Disusun Oleh
TEKNIK PERTAMBANGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, dengan segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan kerja Laporan Lingkungan Tambang Mengenai “Isu
Lingkungan dalam Penggunaan Batubara pada penggunaan PLTU dan Industri” dengan
baik dan tepat waktu untuk memenuhi Tugas mata kuliah Lingkungan Tambang pada
Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Laporan ini disusun berdasarkan pengamatan refrensi – refrensi yang didapat melalu
internet dan buku-buku. Laporan ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terimakasih kepada
segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian laporan ini.
Kami juga menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan, Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan laporan ini agar bermanfaat dimasa yang akan datang.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Manfaat
Manfaat dibuatnya laporan ini adalah :
- Mahasiswa dapat mengetahui isu – isu lingkungan yang sedang dihadapi dari
penggunaan batubara pada PLTU dan Industri
- Mahasiswa dapat mengetahui penyebab isu – isu lingkungan yang ditimbulkan
karena penggunaan batubara pada PLTU dan Industri.
- Mahasiswa dapat mengetahui cara mencegah isu – isu lingkungan tersebut.
- Mahasiswa dapat mengetahui cara penanggulangan isu – isu lingkungan yang
ditimbulkan oleh penggunaan batubara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri
dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki
sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus
dan C240H90O4NS untuk antrasit. Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi
tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon,
kira-kira 340 juta tahun yang lalu, merupakan masa pembentukan batu bara yang paling
produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan
bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk
endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti
Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan
bumi lain. Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai
berikut :
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan
glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan
Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan
istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni :
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah
kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
2. Pencemaran udara
Polusi/pencemaran udara yang kronis sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut logika
udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam
merangsang penyakit pernafasan seperti influensa,bronchitis dan pneumonia serta
penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
3. Pemcemaran Tanah
Penambangan batubara dapat merusak vegetasi yang ada, menghancurkan profil tanah
genetic, menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan habitatnya,
degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu
dapat megubah topografi umum daerah penambangan secara permanen.
Disamping itu, penambangan batubara juga menghasilkan gas metana, gas ini
mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas metana yang diakibatkan
oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi sebesar 10,5% pada emisi gas rumah
kaca.
Aktivitas pertambangan batubara juga berdampak terhadap peningkatan laju erosi
tanah dan sedimentasi pada sempadan dan muara-muara sungai. Kejadian erosi
merupakan dampak tidak langsung dari aktivitas pertambangan batubara melainkan
dampak dari pembersihan lahan untuk bukaan tambang dan pembangunan fasilitas
tambang lainnya seperti pembangunan sarana dan prasarana pendukung seperti
perkantoran, permukiman karyawan, dampak penurunan kesuburan tanah oleh
aktivitas pertambangan batubara terjadi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top
soil) dan tanah penutup (sub soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan tanah
penutup akan merubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan
tanah yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata rapi dari
lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan terbongkar akibat pengupasan
tanah tersebut.
a. Faktor alami
Banyaknya bencana alam dan cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab
terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Bencana alam tersebut bisa berupa banjir,
tanah longsor, tsunami, angin puting beliung, angin topan, gunung meletus, ataupun
gempa bumi. Selain berbahaya bagi keselamatan manusia maupun mahkluk lainnya,
bencana ini akan membuat rusaknya lingkungan.
b. Faktor buatan
Manusia sebagai makhluk berakal dan memiliki kemampuan tinggi dibandingkan
dengan makhluk lain akan terus berkembang dari pola hidup sederhana menuju ke
kehidupan yang modern. Dengan adanya perkembangan kehidupan, tentunya
kebutuhannya juga akan sangat berkembang termasuk kebutuhan eksploitasi sumber
daya alam yang berlebihan. Dalam membuat perhitungan Produktivitas alat, terlebih
dahulu dilakukan pengamatan kegiatan alat di lapangan untuk mendapatkan data
time motion dari setiap alat. Time motion ini disusun dalam suatu bentuk siklus
kerja dari masing-masing alat. Sehingga dapat diketahui waktu tiap tiap kegiatan
dari setiap alat tersebut setiap satu siklusnya.
Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini
dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai
bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin
tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Secara umum, parameter kualitas batubara
yang sering digunakan adalah kalori, kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu,
kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan, di samping parameter lain
seperti analisis unsur yang terdapat dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3, dll), analisis
komposisi sulfur (pyritic sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion
temperature).
Penggunaan Batubara
Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah disebut batu bara tertambang run-of –
mine (ROM). Batu bara tersebut seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak
diinginkan seperti batu bara dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran.
Namun demikian, pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten.
Pengolahan batu bara juga disebut pencucian batu bara (coal benification atau coal washing)
yang mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM coal) untuk menjamin mutu
yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu. Pengolahan
tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut
mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses
pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan
kandungan campuran, batu bara tertambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke
dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah
dengan menggunakan metode ”pemisahan media padatan”.
Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan
diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan
berbentuk magnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan
mengapung dan dapat dipisahkan. Sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang
lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
Cara pengankutan batu bara ke tempat batu bara tersebut akan digunakan tergantung
pada jaraknya. Untuk jarak dekat, umumnya batu bara diangkut dengan menggunakan ban
berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara
diangkut menggunakan kereta api atau tongkang atau dengan alternatif lain dimana batu bara
dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut melalui jaringan pipa.
Disamping itu, pengangkutan batu bara juga bisa dilakukan dengan menggunakan kapal laut.
Adapun prinsip kerja PLTU itu adalah batu bara yang akan digunakan/dipakai dibakar
di dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh laju pembakaran
yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh pembentukan
NOx yang rendah. Batu bara sebelum dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras,
kemudian dimasukkan kewadah (boiler) dengan cara disemprot, di mana dasar wadah itu
berbentuk rangka panggangan yang berlubang. Pembakaran bisa terjadi dengan bantuan
udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa,
akibatnya butir batu bara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan
butirbutir batu bara yang mengambang. Selain mengambang butir batu bara itu juga bergerak
berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek yang baik
sehingga butir itu habis terbakar.
Namun, eksplorasi Batubara terus menerus dilakukan. Saat ini Indonesia merupakan negara
nomor satu pengekspor Batubara di dunia, melampaui Australia.
2. Meskipun Indonesia sebagai negara pengekspor Batubara terbesar di dunia, nyatanya masih
terdapat sekitar 20% masyarakat Indonesia belum mendapatkan akses listrik dari negara.
Mereka adalah rakyat Indonesia yang tinggal di pedalaman, tempat-tempat terpencil dan
ratusan pulau- pulau kecil di pelosok nusantara.
5. Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahan bakar fosil Batubara menyumbang
44% dari total emisi CO2 global. Pembakaran Batubara adalah sumber terbesar emisi gas
GHG (green house gas), yang memicu perubahan iklim.
6. Batubara yang dibakar di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memancarkan sejumlah
polutan seperti NOx dan SO3, kontributor utama dalam pembentukan hujan asam dan
polusi PM2.5. Masyarakat ilmiah dan medis telah mengungkap bahaya kesehatan akibat
partikel halus (PM2.5) dari emisi udara tersebut. PLTU Batubara juga memancarkan
bahan kimia berbahaya dan mematikan seperti merkuri dan arsen.
Emisi Udara
Pada tahap operasi, polutan terkait dengan pembakaran bahan bakar fosil padat di boiler
akan dipancarkan. Sumber emisi tambahan, tapi lebih kecil, adalah NO2 dan amonia
dari sistem amonia stripping kecil. Sementara sumber emisi non-titik lain (misalnya
sumber dari kendaraan bergerak dan debu sementara dari penanganan material) akan
kurang signifikan jika dibandingkan dengan sumber titik stasioner, terutama boiler.
Teknik kuantitatif digunakan untuk menilai dampak dari emisi udara pada tahap operasi,
untuk itu Gaussian dispersion, model simulasi komputer berdasarkan peraturan disetujui
untuk digunakan.
