Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.(Lubis, Rodiah
Rahmawati. 2008)
Diabetes Mellitus (DM) juga dapat menimbulkan gangguan pada mata,
terutama retinopati diabetik.keadaan ini,disebabkan rusaknya pembuluh darah
yang memberi makan retina. Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluarcairan atau
darah yang membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut
dengan eksudat.selain itu, terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang
rapuh menerjang daerah yang sehat.
Retina adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah melewati lensa
mata.cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan yang akan dibawa
keotak oleh saraf optic, jika pembuluh mata bocor atau terbentuk parut diretina,
Bayangan yang dikirim ke otak menjadi kabur.
Gangguan penglihatan semakin berat jika cairan yang bocor mengumpul di
fovea,pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan sentral. Akibatnya
penglihatan kabur saat membaca atau melihat objek yang dekat dan objekyang
lurus di depan mata.
Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan pada penderita
diabetes di seluruh dunia, disusul katarak. Bila kerusakan retina sangat berat,
seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan
usaha pengobatan.

1
2

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum dan spesifik tentang Retinopati
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari penyakit Retinopati
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari retiopati
c. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab adanya penyakit Retinopati
d. Untuk mengetahui tanda-tanda dan gejala penyakit Retinopati
e. Untuk mangatahui proses perjalanan penyakit Retinopati
f. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dapat dilakuan untuk penyakit
Retinopati
g. Untuk mengetahui penatalasanaan dari Retinopati
h. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Retinopati
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Retinopati merupakan kelompok penyakit pada retina mata (selaput jala)
yang ditandai dengan gejala penurunan tajam penglihatan tanpa disertai proses
inflamasi. Sering merupakan manifestasi ocular (gejala pada mata) dari suatu
penyakit sistemik. retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati progresif yang
diandai oleh kerusakan dan sumbatan-sumbatan pembuluh halus yang meliputi
arteriol prekaipler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena. Retinopati Diabetik
adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes
mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurismata, melebarnya
vena, perdarahan dan eksudat lemak. (Lubis, Rodiah Rahmawati. 2008)
Penderita Diabetes Mellitus akan mengalami retinopati diabetik hanya bila
ia telah menderita lebih dari 5 tahun. Bila seseorang telah menderita DM lebih 20
tahun maka biasanya telah terjadi kelainan pada selaput jala / retina. (Pandelaki K.
2007)

Gambar mata yang terkena retenopati diabetik

3
4

B. Etiologi
Penyebab Retinopati Diabetik antara lain adalah sebagai berikut :
1. Genetik atau Faktor Keturunan
2. Virus dan Bakteri
3. Bahan Toksin atau Beracun
4. Asupan Makanan
5. Obesitas

C. Klasifikasi
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu : (Lubis, Rodiah Rahmawati.
2008)
1. Retinopati diabetes non proliferative / NPDR (Non proliferative diabetic
retinopathy)
Merupakan stadium awal dari proses penyakit Retinopati Diabetik.
Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah
kecil pada mata melemah sehingga timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah
tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan
protein ke dalam retina. (Lubis, Rodiah Rahmawati. 2008)
Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak
berbentuk cotton wool berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein
yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina.
Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan
protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada
pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat
memperparah pusat penglihatan seseorang. (Lubis, Rodiah Rahmawati. 2008)
2. Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR
Retinopati proliferative merupakan stadium yang lebih berat pada
penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferative adalah
pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan
retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada
pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. (Lubis, Rodiah
Rahmawati. 2008)
5

Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga
retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat
merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga
mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan ((Lubis,
Rodiah Rahmawati. 2008)).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada retinopati antara lain: (Pandelaki K. 2007)
1. Tampak bayangan jaringan/sarang laba-laba pada penglihatan mata
2. Bayangan abu-abu
3. Mata kabur
4. Sukar membaca karena kabur
5. Ada titik gelap atau kosong ditengah lapangan pandang
6. Seperti ada selaput merah pada penglihatan
7. Obyek yang dilihat seperti dikelilingi lingkaran terang

E. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi


menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan
Resiko jatuh
multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan
Gangguan Citra Tubuh
6

perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ,
termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang
terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya
retinopati diabetik, antara lain: (Tambayong,jan.2000)
1. Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase
yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding
pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa
gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat
akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat
proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga
menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai precursor sintesis
fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi
syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi
saraf.
2. Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel
vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang
merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh
terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan
vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi
diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya
ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai
dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan
terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan
peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk
7

jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular,


ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga
lumen vascular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara
bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non
enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE.
Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1
sekaligus menghambat aktivasinitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut
tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih
tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit
saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak,
dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel.
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular
retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan
menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan
menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan
penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan
kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat
8

ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada
pemeriksaan funduskopi.
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi
karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih
tepatnya disebutVascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan
kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang
berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vascular karena bagian lemah dinding
tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular
lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang
juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya
dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan penderita Retinopati Diabetika antara
lain: (Verdaguaer J.2002)
1. Indirect of Thalamoskop
Diperiksa seluruh permukaan fundus sampai belakang penggantung lensa
dapat dilihat dengan alat indirect oftalmoskop, yang sebelumnya mata pasien
ditetes dengan midirasil.
2. Foto fundus
Dilakukan foto fundus dengan foto-polaroid, sehingga akan Nampak
optikus, retina dan pembuluh darah diretina, sebelumnya penderitaditetesi
medriasil.

3. Foto Fluorescein Angiografi


9

Dilakukan pemotretan fundus, seperti diatas tetapi sebelumnya penderita


selain ditetes medriasil, akan diinjeksi intravena dengan zat kontrassehingga
gambaran detail halus epitel pigmen retina, aliran sirkulasi darah retina,
gambaran pembuluh darah dan integritas fungsinya. Selain itu FFA juga
berfungsi untuk memonitor terapi fotokoagulasi pada penyakit Retina dan
Khoroid.
4. Foto Koagulasi Laser
Adalah teknik terapi menggunakan sumber sinar kuat untuk
mengkoagulasikan jaringan, tujuannya merusak jaringan retina yang tidak
normal, antara lain menghilangkan adanya pembuluh darah, melekatkan jaringan
chorioretina yang terlepas maupun robek dll.
5. Operasi Vitreoretina, Vitrektomi
Penderita Diabetes Retinopati yang telah lanjut, didapatkan Vitreus/badan
kaca keruh akibat pendarahan retina masuk kebadan kaca, dan juga berakibat
adanya jaringan ikat dibadan kaca yang akan mengakibatkan tarikan retina,
sehingga akan berakibat terlepasnya retina atau ablasio-retina. Operasi
Vitrektomi digunakan untuk menjernihkan badan kaca dan juga mengupas
jaringan ikat yang ada, sehingga lokasi asal perdarahan dapat dilakukan
photokoagulasi laser, dan adanya tarikan retina dapat dihindarkan.

G. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan rutin
Kelainan metabolik pada diabetes melitus mempunyai pengaruh besar pada
komplikasi yang mungkin terjadi. Kelainan sistemik dan beberapa keadaan juga
dapat berpengaruh terhadap tingkat retinopati diabetik, misalnya peningkatan serum
lipid dan hpiertensi. Peningkatan serum lpi id dapat menyebabkan terjadinya
eksudat retina pada NPDR dan edema makula. Hipertensi yang tidak terkontrol
dapat meningkatkan progresifitas edema macula dan Retinopati diabetik secara
umum. (American Academy of Ophthalmology.2001-2002)
b. Pemeriksaan tambahan
10

