Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

TEKNIK TEROWONGAN

PERANCANGAN TEROWONGAN PADA BATUAN SHALE PASIRAN DAN KONDISI

BASAH KARENA AIR TANAH

Disusun sebagai salah satu tugas pengganti UAS

Rizqy Mustaqim

11160980000031

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIEF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017
Daftar isi

Daftar isi .......................................................................................................................... 2


Daftar Gambar ................................................................................................................ 2
Daftar Tabel .................................................................................................................... 2
Soal ................................................................................................................................. 3
Rancangan dan Analisa .................................................................................................. 4
Analisa Geomekanik batuan ........................................................................................... 5
Pembangunan Terowongan ............................................................................................ 8
Sismtemaitika Penyanggaan ......................................................................................... 10
Kesimpulan ................................................................................................................... 13

Daftar Gambar
Gambar 1. Skema Tunnel dan Kondisi Geologinya ........................................................ 4
Gambar 2. Statigraphy areas .......................................................................................... 5
Gambar 3. Siklus Drill and Blast (http://www.railsystem.net) ........................................... 8
Gambar 4. Blasting Pattern ............................................................................................. 9
Gambar 5. Jumbo drill ..................................................................................................... 9
Gambar 6. Loader ......................................................................................................... 10
Gambar 7. Stand up time graphic ................................................................................. 11
Gambar 8. Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan Q-System untuk
shale pasiran (After Grimstad & Barton, 1993) .............................................................. 13

Daftar Tabel
Table 1. Perbandingan RDQ terhadap kualitas batuan ................................................... 4
Table 2. Nilai UCS ( Zulfahmi, dkk. 2017.)Tekmira ......................................................... 5
Table 3. Nilai RQD (Bienawski, 1989) ............................................................................. 6
Table 4. Nilai jarak diskontinuitas (Bienawski,1989) ....................................................... 6
Table 5. Rating table discontinuity condition ................................................................... 7
Table 6. Rating kondisi air tanah (Bienawski,1989) ........................................................ 7
Table 7. Profil batuan berdasarkan nilai RMR ................................................................. 8
Table 8. Analisis Q-System untuk shale pasiran ........................................................... 12
Soal

Setiap mahasiswa diwajibkan mengerjakan tugas merencanakan pembuatan


terowongan yang meliputi :
1. Melakukan analisa geomekanik atas kondisi geologi batuan lokasi pembuatan
terowongan. Data yang ada dapat dipergunakan dengan penambahan data
parameter yang diperlukan yang harus ditentukan dan dicari sendiri oleh
mahasiswa.
2. Rancangan terowongan harus disesuaikan dengan fungsi, orientasi arah relatif
terhadap dip strike vein yang ada.
3. Pengerjaan pembuatan terowongan hanya mempergunakan sistem Drilling
dan Blasting dengan target kemajuan 1 m perhari.
4. Pemilihan pola pemboran,jenis bahan peledak, urutan peledakan, Jenis dan
jumlah peralatan pemboran, alat muat, alat angkut beserta crewnya ditentukan
oleh mahasiswa sendiri.
5. Pemilihan sistem penyanggaan dan kerapatannya ditentukan sendiri oleh
mahasiswa.

Deskripsi area

Panjang Ukuran Fungsi Jenis Kualitas Jarak Kondisi Kondisi Air


Terowong Terowongan Terowong batuan Inti Rekahan Rekahan tanah
an (m) (m) an Batuan (mm)
RQD
35 4x6 X-cut Shale 40 400 renggang basah
pasiran
Rancangan dan Analisa

Gambar 1. Skema Tunnel dan Kondisi Geologinya

Dalam memulai sebuah pembangunan terowongan, hal pertama yang harus ditinjau
adalah kondisi area tersebut seperti :
a. Rock Quality Designation (RQD)
Pada area ini RQD telah ditetapkan sebesar 40%, dan dibawah ini merupakan
permbandingan RQD terhadap kualitas batuan.

