Anda di halaman 1dari 4

5 DAMPAK KABUT ASAP BAGI INDONESIA

Banyaknya pemberitaan mengenai kabut asap bersaing dengan pemberitaan tragedi Mina.
Keduanya memang memiliki kesamaan. Selain frekuensi pemberitaan itu sendiri, kesamaan
kabut asap dan tragedi Mina ialah frekuensi kejadian yang hampir terjadi setiap tahun. Juga,
keduanya sama-sama bersifat merugikan.
Sebagai kejadian yang merugikan, tentu kabut asap memiliki dampak bervariasi terhadap
negara ini. Apa sajakah dampak tersebut? Simak 5 Dampak Kabut Asap bagi
Indonesia berikut ini!
1. Infeksi Paru-paru dan Saluran Napas

Kabut asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan tidak diragukan lagi menyebabkan
banyak kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ISPA. Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi FKUI yang juga Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan
bahwa gangguan kesehatan akan lebih mudah terjadi pada orang yang memiliki gangguan
paru dan jantung, orang lansia, serta anak-anak.
Tjandra menjelaskan, kabut asap dapat menyebabkan iritasi lokal pada selaput lendir di
hidung, di mulut, dan di tenggorokan. Kabut asap juga dapat menyebabkan reaksi alergi,
peradangan, hingga infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Yang paling berat adalah
terjadi pneumonia.
"Kemampuan paru dan saluran pernapasan mengatasi infeksi juga berkurang sehingga
menyebabkan lebih mudah terjadi infeksi," jelas Tjandra, Senin (7/9/2015), sebagaimana
dilansir Kompas.
Untuk mencegah efek buruk tersebut, Tjandra mengimbau masyarakat yang telah memiliki
penyakit kronik dan gangguan pernapasan untuk mengurangi intensitas ke luar ke luar rumah.
Selalu gunakan masker yang baik jika berada di luar rumah. Lalu, jangan lupa untuk
menerapkan pola hidup bersih dan sehat. (Lihat: Cara Melindungi Diri dari Risiko Gangguan
Asap Riau)
2. Mengancam Keberlangsungan Berbagai Satwa Liar Dilindungi

Di Palembang, kabut asap tidak hanya mengganggu kahidupan manusia, tetapi juga salah satu
margasatwa yang dilindungi, yaitu harimau. Jumat lalu, seekor harimau Sumatera seberat 100
kilogram, tinggi 1 meter dengan panjang 2 meter ini menggegerkan warga Desa Tanjung
Raman, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
Dalam beberapa minggu terakhir, warga sering mendengar suara harimau yang keluar hutan
dan memakan sapi dan kambing milik warga. Harimau ini keluar habitat karena makanannya
di dalam hutan sudah banyak yang mati.
Sementara itu, orangutan di Pusat Reintriduksi Palangkaraya, Kalimantan Tengah, juga
terkena dampak kabut asap. Menurut data Borneo Orang Utan Survival Foundation,
disebutkan bahwa selama Agustus 2015, ada enam ekor bayi orangutan terserang Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sangat parah.
Sedangkan, ratusan orangutan dewasa terancam penyakit airsacculitis yakni infeksi kantong
suara. Dampak kabut asap juga membuat pengelola Yayasan Bos Nyaru Menteng
Palangkaraya mengurangi waktu sekolah hutan bagi orangutan untuk meminimalisir jumlah
orangutan yang terkena ISPA.
3. Kerusakan Lingkungan

