


2,5-3 skala Mohs yang berarti sangat lembek. Mengkilap, kuning, berat,
malleable, dan ductile. Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi
dapat bereaksi dengan klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat
di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu
logam coinage. Kode isonya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada
suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, serta berat
jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu
dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan
(gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin,
flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga
berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa
emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan
senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum
sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%.
Kenampakan fisik bijih emas hampir mirip dengan pirit, markasit, dan
kalkopirit dilihat dari warnanya, namun dapat dibedakan dari sifatnya yang
lunak, berat jenis tinggi, dan seratnya yang keemasan. Emas berasosiasi dengan
kuarsa, pirit, arsenopirit, dan perak.
Sifat fisik unsur ini sangat stabil, tidak korosif ataupun lapuk dan jarang
bersenyawa dengan unsur kimia lain. Konduktivitas elektrik dan termalnya
sangat baik, malleable (mudah dibentuk) dan juga bersifat ductile (Fleksible).
Emas adalah logam yang paling tinggi densitasnya.
Kegunaan emas adalah digunakan untuk perhiasan. Sekitar 78% persen dari
total penggunaan emas setiap tahunnya digunakan untuk membuat berbagai
perhiasan cantik.

7. Bijih Besi
Bijih besi adalah batuan yang mengandung mineral besi dan sejumlah
mineral pengotor seperti silika, alumina, magnesia dan nikel. Besi yang
terkandung dalam batuan tersebut dapat diekstraksi dengan teknologi yang sudah
ada pada saat ini dan mempunyai nilai ekonomis. Umumnya bijih besi lebih
mudah berikatan dengan unsur oksigen sehingga di alam besi lebih banyak
berbentuk oksida seperti hematite (Fe2O3), magnetit (Fe3O4) dan limonit
(2Fe2O3.nH2O). [Hulbrut. S., 1971].
Bijih besi merupakan bahan baku utama dalam pembuatan besi dan baja.
Indonesia memiliki potensi sumber daya bijih besi yang cukup besar yang selama
ini belum dimanfaatkan secara optimal dikarenakan berbagai kendala,
diantaranya adalah rendahnya kandungan besinya.
Mineral utama penyusun bijih besi tentu saja memiliki sifat yang beragam
dan perilaku yang berbeda ketika diolah menjadi pellet dan bahkan ketika
mengalami proses reduksi. Jika faktor ini memberikan efek positif maka pellet
yang dihasilkan cenderung memiliki kualitas yang baik. Sebaliknya, bila faktor
tersebut memberikan efek negatif maka pellet yang dihasilkan cenderung
memiliki kualitas yang kurang baik.
Bijih besi adalah batuan yang mengandung mineral-mineral besi dan
sejumlah mineral gangue seperti silika, alumina, magnesia, dll. Bijih besi terdiri
atas oksigen dan atom besi yang berikatan bersama dalam molekul. Besi sendiri
biasanya didapatkan dalam bentuk magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), goethit,
limonit atau siderit. Bijih besi biasanya kaya akan besi oksida dan beragam dalam
hal warna, dari kelabu tua, kuning muda, ungu tua, hingga merah karat.
Potensi tambang bijih besi di Kalimantan Selatan terdapat di Kabupaten
Tanah Laut sebesar 185.667 ton, Kabupaten Tanah Bumbu sebesar 593.800.000
ton, Kabupaten Kotabaru sebesar 510.633.000 ton, Kabupaten Tapin sebesar
625.000 ton dan Kabupaten Balangan sebesar 5.062.900 ton.

8. Kromit
Kromit merupakan satu-satunya mineral yang menjadi sumber logam
kromium. Mineral ini mempunyai komposisi kimia FeCr2O3. Kromit dapat
terjadi sebagai endapan primer, yaitu: tipe cebakan stratiform dan podiform atau
sebagai endapan sekunder berupa pasir hitam dan tanah laterit. Di Kalimantan
Selatan, kromit terdapat di Kabupaten Tanah Laut dengan potensi sebesar
235.620 ton.
Kromit memiliki warna hitam kecoklatan sampai hitam gelap. Kilapnya
logam sampai gresy. Sistem kristal isometrik dengan morfologi kristal
oktahedron kadang dengan permukaan dodecahedral, jarang berbentuk kristal
yang sempurna, dan biasanya masif sampai granular. Memiliki pecahan
concoidal, kekerasan 5,5. Terbentuk pada magma ultramafik dalam, merupakan
mineral pertama yang mengalami kristalisasi karena adnya fakta yang
menunjukkan bahwa mineral ini ditemukan dibeberapa tubuh bijih yang
terkonsentrasi, juga ditemukan pada batuan metamorf seperti serpentite,
ditemukan pada peridotite dan batuan intrusif yang berlapiskan ultramafik, serta
endapan bijihnya terbentuk sebagai proses awal diferensiasi magma.
Kegunaan kromit ialah sebagai bijih krom utama, komponen refraktori, bahan
cat, dan sebagai contoh mineral.