Sistem pendingin untuk pembangkit listrik yang diusulkan ini akan melibatkan sistem
sekaligus- melalui pendinginan yang membutuhkan jumlah besar dari air laut yang
kemudian dibuang kembali ke laut.
Buangan air limbah sungai di pembangkit listrik thermal termasuk limbah padat daerah
aliran pembuangan air, halaman penyimpanan batubara, lantai dan halaman saluran air,
limbah laboratorium, dan lainnya. Sistem pengolahan air limbah akan digunakan untuk
memitigasi air limbah yang signifikan dipancarkan dari pengoperasian pabrik pengolahan.
Tahap
Pengolahan Jika tidak terdapat pengolah Lubang pembuangan limbah padat akan
dilengkapi dengan koleksi pengolah debu.Sumur
Abu debu bisa menyebabkan
pemantauan air tanah akan mendeteksi kebocoran
pencemaran tanah dan air
dalam hal pelanggaran dari sistem kapal.
tanah.
Emisi Kebisingan
Proyek akan memiliki sejumlah sumber kebisingan yang berpotensi akan memiliki
dampak negatif pada tempat kerja dan ambang tingkat kebisingan. Langkah-langkah
berikut akan diambil untuk mengurangi emisi kebisingan.
Konstruksi)
Emisi Selama operasi, proyek ini Pemodelan dilakukan untuk mengakomodasi
akan perubahan
kebisingan
menghasilkan emisi tata letak pembangkit dan sekitarnya, revisi
kebisingan terutama karena peralatan pabrik / komponen, dan pembaruan data
(Selama operasi peralatan. suara peralatan individu. Panel isolasi kebisingan
ditambahkan ke rumah mesin penghancur batubara
Operasi)
dari desain asli untuk mengurangi emisi
kebisingan operasional. kontribusi emisi
kebisingan Pembangkit Tenaga Listrik di titik
pengambilan sampel U1 dan U2 menjadi 52,3 dB
(A) dan
Limbah padat yang dihasilkan oleh PLTU biasanya abu yang dibuang di daerah
pembuangan limbah padat. Langkah-langkah berikut akan diambil untuk mengurangi
dampak.
Kualitas Penanganan abu akan Abu akan dibasahi sebelum diangkut untuk
menyebabkan penurunan kualitas menghindari penyebaran abu ke
Udara
udara. Hal ini dapat terjadi selama ambang udara saat berada
abu yang terbangdanabu yang dipengangkutan ke daerah pembuangan
dibawah,diangkutke daerah limbah padat.
pembuangan limbah padat.
Persepsi Limbah padat yang dihasilkan Perusahaan semen lokal telah mengajukan
oleh PLTU biasanya abu yang pernyataan minat secara tertulis untuk
Publik
dibuang di tempat pembuangan menangani abu.
sampah.
PLTU Batubara menyebabkan masyarakat terpapar bahan beracun, ozon dan logam berat.
Dampak kesehatan yang berat disebabkan partikel mikroskopik (PM2.5) yang terbentuk dari
emisi sulfur, nitrogen oksida dan debu.
Partikel halus ini menembus ke dalam paru-paru dan aliran darah, menyebabkan kematian
dan berbagai masalah kesehatan.
Selain pembangkit listrik tenaga Batubara yang saat ini beroperasi, setidaknya terdapat 117 - dan
mungkin lebih - PLTU Batubara yang sedang dalam proses konstruksi atau yang akan dibangun.
Menurut analisis oleh Harvard University, jika semua pembangkit listrik tenaga Batubara yang
direncanakan mulai beroperasi, Indonesia akan mengalami sekitar 15.700 kematian dini di Indonesia
setiap tahunnya. Ini adalah resiko kematian yang sama sekali tidak perlu, karena adanya kehadiran
energi terbarukan yang mutakhir, dan solusi hemat energi yang memungkinkan kita untuk menjaga
lampu tetap menyala tanpa Batubara.