Table 1. Perbandingan RDQ terhadap kualitas batuan


Sehingga dapat disimpulkan untuk kualitas batuan adalah jelek dan diperkuat
dengan jenis batuan yang ada dalah shale pasiran dengan daya kesolidan batuan
yang renggang.
b. Jenis batuan
Pada Area ini jenis batuan yang ada berlapis-lapis seperti pada gambar dibawah,
pada pembangunan terowomongan ini dilakukan pada lapisan batuan shale
pasiran yang sifat batuannya tidak solid

Gambar 2. Statigraphy areas


c. Kondisi air tanah
Pada area ini, kondisi air tanah yang terbentuk pada lapisan shale pasiran adalah
jenuh sehingga batuan basah.
d. Fungsi
Pembangunan terowongan ini betujuan untuk membentuk cross cut yang
berfungsi sebagai lubang mendatar yang menghubungkan dua lubang yang
sejajar, lubang ini ± 90o terhadap dua lubang tersebut (lihat gambar 1).

Analisa Geomekanik batuan

Langkah pertama untuk melakukan pembangunan terowongan adalah


menganalisa keadaan batuan, hal yang harus diperhatikan adalah mengetahui RMR
basic dari kondisi batuan tersebut.
1. UCS
Shale Pasiran memiliki nilai UCS selang nilai 5-25 Mpa dan nilai rating 2.

Table 2. Nilai UCS ( Zulfahmi, dkk. 2017.)Tekmira


2. RQD
Hasil Rock Quality Designation ( RQD ) dari shale pasiran yang didapat
adalah 40%. Kualitas batuan menunjukkan jelek dan mendapat rating 8.

Table 3. Nilai RQD (Bienawski, 1989)

3. Jarak Diskontinuitas
Jarak antar kekar shale pasiran sebesar 300 mm. Jarak antar kekar
didefinisikan antara bidang kekar yang berdekatan dalam satu set kekar.
Rating jarak antar kekar sebesar 10 untuk klasifikasi RMR.

Table 4. Nilai jarak diskontinuitas (Bienawski,1989)

4. Kondisi Diskontinuitas
Kondisi diskontinuitas merupakan suatu parameter yang terdiri dari
beberapa sub-sub parameter, yakni kemenerusan bidang diskontinuitas
(persistence), lebar rekahan bidang diskontinuitas (aperture), kekasaran
permukaan bidang diskontinuitas (roughness), material pengisi bidang
diskontinuitas (infilling), dan tingkat pelapukan dari permukaan bidang
diskontinuitas (weathered). Kondisi diskontinuitas dari shale pasiran adalah
renggang, jika mengacu pada tabel kondisi batuan maka mendapatkan
rating 4+1+0+6+2=15
Table 5. Rating table discontinuity condition

5. Kondisi air tanah


Kondisi air tanah pada kondisi tempat direncanakannya pembuatan
terowongan ditemukan adalah jenuh sehingga batuan bersifat basah.

Table 6. Rating kondisi air tanah (Bienawski,1989)


Setiap parameter tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan RMR, dan hasil yang didapat
adalah sebesar 40.
Data diperoleh sebagai berikut :
Parameter Selang Nilai Deskripsi Rating
UCS 5-25 Sangat Lemah 2
RQD 40 Jelek 8
Jarak
300 mm Sedang 10
Diskontinuitas
Kondisi Sliken sided/gouge < 5mm, atau separasi
13
Diskontinuitas 1 – 5 mm, menerus
Kondisi air tanah basah 7
Total Nilai RMR basic 40
Angkat tersebut menunjukkan kelas batuan tersebut adalah batuan kelas IV dengan
perkiraan kohesi sebesar 100-200 Kpa dan sudut geser dalam 15o-25o. seperti pada tabel
berikut :

Table 7. Profil batuan berdasarkan nilai RMR

Artinya kondisi batuan masuk dalam kategori jelek, dalam hal ini dapat dijadikan
pertimbangan guna proses drill and blast dan juga penyanggannya.