9. Marmer
Marmer adalah batuan kristalin kasar yang berasal dari batu gamping atau
dolomit. Marmer yang murni berwarna putih dan terutama disusun oleh mineral
kalsit. Marmer di Kalimantan Selatan terdapat di Kabupaten Tanah Laut sebesar
2.660.840, Kabupaten Tanah Bumbu sebesar 334.250.000 ton, Kabupaten
Kotabaru sebesar 23.930.000 ton, Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebesar
90.105.599 ton, Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebesar 1.054.442.500 ton,
Kabupaten Balangan sebesar 2.348.785.410 ton dan Kabupaten Tabalong sebesar
1.455.652.000 ton.
Marmer terdiri dari mineral yang seragam, seperti kalsit dengan sedikit
kuarsa dan pirit serta grafit sehingga warna marmer sangat ditentukan dengan
adanya asesorisnya dengan struktur non foliasi, mempunyai ukuran butir yang
tidak sama. Tekstur kasar(Gronoblastik).
Pada batuan marmer memiliki proses petrogenesa, batuannya merupakan
batuan yang terbentuk dari kristal-kristal kalsit, kristal tersebut terbentuk karena
adanya gaya endogen dari dalam bumi. Batuan ini yang merupakan proses
metamorfisme pada batu gammping yaitu proses yang merubah mineral mineral
batuan gamping karena pengaruh atau respon kondisi fisika dan kimia dalam
kerak bumi. Batuan ini padat, kompak dan masive dapat terjadi karena
metamorfosa kontak.
Kegunaan batu marmer yaitu dapat digunakan dalam interior atau eksterior
dari rumah atau bangunan. Marmer dapat digunakan di rumah untuk perabotan,
rekan-rekan, lantai, rumah-rumah, bar, meja, kamar mandi, jendela, perapian,
selain itu Marmer juga dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan trophy /
piala.

10. Batu Gamping


Batu gamping adalah batuan fosfat yang sebagian besar tersusun oleh mineral
kalsium karbonat (CaCO3). Bahan tambang ini biasa digunakan untuk bahan
baku terutama dalam pembuatan semen abu/portland, industri keramik, obat-
obatan, dll. Potensi batu gamping di Kalimantan Selatan terdapat di Kabupaten
Tanah Laut sebesar 116.800.000 ton, Kabupaten Tanah Bumbu sebesar
5.754.148.125 ton, Kabupaten Kotabaru sebesar 19.087.343.687 ton, Kabupaten
Tapin sebesar 462.466.950 ton, Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebesar
2.990.178.132 ton, Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebesar 110.000.000 ton,
Kabupaten Balangan sebesar 488.643.307 ton dan Kabupaten Tabalong sebesar
12.966.901.972 ton.
Batu Gamping merupakan batuan carbonat yang paling banyak terdapat,
demngan kenampakan textur aphanitik sampai phanero-cristalin. Warna putih
keabu-abuan, abu-abu, abu-abu gelap, hitam, kuning, coklat, dan lainnya oleh
adanya kotoran-kotoran, oksid besi dan zat-zat organik. Limestone berbutir
mulus, pecahannya conchoidal. Bila ditetesi HCL memercik/berbuih. Mudah
larut terutama dalam air yang mengandung CO2 sehingga terjadi lubang-lubang,
celah-celah, diaklas- diaklas dan lainnya. tebal dapat dari beberpa centimeter
sampai beberapa ratus meter. Beberapa limestone seluruhnya dapat terdiri dari
butir-butir calcit. Keras dari limestone sangat berbeda-beda, ada yang keras dan
ada yang lunak, agak keras, dan sebaginya, tergantung dari texturnya. Selama
proses pelapukan dari limestone, calcium carbonatnya dapat terlarut, dan yang
tertinggal adalah kotoran-kotorannya, yang kemudian dapat terkonsentrasi dan
membentuk clay atau loams yang berwarna merah atau kuning, oleh aksidasi dari
mineral-mineral oksida besi.
Terbentuk dari hasil pemadatan cangkang hewan lunak atau hewan laut yang
telah mati. Cangkang tersebut terdiri dari kapur tidak musnah.
Manfaat batu gamping adalah sebagai bahan bangunan, bahan penstabilan
jalan raya, sebagai pembasmi hama, penjernihan air, dan bahan baku semen.

