Anda di halaman 1dari 45

ISU LINGKUNGAN DALAM PENGGUNAAN BATUBARA

PADA PLTU DAN INDUSTRI

Disusun Oleh

Nia Oktaviani 11160980000023


Farras Al – Yafi 11160980000028
Rizqy Mustaqim 11160980000031
Aulia Farhan 11160980000032
Sulistia Devi 11160980000043
Ahmad Fathurrohman 11160980000048
Rifqi Indra Putra 11160980000052

TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, dengan segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan kerja Laporan Lingkungan Tambang Mengenai “Isu
Lingkungan dalam Penggunaan Batubara pada penggunaan PLTU dan Industri” dengan
baik dan tepat waktu untuk memenuhi Tugas mata kuliah Lingkungan Tambang pada
Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Laporan ini disusun berdasarkan pengamatan refrensi – refrensi yang didapat melalu
internet dan buku-buku. Laporan ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terimakasih kepada
segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian laporan ini.

Kami juga menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan, Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan laporan ini agar bermanfaat dimasa yang akan datang.

Ciputat, 22 November 2017

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batubara merupakan sumber energy penting yang banyak digunakan untuk
kehidupan manusia. Kontribusi batubara terhadap kebutuhan total energy dunia berkisar
23%. Batubara umumnya digunakan sebagai salah satu pembangkit listrik, produksi baja,
dan prodduksi semen. Di Indonesia sendiri batubara berkalori rendah digunakan sebagai
bahan bakar utama PLTU didatangkan dari pulau Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi
dengan menggunakan kapal pengangkut batubara.
Konsumsi batubara Indonesia meningkat hingga 15% setiap tahunnya dimana
pada tahun 2012 menyentuh angka 75 juta ton dimana 83% dimanfaatkan untuk
penggunaan PLTU dan Industri. Akibat dari meningkatnya kebutuhan batubara setiap
tahunya. Banyak dilakukan Eksploitasi besar – besaran terhadap batubara menyebabkan
dampak yang mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup dan menghambat
terselenggaranya eco-development.
Akibatnya munculnya isu – isu lingkungan yang dapat terjadi akibat penggunaan
batubara pada PLTU dan Industri. Untuk itu pada laporaan kali ini akan membahas
mengenai isu – isu lingkungan yang terjadi akibat penggunaan batubara pada PLTU dan
Indusstri.

1.2 Rumusan Masalah


- Isu – isu lingkungan apa saja kah yang timbul akibat dari penggunaan batubara pada
PLTU dan Industri?
- Mengapa isu – isu lingkungan tersebut dapat terjadi?
- Bagaimana cara pencegaahan agar isu- isu lingkungan akibat penggunaan batubara
pada PLTU dan Industri dapat diminimalisir?
- Bagaimana cara penganggulangan isu – isu lingkungan akibaat penggunaan batubara
pada PLTU dan Industri yang telah terjadi?
1.3 Tujuan dan Manfaat
 Tujuan
Tujuan dibuatnya laporan ini adalah :
- Untuk memenuhi tugas matakuliah Lingkungan Tambang
- Untuk mengetahui isu – isu lingkungan dalam penggunaan batubara pada PLTU
dan Industri
- Untuk mengetahui penyebab isu – isu lingkungan yang ditimbulkan karena
penggunaan batubara pada PLTU dan Industri.
- Untuk mengetahui cara mencegah isu – isu lingkungan tersebut
- Untuk mengetahui cara penanggulangan isu – isu lingkungan yang ditimbulkan
oleh penggunaan batubara.

 Manfaat
Manfaat dibuatnya laporan ini adalah :
- Mahasiswa dapat mengetahui isu – isu lingkungan yang sedang dihadapi dari
penggunaan batubara pada PLTU dan Industri
- Mahasiswa dapat mengetahui penyebab isu – isu lingkungan yang ditimbulkan
karena penggunaan batubara pada PLTU dan Industri.
- Mahasiswa dapat mengetahui cara mencegah isu – isu lingkungan tersebut.
- Mahasiswa dapat mengetahui cara penanggulangan isu – isu lingkungan yang
ditimbulkan oleh penggunaan batubara.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batubara

Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri
dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki
sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus
dan C240H90O4NS untuk antrasit. Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi
tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon,
kira-kira 340 juta tahun yang lalu, merupakan masa pembentukan batu bara yang paling
produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan
bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk
endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti
Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan
bumi lain. Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai
berikut :

 Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
 Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
 Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
 Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan
glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan
Afrika.
 Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

2.1.1 Pembentukan Batubara

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan
istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni :

 Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah
kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
 Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.

2.1.2. Metode Penambangan Batubara

Kegiatan pertambangan batubara merupakan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam


yang tidak dapat diperbaharui dan umumnya membutuhkan investasi yang besar
terutama untuk membangun fasilitas infrastruktur. Karakteristik yang penting dalam
pertambangan batubara ini adalah bahwa pasar dan harga sumberdaya batubara ini yang
sangat prospektif menyebabkan industri pertambangan batubara dioperasikan pada tingkat
resiko yang tinggi baik dari segi aspek fisik, perdagangan, sosial ekonomi maupun aspek
politik.
Kegiatan penambangan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode
yaitu (Sitorus, 2000) :
1. Penambangan permukaan (surface/ shallow mining) , meliputi tambang terbuka
penambangan dalam jalur dan penambangan hidrolik.
2. Penambangan dalam (subsurfarcel deep mining).
Kegiatan penambangan terbuka (open mining) dapat mengakibatkan gangguan seperti:
 Menimbulkan lubang besar pada tanah.
 Penurunan muka tanah atau terbentuknya cekungan pada sisa bahan galian
yang dikembalikan ke dalam lubang galian.
 Bahan galian tambang apabila di tumpuk atau disimpan pada stock fliling dapat
mengakibatkan bahaya longsor dan senyawa beracun dapat tercuci ke daerah hilir.
 Mengganggu proses penanaman kembali reklamasi pada galian tambang yang
ditutupi kembali atau yang ditelantarkan terutama bila terdapat bahan beracun,
kurang bahan organiklhumus atau unsur hara telah tercuci .

Sistem penambangan batubara yang sering diterapkan oleh perusahaan-perusahaan


yang beroperasi adalah sistem tambang terbuka (Open Cut Mining) . Penambangan
batubara dengan sistem tambang terbuka dilakukan dengan membuat jenjang (Bench)
sehingga terbentuk lokasi penambangan yang sesuai dengan kebutuhan penambangan.
Metode penggalian dilakukan dengan cara membuat jenjang serta membuang dan
menimbun kembali lapisan penutup dengan cara back filling per blok penambangan
serta menyesuaikan kondisi penyebaran deposit sumberdaya mineral, (Suhala Et, al.,,
1995).
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku
tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena
jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah
konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai
dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat
agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya
adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke
processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah
sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem
hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.

Pengangkutan Batu Bara


Cara pengangkutan batu bara ke tempat batu bara tersebut akan digunakan tergantung
pada jaraknya. Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkut dengan menggunakan ban
berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara
diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang atau dengan alternatif lain dimana
batu bara dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut melalui jaringan
pipa.
Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam ukuran berkisar
dari Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT) sampai kapal
berukuran Capesize (sekitar 80,000+ DWT). Sekitar 700 juta ton (Jt) batu bara
diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari jumlah tersebut
diangkut melalui laut.
Pengangkutan batu bara dapat sangat mahal – dalam beberapa kasus, pengangkutan batu
bara mencapai lebih dari 70% dari biaya pengiriman batu bara. Tindakan-tindakan
pengamanan diambil di setiap tahapan pengangkutan dan penyimpan batu bara untuk
mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup.

