Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

Angina Ludwig

Pembimbing:

dr. Kote Noordhianta, Sp. THT-KL, M.KES

Penyusun:

Rizkianna Narwiningtyas

2013.730.094

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher


Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta
RSUD Syamsudin, S.H., Sukabumi
Periode 23 Oktober 2017 25 November 2017

1
PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Usia : 21 tahun
Pekerjaan : belum bekerja
Alamat : KP Gentong RT 031/011 Desa Selajambe Kec Cisaat
Agama : Islam
Suku : Sunda
Tanggal masuk : Sabtu, 03 November 2017

B. Anamnesa
Dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa
Keluhan Utama : bengkak pada leher sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan : demam, nyeri dan bengkak pada rahang bawah, sulit
berbicara dan nyeri saat membuka mulut, nyeri
menelan, nyeri ulu hati dan sesak nafas.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku tiba-tiba
merasakan nyeri saat menelan, terutama saat pasien makan dan minum. Semakin
hari, nyeri yang dirasakan semakin bertambah. Nyeri ini membuat pasien sulit
menelan makanan maupun minum, selama sakit pasien hanya dapat meminum air
putih dan tidak bisa memakan yang keras. Pasien mengaku leher pasien lama-
kelamaan terasa makin membesar dan membengkak, terasa sakit bila disentuh dan
terasa hangat. Pasien mengeluh sulit untuk membuka mulut, kedua pipi terasa
kaku dan bengkak, lidah terasa sulit digerakkan sehingga pasien mengalami
kesulitan berbicara, pasien mengeluhkan nyeri ulu hati dan Pasien mengeluh
mulai merasa sesak, sulit bernafas bebas. Pasien mengeluh sakit giginya
disebabkan gigi berlubang di bagian kiri bawah. dan 2 hari terakhir pasien tidak
sakit gigi kemudian bengkak pada leher timbul tiba-tiba diikuti dengan rasa nyeri
bengkak pertama kali muncul pada leher sebelah kiri dan bengkak menjalar ke
bagian tengah dan kanan dan pasien sempat ke dokter umum dan diberikan obat
anti nyeri namun tidak mengalami perbaikan
Di saat yang sama, pasien juga mengalami demam namun tidak diukur. Pasien
mengaku pernah berobat namun keluhan tidak berkurang. Menurut pasien,

2
sebelumnya pasien dalam keadaan yang sehat. Ini merupakan pertama kalinya
pasien mengalami gejala seperti ini.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat sakit gigi berulang

Riwayat Pengobatan :
- Pasien meminum obat yang diberikan oleh dokter umum namun tidak
mengalami perbaikan
- Pasien meminum obat yang dibeli di warung saat sakit giginya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
seperti pasien.

Riwayat Alergi :
- Pasien tidak mempunyai riwayat alergi

Riwayat Psikososial :
- Pasien sering mengkonsumsi makanan yang digoreng, jarang mengkonsumsi
buah dan sayur serta jarang berolahraga. Makan pasien tidak teratur sehari,
pasien mengaku mengkonsumsi rokok sehari 3 bungkus, mengkonsumsi kopi
4 gelas perhari, alkohol (-).

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 40 kali/menit
Suhu : 37.10C

Pemeriksaan Fisik THT

Telinga
Telinga Kanan
- Aurikula : normal
- Canalis akustikus eksternus: Hiperemis (-), edema (-), massa (-), laserasi (-), sekret
(-), serumen (+)
- Membran timpani : Intak, hiperemis (-), refleks cahaya (+)

Telinga Kiri
3
- Aurikula : normal
- Canalis akustikus eksternus: Hiperemis (-), edema (-), massa (-), laserasi (-), sekret
(-), serumen (+)
- Membran timpani : Intak, hiperemis (-), refleks cahaya (+)