Pembangunan Terowongan

Terowongan yang dibangun memiliki ukuran 4x6 m, dengan peruntukan sebagai


cross cut dan akan dibangun dengan metode drill and blast. Berikut siklus pembangunan
tunnel dengan metode drill and blast.

Gambar 3. Siklus Drill and Blast (http://www.railsystem.net)

a. Survey
Tahap pertama dimulai dengan melakukan peninjauan lokasi, yang mana adalah
Analisa geomekaniknya, berupa : uji UCS, Jenis batuan, Kondisi geologi, dan
kondisi air tanahnya. Kemudian data yang diperoleh digunakan untuk proses
drilling guna mengetahui spesifikasi alat-alat yang dibutuhkan. Pada kasus ini
batuan masuk kategori IV yang mana termasuk kategori jelek, sehingga pada
proses driiling alat yang digunakan cukup 2 buah jack hammer. Karena target
kemjuan tunnel juga kecil yakni 1 m/hari.
b. Drilling
Dengan jenis batuan yang ada dan ukuran terowongan 4x6 m, pemboran untuk
lubang handak cukup menggunakan jumbo drill machine. Dengan kedalaman bor
0,5 m, berikut design lubang handak/pattern blast.

Gambar 4. Blasting Pattern


Dikarenakan kondisi batuan yang jelek sehingga batuan lemah, maka saya
menyarankan untuk ukuran terowongan 4x6 m, agar kedalaman lubang handak
adalah 0,5 m sehingga nantinya tidak menimbulkan getaran peledakan yang dapat
menggoyahkan batuan dan berbahaya bagi manusia.

Gambar 5. Jumbo drill


c. Loading
Bahan peledak yang akan digunakan untuk pembangunan terowongan ini adalah
bahan peldak low explosive karena faktor yang telah ditentukan awal, jenisnya
adalah AnFo + detonator electric.
d. Ventilasi
Pada tahap awal mungkin tidak memmerlukan sistem ventilasi untuk sirkulai udara
berish, namun setelah terbentuknya lubang bukaan dan terowongan semakin
dalam, maka diperlukan ventilasi udara. Pada kasus ini adalah pembuatan
terowongan untuk cross cut sehingga proses awalan daripada pembangunan
terowongan ini sudah berada dalam tanah/dalam terowongan utama. Sistem
ventilasi yang digunakan dibahas pada paper tugas Ventilasi tambang.
e. Blasting
Peledakan dilakukan setelah semua alat siap, pada tahapan ini dilakukan dengan
electric detonator dengan primer emulsi AnFo dikarenakan batuan yang bersifat
basah karena kondisi air tanah yang ada pada daerah tersebut. Setelah meledak,
dilakukan pengecekan miss fire, smoke clearing dan pengecekan kondisi
terowongan setelah peledakan terjadi.
f. Dislodged
Pada tahap ini dilakukan pengerukan dan pengangkutan material bekas
peledakan ke dumpsite dengan 1 buah loader.

Gambar 6. Loader
g. Scalling dan Dislodged part II
Setelah material dibawah bersih saatnya pembersihan material di dinding samping
dan atas dengan menggunakan jumbo drill, alat ini multifungsi selain digunakan
untuk pengeboran juga dapat digunakan untuk membersihkan dan merapihkan
dindng-dinding setelah peledakan. Kemudian material kembali di muat-angkut
menggunakan loader.
h. Bolt
Pada pembangunan terowongan ini dilakukan dengan shotcrete/wiremass,
dengan kedalaman mahkota 1-1,5 m agar menancap kuat dan mampu membuat
batuan yang sejatinya lemah menjadi solid. Sistem penyanggaan yang saya pakai
untuk area shale pasiran ini adalah H beam dengan material besi, karena
terwonongan cross cut letaknya didalam tanah berbentuk horizontal sehingga
tekanan yang diterima sangat besar.