2.1.3 Dampak Penambangan Batubara Terhadap Lingkungan


Setiap kegiatan penambangan baik itu penambangan Batu bara, Nikel dan Marmer serta
lainnya pasti menimbulkan dampak positif dan negatif bagi lingkungan sekitarnya. Dampak
positifnya adalah meningkatnya devisa negaradan pendapatan asli daerah serta menampung
tenaga kerja sedangkan dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat dikelompokan
dalam bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan, polusi udara,
menurunnya permukaan bumi (land subsidence), dan kerusakan karena transportasi alat dan
pengangut berat.
Karena begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan
maka perlu kesadaran kita terhadap lingkungan sehingga dapat memenuhi standar lingkungan
agar dapat diterima pasar. Apalagi kebanyakan komoditi hasil tambang biasanya dijual dalam
bentuk bahan mentah sehingga harus hati-hati dalam pengelolaannya karena bila para
pemakai mengetahui bahan mentah yang dibeli mencemari lingkungan, maka dapat dirasakan
tamparannya terhadap industri penambangan kita.
Sementara itu, harus diketahui pula bahwa pengelolaan sumber daya alam hasil
penambangan adalah untuk kemakmuran rakyat. Salah satu caranya adalah dengan
pengembangan wilayah atau community development. Perusahaan pertambangan wajib ikut
mengembangkan wilayah sekitar lokasi tambang termasuk yang berkaitan dengan
pengembangan sumber daya manusia. Karena hasil tambang suatu saat akan habis maka
penglolaan kegiatan penambangan sangat penting dan tidak boleh terjadi kesalahan.
Seperti halnya aktivitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara juga
telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup besar, baik itu air,
tanah, udara, dan hutan, Air. Penambangan Batubara secara langsung menyebabkan
pencemaran antara lain ;
1. Pencemaran Air
Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi dengan air
menghasilkan Asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya ikan-ikan di sungai,
tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap perubahan pH yang drastis.
Batubara yang mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop
radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan
kontaminasi radioaktif. Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi
rendah, namun akan memberi dampak signifikan jika dibung ke lingkungan dalam
jumlah yang besar. Emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus
berpindah melalui rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan
senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan
dari air yang terkontaminasi merkuri.

2. Pencemaran udara
Polusi/pencemaran udara yang kronis sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut logika
udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam
merangsang penyakit pernafasan seperti influensa,bronchitis dan pneumonia serta
penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
3. Pemcemaran Tanah
Penambangan batubara dapat merusak vegetasi yang ada, menghancurkan profil tanah
genetic, menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan habitatnya,
degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu
dapat megubah topografi umum daerah penambangan secara permanen.
Disamping itu, penambangan batubara juga menghasilkan gas metana, gas ini
mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas metana yang diakibatkan
oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi sebesar 10,5% pada emisi gas rumah
kaca.
Aktivitas pertambangan batubara juga berdampak terhadap peningkatan laju erosi
tanah dan sedimentasi pada sempadan dan muara-muara sungai. Kejadian erosi
merupakan dampak tidak langsung dari aktivitas pertambangan batubara melainkan
dampak dari pembersihan lahan untuk bukaan tambang dan pembangunan fasilitas
tambang lainnya seperti pembangunan sarana dan prasarana pendukung seperti
perkantoran, permukiman karyawan, dampak penurunan kesuburan tanah oleh
aktivitas pertambangan batubara terjadi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top
soil) dan tanah penutup (sub soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan tanah
penutup akan merubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan
tanah yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata rapi dari
lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan terbongkar akibat pengupasan
tanah tersebut.

2.2. Pengertian PLTU


Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara adalah salah satu jenis instalasi pembangkit
tenaga listrik dimana tenaga listrik didapat dari mesin turbin yang diputar oleh uap yang
dihasilkan melalui pembakaran batubara. PLTU batubara adalah sumber utama dari listrik
dunia saat ini. Sekitar 60% listrik dunia bergantung pada batubara, hal ini dikarenakan PLTU
batubara bisa menyediakan listrik dengan harga yang murah. Kelemahan utama dari PLTU
batubara adalah pencemaran emisi karbonnya sangat tinggi, paling tinggi dibanding bahan
bakar lain.

2.2.1. Prinsip Kerja PLTU


Prinsip kerja PLTU secara umum adalah pembakaran batubara pada boiler untuk
memanaskan air dan mengubah air tersebut menjadi uap yang sangat panas yang digunakan
untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan tenaga listrik dari kumparan medan magnet di
generator. Sistem Pengaturan yang digunakan pada power plant ini menggunakan sistem
pengaturan Loop tertutup, dimana air yang digunakan untuk beberapa proses merupakan
putaran air yang sama, hanya perlu ditambahkan jika memang level yang ada kurang.
Bentuknya saja yang berubah, pada level tertentu berwujud air, tetapi pada level yang lain
berwujud uap.
Jika kita melihat secara sederhana bagaimana siklus PLTU itu, lihat saja proses memasak
air. Air dimasak hingga menguap dan uap ini lah yang digunakan untuk memutar turbin dan
generator yang nantinya akan menghasilkan energi listrik. Pembangkit listrik pada dasarnya
adalah tempat untuk mengubah energi yang dikandung oleh bahan bakar menjadi energi
listrik. Mari kita lihat pembangkit yang menggunakan batubara, yaitu PLTU. Prinsip kerja
pembangkit ini secara sederhana dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema cara kerja pembangkit listrik berbahan bakar batubara.


Batubara yang merupakan bahan bakar dipasok ke dalam tungku (furnace). Di situ
batubara dibakar dan akan menghasilkan energi atau kalor. Selanjutnya energi tersebut akan
dipindahkan ke air di dalam boiler, di mana air kemudian akan mendidih dan berubah bentuk
menjadi uap. Uap yang mempunyai suhu tinggi dan tekanan tinggi ini akan dialirkan ke
turbin. Di dalam turbin, uap akan melewati sudu-sudu turbin yang kemudian akan memutar
poros untuk menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Uap yang telah melewati
turbin selanjutnya akan masuk ke dalam kondensor, di mana uap tersebut akan didinginkan
dan berubah bentuknya kembali menjadi cair. Air dari kondenser selanjutnya akan
dikembalikan ke dalam boiler dengan menggunakan pompa umpan. Demikian seterusnya
proses tersebut berlangsung berulang-ulang. Karena proses tersebut berulang dan
menggunakan uap sebagai media untuk memindahkan energi, maka proses ini disebut
dengan istilah siklus uap atau dikenal juga dengan istilah siklus Rankine.