Cavum Nasi
Cavum Nasi Dextra
- Membran mukosa : Hiperemis (-), edema (-), sekret (-), konka inferior eutrofi,
massa (-), laserasi (-)
- Pasase udara : normal
Cavum Nasi Sinistra
- Membran mukosa: Hiperemis (-), edema (-), sekret (-), konka inferior eutrofi,
massa (-), laserasi (-)
- Pasase udara : normal

Orofaring
- Pembukaan mulut : maksimal 2 cm
- Lain-lain : sulit dinilai pasien tidak bisa membuka mulutnya
Maksilofasialis :
Mata : konjungtiva anemin (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : tampak daerah pembengkakan pada daerah submandibula baik kiri
maupun kanan, daerah submental dan submandibular, hiperemis (+), keras,
hangat (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-)

4
Paru : sonor (-/-), vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (+/+)
Jantung : bunyi jantun I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : nyeri tekan pada epigastrium (+), BU (+)

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
5
03 November 2017
Hemoglobin : 13.5 gr/dL
Hematokrit : 39 %
Leukosit : 15.400 /uL
Eritrosit : 4,3 juta/ uL
Indeks eritrosit :
MCV : 91 fL
MCH : 32 pg
MCHC : 35 g/dl
Trombosit : 187.000 /uL
GDS : 142 mg/dl

D. Diagnosis
Angina Ludwig

E. Diagnosis Banding
- Abses submandibula

F. Tatalaksana
Rawat dalam bangsal
terpasang NGT
Pasang oksigen nasal kanul 4 lpm
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 2 x 50 mg IV dan antasida jam sebelum makan
Dexametasone 2x5mg IV
Metronidazole 3x500 mg IV

G. Resume
Pasien laki-laki, 21 tahun, datang dengan keluhan odinofagia, disfagia,
bengkak pada leher pasien, nyeri bila disentuh dan terasa hangat, keras, trismus,
lidah terasa sulit digerakkan sehingga pasien mengalami kesulitan berbicara.
Pasien mengaku mulai merasa sesak, nyeri ulu hati. Disfagia baik makanan padat
mapun cair dan pada awal proses menelan. Keluhan serupa sebelumnya disangkal.
Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat sakit gigi berulang diakui di bagian kiri
bawah.
Pada pemeriksaan tanda tanda vital ditemukan Telinga dan hidung dalam
batas normal. Pada pemeriksaan orofaring, didapatkan adanya trismus
(pembukaan maksimal 2 cm), sisanya sulit dinilai karena pasien tidak mampu
menggerakkan lidah. Pada pemeriksaan leher didapatkan pembesaran di region
submandibula dekstra dan sinistra, submental, dan sublingual, hiperemis, hangat,
nyeri tekan, keras, dan fluktuatif. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukosit tinggi (15.400 /uL).
6
H. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

I. Follow Up
04 November 2017
Keluhan : nyeri dan sulit menelan, sulit menggerakkan lidah,
sulit berbicara, sulit membuka mulut, leher bengkak
dan sesak, nyeri ulu hati
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 40 kali/menit
Suhu : 37.10C

ADS : Normal/Normal
CAE : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, serumen +/+
CN : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, konka inferior
eutrofi/eutrofi, septum nasi di tengah
MT : intak / intak, refleks cahaya +/+
orofaring : sulit dinilai (trismus, maksimal 2 cm)
Leher : pembengkakan daerah submandibula, submental dan
sublingual, hiperemis +, keras, hangat +, nyeri tekan +,

Maksilofasialis : simetris
Mata : KA (-/-), SI (-/-)

Tatalaksana :
Rawat dalam bangsal

terpasang NGT
diet cair
Pasang oksigen nasal kanul 4 lpm
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 2 x 50 mg IV dan antasida jam sebelum makan
Dexametasone 2x5mg IV
Metronidazole 3x500 mg IV
Rencana RO thorax