Pada penderita retinopati diabetik, diperlukan beberapa pemeriksaan tambahan


yang berguna untuk mengontrol derajat progresifitas retinopati diabetik. Angiografi
fluoresin (FFA) berguna untuk membantu mengetahui derajat penyakit dengan
mengetahui banyaknya kebocoran pada retina dan neovaskularisasi yang terjadi.
Ultrasonografi (USG) membantu pemeriksaan Retinopati diabetik yang disertai
kekeruhan media. Optical coherence tomography (OCT ) dapat memberikan
gambaran vitreoretina, retina dan ruang dibawah retina dengan resolusi yang tinggi,
sehingga dapat digunakan untuk memonitor edema makula dan mengetahui traksi
vitreo makula. (American Academy of Ophthalmology.2001-2002)
c. Fotokoagulasi Laser
Fotokoagulasi laser dilakukan untuk mengurangi resiko penurunan penglihatan
yang disebabkan oleh retinopati diabetik, dan bertujuan untuk membatasi kebocoran
vaskular pada daerah retina yang mengalami kerusakan, dapat dilakukan pada
edema makula dan daerah yang mengalami kebocoran yang difus. Pasien dengan
NPDR tanpa edema makula bukan indikasi terapi fotokoagulasi laser. Hal terpenting
pada pasien pasien ini adalah disiplin dalam memonitor kadar gula darah secara
teratur tiap 4 6 bulan sekali. ( Greenstein VC, Chen H, Hood DC, Holopogian K,
Seiple W, Carr RE.2000)
Terdapat beberapa tekhnik fotokoagulasi laser, yaitu :
1. Panretinal photocoagulation (PRP)/Scatter
Pada retinopati diabetik, fotokoagulasi yang digunakan adalah PRP (Panretinal
photocoagulation), yang dilakukan dalam pola menyebar (scatter) pada retina, yang
berguna untuk regresi neovaskularisasi, tetapi intensitas dan besarnya bakaran pada
PRP bervariasi tergantung dari setiap kasus dan protocol yang ditetapkan.
2. Focal dan Grid Laser Photocoagulation
Penatalaksanaan edema makula pada retinopati diabetik dapat menggunakan dua
metoda yang berbeda dengan PRP, yaitu : ( Verdaguaer J.2002)
1) Focal laser photocoagulation
diarahkan langsung pada pembuluh darah yang abnormal dengan tujuan
mengurangi kebocoran cairan yang kronis.
11

2) Grid laser Photocoagulation


digunakan pada kebocoran difus, dan dilakukan dengan pola grid pada area yang
edema.
Indikasi tindakan fotokoagulasi laser. yaitu :
1. NPDR yang dIsertai dengan CSME.
Pada dasarnya semua pasien dengan CSME memerlukan terapi fotokoagulasi
untuk melindungi makula dan penglihatan sentral( Verdaguaer J.2002)
2. PPDR (preproliferative retinopathy)
Merupakan indikasi terapi laser, karena resiko perkembangan penyakit kearah
PDR tinggi ( 10 50 % dalam 1 tahun kecuali diterapi dengan laser). Keadaan
ini mengindikasikan iskemi retina yang progresif, ditandai dengan perdarahan
di seluruh kuadran retina, atau didapatkan caliber vena yang abnormal
( beading ) di dua kuadran atau setidaknya terdapat IRMA ( intraretinal
microvascular abnormalities ) di satu kuadran, dan cotton wool spot.
( Verdaguaer J.2002)
3. Early/moderate PDR ( proliferative diabetic retinopathy )
Penderita early/moderate PDR merupakan indikasi terapi laser, karena sudah
didapatkan pertumbuhan neovaskularisasi yang tidak normal sehingga
fotokoagulasi laser dapat meregresi neovaskularisasi ini. Keadaan ini ditandai
dengan perdarahan luas, eksudat lunak, cotton wool spot, dan perdarahan
intraretina yang multiple disertai NVE ( neovascularization elsewhere ).
(Verdaguaer J.2002)
4. PDR dengan CSME
Keadaan ini merupakan indikasi fotokoagulasi laser untuk meregresi
neovaskularisasi yang tidak normal dan untuk melindungi makula juga
penglihatan sentral. Keadaan ini ditandai dengan perdarahan subretinal yang luas
disertai eksudat. Focal/grid dan PRP ( panretinal photocoagulation) merupakan
pilihan terapi pada keadaan ini. ( Verdaguaer J.2002)
5. PDR lanjut yang disertai neovaskularisasi
Keadaan ini merupakan stadium lanjut retinopati diabetik, biasanya ditandai
dengan neovaskularisasi pada diskus ( NVD ) pada area yang lebih besar dari
12