Selain mempengaruhi kesehatan, dan mengganggu ekosistem bagi satwa liar yang dilindungi,
kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan juga dapat menghilangkan keragaman hayati.
Kabut asap ternyata juga berdampak lebih luas kepada kehidupan di perairan sekitar.
Pembakaran biomassa di Indonesia semakin intensif baik frekuensi maupun tinggkat
kerusakannya sejak era 1970-an. Di bulan Juni 2013, polusi udara regional di Semenanjung
Malaya mencapai rekor tertinggi, dimana kabut menyebar di tiga negara: Indonesia, Malaysia,
dan Singapura, dan menyebabkan negara-negara tersebut berada dalam kondisi siaga,
ungkap penelitian yang dilakukan oleh Zeehan Jaafar dari University of Singapore dan Tse-
Lynn Loh dari John G. Shedd Aquarium. Dikutip dari Mongabay, penelitian tersebut dimuat
dalam jurnal ilmiah Global Change Biology.
Kendati terus menimbulkan krisis, masalah pembakaran lahan dan kabut asap ini masih terus
terjadi. Bahkan, masalah ini semakin besar pada 2015. Tahun lalu, NASA masih merekam
ratusan titik api di Sumatera.
Sejumlah dampak terhadap kesehatan, keragaman hayati, dan perekonomian ramai
diberitakan oleh media massa. Sayangnya, tak satupun yang membahas dampak kabut asap
dan kebakaran hutan ini terhadap ekosistem laut.
4. Angka Kemiskinan Bertambah

Perihal dampak satu ini muncul dalam forum diskusi Senator untuk Rakyat di Cikini, Jakarta
Pusat. Pada forum tersebut, Pemerintah diminta cepat menangani masalah kabut asap dan
kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Jika tidak segera
diselesaikan, masalah kabut asap dikhawatirkan semakin mengganggu kondisi perekonomian
masyarakat.
"Kalau tidak segera diselesaikan, saya khawatir kabut asap akan menambah angka
kemiskinan," ujar Firmanzah,Rektor Universitas Paramadina, Minggu (27/9/2015)
sebagaimana dikutip dari Kompas.
Firman memprediksi bahwa angka kemiskinan akan melonjak naik karena terjadi darurat
kekeringan yang mengganggu sistem pertanian dan perkebunan. Persoalan kabut asap di
Sumatera dan Kalimantan dinilai ikut berperan dalam capaian ekonomi pada Semester I tahun
2015.

5. Dampak Ekonomi Secara Umum

Meski hanya berupa asap, bencana satu ini rupanya memiliki dampak ekonomi yang luar
biasa. Dampak ekonomi akibat bencana kabut asap yang terjadi di beberapa provinsi di
Indonesia pada 2015 bisa melebihi Rp20 triliun. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan
bahwa angka itu didasarkan pada data tahun lalu.
Pada tahun lalu, terungkap bahwa kerugian akibat kabut asap yang dihitung selama tiga bulan
dari Februari hingga April 2014 di Provinsi Riau mencapai Rp20 triliun. Namun, dari jumlah
wilayah yang terkena serta tingkat keparahan kabut asap yang terjadi tahun ini, Sutopo
memperkirakan jumlah kerugian kali ini akan lebih besar.
"Ya pasti. Kalau melihat skalanya lebih luas, pasti lebih tinggi (kerugiannya). Pada 2014
terkonsentrasi terutama di Riau, sekarang lebih meluas penyebaran asapnya di Sumatera dan
Kalimantan. Saya lagi menghitung ini (kerugiannya)," kata Sutopo.

SOLUSI KABUT ASAP

Preventif
Kebijakan preventif dilakukan sebelum terjadinya musibah. Pertama, pada kasus kabut asap
yang disebabkan banyaknya titik kebakaran dan semakin sedikitnya area hutan, serta tidak
adanya hujan, maka dapat ditempuh upaya-upaya sebagai berikut: Memastikan hutan yang
ada dibatasi dalam hal pengelolalan. Dalam hal penebangan maka penguatan dana untuk
menebang hutan dengan mesin atau alat lebih diutamakan daripada dengan pembakaran.
Namun ini tentu saja perlu dana yang tidak sedikit akan tetapi dampaknya luar biasa karena
cukup dengan sekali menggelontorkan dana besar maka manfaatnya cukup lama. Tentu saja
pengelolalan harus dikembalikan kepada pemerintah selaku pemegang kekuasaan dan
kebijakan bukan kepada swasta.
Membangun penampungan air di titik-titik tertentu yang memang dimungkinkan terjadi
kebakaran. sehingga apabila terjadi kebakaran maka tanggul tersebut siap digunakan.
Pemerintah akan memetakan daerah-daerah yang rawan dengan kabut asap atau titik yang
mudah terbakar dan selanjutnya membuat kebijakan melarang melakukan pembakaran serta
memberikan kemudahan dalam pembangunan dan kebutuhan bagi masyarakat.
Jika sebelumnya di daerah-daerah rawan kebakaran tersebut digunakan, maka pemerintah
akan merelokasi ulang lahan di daerah tersebut ke daerah lain dengan memberikan ganti rugi
atau kompensasi kepada mereka. Di daerah-daerah seperti ini, pemerintah akan mendirikan
pos pemantau, yang melibatkan BMKG, sehingga bisa memberikan laporan dini akan
terjadinya penebangan hutan dan kebakaran. Hal ini untuk meberikan early warning
(peringatan dini), agar bisa sesegera mungkin melakukan tindakan cepat dan darurat, jika
musibah asap terjadi.
Tidak kalah pentingnya adalah edukasi kepada masyarakat, baik yang terkait dengan potensi
bencana, bagaimana cara melindungi diri, juga bagaimana menyikapi bencana dengan benar.
Edukasi ini sangat membantu, bukan hanya negara, tetapi juga masyarakat.
Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan, beberapa hal yang perlu dilakukan
pemerintah di antaranya: Membuat kebijakan tentang master plan, di mana dalam kebijakan
tersebut ditetapkan sebuah kebijakan seperti pengelolaan lahan, penebangan hutan,
pembukaan pemukiman atau kawasan baru. Yang terpenting adalah tidak boleh menyerahkan
sepenuhnya kepada swasta.
Pemerintah harus mengeluarkan syarat-syarat izin apabila seseorang hendak mengelola lahan
atau hutan. Hanya saja, tidak menyulitkan, bahkan menyederhanakan birokrasi dan gratis.
Sehingga tidak terjadi pungli dan korupsi. Namun jika pengelolaan berpotensi mengantarkan
bahaya (madharat), maka izin tidak diterbitkan.
Pemerintah membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam (BNPB) yang
dilengkapi dengan peralatan-peralatan, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan
untuk menanggulangi bencana. Selain dilengkapi dengan peralatan canggih, petugas-petugas
lapangan juga dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup tentang SAR (search dan rescue),
serta ketrampilan yang dibutuhkan untuk penanganan korban bencana alam.
Pemerintah juga dapat menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang
harus dilindungi. Menetapkan kawasan hutan lindung, dan buffer zone yang tidak boleh
dimanfaatkan kecuali dengan izin. Serta menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang
merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu. Pemerintah terus menerus
menyosialisasikan pentingnya menjaga lingkungan, serta kewajiban memelihara hutan dan
resapan dari kerusakan.

Kuratif
Selain kebijakan preventif, sebelum terjadinya bencana, juga harus ada tindakan kuratif,
ketika dan pasca bencana. Antara lain sebagai berikut: Pejabat pemerintah, pemuka agama
dan tokoh masyarakat dapat menyampaikan pidato yang isinya mengingatkan rakyat, agar
bersabar dan ridha menerima qadha Allah SWT. Meminta rakyat untuk bertaubat seraya
menyerukan kepada seluruh rakyat untuk menolong dan membantu korban, dan mendoakan
mereka.
Menangani korban bencana dengan bertindak cepat, melibatkan seluruh warga yang dekat
dengan daerah bencana. Menyediakan peralatan yang layak agar korban tidak menderita sakit
akibat bencana. Selain itu, juga melakukan mental recovery, dengan melibatkan alim ulama.
Pemerintah sendiri dapat menyediakan alokasi anggaran untuk menghadapi bencana, bisa dari
zakat, kekayaan milik umum, maupun yang lain. Dengan begitu, pemerintah bisa bertindak
cepat, tanpa harus menunggu uluran tangan masyarakat.
Menindak dengan tegas pelaku yang merusak lingkungan tanpa pandang bulu. Agar menjadi
contoh dan pelajaran bagi siapapun. Inilah kebijakan-kebijakan untuk mengatasi bencana
kabut asap. Dengan kebijakan seperti ini, insya Allah, masalah kabut asap ini bisa ditangani
dengan tuntas dan baik.

Anda mungkin juga menyukai