05 November 2017

7
Keluhan : leher terasa membengkak dan sesak, sulit bicara dan
sulit menelan, tenggorokan terasa nyeri dan panas,
nyeri ulu hati.
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 35 kali/menit
Suhu : 37.00C

ADS : Normal/Normal
CAE : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, serumen +/+
CN : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, konka inferior
eutrofi/eutrofi, septum nasi di tengah
MT : intak / intak, refleks cahaya +/+
orofaring : sulit dinilai (trismus, maksimal 2.5 cm)
Leher : pembengkakan daerah submandibula, submental dan
sublingual, hiperemis +, keras, hangat +, nyeri tekan +,

Maksilofasialis : simetris, mata : ka (-/-), si (-/-)

Tatalaksana :
Rawat dalam bangsal
terpasang NGT
diet cair
Pasang oksigen nasal kanul 4 lpm
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 2 x 50 mg IV dan antasida jam sebelum makan
Dexametasone 2x5mg IV
Metronidazole 3x500 mg IV

06 November 2017
Keluhan : sulit makan dan minum, pasien masih sesak, nyeri ulu
hati, bengkak sudah berkurang, sudah sedikit bisa
membuka mulut, nyeri pada bagian bengkak pada
leher.
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Pernapasan : 30 kali/menit
Suhu : 370C

ADS : Normal/Normal
CAE : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, serumen +/+

8
CN : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, konka inferior
eutrofi/eutrofi, septum nasi di tengah
MT : intak / intak, refleks cahaya +/+
NPOP : sulit dinilai (trismus, maksimal 2.5 cm)
Leher : pembengkakan daerah submandibula, submental dan
sublingual, hiperemis +, keras, hangat +, nyeri tekan +,

Maksilofasialis : simetris, mata : ka (-/-), si (-/-)

Tatalaksana :
terpasang NGT
diet cair
Pasang oksigen nrm 8 lpm
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 2 x 50 mg IV
Dexametasone 2x5mg IV
Metronidazole 3x500 mg IV
Ro Thorax :
Hasil analisis foto thorax

Kardiomegali dengan edema paru ditandai dengan cr > 50% gambaran betwin
(+), pinggang jantung mendatar, kranialisasi (+), corakan paru bertambah
adanya efusi pleura kiri, pleura dipertimbangkan adanya pneumonia paru
bilateral.
Konsul ke dokter spesialis paru

07 November 2017

Keluhan : sesak dan lemas, bengkak di leher sudah berkurang,


nyeri ulu hati, nyeri pada bagian leher yang bengkak,
makan dan minum (+) makan bubur.
9
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernapasan : 35 kali/menit
Suhu : 370C

ADS : Normal/Normal
CAE : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, serumen +/+
CN : hiperemis -/-, sekret -/-, massa -/-, laserasi -/-, konka inferior
eutrofi/eutrofi, septum nasi di tengah
MT : intak / intak, refleks cahaya +/+
Orofaring : mukosa tenang, tonsil (warna tenang/tidak hiperemis, kripta (-),
detritus (-), ukuran T2/T2, arkus faring simetris, uvula ditengah
Gigi : terdapat radiks pada molar dua dan tiga rahang kiri dan kanan bawah.
Leher : pembengkakan daerah submandibula, submental dan
Sublingual (-), hiperemis (-), keras(-), hangat +, nyeri tekan +,
Maksilofasialis : simetris, KA (-/-), SI (-/-)
Tatalaksana :
diet cair
Pasang oksigen nrm 8 lpm
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Ketorolac 2 x 30 mg IV
Ranitidine 2 x 50 mg IV
Dexametasone 2x5mg IV
Metronidazole 3x500 mg IV