BAB IV
Saat ini terdapat puluhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara tersebar
dan beroperasi di Indonesia, melepaskan jutaan ton polusi setiap tahunnya. Dari waktu ke
waktu PLTU-PLTU tersebut mengotori udara kita dengan polutan beracun, termasuk
merkuri, timbal, arsenik, kadmiun dan partikel halus namun beracun, yang telah menyusup ke
dalam paru-paru masyarakat. Polusi udara adalah pembunuh senyap, menyebabkan 3 juta
kematian dini (premature death) di seluruh dunia, dimana pembakaran Batubara adalah salah
satu kontributor terbesar polusi ini. Polusi udara menyebabkan peningkatan risiko kanker
paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan. Laporan ini disusun
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Harvard tentang dampak polusi udara
PLTU Batubara di Indonesia terhadap kesehatan. Hasil penelitian mengungkap angka
estimasi kematian dini akibat PLTU Batubara yang saat ini sudah beroperasi, mencapai
sekitar 6.500 jiwa/tahun di Indonesia. Penelitian serupa juga dilakukan di berbagai negara
Asia lainnya.
Saat ini, sekitar 40% dari listrik yang dihasilkan di seluruh dunia masih berasal dari
pembangkit listrik tenaga Batubara. Namun, ada kabar baik. Di berbagai negara, Batubara
mulai kehilangan popularitasnya. Warisan kotor abad ini telah gagal dalam menghadapi
efisiensi energi yang bertumbuh, bukti-bukti dampak pencermaran, semakin terjangkaunya
energi terbarukan serta munculnya perlawanan masyarakat di banyak negara. Sebagai contoh,
sebanyak 200 PLTU batu bara di Amerika Serikat telah dijadwalkan untuk ditutup. Pada
periode yang sama ketika sebanyak 82.5 gigawatt energi dari sumber batu bara dibatalkan 1.
Amerika Serikat menambahkan 46 gigawatt energi terbarukan dari angin, matahari, dan
teknologi panas bumi. Pasar keuangan mengkonfirmasi penurunan popularitas Batubara.
Pada bursa saham Dow Jones, total indeks pasar Batubara menunjukkan penurunan 76%
dalam lima tahun terakhir. Tambang-tambang besar dengan biaya operasi tinggi ikut
terpukul.
1) Menyusun daftar semua PLTU Batubara yang beroperasi, dalam pembangunan, dalam
perencanaan, termasuk lokasi mereka, kapasitas dan rincian teknis lainnya.
2) Membuat estimasi emisi polutan udara dari PLTU Batubara berdasarkan standar emisi,
peralatan kontrol emisi yang terpasang dan jumlah Batubara yang dibakar.
5) Bersama hasil pemodelan, digunakan data populasi resolusi tinggi, untuk menilai
paparan polusi PLTU terhadap populasi.
6) Menggunakan data Global Burden Disease Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara
lainnya tentang risiko penyakit yang terkait polusi udara, dan hasil penelitian ilmiah
yang menunjukkan hubungan peningkatan risiko penyakit-penyakit tersebut dengan
kenaikan tingkat polusi, sehingga dampak kesehatan total dari PLTU yang
diikutsertakan dalam pemodelan.
Gambar 1.Perjalanan Panjang Penghasil Listrik
HASIL PENELITIAN 2
PLTU TANJUNG JATI B (Saat ini Sudah Beroperasi)
Tanjung Jati B adalah PLTU Batubara 2640 MW di Jepara, Jawa Tengah, dengan empat
unit beroperasi pada tahun 2006-2012. Tidak seperti mayoritas operasi PLTU Batubara,
fasilitas ini telah memasang peralatan desulfurisasi di unit 3 dan 4. Lebih lanjut untuk
polutan lain, kami asumsikan pembangkit ini sudah memenuhi standar nasional. Meski
perhitungan sudah dibuat konservatif/asumsi memenuhi standar, hasil pemodelan
menunjukkan begitu banyak angka estimasi kematian dini.
PM10 NOx SO2
Units 2714 22784 201
1&2 04
Units 1809 20104 804
3&4 2
Perkiraan Emisi Tahunan Dari Pembangkit Listrik Jati B, Ton Per Tahun:
Pemodelan Konsentrasi Rata-Rata PM2.5 Per Tahun Dari PLTU Jati B. Daerah Hitam dan Merah
Mengalami Resiko Kesehatan Individu Paling Tinggi.