2.2.2. Dampak PLTU Secara Umum


1. Radiasi
Radiasi yang ditimbulkan oleh SUTT (Saluran Listrik Tegangan Tinggi) sangat
berbahaya bagi kesehatan. Pemerintah lebih memilih membangun SUTT melewati
pemukiman warga ketimbang melewati tanah yang kosong yang jaraknya agak lebih
jauh. Pemerintah hanya memikirkan kerugian yang di dapatnya dalam biaya
pemindahan SUTT dibanding kerugian yang didapat oleh warga yang rumahnya
terlintas oleh jalur SUTT.
2. Pencemaran Udara
Dalam proses produksi listrik dari pada PLTU batu bara terdapat proses pembakaran
batubara. Seperti halnya bahan bakar fosil lainnya, dalam proses pembakaran batubara
selain dihasilkan pelepasan energy berupa panas juga dihasilkan abu dan asap. Debu
dan asap ini merupakan polutan yang dihasilkan dari PLTU batubara. Berikut polutan
utama yang dihasilkan oleh PLTU batubara :
 SOx merupakan emisi gas buang yang dikenal sebagai sumber gangguan paru-
paru dan dapat menyebabkan berbagai penyakit pernafasan.
 NOx merupakan emisi gas buang yang sekaligus dikeluarkan oleh PLTU
batubara bersama dengan gas SOx, keduanya merupakan penyebab terjadinya
"hujan asam" yang terjadi di banyak negara maju dan berkembang, terutama
yang menggantungkan produksi listriknya dari PLTU batubara. Hujan asam
dapat memberikan dampak buruk bagi industri peternakan dan pertanian.
 COx merupakan emisi gas buang yang dapat membentuk lapisan pada atmosfer
yang dapat menyelubungi permukaan bumi sehingga dapat menimbulkan efek
rumah kaca ("green-house effect"), hal ini dapat berpengaruh pada perubahan
iklim global.
 fly ash ( abu terbang)
Jenis-jenis penyakit yang ditimbulkan oleh patikulat fly ash batubara:
- Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas,
berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian
mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan
baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll). Pemakaian batubara sebagai bahan bakar
juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar,
debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama – sama dengan
partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam
bentuk abu.
Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk.
Batuk seringkali tidak disertai dengan dahak.
- Penyakit Antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada
pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang
banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara
pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga
batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan
bakar batubara. Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara.
Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat,
dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila
disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan
terjadinya kematian.
3. Asap Dan Ozon
Asap sebagian besar terdiri dari lapisan bawah ozon (O3), tetapi juga banyak
mengandung unsur-unsur kimia lainnya, termasuk karbon monoksida (CO), unsur
partikel seperti debu, senyawa volatil organik (VOCs) seperti benzene, butane, dan
hidrokarbon lainnya. Lapisan bawah ozon yang berbahaya jangan disamakan dengan
lapisan ozon yang berguna di stratosfer untuk melindungi bumi dari sinar ultraviolet
matahari yang berbahaya. Ozon di bagian permukaan tanah merupakan polutan dengan
beberapa pengaruh yang merugikan kesehatan.
Ozon dapat menyebabkan iritasi pada mata dan merusak kantung udara pada paru-paru,
dimana oksigen dan karbon dioksida bertukar, yang pada akhirnya menyebabkan
pengerasan pada jaringan lunak dan kenyal. Hal itu juga dapat menyebabkan sesak
napas, kelelahan, sakit kepala, mual, dan memperburuk masalah pernapasan seperti
asma. Setiap bagian ozon berdampak kecil terhadap kerusakan pada paruparu, seperti
halnya asap rokok, yang akhirnya mengikis kapasitas paru-paru setiap manusia. Ozon
juga merugikan tumbuh-tumbuhan dengan merusak jaringan-jaringan daun. Untuk
meningkatkan kualitas udara di daerah-daerah dengan masalah ozon terburuk,
Reformulated Gasoline (RFG) yang mengandung 2% oksigen telah diperkenalkan.
Penggunaan RFG telah menghasilkan penurunan yang signifikan dalam emisi ozon dan
polutan lainnya, dan penggunaannya diwajibkan untuk daerah-daerah yang rawan
banyak asap.
4. Hujan asam
Bahan bakar fosil adalah campuran dari berbagai macam bahan kimia, termasuk
belerang (sulfur) dalam jumlah kecil. Sulfur pada bahan bakar bereaksi dengan oksigen
membentuk sulfur dioksida (SO2), yang merupakan polutan udara. Sumber utama SO2
adalah pembangkit tenaga listrik yang membakar batubara dengan kandungan sulfur
tinggi. Di Amerika Serikat dilakukan The Clean Air Act tahun 1970 telah membatasi
emisi SO2 dengan tegas yang mengharuskan pembangkitpembangkit untuk
menggunakan Scrubber, untuk mengubah menjadi batubara dengan kandungan sulfur
rendah, atau mengubah menjadi gas batubara dan memperbaiki sulfur kembali).
Asam yang terbentuk biasanya terlarut dalam tetesan air yang jatuh ke dalam awan atau
kabut. Tetesan sarat asam ini, seperti pada jus lemon, turun dari udara ke tanah bersama
hujan atau salju. Tanah mampu menetralkan asam tertentu, tetapi jumlah besar yang
dihasilkan oleh pembangkit listrik yang menggunakan batubara murah dengan
kandungan sulfur tinggi telah melampaui batas kemampuan tanah, dan sebagai hasilnya
banyak danau dan sungai di daerah-daerah industri seperti New York, Pennsylvania,
dan Michigan menjadi sangat asam bagi kehidupan ikan. Langkah-langkah serius telah
dilakukan untuk mengurangi pembentukan sulfur dioksida secara drastis dengan
penggunaan scrubber pada pembangkit-pembangkit dan dengan desulfurisasi batubara
sebelum pembakaran.
5. Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim
Efek rumah kaca membuat kehidupan di bumi terus berlangsung dengan menjaga bumi
tetap hangat (sekitar 30°C). Namun, jumlah gas yang berlebih ini mengganggu
keseimbangan karena terlalu banyak energi yang tertahan, yang menyebabkan suhu
rata-rata bumi meningkat dan iklim di beberapa lokasi berubah. Konsekuensi-
konsekuensi yang tidak diinginkan efek rumah kaca ini disebut sebagai pemanasan
global atau perubahan iklim. Perubahan iklim global terjadi karena penggunaan yang
berlebihan dari bahan bakar fosil seperti batu bara, produk minyak bumi, dan gas alam
di pembangkit tenaga listrik, transportasi, bangunan, dan pabrik.
6. Kerusakan Ekosistem
Kerusakan yang di akibatkan oleh pencemaran udara yang berasal dari PLTU akan
merusak biota lautan dan pantai yang dekat dengan PLTU. Kerusakan berawal dari
kerusakan terumbu karang langka yang menjadi tempat berkembang-biaknya ikan dan
biota laut lainnya. Rusaknya terumbu karang dipastikan akan menyebabkan
berkurangnya populasi ikan dan biota laut lainnya di wilayah tersebut. Akibatnya,
penghasilan para nelayan sekitar pun akan menurun. PLTU menggunakan sumber
energi yang berasal dari fosil batubara yang berada di daerah lain. Hal ini memerlukan
sarana seperti dermaga dan transportasi. Dalam pembangunan PLTU memerlukan batu
dan tanah. Batu dan tanah yang diperuntukan untuk pembangunan dermaga itu diambil
dari pegunungan atau dataran tinggi. Hal itu sangat merusak alam dan rawan akan
bencana longsor.

2.3. Pengertian Lingkungan Hidup


Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya
alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah
maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti
keputusan bagaimana menggunakan lingkunganfisik tersebut. Lingkungan di Indonesia
sering juga disebut "lingkungan hidup".
Misalnya dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.

2.4. Macam – Macam Lingkungan Hidup


Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita, hidup dan kehidupan manusia
tidak pernah terlepas dari pengaruh lingkungan. Mempelajari lingkungan dalam kehidupan
lebih banyak dipakai istilah lingkungan hidup.
Undang-Undang Nomor UU No 32 Tahun 2009 mengartikan Lingkungan Hidup sebagai
berikut: “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan kesemua benda, daya, keadaan
dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya”. Bisa diartikan,
Lingkungan Hidup merupakan suatu sistem yang meliputi lingkungan hayati, lingkungan non
hayati, lingkungan buatan dan lingkungan sosial. Sumber daya alam (SDA) merupakan salah
satu unsur lingkungan alam, baik hayati maupun on hayati, yang diperlukan manusia untuk
memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan kesejahteraannya. Sumber daya alam sangat
banyak dan melimpah, jadi disusunlah klasifikasi sumber daya alam, yang antara lain
meliputi sumber daya alam terbarui dan tak terbarui.

2.5. Dasar Hukum Lingkungan Hidup


Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu diikuti tindakan berupa
pelestarian sumber daya alam dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Dengan begitu,
UUPLH merupakan dasar ketentuan pelaksanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup serta
sebagai dasar penyesuaian terhadap perubahan atas peraturan yang telah ada sebelumnya,
serta menjadikannya sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh di dalam suatu sistem.
Sebagai subsistem atau bagian (komponen) dari "sistem hukum nasional" Indonesia, hukum
lingkungan Indonesia di dalam dirinya membentuk suatu sistem, & sebagai suatu sistem,
hukum lingkungan Indonesia mempunyai subsistem yang terdiri atas:

a. Hukum Penataan Lingkungan;


b. Hukum Perdata Lingkungan;
c. Hukum Pidana Lingkungan;
d. Hukum Lingkungan Internasional

Adapaun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hukum Lingkungan Indonesia


antara lain adalah sebagai berikut:
a. Berbagai peraturan tentang Perusahaan dan Pencemaran Lingkungan, khususnya pada
PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
b. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