10
DASAR TEORI

Angina Ludwig merupakan infeksi dengan keterlibatan kolektif dari ruang


submandibular, sublingual secara bilateral dan ruang submental secara progresif dan cepat.
Angina Ludwig menyebabkan infeksi yang difus, dengan atau tanpa pembentukan abses.
Angina Ludwig tidak boleh disamakan dengan trench mouth, yang merupakan
gingivostomatitis ulseratif. Bila bentuk lebih destruktif dimana terdapat keterlibatan tonsilar
masif disebut angina Vincent. Hal ini dikaitkan dengan penyakit furospirochetal. Kondisi ini
dengan mundah dikontrol dengan antibiotik.
Kebanyakan kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat. Faktor
predisposisi termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alcoholism, anemia aplastik,
glomerulonefritis, dermatomyositism dan SLE. Kebanyakan pasien yang terkena berusia 20-
60 tahun, walaupun range umur dari umur 12 hari sampai 84 tahun juga dilaporkan.
Predominan pria (3:1 sampai 4:1).
Penyebab angina Ludwig biasanya infeksi odontogenik dengan patogen paling umum
adalah bakteri streptococci dan bakteri anaerobik. Organisme penyebab termasuk variasi
bakteri aerobik dan anaerobik gram positif cocci dan gram negatif batang. Organisme yang
paling sering ditemukan adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Kadang
flora mikrobial campuran dapat terisolasi.
Penyebaran infeksi yang terjadi secara cepat dari satu ruang ke ruangan lain
disebabkan fasilitas dimana organisme virulen bisa berpindah dari kompartemen-
kompartemen kepala dan leher.

11
Ruangan submandibula terletak di antara mukosa dasar mulut dan fasia servikal
dalam bagian superfisial. Tulang hyoid membatasi aspek inferior dan mandibula membentuk
batas anterior dan lateral. Batas posterior terdiri dari otot-otot lidah. Ruangan ini secara tidak
sempurna dibagin oleh diafragma otot dari otot mylohyoid menjadi ruangan sublingual untuk
bagian atasnya dan ruangan submandibular serta ruangan submental dibawahnya. Area
submandibular dan submental dibagi oleh bagian anterior dari otot digstarik namun kedua
bagian ini berhubungan secara bebas.

Rongga submental dibatasi oleh tulang hyoid pada bagian inferior, mandibula pda
bagian superior, dan ramus anterior otot digastrikus pada kedua sisi lateral. Rongga
submental berisi vena jugularis anterior, nodus limfatikus submental, otot dan saraf.
mylohyoid, arteri fasialis cabang submental, dan vena fasialis. Jumlah nodus limfatikus pada
submental tidak banyak, namun nodus limfatikus tersebut penting secara klinis karena
merupakan tempat drainase dari mukosa bukal, dasar mulut, bagian anterior hidung, gusi, dan
bibir.

Kelenjar saliva submandibular terletak di ujung posterior dari otot mylohyoid dan
mengisi ruangan submandibular dan sublingual. Sehingga infeksi yang dimulai di ruangan
sublingual dapat menyebar ke ruangan submandibula dan sebaliknya. Struktur lain yang
terletak di ruangan sublingual adalah duktus Wharton, kelenjar saliva sublingual dan saraf
hipoglosus. Hal ini juga menjadi alasan kenapa angina Ludwig menyebabkan elevasi dasar
mulut dan pembengkakan dari area submandibula dan submental. Garis oblique dari
mandibula juga penting sebagai presentasi infeksi odontogenik yang menyebar melebihi akar
gigi. Infeksi yang dimulai pada akar gigi yang superior dari garis ini (incisor dan molar
12
pertama) secara umum menyebabkan infeksi ruang sublingual, sementara infeksi yang mulai
dari akar gigi molar biasanya menyebabkan infeksi ruang submandibula. Infeksi dental secara
umum menghancurkan korteks lingual dari mandibula dan menyebabkan infeksi dari ruangan
ini.