Estimasi Kematian Dini Disebabkan Oleh Emisi Polutan Udara Dari Pltu Batubara
Jati B, Kasus Per Tahun:
Stroke 450 280-630
Penyakit Jantung 400 260-540
Iskemik
Penyakit Paru-Paru 60 40-90
Obstuktif Kronis
Kanker Paru-Paru 50 23-87
Penyakit Jantung 30 19-42
Kronis
dan Pernapasan
Lainnya
Infeksi Saluran 20 5-45
Pernafasan
Bawah Pada Anak
Usia di
Bawah 5 Tahun
Total 1020 620-1440
PLTU BATANG (dalam rencana)
Proyek Batang adalah proyek pembangunan PLTU Batubara 2000 MW di pantai utara Jawa
Tengah. Pembangkit listrik tersebut direncanakan akan menggunakan teknologi desulfurisasi
dan de-NOx. Proyeksi emisi dari pabrik yang diambil dari Analisa Dampak Lingkungan, dan
pabrik tersebut diasumsikan beroperasi dengan rata-rata faktor beban tahunan 80%.
Estimasi Konsentrasi Rata-Rata PM2.5 Per Tahun Dari PLTU Batang. Daerah
Hitam Dan Merah Mengalami Risiko Kesehatan Individu Paling Tinggi.
Estimasi Interval
Penderita Keyakinan
(Jiwa/Tahun) 95%
Stroke 340 210-480
Penyakit Jantung Iskemik 300 190-410
Penyakit Paru-Paru 50 30-68
Obstuktif Kronis
Kanker Paru-Paru 40 17-66
Penyakit Jantung Kronis 20 14-32
dan Pernapasan Lainnya
Infeksi Saluran Pernafasan 10 4-34
Bawah Pada Anak Usia di
Bawah 5 Tahun
Total 780 470-1090
Proyeksi Kematian Dini Akibat Emisi Polutan Udara Dari PLTU Batubara Batang,
Kasus Per Tahun.
PLTU Batang diprediksi bahwa efek kualitas udara paling parah akan terjadi di Batang
dan Pekalongan, dimana risiko ancaman kesehatan individu akibat PLTU Batubara paling
tinggi. Emisi polutan udara PLTU Batang diproyeksikan menyebabkan 780 kematian dini
per tahun (95% interval kepercayaan: 470-1090). Ini termasuk 340 kematian akibat stroke,
300 kematian akibat penyakit jantung siskemik, 40 kematian akibat kanker paru-paru, 70
kematian akibat penyakit pernapasan kronis dan 10 kematian dari anak-anak kecil karena
penyakit pernapasan akut.
Pemodelan Estimasi Buangan Fly Ash Mengandung Toksik Logam Dari PLTU Batang, Kilograms Per Km2 Per
Tahun.
4.2 Analisis
Dari data yang ada, dapat dikatakan bahwa batubara saat ini adalah mesin pembunuh
yang menyebabkan kematian dini sekitar 6.500 jiwa rakyat Indonesia per tahun. Angka
tersebut diperkirakan akan melonjak sekitar 15.700 jiwa/tahun seiring dengan rencana
pembangunan PLTU Batubara baru.
Hasil pemodelan atmosfer GEOS-Chem yang dilakukan oleh tim peneliti Harvard
University - Atmospheric Chemistry Modeling Group (ACMG) menunjukkan bahwa
polusi udara dari operasi PLTU Batubara saat ini telah menyebabkan kematian dini sekitar
6.500 jiwa per tahun. Penyebab utamanya adalah stroke (2.700), penyakit jantung iskemik
(2.300), penyakit paru obstruktif kronik (400), kanker paru-paru (300) serta penyakit
kardiovaskular dan pernapasan lainnya (800). Hal tersebut dapat terjadi karena PLTU
Batubara menyebabkan masyarakat terpapar bahan beracun, ozon dan logam berat.