KESIMPULAN

Secara geologi, Cekungan Asem-asem terletak di tenggara Kerak Benua


Sundaland dan Selatan Cekungan Kutai serta di bagian barat berbatasan langsung oleh
Komplek Pegunungan Meratus. Secara demografi cekungan Asem-asem berada di
Provinsi Kalimantan Selatan dan msauk sebagian daerah Provinsi Kalimantan Timur.
Kalimantan tenggara yang merupakan cikal bakal tempat terbentuknya Cekungan Asem-
asem, tersusun oleh Batuan Paleozoik sampai dengan Batuan Kenozoik.

Cekungan Asem-asem sendiri dulu adalah satu cekungan dengan Cekungan


Barito yang menyebabkan susunan stratigrafinya kedua cekungan ini sama. Pada
Miosen Akhir Pliosen Awal gejala tektonik inversion mulai terjadi yang
mengakibatkan batuan sedimen mulai terlipat. Puncaknya terjadi pada kala Plio-
Plistosen akibat terjadinya kolisi antara Mikrokontinen Paternoster dengan daratan
Kalimantan. Proses tersebut mengakibatkan sesar-sesar normal yang ada mengalami
reaktifasi menjadi sesar naik yang juga melipatkan batuan sedimen Tersier.
Deformasi ini juga mengakibatkan terangkatnya Tinggian Meratus ke permukaan
sebagai prosuk dari kolisi dan memisahkan Cekungan Asem-asem dan Cekungan
Pasir dengan Cekungan Barito.

Secara stratigrafi, Cekungan Asem-asem terdiri dari lima formasi batuan


yaitu, batuan alas (basement) yang berupa batuan malihan sekis amfibolit, filit, sekis
yang berumur Jura. Batuan pengisi cekungan Asem-asem di mulai dari Formasi
Tanjung yang tersusun oleh perselingan batupasir kasar, batupasir konglomeratan dan
konglomerat di bagian bawah, batulempung berwarna kelabu di bagian tengah dan
perselingan tipis batulanau dan batupasir halus di bagian atas yang memiliki
lingkungan pengendapan sungai atau fluvial dan berumur Eosen Akhir (Martini,
1971). Secara selaras di atas Formasi Tanjung diendapkan Formasi Berai yang
didominasi oleh batugamping ini memiliki lingkungan pengendapan terumbu depan,
mungkin antara terumbu belakang, sublitoral pinggir, relatif dangkal, mungkin
kurang dari 30 meter, berupa laut dangkal atau lagoon yang berumur Oligosen Akhir
Miosen Awal (Te1-5 Adams, 1970). Secara selaras di atas Formasi Berai diendapkan
Formasi Warukin yang tersusun oleh batulempung warna kelabu, sisipan batupasir
dan batubara dengan lingkungan pengendapan rawa dan pasang surut yang berumur
Miosen Awal Miosen Akhir. Secara tidak selaras di atas Formasi Warukin
terendapkan Formasi Dahor yang tersusun oleh batulempung sampai batulempung
pasiran, batupasir kasar dan konglomerat yang memiliki lingkungan pengendapan
delta dan berumur Plio-Plistosen. Endapan Aluvial yang terendapkan oleh proses
fluviatil yang terdiri dari endapan lumpur, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang
berumur Kuarter.

Potensi hidrokarbon di Cekungan Asem-asem diindikasikan dengan potensi


batuan induk yang berasosiasi dengan batubara dan dijumpai pada bagian tengah
Formasi Tanjung dan serpih karbonat yang berasosiasi dengan batubara juga
dijumpai pada Formasi Warukin. Batuan waduk dijumpai pada batupasir kuarsa pada
Formasi Tanjung dan Warukin serta batugamping Formasi Berai. Batuan penutup
adalah batulempung sebagai sisipan dalam Formasi Tanjung dan Warukin. Adapun
jebakan hidrokarbon yang terbentuk adalah jebakan stratigrafi dan struktur atau
kombinasi dari keduanya.

Potensi serpih minyak atau oil shale di Cekungan Asem-Asem dijumpai pada
Formasi Tanjung dan Formasi Warukin, sebagai batuan serpih karbonat yang juga
merupakan batuan induk. Potensi batubara dan gas metana dijumpai juga di Formasi
Tanjung yang memiliki ketebalan batubara antara 50 sampai 200 cm dan Formasi
Warukin yang memiliki ketebalan batubara bervariasi mulai dari beberapa meter
sampai puluhan meter.
Potensi Sumber Daya Alam Di Provinsi Kalimantan
Selatan

Disusun Oleh :

Aulia Farhan 11160980000032


Dicky Ary Setiawan 11160980000034

Program Studi Teknik Pertambangan


Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syariff Hidayatullah Jakarta
2017

Anda mungkin juga menyukai