ukuran diskus, atau perdarahan vitreus dan perdarahan preretina yang disertai
NVD, atau perdarahan vitreus dan preretina yang disertai neovaskularisasi lebih
besar dari diameter diskus tetapi jauh dari diskus optikus ( NVE ). Pada
keadaan ini, laser merupakan pilihan terapi untuk meregresi neovaskularisasi
yang tidak normal dengan syarat, operator dapat melihat fundus retina secara
adekuat, karena jika terjadi perdarahan vitreus yang hebat, akan sulit bagi
operator untuk melakukan laser, sehingga pada keadaan ini perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan vitrektomi.( Verdaguaer J.2002)
d. Operatif
Tindakan bedah yang dilakukan adalah vitrektomi pars plana, yang
dilakukan bila terdapat media yang keruh, perdarahan vitreus, ablasio retina traksi
yang mengenai makula dan ablasio retina kombinasi traksi dan regmatogen.11

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
b. Status Kesehatan
1) Status Kesehatan Saat Ini
a) Keluhan utama
Klien mengeluh susah untuk melihat dan melakukan
aktivitas
2) Status Kesehatan Masa Lalu
a) Penyakit yang pernah dialami
Tidak ada
b) Pernah dirawat
Tidak ada
c) Alergi
Tidak ada
d) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Tidak ada
13

3) Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada
4) Diagnosa Medis
Klien didiagnosa mengalami cedera ligamen dan meniskus
c. Pemeriksaan fisik
1) Pengkajian ketajaman mata
2) Kesimetrisan kelopak mata
3) Reaksi mata terhadap cahaya/gerakan mata
4) Warna mata
5) Kemampuan membuka dan menutup mata
6) Pengkajian lapang pandang
7) Menginspeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk
mengetahui adanya pembengkakan dan inflamasi.
d. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
1) Persepsi Kesehatan
Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga
yang sakit apa yang akan dilakukan, pengobatan apa yang akan
diberikan.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama
sakit, kaji status nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien
selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi adanya
oedema anasarka.
3) Pola Eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama
sakit. Apakah terjadi perubahan pola berkemihseperti
peningkatan frekuensi, proteinuria.
4) Pola Aktivitas
Kaji tanda-tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya
tanda-tanda kelelahan
5) Kebutuhan istirahat tidur
Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit
6) Pola persepsi kognitif
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien
tentang penyakit yang di deritanya.
7) Pola persepsi diri
14

Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri,


peran diri, ideal diri, konsep diri.
8) Pola hubungan sosial
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu
ruang, dan perawat.
9) Pola seksualitas
Kaji kebutuhan seksual klien
10) Pola mekanisme koping
Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang
dideritanya
11) Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien
memahami bahwa penyakitnya adalah ujian dari Tuhan.

2. Diagnosis
Diagnosis yang mungkin muncul adalah sebagai berikut: (Herdman, T.H. &
Kamitsuru, S. 2014)
a. Gangguan citra tubuh b.d biofisik (penyakit mata)
DS :
Pasien mengatakan dia menjadi malu dengan kondisinya sekarang
DO : -
b. Resiko jatuh b.d faktor resiko fisiologis ( kesulitan melihat)
DS :
Klien mengatakan dia susah melihat pandangannya menjadi kabur
DO : -
3. NOC dan NIC
a. Gangguan citra tubuh b.d biofisik (penyakit mata)
NOC (Moorhead, Sue., Jonson, Marion., Mass, L. Meridean., et all.2008.)
1. Body Image
2. Self Esteem
Tujuan :
15

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam masalah


mengenai gangguan citra tubuh pada klien dapat teratasi
Kriteria hasil:
1. Body image positif
2. Mampu mengidentifikasikan kekuatan personal
3. Mempertahankan interaksi social
NIC (Doctherman, Joanne M., Bulecheck, Gloria N. 2008)
Body Image Enhancement
1. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
2. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan, dan prognosis
penyakit
3. Dorong klien mengungkapkan perasaannya