Dampak kesehatan yang berat disebabkan partikel mikroskopik (PM2.5) yang terbentuk
dari emisi sulfur, nitrogen oksida dan debu. Partikel halus ini menembus ke dalam paru-
paru dan aliran darah, menyebabkan kematian dan berbagai masalah kesehatan. Berikut
adalah ilustrasi yang menggambarkan proses dari dampak batubara tersebut
Pencemaran udara yang dihasilkan dari PLTU Batubara menyebar hingga lingkup yang
luas dimana masyarakat yang tinggal di dekat PLTU terkena dampak paling berat Selain
proyeksi keseluruhan dampak nasional PLTU Batubara di Indonesia, dapat pula dampak
kesehatan akibat kontribusi langsung dari 2 buah PLTU Batubara, yaitu Pembangkit listrik
tenaga Batubara yang sedang beroperasi: PLTU Tanjung Jati B di Jepara dan proyek
pembangkit listrik dalam rencana pembangunan: PLTU Batang.
Studi dilakukan dengan metodologi penelitian Harvard untuk estimasi emisi dan dampak
kesehatan, serta sistem pemodelan CALPUFF untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci
tentang penyebaran polutan baik lokal dan regional dari 2 PLTU tersebut.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan, diketahui emisi PLTU Jepara diestimasi
menyebabkan 1.020 kematian dini per tahun. Termasuk 450 kematian akibat stroke, 400
kematian akibat penyakit jantung iskemik, 60 kematian akibat kanker paru-paru, 90 kematian
akibat penyakit pernapasan kronis dan 20 kematian anak-anak akibat infeksi akut saluran
pernapasan. Efek kualitas udara paling parah akan terjadi di Kota Jepara, Kecamatan
Pecangaan, Kecamatan Kembang dan Kecamatan Karangsari, sedangkan Semarang di selatan
serta Rembang dan Lasem di area timur juga terpengaruh. Model ini menunjukkan bahwa
sebagian besar kematian dini terjadi di Semarang karena jumlah penduduk yang besar ikut
terdampak.
Sementara untuk kasus PLTU Batang diprediksi bahwa efek kualitas udara paling parah
akan terjadi di Batang dan Pekalongan, dimana risiko ancaman kesehatan individu akibat
PLTU Batubara paling tinggi. Emisi polutan udara PLTU Batang diproyeksikan
menyebabkan 780 kematian dini per tahun (95% interval kepercayaan: 470-1090). Ini
termasuk 340 kematian akibat stroke, 300 kematian akibat penyakit jantung siskemik, 40
kematian akibat kanker paru-paru, 70 kematian akibat penyakit pernapasan kronis dan 10
kematian dari anak-anak kecil karena penyakit pernapasan akut.
Sebagian besar dampak kesehatan akan terjadi di kota Pekalongan, Tegal, Semarang dan
Cirebon. Dampak ini diproyeksikan untuk populasi di tahun 2020, dengan
mempertimbangkan pertumbuhan penduduk di masa mendatang. Pemodelan dampak
buangan fly ash dari PLTU Batang akan terjadi di sekitar lokasi PLTU pada jarak 5-10 km.
Lereng gunung di barat daya dan tenggara juga akan terpengaruh. Sebagian besar wilayah
yang terkena dampak akan diproyeksikan untuk terkena fly ash sebesar 500-1,000 kilogram
per km2.
Data ini dikarenakan emisi dari PLTU batubara menyebabkan Meningkatkan partikel
beracun di udara sebagian besar di pantai utara Jawa dan lebih jauh lagi. Meningkatkan risiko
penyakit seperti stroke, kanker paru-paru, jantung dan penyakit pernapasan pada orang
dewasa, serta infeksi pernafasan pada anak-anak. PLTU menyebabkan kematian dini akibat
paparan SO2, NOx dan paparan partikel berbahaya (PM2.5) di udara. Selain itu dapat
menyebabkan hujan asam berdampak pada kondisi tanaman dan tanah dan emisi logam berat
beracun seperti merkuri, arsenik, nikel, kromium dan timbal.