2.6. Pengertian Kerusakan Lingkungan Hidup


Kerusakan lingkungan hidup merupakan deteorisasi lingkungan yang ditandai dengan
hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya fauna liar, dan kerusakan ekosistem.
Kerusakan lingkungan merupakan salah satu ancaman yang paling berbahaya untuk
kelangsungan hidup manusia dan sudah diperingatkan langsung oleh High Level Threat Panel
PBB. Rusaknya lingkungan terdiri dari beberapa tipe. Saat alam rusak karena dihancurkan
dan kehilangan sumber daya, itu merupakan tanda bahwa lingkungan mengalami kerusakan.
Lingkungan alam yang rusak sangat berdampak terhadap kehidupan manusia sehingga
berpotensi menghasilkan bencana untuk saat ini dan untuk masa-masa yang akan datang.
Kerusakan pada lingkungan hidup terjadi karena dua faktor baik faktor alami ataupun karena
akibat ulah manusia. Pentingnya lingkungan hidup yang terawat terkadang dilupakan oleh
manusia, dan hal ini bisa menjadikan ekosistem serta kehidupan yang tidak maksimal pada
lingkungan tersebut.
Berikut beberapa faktor secara mendalam yang menjadikan kerusakan lingkungan hidup:

a. Faktor alami
Banyaknya bencana alam dan cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab
terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Bencana alam tersebut bisa berupa banjir,
tanah longsor, tsunami, angin puting beliung, angin topan, gunung meletus, ataupun
gempa bumi. Selain berbahaya bagi keselamatan manusia maupun mahkluk lainnya,
bencana ini akan membuat rusaknya lingkungan.
b. Faktor buatan
Manusia sebagai makhluk berakal dan memiliki kemampuan tinggi dibandingkan
dengan makhluk lain akan terus berkembang dari pola hidup sederhana menuju ke
kehidupan yang modern. Dengan adanya perkembangan kehidupan, tentunya
kebutuhannya juga akan sangat berkembang termasuk kebutuhan eksploitasi sumber
daya alam yang berlebihan. Dalam membuat perhitungan Produktivitas alat, terlebih
dahulu dilakukan pengamatan kegiatan alat di lapangan untuk mendapatkan data
time motion dari setiap alat. Time motion ini disusun dalam suatu bentuk siklus
kerja dari masing-masing alat. Sehingga dapat diketahui waktu tiap tiap kegiatan
dari setiap alat tersebut setiap satu siklusnya.

2.7. Pencemaran Lingkungan


Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup No. 4 Tahun 1982).
Peristiwa pencemaran lingkungan disebut polusi. Zat atau bahan yang dapat
mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila
keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon
dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari
0,033% dapat rnemberikan efek merusak.
Suatu zat dapat disebut polutan apabila :
a. Jumlahnya melebihi jumlah normal.
b. Berada pada waktu yang tidak tepat
c. Berada pada tempat yang tidak tepat
2.7.1. Macam – Macam Pencemaran Lingkungan
1. Pencemaran udara
Sumber polusi udara lain dapat berasal dari radiasi bahan radioaktif, misalnya, nuklir.
Setelah peledakan nuklir, materi radioaktif masuk ke dalam atmosfer dan jatuh di bumi.
materi radioaktif ini akan terakumulusi di tanah, air, hewan, tumbuhan, dan juga pada
manusia. Efek pencemaran nuklir terhadap makhluk hidup, dalam taraf tertentu, dapat
menyebabkan mutasi, berbagai penyakit akibat kelainan gen, dan bahkan kematian
Pencemaran udara dinyatakan dengan ppm (part per million) yang artinya jumlah cm3
polutan per m3 udara.
2. Pencemaran air
Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai berikut: Pembuangan
limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan sampah domestik, misalnya, sisa detergen
mencemari air. Buangan industri seperti Pb, Hg, Zn, dan CO, dapat terakumulasi dan bersifat
racun. Sampah organik yang dibusukkan oleh bakteri menyebabkan 02 di air berkurang
sehingga mengganggu aktivitas kehidupan organisme air. Fosfat hasil pembusukan bersama
h03 dan pupuk pertanian terakumulasi dan menyebabkan eutrofikasi, yaitu penimbunan
mineral yang menyebabkan pertumbuhan yang cepat pada alga (Blooming alga). Akibatnya,
tanaman di dalam air tidak dapat berfotosintesis karena sinar matahari terhalang. Salah satu
bahan pencemar di laut adalah tumpahan minyak bumi. Untuk membersihkan kawasan
tercemar diperlukan koordinasi dari berbagai pihak dan dibutuhkan biaya yang mahal. Bila
terlambat penanggulangan-nya, kerugian manusia semakin banyak. Secara ekologis, dapat
mengganggu ekosistem laut. Bila terjadi pencemaran di air, maka terjadi akumulasi zat
pencemar pada tubuh organisme air. Akumulasi pencemar ini semakin meningkat pada
organisme pemangsa yang lebih besar.
3. Pencemaran tanah
Pencemaran tanah disebabkan oleh beberapa jenis pencemaran berikut ini: Sampah-
sampah plastik yang sukar hancur, botol, karet sintesis, pecahan kaca, dan kaleng Detergen
yang bersifat non bio degradable (secara alami sulit diurai).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penggunaan Batubara Pada PLTU

Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini
dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai
bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin
tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Secara umum, parameter kualitas batubara
yang sering digunakan adalah kalori, kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu,
kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan, di samping parameter lain
seperti analisis unsur yang terdapat dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3, dll), analisis
komposisi sulfur (pyritic sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion
temperature).

 Penggunaan Batubara

Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah disebut batu bara tertambang run-of –
mine (ROM). Batu bara tersebut seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak
diinginkan seperti batu bara dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran.
Namun demikian, pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten.
Pengolahan batu bara juga disebut pencucian batu bara (coal benification atau coal washing)
yang mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM coal) untuk menjamin mutu
yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu. Pengolahan
tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut
mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses
pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan
kandungan campuran, batu bara tertambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke
dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah
dengan menggunakan metode ”pemisahan media padatan”.

Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan
diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan
berbentuk magnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan
mengapung dan dapat dipisahkan. Sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang
lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
Cara pengankutan batu bara ke tempat batu bara tersebut akan digunakan tergantung
pada jaraknya. Untuk jarak dekat, umumnya batu bara diangkut dengan menggunakan ban
berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara
diangkut menggunakan kereta api atau tongkang atau dengan alternatif lain dimana batu bara
dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut melalui jaringan pipa.
Disamping itu, pengangkutan batu bara juga bisa dilakukan dengan menggunakan kapal laut.

3.1.1 Sistem pembakaran batu bara bersih.

Adapun prinsip kerja PLTU itu adalah batu bara yang akan digunakan/dipakai dibakar
di dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh laju pembakaran
yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh pembentukan
NOx yang rendah. Batu bara sebelum dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras,
kemudian dimasukkan kewadah (boiler) dengan cara disemprot, di mana dasar wadah itu
berbentuk rangka panggangan yang berlubang. Pembakaran bisa terjadi dengan bantuan
udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa,
akibatnya butir batu bara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan
butirbutir batu bara yang mengambang. Selain mengambang butir batu bara itu juga bergerak
berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek yang baik
sehingga butir itu habis terbakar.

3.2 Fakta-fakta di Lapangan

1. Indonesia hanya memiliki 3% cadangan Batubara dunia.

Namun, eksplorasi Batubara terus menerus dilakukan. Saat ini Indonesia merupakan negara
nomor satu pengekspor Batubara di dunia, melampaui Australia.

2. Meskipun Indonesia sebagai negara pengekspor Batubara terbesar di dunia, nyatanya masih
terdapat sekitar 20% masyarakat Indonesia belum mendapatkan akses listrik dari negara.
Mereka adalah rakyat Indonesia yang tinggal di pedalaman, tempat-tempat terpencil dan
ratusan pulau- pulau kecil di pelosok nusantara.

3. Meskipun pertumbuhannya sangat pesat, ternyata industri Batubara hanya menyumbang


4% dari produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Data ini mematahkan argumen
pemerintah, bahwa industri Batubara merupakan salah satu penyokong perekonomian
Indonesia.
4. Penambangan Batubara menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap
tanah, sumber air, udara dan juga membahayakan kesehatan, keamanan dan penghidupan
masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan. Menurut studi yang dilakukan
Greenpeace Indonesia pada 2014 lalu, sepanjang 3000 km atau sebanyak 45% sungai di
Kalimantan Selatan berpotensi tercemar limbah berbahaya dari konsesi tambang
batubara.

5. Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahan bakar fosil Batubara menyumbang
44% dari total emisi CO2 global. Pembakaran Batubara adalah sumber terbesar emisi gas
GHG (green house gas), yang memicu perubahan iklim.