Sismtemaitika Penyanggaan

Pada kasus ini Digunakan penyanggaan dengan sistem H beam besi setebal 2 cm untuk
menopang dinding daripada terowongan, untuk itu perlu diketahui tekanan yang
didapatkan dari persamaan berikut ;
RMR = 40
Lubang bukaan (w) = 4m
Modullus young shale pasiran = 18.32 kN/m³
(100 − RMR). w. γ
𝑃𝑟𝑜𝑜𝑓 =
100
(100 − 40). 4.18.32
𝑃𝑟𝑜𝑜𝑓 =
100
𝑃𝑟𝑜𝑜𝑓 = 43,968 kN/m2
Diperoleh besarnya tekanan penyangga untuk batu lumpur adalah 43,968 kN/m².

Gambar 7. Stand up time graphic

Dengan RMR 40 dan support tanpa penyangga 3,4 m maka stand up time yang
dibutuhkan adalah 28 jam.
Untuk spasi H beam saya mengacu pada pendekatan Q system, setelah memperoleh
ke-6 parameter Q-system/RMR
40

15o

Table 8. Analisis Q-System untuk shale pasiran

adalah mencari nilai Q menggunakan persamaan berikut:


𝑅𝑄𝐷 𝐽𝑛 𝐽𝑤
𝑄= . .
𝐽𝑛 𝐽𝑎 𝑆𝑅𝐹
40 4 0,66
𝑄= . .
0,75 4 10
𝑄 = 53,33.1.0,066
𝑄 = 3,5
Berdasarkan persamaan di atas diperoleh nilai Q adalah 3,5. Untuk mengetahui
rekomendasi penyangga berdasarkan Q-System maka dimensi ekivalen dari galian harus
diketahui. Dimensi ekivalen dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑢𝑛𝑛𝑒𝑙
𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 =
𝐸𝑅𝑆
4
𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 =
1,6
𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 = 2,5
Diameter terowongan adalah sebesar 4 m, sehingga nilai dimensi ekivalen galian
yang diperoleh adalah sebesar 2,5 m. Setelah nilai Q (3,5) dan dimensi ekivalen (2,5 m)
diketahui, maka dari grafik berikut ini kita dapat menentukan rekomendasi penyangga
berdasarkan Q-system.

Gambar 8. Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan Q-System untuk


shale pasiran (After Grimstad & Barton, 1993)
Berdasarkan grafik batuan masuk dalam kelompok “Poor” dan rekomendasi penyangga
masuk dalam kategori 4, dimana jenis bolt adalah systematic bolt dengan spasi 2 m pada
daerah shotcrete dan spasi 1.5 m pada derah tanpa shotcrete (unreinforced shotcrete
sebesar 4-5 cm). Batuan masuk dalam kelas “Poor Rock”. Dengan batuan yang bersifaft
basah sehingga untuk shotcrete sulit untuk kering, metode wiremass dijadikan solusi
untuk itu spasi H beam dalah 1,5 m. Untuk mendapatkan design lebih baik, dapat
digunakan software Phase 2.

Kesimpulan
1. Rancangan terowongan dapat diselasaikan dengan waktu kerja 35 hari.
2. Batuan masuk dalam kategori jelek berdasarkan metode RMR dan Q system,
hasil ini dapat digunakan sebagai parameter proses lain seperti drill, blast dan
penyanggaan.
3. Drilling menggunakan Jumbo drill yang dapat digunakan juga untuk scalling.
4. Blasting menggunakan Anfo berupa emulsi ataupun diwadahi plastic karena
batuan bersifat basah dengan detonator listrik.
5. Penyanggan menggunakan H beam besi setebal 2 cm, dan di support
dengan wiremass/shotcrete.

Anda mungkin juga menyukai