Untuk mencegah dampak yang ditimbulkan oleh emisi yang dihasilkan oleh pembangkit
listrik khususnya pada penggunaan batubara, maka perlu dilaksanakan pencegahan dengan
penggunaan teknologi yang hasil akhirnya dapat menguntungkan secara ekonomi. Salah
satu metode sudah banyak dilakukan adalah teknik flue-gas desulfurization (FGD). Selain
penggunaan FGD juga ada teknologi yang dapat menjinakkan polutan penyebab hujan
asam. Alat tersebut dikenal dengan nama electeron beam machine (MBE) atau mesin
berkas elektron. Keuntungan memakai electeron beam machine (MBE) dalam menjinakkan
gas polutan diantaranya prosesnya dilakukan secara serentak dalam waktu yang singkat,
prosesnya pun adalah proses kering dalam satu tingkat dan hasil akhirnya berupa bahan
baku pupuk yang dapat dimanfaatkan dalam sektor pertanian.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini
dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai
bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin
tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Namun Batubara yang dibakar di
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)memancarkan sejumlah polutan, polutan seperti NOx
dan SO3, kontributor utama dalam pembentukan hujan asam dan polusi PM2.5.Masyarakat
ilmiah dan medis telah mengungkan bahaya kesehatan akibat partikel hasul (PM2.5) dari
emisi udara tersebut. PLTU Batubara juga memancarkan bahan kimia berbahaya dan
mematikan seperti merkuri dan arsen.
Masalah lingkungan ini terjadi karena memang pada dasarnya kekurangan dari
penggunaan batubara sebagai bahan penghasil energy dengan pembangkit tenaga listrik
yaitu pada saat proses penambangan terjadi pencemaran baik udara, air maupun tanah
kemudian apabila tambang batubara tersebut tidak mengikuti aturan maka bisa jadi tambang
tersebut tidak mengurus Air Asam Tambang dan Logam berat. Selain itu penambangan juga
mengubah bentang alam. Kemudian dari proses pencucian timbul masalah penggunaan air
bersih sehingga masyarakatpun terganggu karena kekurangan air bersih. Dari proses
pembakaran batubara pada PLTUpun menghasilkan gas gas beracun seperti PM 2.5,
merukri, CO2,NOx dll yang dapat menimbulkan kematian Dini Nasional meningkat, hujan
asam dan perubahan iklim global.
Demi menutupi kekurangan dari penggunaan batubara sebagai bahan penghasil energy
dengan pembangkit tenaga listrik yaitu berbagai macam cara dilakukan untuk mencegah
terjadinya kerusakan lingkungan dari pembakaran batubara tersebut. salah satu cara
pencegahan pada saat penambangan adalah dilakukannya kegiatan reklamasi dan program
paska tambang yang baik sehingga lahan bekas tambang dapat dimanfaatkan kembali dan
tida merusak lingkungan, kemudian pada proses pencucian dan pembakaran batubara juga
perusahaan wajib memnuhi baku mutu lingkungan supaya masyarakat sekitar tidak
menghadapi kesulitan – kesulitan diakrenakan proses batubara tersebut.
5.2 Saran
Bagi para pemangku kepentingan diharapkan lebih memikirkan dampak yang dihasilkan
oleh semua jalinan proses penggunaan batubara sebagai sumber penghasil energy,
meskipun tidak bisa betul – betul menghilangkan terjadinya kerusakan setidaknya dapat
meminimalisir dari dampak yang dihasilkan.
Kemudian juga bagi para pengguna energy tersebut diharapkan lebih bijak dalam
penggunaan energy terebut. Kemudian bagi para pengembang teknologi juga diharapkan
dapat mengciptakan teknologi ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi kerusakan –
kerusakan yang dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Pope III CA & Dockery DW (2006). Health Effects of Fine Particulate Air Pollution: Lines
that Connect. J Air & Waste Manage. Assoc. 56:709 –742;
http://www.eia.gov/beta/international/country.cfm?iso=IDN
http://kip.esdm.go.id/pusdatin/index.php/data-informasi/data-energi/ketenagalistrikan/rasio-
elektrifikasi