Anda di halaman 1dari 10

SOLUSIO PLASENTA

1. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi yang
normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Terjadi pada usia gestasi diatas
22 minggu dan berat badan janin lebih dari 500 gram. Proses solusio plasenta
dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang
menyebabkan hematoma retroplaser (Prawiradiharjo, 2011)

2. Etiologi
Etiologi solusio plasenta ini belum diketahui pasti. Faktor predisposisi yang
mungkin adalah hipertensi kronik, trauma eksternal, tali pusat pendek,
dekompresi uterus mendadak, anomaly atau tumor uterus, defisiensi gizi,
merokok, konsumsi alcohol, penyalahgunaan kokain, serta obstruksi vena
kava inferior dan vena ovarika. (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, &
Setiowulan, 2001:279)
Namun Asih (2005) mengatakan bahwa penyebab terjadinya solusio plasenta
adalah sebagai berikut.
a. Trauma langsung terhadap uterus hamil : terjatuh dalam posisi tengkurap,
tendangan anak yang sedang digendong dll.
b. Trauma kebidanan : setelah versi luar, setelah memecahkan ketuban,
persalinan anak kedua hamil kembar.
c. Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat pendek
d. Factor prediposisi terjadinya solusio plasenta : hamil pada usia tua, punya
TD, bersamaan dengan pre-eklampsia/eklampsia, tekanan vena cava
inferior yang naik, kekurangan asam folik, merokok.

3. Klasifikasi
Menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, & Setiowulan, (2001:280),
Penampilan solusio plasentae dibagi menjadi:
a. SP ringan
Rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak
berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginam berwarna
kehitaman dan sakit. Perut agak terasa sakit atau terus menerus agak tegang.
Bagian-bagian janin masih mudah teraba.
b. SP sedang
Plasenta telah terlepas lebih dari 1/4 . tanda dan gejala dapat timbul perlahan
atau mendadak dengan gejala sakit perut terus-menerus lalu terjadi perdarahan
pervaginam. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan
sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Telah ada tanda-tanda persalinan.
c. SP berat
Placenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannya. Penderita telah jatuh syok
dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan nyeri.
Perdarahan pervaginam bisa belum terjadi. Telah ada kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal.
Tipe solusio plasenta menurut Prawirohardjo (2010) adalah sebagai berikut:
Solusio Plasenta Ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan
kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250
ml. Tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari
sedikit sampai seperti menstuasi yang banyak.
Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom yang
berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta. Ini
dapat diketahui secara retrospektif pada inspeksi plasenta setelah partus. Rasa
nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga
belum keluar melalui vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan
membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar berwarna
merah segar pada plasenta previa. Tanda-tanda vital maupun keadaan umum
ibu maupun janin masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai
kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa nyeri local pada tempat terbentuk
hemato dan perut sedikit tegang tapi bagian-bagian janin masih dapat dikenal.
Kadar fibrinogen darah dalam batas-batas normal yaitu 350mg%.
Solusio Plasenta Sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai
separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi
belum mencapai 1.000 ml. Umumnya pertumpahan darah terjadi ke luar dan
ke dalam bersama-sama.
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang
terus-menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin,
perdarahan yang tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit
dingin dan keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara
150 sampai 250 mg/100 ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan
gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-bagian anak sukar.
Pada nyeri datangnya akut kemudian menetap tidak bersifat hilang timbul
seperti pada his yang normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna
kehitaman, penderita pucat karena mulai ada syok sehingga keringat dingin.
Keadaan janin biasanya sudah gawat. Pada stadium ini bisa jadi telah timbul
his dan persalinan telah mulai. Pada pemantauan kedaan janin dengan
kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu dilakukan test
gangguan pembekuan darah. Bila terminasi persalinan terlambat atau fasilitas
perawatan intensif neonates tidak memadai, kematian perinatal dapat
dipastikan terjadi.
Solusio Plasenta Berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang
keluar telah mencapai 1.000 ml atau lebih.
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defance musculaire)
disertai perdarahan yang berwarna hitam. Oleh karena itu palpasi bagian-
bagian janin tidak mungkin lagi dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada
yang seharusnya oleh karena telah terjadi penumpukan darah di dalam rahim
pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa observasi tinggi fundus
bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsun. Pada inspeksi rahim
kelihatan membulat dan kulit di atasnya kencang dan berkilat. Pada auskultasi
denyut jantung janin tida terdengar lagi akibat gangguan anatomic dan fungsi
dari plasenta. Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan
telah ada trombisitopenia.
Tipe Solusio Plasenta Berdasarkan Jumlah Perdarahan yang Terjadi
Solusio plasenta ringan
Perdarahan pervaginam <100 mL
Solusio plasenta sedang
Perdarahan pervaginam 100 500 mL, hipersensitifitas uterus atau peningkatan
tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distress
Solusio plasenta berat
Perdarahan pervaginam luas >500 mL, uterus tetanik, syok maternal sampai
kematian janin dan koagulopati (Nugroho, 2012:208)