6. Batubara yang dibakar di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memancarkan sejumlah
polutan seperti NOx dan SO3, kontributor utama dalam pembentukan hujan asam dan
polusi PM2.5. Masyarakat ilmiah dan medis telah mengungkap bahaya kesehatan akibat
partikel halus (PM2.5) dari emisi udara tersebut. PLTU Batubara juga memancarkan
bahan kimia berbahaya dan mematikan seperti merkuri dan arsen.

3.3 Cara Penanganan Pencemaran Batubara Pada PLTU

 Emisi Udara

Pada tahap operasi, polutan terkait dengan pembakaran bahan bakar fosil padat di boiler
akan dipancarkan. Sumber emisi tambahan, tapi lebih kecil, adalah NO2 dan amonia
dari sistem amonia stripping kecil. Sementara sumber emisi non-titik lain (misalnya
sumber dari kendaraan bergerak dan debu sementara dari penanganan material) akan
kurang signifikan jika dibandingkan dengan sumber titik stasioner, terutama boiler.

 Upaya Mitigasi Emisi


1. Pemodelan Penyebaran Emisi

Selain memenuhi standar tumpukan emisi, Proyek diharapkan perlu menunjukkan


bahwa dampak kualitas udara ambien di sekitar proyek pembangkit dapat diterima.
Dampak tersebut tidak hanya fungsi dari titik konsentrasi keluar tumpukan polutan, tetapi
juga fungsi dari karakteristik penyebaran dan kondisi cuaca setempat. Karakteristik
penyebaran meliputi tinggi tumpukan, kecepatan keluar kepulan asap dan suhu (yang
menyediakan daya apung dan momentum tumpangan ke kepulan asap). Menurut ilmu
cuaca hal itu akan mengangkut kepulan asap (tergantung pada arah angin) dan penipisan
asap (tergantung pada kecepatan angin dan stabilitas atmosfer). Pertimbangan tambahan
ini akan sering mempengaruhi konsentrasi tumpukan emisi kurang dari standar lokal
(Indonesia) dan Internasional (Bank Dunia) jika ada masalah dengan dampak kualitas
udara ambien.

2. Pemodelan Penyebaran Udara Untuk Pembakaran


Batu Bara

Teknik kuantitatif digunakan untuk menilai dampak dari emisi udara pada tahap operasi,
untuk itu Gaussian dispersion, model simulasi komputer berdasarkan peraturan disetujui
untuk digunakan.

Pemodelan Udara dilakukan dengan menggunakan input kunci berikut ini:

1. Karakteristik tumpukan emisi, termasuk tinggi tumpukan, diameter


tumpukan, kecepatan keluar kepulan asap dan suhu, dan tingkat pencemaran
emisi akan masuk ke dalam bagian untuk operasi dasar. Parameter kunci
masukan lainnya termasuk tumpukan profil bangunan (tinggi, panjang dan
lebar) untuk menentukan apakah kepulan asap akan keluar di bangunan
induksi "kebawah", di mana cendawan asap dapat ditangkap ketika melawan
arah angin yang terjadi secara dini bergolak berdampak ke tanah (sehingga
dampak peningkatan jarak penipisan asap tidak memiliki kesempatan untuk
terjadi).

2. Masukan badan cuaca, termasuk (khas) dari catatan 5 tahun udara


permukaan dan udara bagian atas dari rekaman data stasiun badan cuaca
dianggap mewakili lokasi Proyek (yaitu lokasi di sepanjang tinggi batas pantai,
daerah pegunungan di selata.

3. Masukan daerah, termasuk pengembangan reseptor jaringan listrik membentang


dari batas-batas pembangkit, untuk dan di luar daerah, dampak maksimum
diprediksi.
 Emisi Air

Sistem pendingin untuk pembangkit listrik yang diusulkan ini akan melibatkan sistem
sekaligus- melalui pendinginan yang membutuhkan jumlah besar dari air laut yang
kemudian dibuang kembali ke laut.

Buangan air limbah sungai di pembangkit listrik thermal termasuk limbah padat daerah
aliran pembuangan air, halaman penyimpanan batubara, lantai dan halaman saluran air,
limbah laboratorium, dan lainnya. Sistem pengolahan air limbah akan digunakan untuk
memitigasi air limbah yang signifikan dipancarkan dari pengoperasian pabrik pengolahan.

Tabel di bawah menggambarkan dampak dan langkah-langkah mitigasi yang akan


dikerjakan

Tabel: Air, Potensi Dampak Konstruksi, dan Mitigasi

Tahap

Pelaksanaan Deskripsi Dampak Langkah-Langkah Mitigasi


Air Limbah Daerah aliran buangan Air limbah akan dirawat di tiga pabrik
Konstruksi
air limbah akan mencakup pengolahan air limbah; satu pabrik akan
limbah padat, digunakan untuk proses air limbah, yang kedua
permukaan untuk air limpasan dari daerah pembuangan
aliranpembuangan, halaman limbah padat, dan yang ketiga untuk air limpasan
penyimpanan batubara, dari tempat penyimpanannya batubara sebelum
lantai dan halaman saluran dibuang. Penggunaan pengambilan sampel harus
air, limbah laboratorium, digunakan untuk menunjukkan batas
dll. kepatuhan. Selain itu, pH, COD (disimpulkan
melalui ORP analyzer), dan Kekeruhan akan terus
dipantau.
Pelepasan Air laut dipanaskan Sebuah thermal model analisis dispersi 3-
dibuang kembali ke laut. dimensi, CORMIX, digunakan untuk menilai
Muatan
Pabrik akan dirancang dampak termal dan potensi re-sirkulasi. Sebagai
Panas dari untuk penggunaan air laut hasil dari pemodelan ini, pipa pembuangan
pengolahan asupan dengan suhu telah dirancang dengan sistem diffuser untuk
pabrik maksimum 32° C. mengoptimalkan pencampuran dengan kenaikan
peraturan Indonesia minimal yang dihasilkan suhu air laut.
melarang debit air yang Berdasarkan hasil pemodelan, pemisahan ini
lebih besar dari 40° C. cukup untuk menghindari resirkulasi.

Penyimpanan Halaman penyimpanan Berpotensi terkontaminasilimpasan air hujan dari


batubara dan batubara mungkin memiliki tempat penyimpanannya batubara dan tempat
penyimpanan efek pada kualitas air pembuangan sampah akan dikumpulkan di
limbah padat tanah karena pengolah abu kolam berjajar di dekat daerah masing-masing,
pada kualitas dapat mempengaruhi air. dirawat dan kemudian kembali digunakan untuk
Tanah penyemprot debu sebanyak mungkin.

Pengolahan Jika tidak terdapat pengolah Lubang pembuangan limbah padat akan
dilengkapi dengan koleksi pengolah debu.Sumur
Abu debu bisa menyebabkan
pemantauan air tanah akan mendeteksi kebocoran
pencemaran tanah dan air
dalam hal pelanggaran dari sistem kapal.
tanah.
 Emisi Kebisingan

Proyek akan memiliki sejumlah sumber kebisingan yang berpotensi akan memiliki
dampak negatif pada tempat kerja dan ambang tingkat kebisingan. Langkah-langkah
berikut akan diambil untuk mengurangi emisi kebisingan.

Tabel: Kebisingan, Potensi Dampak,dan Langkah-Langkah Mitigasi

Dampak Deskripsi Dampak Langkah-Langkah Mitigasi

Emisi Sumber kebisingan utama Untuk meminimalkan dampak pada masyarakat


selama fase konstruksi terdekat, jadwal konstruksi telah dioptimalkan dan
kebisingan
kendaraan lalu lintas dan lalu lintas kendaraan akan dialihkan jauh dari
(Selama peralatan konstruksi. daerah yang paling padat penduduknya.

Konstruksi)
Emisi Selama operasi, proyek ini Pemodelan dilakukan untuk mengakomodasi
akan perubahan
kebisingan
menghasilkan emisi tata letak pembangkit dan sekitarnya, revisi
kebisingan terutama karena peralatan pabrik / komponen, dan pembaruan data
(Selama operasi peralatan. suara peralatan individu. Panel isolasi kebisingan
ditambahkan ke rumah mesin penghancur batubara
Operasi)
dari desain asli untuk mengurangi emisi
kebisingan operasional. kontribusi emisi
kebisingan Pembangkit Tenaga Listrik di titik
pengambilan sampel U1 dan U2 menjadi 52,3 dB
(A) dan

45,4 dB (A), masing-masing. Kedua batas ini


memenuhi

batas kebisingan Indonesia dan batas


kebisingan siang hari IFC. Malam hari suara
dari pembangkit tersebut dalam dasar + 3dB
(A) persyaratan yang ditentukan dalam pedoman
IFC.