Infeksi rongga submandibula biasanya berasal dari molar mandibula kedua dan
ketiga, namun juga bisa akibat trauma. Infeksi rongga submandibula harus dibedakan dengan
infeksi kelenjar liur submandibula atau nodus limfatikus. Pada infeksi rongga submandibula,
mandibula membengkak dan nyeri, namun trismus minimal atau tidak ada karena otot
mastikator tidak terlibat. Infeksi rongga sublingual umumnya berasal dari gigi insisivus
mandibula dengan gejala eritema dan nyeri pada dasar mulut yang dimulai dekat mandibula
dan menyebar ke medial. Terkadang dapat menyebabkan elevasi lidah.

13
14
Tiga ruangan mandibula sekunder terletak posterior dan superior terhadap bagian gigi
mandibula pada area angle-ramus. Mereka disebut ruangan sekunder karena mereka menjadi
terinfeksi dari penyebaran infeksi sekunder dari ruangan anterior lain yaitu buccal, sublingual
dan submandibular. Ruangan sekunder ini tidak biasa terinfeksi dari ekstensi langsung infeksi
dari jaringan yang mengelilingi sebagian erupsi molar ketiga. Hallmark dari infeksi dari

15
ruang sekunder mandibula ini adalah trismus yang disebabkan iritasi otot dan disfungsi
dikarenakan infeksi.

Bila semua ketiga ruangan primer secara bilateral terinfeksi, maka infeksi tersebut
disebut sebagai angina Ludwig. Angina Ludwig dikarakteristikan bahkan di era antibiotik
sebagai selulitis gangrenous bilateral yang cepat dari ketiga ruangan primer. Biasanya dapat
menyebar ke posterior untuk melibatkan ruangan sekunder. Angina Ludwig menyebabkan
pembengkakan yang masif, elevasi dan displacement dari lidah, dan indurasi yang tegang dari
regio submandibula superior dari tulang hyoid (brawny induration). Pembengkakan
signifikan dari leher bagian atas yang melibatkan ruang submandibula bilateral, ruang
submental, dan ruang sublingual juga terlibat yang menyebabkan obstruksi jalan nafas oral
oleh lidah. Biasanya hanya terdapat fluktuasi yang minimal atau tidak ada fluktuasi karena
kecepatan dari proses selulitis. Biasanya pasien memiliki riwayat sakit gigi, kebersihan mulut
yang buruk. Pasien mengalami trismus hebat, hipersalivasi, ketidakmampuan untuk menelan,
odinofagia, takipnea dan dispnea. Gangguan jalan nafas menghasilkan kecemasan yang
nyata. Pasien serak, stridor, respiratory distress, sianosis, merupakan tanda-tanda gangguan
jalan nafas. Pasien juga dapat mengalami disfonia, suara muffled (hot potato voice) karena
16
edema dari apparatus vokalis. Bila tidak ditangani, selulitis dapat menyebabkan obstruksi
jalan nafas dengan cepat dan pada akhirnya bisa menyebabkan kematian. Pada pasien dengan
Angina Ludwig, gangguan jalan nafas adalah penyebab awal kematian. Begitu angina
Ludwig di diagnosa, memonitor masalah jalan nafas harus dilakukan berulang kali dan hati-
hati. Pasien-pasien ini tidak dapat berbaring terlentang dan memiliki kesulitan dalam
menelan.

Dalam mendiagnosis angina Ludwig, terdapat empat tanda cardinal yang harus
diperhatikan, yaitu (1) keterlibatan bilateral pada lebih dari satu ruangan leher dalam, (2)
gangrene dengan cairan serosanguineus, infiltrasi putrid tetapi dengan pus murni yang sedikit
atau tidak ada, (3) keterlibatan jaringan penyambung, fascia, dan otot tetapi bukan struktur
kelenjar, (4) penyebaran lewat ruangan fascial yang berkelanjutan dibandingkan dengan
system limfatik.
Pemeriksaan darah lengkap biasanya menggambarkan leukositosis. Kekurangan
respon leukositik mungkin mengindikasikan penyakit viral, imunodefisiensi, atau kondisi
seperti tumor. Pengukuran jumlah sel darah putih membantu dalam memonitor respons pasien
terhadap terapi seperti antibiotik intravena atau drainase bedah.