Tingkat Keparahan Abrupsio Plasenta Tanda Klinis dan Laboratorium


Terkait

Varney, Kriebs & Gregor, 2007: 644

4. Patofisiologi
Trauma vaskuler setempat menyebabkan gangguan pembuluh darah
desidua basalis, peningkatan mendadak tekanan vena uteri menyebabkan
pembesarn dan pemisahan ruang intervilosa, faktor mekanis misal tali pusat
pendek, trauma, kehilangan mendadak cairan amnion. Kemungkinan
permulaan ekstrinsik kaskade koagulasi misal trauma dengan pelepasan
tromboplastin jaringan. (Primianti & Resmisari, 2009)
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban dan keluar melalui
vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban
atau ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasi
berlangsung hebat seluruh permukaan uterus akan berwarna biru atau ungu
serta terasa sangat tegang dan nyeri. Hal ini desebut uterus
couvelaire/apoplexy uteroplasenter (Nugroho, 2012:209).

5. Gejala klinik
Dapat menimbulkan gejala klinik yaitu :
Perdarahan dengan nyeri tetap/intermitten
Warna darah kahitaman dan cair, tapi mungkin ada bekuan jika solusio
relatif baru
Jika ostium terbuka, terjari perdarahan berwarna merah
Perut terasa tegang
Gerak janin berkurang
Palpasi bagian janin sulit diraba
Auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang
Pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol
Dapat terjadi pembekuan darah
Perdarahan berlangsung terus, ketegangan makin meningkat.

6. Komplikasi
Menurut Manuaba (2003), komplikasi yang dapat terjadi akibat solusio
plasenta adalah sebagai berikut.
a. Perdarahan yang dapat menimbulkan :
Variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok
Perdarahan tidak sesuai dengan keadaan penderita anemia sampai
syok
Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma
b. Gangguan pembekuan darah
Masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi darah menyebabkan
pembekuan darah intravaskuler dan disertai hemolisis
Terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat
mengganggu pembekuan darah
c. Oligouria
Terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan
produksi urine berkurang
d. Perdarahan Postpartum
Pada solusio plasenta sedang sampai berta terjadi infiltrasi darah se
otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan menimbulkan
perdarahan karena atonia uteri
Kegagalan pembekuan darah menambah beratnya perdarahan