Untuk mengurangi efek dari tingkat kebisingan di


Pembangkit Tenaga Listrik, pekerja tidak akan
terpapar lebih dari 8 jam pada Peralatan yang
menghasilkan kebisingan luar biasa dan akan
diberikan Alat Pelindung Diri yang tepat.
 Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan oleh PLTU biasanya abu yang dibuang di daerah
pembuangan limbah padat. Langkah-langkah berikut akan diambil untuk mengurangi
dampak.

Tabel: Limbah Padat, Potensi Dampak, dan Langkah Mitigasi

Dampak Deskripsi Dampak Langkah


Mitigasi
Limbah PLTU menghasilkan limbah Daerah pembuangan limbah padat akan
menggunakan kapal yang sesuai dengan
Padat padat berupa abu batubara
persyaratan peraturan. abu diratakan dan
dipadatkan.

Kualitas Penanganan abu akan Abu akan dibasahi sebelum diangkut untuk
menyebabkan penurunan kualitas menghindari penyebaran abu ke
Udara
udara. Hal ini dapat terjadi selama ambang udara saat berada
abu yang terbangdanabu yang dipengangkutan ke daerah pembuangan
dibawah,diangkutke daerah limbah padat.
pembuangan limbah padat.
Persepsi Limbah padat yang dihasilkan Perusahaan semen lokal telah mengajukan
oleh PLTU biasanya abu yang pernyataan minat secara tertulis untuk
Publik
dibuang di tempat pembuangan menangani abu.
sampah.

3.4 Masalah PLTU Batubara

PLTU Batubara menyebabkan masyarakat terpapar bahan beracun, ozon dan logam berat.
Dampak kesehatan yang berat disebabkan partikel mikroskopik (PM2.5) yang terbentuk dari
emisi sulfur, nitrogen oksida dan debu.

Partikel halus ini menembus ke dalam paru-paru dan aliran darah, menyebabkan kematian
dan berbagai masalah kesehatan.

Selain pembangkit listrik tenaga Batubara yang saat ini beroperasi, setidaknya terdapat 117 - dan
mungkin lebih - PLTU Batubara yang sedang dalam proses konstruksi atau yang akan dibangun.
Menurut analisis oleh Harvard University, jika semua pembangkit listrik tenaga Batubara yang
direncanakan mulai beroperasi, Indonesia akan mengalami sekitar 15.700 kematian dini di Indonesia
setiap tahunnya. Ini adalah resiko kematian yang sama sekali tidak perlu, karena adanya kehadiran
energi terbarukan yang mutakhir, dan solusi hemat energi yang memungkinkan kita untuk menjaga
lampu tetap menyala tanpa Batubara.
BAB IV

STUDI KASUS DAN ANALISIS

4.1 Studi Kasus

Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahan bakar fosil Batubara


menyumbang 44% dari total emisi CO2 global. Pembakaran Batubara adalah sumber terbesar
emisi gas GHG (green house gas), yang memicu perubahan iklim. Batubara yang dibakar di
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memancarkan sejumlah polutan seperti NOx dan
SO3, kontributor utama dalam pembentukan hujan asam dan polusi PM2.5. Masyarakat
ilmiah dan medis telah mengungkap bahaya kesehatan akibat partikel halus (PM2.5) dari
emisi udara tersebut. PLTU Batubara juga memancarkan bahan kimia berbahaya dan
mematikan seperti merkuri dan arsen. Partikel-partikel polutan yang sangat berbahaya
tersebut, saat ini mengakibatkan kematian dini sekitar 6.500 jiwa per tahun di Indonesia.
Estimasi yang dilakukan Universitas Harvard dalam laporan Greenpeace Indonesia 2015,
menunjukan Penyebab utama dari kematian dini termasuk stroke (2.700), penyakit jantung
iskemik (2.300), kanker paru-paru (300), penyakit paru obstruktif kronik (400), serta penyakit
pernafasan dan kardiovaskular lainnya (800). Estimasi angka tersebut diperkirakan akan
melonjak menjadi sekitar 15.700 jiwa/tahun seiring dengan rencana pembangunan PLTU
Batubara baru.

Saat ini terdapat puluhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara tersebar
dan beroperasi di Indonesia, melepaskan jutaan ton polusi setiap tahunnya. Dari waktu ke
waktu PLTU-PLTU tersebut mengotori udara kita dengan polutan beracun, termasuk
merkuri, timbal, arsenik, kadmiun dan partikel halus namun beracun, yang telah menyusup ke
dalam paru-paru masyarakat. Polusi udara adalah pembunuh senyap, menyebabkan 3 juta
kematian dini (premature death) di seluruh dunia, dimana pembakaran Batubara adalah salah
satu kontributor terbesar polusi ini. Polusi udara menyebabkan peningkatan risiko kanker
paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan. Laporan ini disusun
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Harvard tentang dampak polusi udara
PLTU Batubara di Indonesia terhadap kesehatan. Hasil penelitian mengungkap angka
estimasi kematian dini akibat PLTU Batubara yang saat ini sudah beroperasi, mencapai
sekitar 6.500 jiwa/tahun di Indonesia. Penelitian serupa juga dilakukan di berbagai negara
Asia lainnya.

DI BERBAGAI NEGARA, BATUBARA MULAI KEHILANGAN POPULARITAS

Saat ini, sekitar 40% dari listrik yang dihasilkan di seluruh dunia masih berasal dari
pembangkit listrik tenaga Batubara. Namun, ada kabar baik. Di berbagai negara, Batubara
mulai kehilangan popularitasnya. Warisan kotor abad ini telah gagal dalam menghadapi
efisiensi energi yang bertumbuh, bukti-bukti dampak pencermaran, semakin terjangkaunya
energi terbarukan serta munculnya perlawanan masyarakat di banyak negara. Sebagai contoh,
sebanyak 200 PLTU batu bara di Amerika Serikat telah dijadwalkan untuk ditutup. Pada
periode yang sama ketika sebanyak 82.5 gigawatt energi dari sumber batu bara dibatalkan 1.
Amerika Serikat menambahkan 46 gigawatt energi terbarukan dari angin, matahari, dan
teknologi panas bumi. Pasar keuangan mengkonfirmasi penurunan popularitas Batubara.
Pada bursa saham Dow Jones, total indeks pasar Batubara menunjukkan penurunan 76%
dalam lima tahun terakhir. Tambang-tambang besar dengan biaya operasi tinggi ikut
terpukul.

Di Amerika Serikat, 24 perusahaan Batubara berhenti beroperasi dalam tiga tahun


terakhir, dan seperenam dari perusahaan yang tersisa telah mengalami kerugian. Bukan hanya
Amerika Serikat yang meninggalkan Batubara, Tiongkok juga menunjukkan perubahan
drastis dalam tren penggunaan Batubara. Hal ini didorong oleh kebijakan terkait dengan
polusi udara dari Batubara dan perubahan ekonomi secara struktural. Menurut International
Energy Agency, pembangkit listrik tenaga Batubara Tiongkok pada kuartal pertama 2015
mengalami penurunan 3,7%, pembangkit listrik tenaga air naik 17%, dan angin dan
pembangkit listrik tenaga surya naik lebih dari 20%. Penjualan Batubara Tiongkok menurun
4.7% di kuartal tersebut dibandingkan dengan waktu yang sama di tahun 2014. Sementara itu,
impor Batubara menghadapi penurunan drastis sebesar 40% di periode yang sama. Sebuah
elemen kunci di balik pengurangan penggunaan Batubara Tiongkok adalah emisi polusi udara
besar-besaran dari pembakaran Batubara yang menyebabkan polusi udara di negara itu
menjadi kritis.
Badan pendanaan internasional seperti Bank Dunia, Bank Export Import AS, dan
Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan, memutuskan untuk berhenti berinvestasi
di pembangkit listrik tenaga Batubara, hal serupa dilakukan Norway’s sovereign-wealth fund.
Gerakan divestasi terhadap Batubara berkembang di mana-mana. CoalSwarm melaporkan
“bahwa dua pertiga dari pembangkit listrik tenaga Batubara yang diusulkan di seluruh dunia
sejak tahun 2010 telah terhenti atau dibatalkan. Tingkat pertumbuhan kapasitas pembangkit
berbahan bakar Batubara melambat, turun dari 6,9% pada tahun 2010 menjadi 2,7% pada
tahun 2013.