Foto x-ray memainkan peran penting dalam mengevaluasi angina Ludwig.


Keuntungannya adalah tidak mahal, cepat, dan mudah tersedia serta memberikan informasi
yang baik. Pada kasus dimana dicurigai awal infeksi dental, maka panorex dari rahang bisa

17
menolon mengidentifikasi sumber infeksi dental bila tidak jelas pada pemeriksaan fisik.
Translusent pada apek dari akar gigi merupakan penemuan umum pada abses terkait dental.

CT-scan kepala dan leher juga bisa dilakukan karena pemeriksaan fisik saja dapat
salah mengidentifikasi ruangan yang terlibat. CT scan dengan kontras intravena memberikan
visualisasi yang baik mengenai jaringan lunak dan struktur tulang dari kepala dan leher.

Bahaya yang paling utama adalah obstruksi jalan nafas dan pasien mungkin
membutuhkan trakeostomi sampai pembengkakan berkurang. Terapi dengan antibiotik dan
drainase dari area yang berfluktuasi. Penisilin diberikan dalam dosis besar sampai 20 juta
unit/hari untuk intravena penisilin. Terapi dengan antibiotik intravena dapat menyembuhkan
dan harus dapat mengenai bakteri anaerobik bila diberikan dari awal mula sakit. Bila gejala
memburuk selama diberikan antibiotik atau terdapat abses terlokalisasi dengan fluktuasi yang
jarang terjadi, atau gangguan jalan nafas, pasien dilakukan operasi untuk insisi dan drainase.
Inisisi dilakukan secara horizontal melalui otot platisma. Fasia servikal dalam diinsisi vertikal
dari symphisis menti ke tulang hyoid dan cairan edema berwarna jerami atau cairan cucian
dikeluarkan. Cairan ini terinfeksi dan akan menumbuhkan organisme anaerobik yang sulit
untuk dikultur.

18
Terapi antibiotik sistemik bukan merupakan pengganti untuk trakeostomi kecuali pada
kasus awal dengan pembengkakan dasar mulut yang minimal yang harus diobservasi secara
berkelanjutan. Setelah edema masif terjadi, mungkin dibutuhkan waktu 1 minggu atau lebih
untuk membaik dengan terapi antibiotik. Kontol jalan nafas dengan trakeostomi diperlukan.
Intubasi nasotrakeal ketika pasien sadar dapat memicu obstruksi jalan nafas akut dan
sebaiknya tidak dilakukan, walaupun intubasi dengan bantuan nasofaringoskop fiberoptic
dapat dilakukan. Persiapan trakeostomi harus dibuat pada setiap kasus bahkan bila intubasi
dilakukan oleh ahli anestesi. Narkotik harus dihindari karena dapat menebabkan depresi
pernafasan dan memicu kesulitan ventilasi. Beberapa penulis menyarankan penggunakan
anestesi inhalasi. Bila intubasi tidak dapat dilakukan, maka trakeostomi atau
krikotiroidektomi yang diikuti dengan trakeostomi merupakan pilihan.
Prognosis angina Ludwig tergantung dari kecepatan perlindungan jalan nafas primer
dan pada antibiotic yang tepat dan kemungkinan terapi pembedahan. Mortalitas pada era
preantibiotik adalah 50%, namun dengan terapi yang sekarang, mortalitas telah menurun
menjadi kurang dari 5%.

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck Surgery Otolaryngology, 4 th Ed. USA:
Lippincot Williams & Wilkins. 2006.
Cummings CW, et al. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed.
USA: Elsevier Mosby. 2005.
David M L.Ludwigs angina: diagnosis and treatment. Hospital Physician. July 2002.

21

Anda mungkin juga menyukai