7. Diagnosa
Manuaba, Manuaba, dan Manuaba (2007: 493) mengatakan diagnosa solusio
plasenta dapat ditegakkan dengan.
1. Perdarahan pervaginam disertai yang disertakan rasa sakit sebagai
cirikhas perdarahan pada solusio plasenta.
2. Pemeriksaan umum:
a. Bergantung pada derajat perdarahan retroplasenter yang terjadi;
derajat I samapi III.
b. Ganguan kardiovaskular lebih berat daripada jumlah perdarahan
yang tampak karena tersembunyi retroplasenter.
3. Pemeriksaan khusus obstetri:
a. Terjadi ketegangan dinding uterus, palpasi dapat dengan mudah
sampai sangat sulit karena keras seperti buku.
b. Auskultasi jantung janin bervariasi, dapat normal sampai terjadi
kematian intrauterine.
c. Pemeriksaan dalam: ketuban tegang, bagian terendah mungkin
sudah masuk PAP.
4. Pemeriksaan ultrasonografi:
a. Dapat dijumpai timbunan darah retroplasenter dengan besarnya
bervariasi
b. Air ketuban kesan keruh karena berampur darah.
c. Janinnya memberikan manifestasi bervariasi dari gawat janin
ringan sampai kematian intrauteri.
5. Pemeriksaan penunjang laboratorium:
a. Harus dilakukan selengkapnya agar gambaran klinis parturien
dapat disesuaikan dengan hasil pemeriksaan.
b. Pemeriksaan yang harus dilakukan:
Jumlah trombosit
Jumlah fibrinogen darah
Waktu pembekuan/waktu perdarahan.
Ureum dalam darah dan kreatinin darah, untuk
memperkirakan kemungkinan gangguan fungsi ginjal.
c. Pemeriksaan urine:
Jumlah dalam setiap jam
Gambaran sedimennya.
Dipasang kateter untuk mengkur produksi urine.

8. Penanganan
Penanganan harus dilakukan di Rumah Sakit dengan fasilitas operasi.
Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan mengharap
kiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga
perut (misalnya batuk, mengedan karena sulit BAB). Pasang infuse cairan
NaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, berikan cairan peroral.
Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi setiap 15 menit untuk
mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ
dan pergerakan janin. (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, & Setiowulan,
2001:280)
Bagan penanganan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, &
Setiowulan (2001:280)

Penanganan Solusio Plasentae

Syok Tidak Syok

1. Infuse Cairan Infuse cairan


2. Oksigen (Bila
Ada)

Rujuk ke Rumah Sakit

Atasi Syok Janin Hidup Janin Mati

1. Pecahkan ketuban
Janin Hidup Janin Mati SC 2. Infuse oksitosin
3. partus pervaginam
dalam 6 jam

Seksio Pembukaan Pembukaan

caesarea <6cm >6cm Bila kemajuan partus


SC 1. pecahkan tidak memuaskan dan
ketuban perdarahan banyak,
2. Infuse lakukan SC.
oksitosin
Menurut Sastrawinata, Martadisoebrata, dan Wirakusumah (2005),
penatalaksanaan solusio plasenta meliputi :
1. Persalinan dan harus dirawat inap di rumah sakit
2. Dilakukan pemeriksaan Hb, golongan darah, gambaran pembekuan drah
3. Pemeriksaan USG
4. Apabila janin dan cukup bulan serta belum ada tanda-tanda persalinan
pervaginam bisa dilakukan SC
5. Pada perdarahan yang cukup banyak bisa diberi resusitasi denga
pemberian transfusi darah dan kristaloid cukup diikuti persalinan yang
dipercepat untuk mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu
sambil mengharapkan janin bisa selamat
6. Apabila telah terjadi kematian janin dipilih persalinan pervaginam jika
tidak ada perdarahan berat
7. Berbaring total ke kiri, tidak melakukan seks, mengecek DJJ, pergerakan
janin, tekanan darah tiap 15 menit

Sedangkan sikap bidan dalam menghadapi solusio plasenta yang paling utama
adalah melakukan rujukan ke rumah sakit. Dalam melakukan rujukan diberi
pertolongan darurat sebgai berikut :
1. Pemasangan infus
2. Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
3. Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan
4. Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarga
5. Menyertai keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan
pertolongan pertama
DAFTAR PUSTAKA

Asih, N. 2005. Dasar Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.


Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., & Setiowulan,W. (Eds).
2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Manuaba. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:EGC.
Manuaba, I.G.B., Manuaba, I. A. C, dan Manuaba, I. B. G. F. Pengantar kuliah
obstetri. 2007. Jakarta: EGC.
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Nugroho, T. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Primarianti, S.S.& Resmisari, T (Eds). 2009. Buku SakuObstetri dan Ginekologi
Ed 9. Jakarta: EGC.
Sastrawinata, S., Martaadiesoebrata, D., Wirakusumah, F.F. 2005. Ilmu Kesehatan
Reproduksi : Obstetri Patologis. Jakarta: EGC.
Varney, H., Kriebs, J.M., Gegor, C. L. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai