Technical Report Kelompok-02
Technical Report Kelompok-02
FAILURE ANALYSIS
GOOSENECK FAILURE
TEAM #2
FA -01
TEAM MEMBER
B. Objective
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari analisa kerusakan adalah untuk
mengetahui penyebab utama (root cause) dari peristiwa kegagalan yang terjadi pada
Gooseneck berdasarkan data data yang diberikan.
a. Hipotesa Awal
Berdasarkan studi kasus pada latar belakang dapat diambil hipotesa awal bahwa
penyebab dari kegagalan gooseneck disebabkan oleh kesalahan pengelasan.
b. Fishbone Diagram
C. Laboratory Investigation:
a. C.1. Visual Observation
Tabel 2.
Komposisi kimia yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada di plat II dan
III menyebabkan beberapa perbedaan sifat mekanik baja A36. Berikut
merupakan perbandingan sifat mekanik baja A36 dari hasil pengujian dan
literatur.
c. C.3. Mechanical Testing
Tabel 3.
Tabel 4.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa yield strength dari material lebih
tinggi dibandingkan spesifikasi dari literatur. Hal ini pun terjadi juga pada data
elongation. Sehingga dari data ini dapat disimpulkan bahwa baja A36 yang
digunakan lebih ulet dibandingkan spesifikasi yang berasal dari literatur.
d. C.4. Metallographic Testing
I II
III V
Gambar 4.
Pada Gambar 1 hingga gambar 3 memperlihatkan pengujian
metallography pada bagian goosneck atau material induk, sedangkan gambar 4
memperlihatkan pengujian pada bagian plat. Berdasarkan gambar yang
ditunjukkan diatas memperlihatkan bahwa material induk memiliki fasa yang di
dominasi oleh konstituen putih yang dianggap sebagai ferrite, sedangkan
gambar 4 memperlihatkan dominasi konstituen hitam yang dianggap sebagai
cementite. Hal tersebut mengindikasikan bahwa material induk memiliki
keuletan yang lebih tinggi dibandingkan dengan plat sehingga dapat
diindikasikan terjadinya penyambungan dissimilar metal yang memiliki sifat
mekanik yang berbeda.
Gambar 5.
Gambar diatas menunjukkan bukti adanya MnS pada plat yang di
konfirmasi dengan pengujian komposisi kimia. Adanya MnS ini dapat
berpengaruh lebih pada peretakan material yang akan dijelaskan pada bagian
selanjutnya.
D. Analysis
a. Improper Welding
Gambar 6.
Tidak adanya record mengenai jenis pengelasan yang digunakan oleh
perusahaan menyebabkan langkah evaluasi terhadap proses sedikit terganggu.
Namun dari pengamatan visual, kemungkinan jenis pengelasan yang digunakan
adalah SMAW atau yang lebih dikenal dengan stick welding. Metode SMAW ini
merupakan metode yang paling luas digunakan oleh industri, karena 50% operasi
penyambungan material di industri skala besar menggunakan metode ini. Kelebihan
dan kekurangan dari metode SMAW ini dijelaskan pada tabel berikut.
Keuntungan Kelemahan
Peralatan yang simpel, murah, dan Kecepatan depositnya rendah dan adanya
portabel. terak (slag).
Dari data yang ada, proses SMAW ini semakin kuat digunakan pada proses
pengelasan awal untuk menambal crack yang terjadi karena terdapat inklusi yang
ada sebagai akibat proses pengelasan yang tidak benar.
Proses pengelasan yang tidak benar (tidak dilakukan sesuai dengan prosedur
yang ada) menyebabkan cacat pengelasan. Dari pengamatan makro menggunakan
mikroskop optik ditemukan bahwa terdapat salah satu jenis cacat pengelasan, yaitu
incomplete penetration. Berikut merupakan gambar yang mendukung cacat
pengelasan tersebut terjadi.
Gambar 7.
Penyebab terjadinya cacat pengelasan ini adalah :
Arus yang digunakan terlalu rendah.
Diameter elektroda yang digunakan terlalu besar.
Tidak cukup gap (celah).
Sudut kawat las terlalu curam.
Urutan pengelasan tidak benar.
Gambar 7.
Gambar 8
Hasil pengujian dirangkum kedalam tabel, dan setelah diamati terdapat
perbedaan nilai yang cukup signifikan antara bagian satu dengan bagian yang
lain.
Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada bagian D atau base metal-
nya, nilai kekerasan yang didapat hanya sebesar 191 HV tetapi pada bagian C
yaitu bagian filler metal-nya, nilai kekerasan yang didapat sebesar 433 HV.
Perbedaan nilai kekerasan sebesar 242 HV tersebut menunjukkan bahwa filler
metal yang digunakan memiliki mechanical properties yang cenderung tidak
sesuai, yitu nilai tensile dan hardness yang terlalu besar. Pengelasan seperti ini
jika dipaksakan akan menyebabkan tidak menyatunya filler metal dan base
metal, sehingga mechanical properties dari hasil pengelasan seperti ketahanan
fatigue akan menurun dengan signifikan.
c. Weldment Overlapping
Weldment overlapping merupakan cacat yang terjadi pada material
setelah pengelasan akibat dari aliran logam cair (filler) yang mengalir dari
permukaan logam induk tanpa terjadinya fusi diantara keduanya. Hal ini biasa
terjadi pada bagian bawah ujung dari hasil lasan. Penyebab cacat ini antara lain:
Kontaminasi
Kecepatan pengelasan rendah
Arus yang tinggi
Teknik welding yang salah
Overlap ini merupakan masalah permukaan material. Jadi sebelum
mengelas supaya tidak terjadi overlap, perlu diperhatikan bagian-bagian
material yang memiliki permukaan yang tidak rata. Overlap yang sudah terjadi
bisa dihilangkan. Caranya adalah dengan berhati-hati mencampurkan material
yang tercecer keluar dengan base metalnya. Pencampuran ini bisa dengan
grinding namun perlu diperhatikan cacat-cacat yang bisa berdifusi kedalam.
Untuk mengecek cacat-cacat yang terjadi bisa menggunakan metode Non-
Destructive Test (NDT) berupa radiography testing untuk melihat cacat
menyeluruh.
d. Lamellar Tearing
Cacat ini bermula dari inklusi MnS yang berbentuk pipih akibat proses
rolling atau jenis inklusi lainnya yang kemudian mengalami perpatahan pada antar
muka antara matriks dengan inklusi. Pertumbuhan retak terjadi pada arah vertikal
ataupun bersudut, ductile tearing terjadi pada arah paralel pada celah antara matriks
dan inklusi mengakibatkan terbentuknya retak yang menyerupai anak tangga.
Tiga kondisi yang menandakan terjadinya lamelar tearing diantaranya:
1. Adanya peregangan pada arah short transverse pada plat yang timbul dari
penyusutan weld metal atau dari reaksi dengan sambungan
2. Orientasi pengelasan: pada bagian fusion boundary paralel dengan
permukaan plat
3. Material memiliki keuletan yang buruk pada arah short transverse
Penyebab utama lamelar tearing antara lain:
Pelat baja yang memiliki keuletan yang rendah pada arah tebal atau vertikal
Mengandung banyak pengotor
Batas lebur yang mendekati sejajar dengan permukaan pelat
Level tegangan sisa yang tinggi
Adanya tegangan pada sambungan selama pengelasan
Level hidrogen pada logam induk
Lalu metode yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
lamelar tearing pada pengelasan, yaitu:
Pengurangan kadar sulfur
Penambahan Ce dan Ca yang menghasilkan butir bukan logam yang
berbentuk bulat sehingga mengurangi kepekaan terhadap lamelar tearing
Lamelar tearing merupakan salah satu cacat pengelasan yang harus dihindari
karena dapat menyebabkan kegagalan akibat retak yang ditimbulkan. Oleh karena
untuk mencegah terjadinya cacat pengelasan ini, harus diperhatikan hal-hal berikut:
1. Kualitas logam induk harus bagus dan bebas pengotor
2. Desain sambungan harus tepat
3. Jumlah stress dan restraint selama pengelasan harus seminimal mungkin
4. Kadar hidrogen tidak boleh terlalu tinggi
Bukti adanya MnS pada plat dapat dilihat dari hasil pengujian EDS dan
SEM di bawah ini. Pada hasil pengujian EDS, jelas terlihat bahwa unsur yang paling
dominan adalah sulfur dan mangan. Kadar unsur sulfur dan mangan yang cukup
tinggi tersebut, menyebabkan terbentuknya senyawa MnS yang dapat berinklusi
pada material.
e. Forming of MnS
Inklusi MnS terjadi akibat kadar sulfur yang tinggi. Kadar sulfur di atas 0.01% dapat
menyebabkan terbentuknya inklusi MnS. Pada kasus ini, pada foto SEM terdapat
daerah (plate v) yang diprediksi merupakan inklusi MnS. Hal ini diperkuat dari hasil
pengujian EDS.
F. Recommendation
1. Pemilihan metode pengelasan yang sesuai
Sesuai dengan lingkungan kerja pada Gooseneck, jenis pengelasan yang sesuai
adalah GMAW (Gas Metal Arc Welding). Metode ini menggunakan elektroda
solid, dan gas pelindung yang mencegah kontaminasi dengan udara terbuka.
Dengan metode ini maka keberadaan hidrogen pada sistem dapat diminimalisir
sehingga perambatan crack (sesuai kasus awal sebelum pengelasan) dapat dicegah.
2. Pemilihan filler
Filler yang dipilih sebaiknya adalah elektroda yang memiliki kandungan hidrogen
rendah, yaitu dari jenis T-1 (acid slag), T-2 (single pass welding) dan T-5 (basic
slag). Tipe T-1 bisa digunakan dengan gas CO2, Ar, ataupun kombinasi keduanya.
Tipe T-2 mengandung mangan (Mn) sehingga cocok untuk penggunaan pada logam
dengan situasi mudah terjadi korosi. Tipe T-5 adalah tipe elektroda yang memiliki
kandungan hidrogen rendah, sehingga ketahanan impak dan ketahanan retak akan
naik secara signifikan. Contoh elektroda menurut tipe di atas diantaranya:
LB52/ E-7016
LB52-18/ E7018
Er 308
Thermanic Chromo T 91 (EN 1599 atau AWS A 5.5)
Thermanit 25/09 CuT