Peningkatan koping
Bantu klien untuk beradaptasi terhadap perubahan hidup
Peningkatan harga diri
Bantu klien untuk meningkatkan penilaian personal terhadap harga diri
b. Resiko jatuh b.d faktor resiko fisiologis (kesulitan melihat)
NOC (Moorhead, Sue., Jonson, Marion., Mass, L. Meridean., et all.2008.)
Falls Occurrence
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam (1 hari) risiko
jatuh teratasi dengan kriteria hasil :
1. Jatuh ketika berdiri diam (5)
2. Jatuh ketika berjalan (5)
Keterangan :
Skala 1 : 10 and over
Skala 2 : 7 9
Skala 3 : 4 6
Skala 4 : 1 3
Skala 5 : None
Knowledge: Personal Safety
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam (1 hari) risiko
jatuh teratasi dengan kriteria hasil :
16

1. Langkah langkah pencegahan jatuh (4)


2. Strategi pengurangan resiko jatuh (4)
Keterangan :
Skala 1: No knowledge
Skala 2: Limited knowledge
Skala 3: Moderate knowledge
Skala 4: Substantial knowledge
Skala 5: Extenaive knowledge
NIC (Doctherman, Joanne M., Bulecheck, Gloria N. 2008)

Fall Prevention
1. Identifikasi perilaku dan faktor yanng mempengaruhi risiko jatuh
2. Didik anggota keluarga tentang faktor resiko yang berkontribusi
terhadap jatuh dan bagaimana mereka dapat menurunkan resiko
tersebut
3. Sarankan adaptasi rumah untuk meningkatkan keselamatan
4. Instruksikan keluarga pada pentingnya pegangan tangan untuk tangga,
kamar mandi dan jalan
Health Education
1. Identifikasi faktor internal dan eksternal yang dapat meningkatkan atau
menurunkan risiko jatuh.
2. Identifikasi sumber-sumber yang dibutuhkan untuk pencegahan jatuh.
3. Ajarkan strategi berpindah yang aman.
4. Gunakan metode ceramah untuk menyampaikan informasi pencegahan
jatuh dan penggunaan alat bantu berjalan semaksimal mungkin.
17

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Retinopati Diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa
aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. Penyebab Retinopati
Diabetik antara lain adalah genetik atau faktor keturunan, virus dan bakteri, bahan
toksin atau beracun, asupan makanan, obesitas. Klasifikasi retinopatik deabetik terbagi
menjadi dua yaitu : Retinopati diabetes non proliferative / NPDR (Non proliferative
diabetic retinopathy), Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami berharap perawat bisa menambah wawasan
tentang Retinopati Diabetik, bisa mengatahui manifestasi Retinopatik Deabetik secara
spesifik. Dan perawat bisa meneggakan diagnosis yang benar pada penyakit Retinopatik
Deabetik.
18

Daftar Pustaka

Lubis, Rodiah Rahmawati. 2008. Diabetik Retinopati. Universitas Sumatra Utara:


Medan
Pandelaki K. 2007. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
IV Jilid III. Editor: Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta
Tambayong,jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 20152017. Oxford: Wiley Blackwell
Doctherman, Joanne M., Bulecheck, Gloria N. 2008. Nursing Interventions
Classification (NIC) Fifth Edition. United States of America: Mosby.
Moorhead, Sue., Jonson, Marion., Mass, L. Meridean., et all.2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.United States of America:
Mosby.
Greenstein VC, Chen H, Hood DC, Holopogian K, Seiple W, Carr RE. Retinal
function in Diabetic macular edema after focal lase r photocoagulation.
Investigative Ophthalmology and Visual Sceince. 2000;41:3655-3664
Sander B, Larsen M, Engler C, Moldow B, Andersen HL. Diabetic macular
oedema:the effect of photocoagulation on fluorescein transport across the
blood-retina barrier. British Journal Ophthalmology 2002;86:1139-1142
Verdaguaer J. Classification and Management of Diabetic Retinopathy. Dalam :Boyd
BF, Boyd editor. Retinal and Vitreoretinal Surgery Mastering the Latest
Technique. Panama : Highlights of Ophthalmology ; 2002; 161-187
American Academy of Ophthalmology. Preferred practice pattern : Diabetic
Retinopathy. San Fransisco. 2003; 2-33
American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous. Bagian ke-12. San
Fransisco. 2001 2002; 88-111

Anda mungkin juga menyukai