INTISARI METODOLOGI PENELITIAN:

1) Menyusun daftar semua PLTU Batubara yang beroperasi, dalam pembangunan, dalam
perencanaan, termasuk lokasi mereka, kapasitas dan rincian teknis lainnya.

2) Membuat estimasi emisi polutan udara dari PLTU Batubara berdasarkan standar emisi,
peralatan kontrol emisi yang terpasang dan jumlah Batubara yang dibakar.

3) Menggunakan model GEOS-Chem yaitu model mutakhir untuk mengestimasi level


polusi saat ini/transport polusi kimia. Model ini memiliki data emisi dari semua sektor
dan lokasi yang berbeda, dan data itu digunakan untuk membuat “baseline” atau data
dasar tingkat polusi, untuk kemudian dibandingkan.

4) Menggunakan estimasi model atmosfer untuk memperhitungkan prosentase para


penyumbang total polusi di lapangan pada lokasi yang berbeda- beda yang di sebabkan
PLTU Batubara.

a) Untuk PLTU Batubara yang sudah beroperasi, model dijalankan dengan


mengeluarkan data emisi PLTU tersebut. Hal ini dilakukan untuk melihat perbaikan
kualitas udara. Dengan demikian, dapat dilakukan estimasi tingkat polusi udara yang
diakibatkan emisi PLTU tersebut.
b) Untuk PLTU Batubara baru yang belum beroperasi, model lain dilakukan dengan
proyeksi emisi PLTU baru ditambahkan pada model. Hal ini memberikan angka
estimasi penambahan tingkat polusi yang diakibatkan PLTU baru.

5) Bersama hasil pemodelan, digunakan data populasi resolusi tinggi, untuk menilai
paparan polusi PLTU terhadap populasi.

6) Menggunakan data Global Burden Disease Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara
lainnya tentang risiko penyakit yang terkait polusi udara, dan hasil penelitian ilmiah
yang menunjukkan hubungan peningkatan risiko penyakit-penyakit tersebut dengan
kenaikan tingkat polusi, sehingga dampak kesehatan total dari PLTU yang
diikutsertakan dalam pemodelan.
Gambar 1.Perjalanan Panjang Penghasil Listrik

Batubara menghasilkan polutan dan meninggalkan jejak kehancuran di sepanjang


siklus hidupnya, dari pertambangan, pencucian, transportasi hingga pada saat pembakaran
di pembangkit listrik (PLTU).
HASIL PENELITIAN 1

Tabel Estimasi Angka Kematian Dini Akibat Pembangunan Batubara

HASIL PENELITIAN 2
PLTU TANJUNG JATI B (Saat ini Sudah Beroperasi)

Tanjung Jati B adalah PLTU Batubara 2640 MW di Jepara, Jawa Tengah, dengan empat
unit beroperasi pada tahun 2006-2012. Tidak seperti mayoritas operasi PLTU Batubara,
fasilitas ini telah memasang peralatan desulfurisasi di unit 3 dan 4. Lebih lanjut untuk
polutan lain, kami asumsikan pembangkit ini sudah memenuhi standar nasional. Meski
perhitungan sudah dibuat konservatif/asumsi memenuhi standar, hasil pemodelan
menunjukkan begitu banyak angka estimasi kematian dini.
PM10 NOx SO2
Units 2714 22784 201
1&2 04
Units 1809 20104 804
3&4 2
Perkiraan Emisi Tahunan Dari Pembangkit Listrik Jati B, Ton Per Tahun:

Pemodelan Konsentrasi Rata-Rata PM2.5 Per Tahun Dari PLTU Jati B. Daerah Hitam dan Merah
Mengalami Resiko Kesehatan Individu Paling Tinggi.

Estimasi Kematian Dini Disebabkan Oleh Emisi Polutan Udara Dari Pltu Batubara
Jati B, Kasus Per Tahun:
Stroke 450 280-630
Penyakit Jantung 400 260-540
Iskemik
Penyakit Paru-Paru 60 40-90
Obstuktif Kronis
Kanker Paru-Paru 50 23-87
Penyakit Jantung 30 19-42
Kronis
dan Pernapasan
Lainnya
Infeksi Saluran 20 5-45
Pernafasan
Bawah Pada Anak
Usia di
Bawah 5 Tahun
Total 1020 620-1440
PLTU BATANG (dalam rencana)

Proyek Batang adalah proyek pembangunan PLTU Batubara 2000 MW di pantai utara Jawa
Tengah. Pembangkit listrik tersebut direncanakan akan menggunakan teknologi desulfurisasi
dan de-NOx. Proyeksi emisi dari pabrik yang diambil dari Analisa Dampak Lingkungan, dan
pabrik tersebut diasumsikan beroperasi dengan rata-rata faktor beban tahunan 80%.

Estimasi Konsentrasi Rata-Rata PM2.5 Per Tahun Dari PLTU Batang. Daerah
Hitam Dan Merah Mengalami Risiko Kesehatan Individu Paling Tinggi.
Estimasi Interval
Penderita Keyakinan
(Jiwa/Tahun) 95%
Stroke 340 210-480
Penyakit Jantung Iskemik 300 190-410
Penyakit Paru-Paru 50 30-68
Obstuktif Kronis
Kanker Paru-Paru 40 17-66
Penyakit Jantung Kronis 20 14-32
dan Pernapasan Lainnya
Infeksi Saluran Pernafasan 10 4-34
Bawah Pada Anak Usia di
Bawah 5 Tahun
Total 780 470-1090

Proyeksi Kematian Dini Akibat Emisi Polutan Udara Dari PLTU Batubara Batang,
Kasus Per Tahun.

PLTU Batang diprediksi bahwa efek kualitas udara paling parah akan terjadi di Batang
dan Pekalongan, dimana risiko ancaman kesehatan individu akibat PLTU Batubara paling
tinggi. Emisi polutan udara PLTU Batang diproyeksikan menyebabkan 780 kematian dini
per tahun (95% interval kepercayaan: 470-1090). Ini termasuk 340 kematian akibat stroke,
300 kematian akibat penyakit jantung siskemik, 40 kematian akibat kanker paru-paru, 70
kematian akibat penyakit pernapasan kronis dan 10 kematian dari anak-anak kecil karena
penyakit pernapasan akut.

Pemodelan Estimasi Buangan Fly Ash Mengandung Toksik Logam Dari PLTU Batang, Kilograms Per Km2 Per
Tahun.

4.2 Analisis

Dari data yang ada, dapat dikatakan bahwa batubara saat ini adalah mesin pembunuh
yang menyebabkan kematian dini sekitar 6.500 jiwa rakyat Indonesia per tahun. Angka
tersebut diperkirakan akan melonjak sekitar 15.700 jiwa/tahun seiring dengan rencana
pembangunan PLTU Batubara baru.

Hasil pemodelan atmosfer GEOS-Chem yang dilakukan oleh tim peneliti Harvard
University - Atmospheric Chemistry Modeling Group (ACMG) menunjukkan bahwa
polusi udara dari operasi PLTU Batubara saat ini telah menyebabkan kematian dini sekitar
6.500 jiwa per tahun. Penyebab utamanya adalah stroke (2.700), penyakit jantung iskemik
(2.300), penyakit paru obstruktif kronik (400), kanker paru-paru (300) serta penyakit
kardiovaskular dan pernapasan lainnya (800). Hal tersebut dapat terjadi karena PLTU
Batubara menyebabkan masyarakat terpapar bahan beracun, ozon dan logam berat.
Dampak kesehatan yang berat disebabkan partikel mikroskopik (PM2.5) yang terbentuk
dari emisi sulfur, nitrogen oksida dan debu. Partikel halus ini menembus ke dalam paru-
paru dan aliran darah, menyebabkan kematian dan berbagai masalah kesehatan. Berikut
adalah ilustrasi yang menggambarkan proses dari dampak batubara tersebut
Pencemaran udara yang dihasilkan dari PLTU Batubara menyebar hingga lingkup yang
luas dimana masyarakat yang tinggal di dekat PLTU terkena dampak paling berat Selain
proyeksi keseluruhan dampak nasional PLTU Batubara di Indonesia, dapat pula dampak
kesehatan akibat kontribusi langsung dari 2 buah PLTU Batubara, yaitu Pembangkit listrik
tenaga Batubara yang sedang beroperasi: PLTU Tanjung Jati B di Jepara dan proyek
pembangkit listrik dalam rencana pembangunan: PLTU Batang.
Studi dilakukan dengan metodologi penelitian Harvard untuk estimasi emisi dan dampak
kesehatan, serta sistem pemodelan CALPUFF untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci
tentang penyebaran polutan baik lokal dan regional dari 2 PLTU tersebut.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan, diketahui emisi PLTU Jepara diestimasi
menyebabkan 1.020 kematian dini per tahun. Termasuk 450 kematian akibat stroke, 400
kematian akibat penyakit jantung iskemik, 60 kematian akibat kanker paru-paru, 90 kematian
akibat penyakit pernapasan kronis dan 20 kematian anak-anak akibat infeksi akut saluran
pernapasan. Efek kualitas udara paling parah akan terjadi di Kota Jepara, Kecamatan
Pecangaan, Kecamatan Kembang dan Kecamatan Karangsari, sedangkan Semarang di selatan
serta Rembang dan Lasem di area timur juga terpengaruh. Model ini menunjukkan bahwa
sebagian besar kematian dini terjadi di Semarang karena jumlah penduduk yang besar ikut
terdampak.
Sementara untuk kasus PLTU Batang diprediksi bahwa efek kualitas udara paling parah
akan terjadi di Batang dan Pekalongan, dimana risiko ancaman kesehatan individu akibat
PLTU Batubara paling tinggi. Emisi polutan udara PLTU Batang diproyeksikan
menyebabkan 780 kematian dini per tahun (95% interval kepercayaan: 470-1090). Ini
termasuk 340 kematian akibat stroke, 300 kematian akibat penyakit jantung siskemik, 40
kematian akibat kanker paru-paru, 70 kematian akibat penyakit pernapasan kronis dan 10
kematian dari anak-anak kecil karena penyakit pernapasan akut.
Sebagian besar dampak kesehatan akan terjadi di kota Pekalongan, Tegal, Semarang dan
Cirebon. Dampak ini diproyeksikan untuk populasi di tahun 2020, dengan
mempertimbangkan pertumbuhan penduduk di masa mendatang. Pemodelan dampak
buangan fly ash dari PLTU Batang akan terjadi di sekitar lokasi PLTU pada jarak 5-10 km.
Lereng gunung di barat daya dan tenggara juga akan terpengaruh. Sebagian besar wilayah
yang terkena dampak akan diproyeksikan untuk terkena fly ash sebesar 500-1,000 kilogram
per km2.
Data ini dikarenakan emisi dari PLTU batubara menyebabkan Meningkatkan partikel
beracun di udara sebagian besar di pantai utara Jawa dan lebih jauh lagi. Meningkatkan risiko
penyakit seperti stroke, kanker paru-paru, jantung dan penyakit pernapasan pada orang
dewasa, serta infeksi pernafasan pada anak-anak. PLTU menyebabkan kematian dini akibat
paparan SO2, NOx dan paparan partikel berbahaya (PM2.5) di udara. Selain itu dapat
menyebabkan hujan asam berdampak pada kondisi tanaman dan tanah dan emisi logam berat
beracun seperti merkuri, arsenik, nikel, kromium dan timbal.
Untuk mencegah dampak yang ditimbulkan oleh emisi yang dihasilkan oleh pembangkit
listrik khususnya pada penggunaan batubara, maka perlu dilaksanakan pencegahan dengan
penggunaan teknologi yang hasil akhirnya dapat menguntungkan secara ekonomi. Salah
satu metode sudah banyak dilakukan adalah teknik flue-gas desulfurization (FGD). Selain
penggunaan FGD juga ada teknologi yang dapat menjinakkan polutan penyebab hujan
asam. Alat tersebut dikenal dengan nama electeron beam machine (MBE) atau mesin
berkas elektron. Keuntungan memakai electeron beam machine (MBE) dalam menjinakkan
gas polutan diantaranya prosesnya dilakukan secara serentak dalam waktu yang singkat,
prosesnya pun adalah proses kering dalam satu tingkat dan hasil akhirnya berupa bahan
baku pupuk yang dapat dimanfaatkan dalam sektor pertanian.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini
dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai
bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin
tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Namun Batubara yang dibakar di
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)memancarkan sejumlah polutan, polutan seperti NOx
dan SO3, kontributor utama dalam pembentukan hujan asam dan polusi PM2.5.Masyarakat
ilmiah dan medis telah mengungkan bahaya kesehatan akibat partikel hasul (PM2.5) dari
emisi udara tersebut. PLTU Batubara juga memancarkan bahan kimia berbahaya dan
mematikan seperti merkuri dan arsen.

Masalah lingkungan ini terjadi karena memang pada dasarnya kekurangan dari
penggunaan batubara sebagai bahan penghasil energy dengan pembangkit tenaga listrik
yaitu pada saat proses penambangan terjadi pencemaran baik udara, air maupun tanah
kemudian apabila tambang batubara tersebut tidak mengikuti aturan maka bisa jadi tambang
tersebut tidak mengurus Air Asam Tambang dan Logam berat. Selain itu penambangan juga
mengubah bentang alam. Kemudian dari proses pencucian timbul masalah penggunaan air
bersih sehingga masyarakatpun terganggu karena kekurangan air bersih. Dari proses
pembakaran batubara pada PLTUpun menghasilkan gas gas beracun seperti PM 2.5,
merukri, CO2,NOx dll yang dapat menimbulkan kematian Dini Nasional meningkat, hujan
asam dan perubahan iklim global.

Demi menutupi kekurangan dari penggunaan batubara sebagai bahan penghasil energy
dengan pembangkit tenaga listrik yaitu berbagai macam cara dilakukan untuk mencegah
terjadinya kerusakan lingkungan dari pembakaran batubara tersebut. salah satu cara
pencegahan pada saat penambangan adalah dilakukannya kegiatan reklamasi dan program
paska tambang yang baik sehingga lahan bekas tambang dapat dimanfaatkan kembali dan
tida merusak lingkungan, kemudian pada proses pencucian dan pembakaran batubara juga
perusahaan wajib memnuhi baku mutu lingkungan supaya masyarakat sekitar tidak
menghadapi kesulitan – kesulitan diakrenakan proses batubara tersebut.

Pencegahan juga dilakukan dengan terus mengembangkan teknologi terbarukan sebagai


sumber energy yang tidak hanya memetingkan penghasilan energinya akan tetapi juga
menguatamakan keselamatan lungkungan juga.

5.2 Saran

Bagi para pemangku kepentingan diharapkan lebih memikirkan dampak yang dihasilkan
oleh semua jalinan proses penggunaan batubara sebagai sumber penghasil energy,
meskipun tidak bisa betul – betul menghilangkan terjadinya kerusakan setidaknya dapat
meminimalisir dari dampak yang dihasilkan.
Kemudian juga bagi para pengguna energy tersebut diharapkan lebih bijak dalam
penggunaan energy terebut. Kemudian bagi para pengembang teknologi juga diharapkan
dapat mengciptakan teknologi ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi kerusakan –
kerusakan yang dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Greenpeace Indonesia. 2014. Terungkap : Batubara Meracuni Air Kalimantan Selatan.

Greenpeace Indonesia. 2015. Ancaman Maut PLTU Batubara.

Indonesia: International Energy Data and Analysis, US EIA, diakses dari

Rasio Elektrifikasi, Direktorat Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, diakses dari

Pope III CA & Dockery DW (2006). Health Effects of Fine Particulate Air Pollution: Lines
that Connect. J Air & Waste Manage. Assoc. 56:709 –742;

http://www.eia.gov/beta/international/country.cfm?iso=IDN

http://kip.esdm.go.id/pusdatin/index.php/data-informasi/data-energi/ketenagalistrikan/rasio-
elektrifikasi

www.tradingeconomics.com | Bank Indonesia; Greenpeace Indonesia. 2014. How Coal Hurts


Indonesia Economy

Anda mungkin juga menyukai