Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia


misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan
kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini
berjumlah ribuan kasus.1 Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan
66% pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar seafood atau live
market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok.2 Sampel isolat dari pasien
diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksi coronavirus, jenis
betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus (2019-
nCoV).2 Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health Organization
memberi nama virus baru tersebut Severa acute respiratory syndrome
coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama penyakitnya sebagai Coronavirus
disease 2019 (COVID-19).3 Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat
ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah kasus
terus bertambah seiring dengan waktu. Selain itu, terdapat kasus 15
petugas medis terinfeksi oleh salah satu pasien.4 Salah satu pasien
tersebut dicurigai kasus “super spreader”.4,5 Akhirnya dikonfirmasi
bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia.6
Sampai saat ini virus ini dengan cepat menyebar masih misterius dan
penelitian masih terus berlanjut.
Saat ini sebanyak 29 negara mengonfirmasi terdapatnya kecurigaan serta
terkonfirmasi kasus COVID-19. Pada 12 Maret 2020, WHO
mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik. Hingga tanggal 29 Maret
2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian di seluruh
dunia.5 Sementara di Indonesia sudah ditetapkan 1.528 kasus dengan
positif COVID-19 dan 136 kasus kematian.7 Saat ini data terus berubah
seiring dengan waktu. Banyak kota di Tiongkok dilakukan karantina.
Kasus- kasus yang ditemukan diluar Tiongkok sampai tanggal 12
Februari 2020 tercatat ada di 28 negara diantaranya: Amerika, Thailand,
Hong Kong, Prancis, Malaysia, Singapura, Taiwan, Macau, Jepang,
Korea Selatan, Vietnam, Australia, Nepal dan lainnya.8,9 Kasus-kasus
yang ditemukan di berbagai negara tersebut sebagian besar memiliki
riwayat bepergian ke Wuhan atau berkontak dengan kasus confirmed yang
memiliki riwayat bepergian ke Wuhan.9 Empat kasus di Singapura
merupakan seorang laki-laki 36 tahun, warga negara Tiongkok Bersama
keluarganya datang pada 22 januari dengan tanpa gejala kemudian hari

1
berikutnya mengeluh batuk dan dikonfirmasi COVID-19 pada tanggal 25
Januari 2020.10 Laporan terbaru per tanggal 9 Februari 2020 sudah
terdapat 43 kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19 di Singapura.
Beberapa diantaranya dilaporkan tidak memiliki riwayat perjalanan ke
Tiongkok.8,9
Berdasarkan data sampai dengan 12 Februari 2020, angka mortalitas di
seluruh dunia 2,1% sedangkan khusus di kota Wuhan adalah 4,9%, dan di
provinsi Hubei 3,1%. Angka ini diprovinsi lain di Tiongkok adalah
0,16%.8,9 Berdasarkan penelitian terhadap 41 pasien pertama di Wuhan
terdapat 6 orang meninggal (5 orang pasien di ICU dan 1 orang pasien
non-ICU).2

Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah:
Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis tentang COVID-19.
Untuk mengimplementasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus COVID-19 serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan
akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.

Manfaat

Manfaat yang bisa didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang COVID-


19.
Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
COVID-19.

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Kasus

Nama : Tn. A

Usia : 57 Tahun

Alamat : Bekasi Barat

Pekerjaan : PNS

2
Status Pernikahan : Menikah

Agama : Islam

Tanggal Kunjungan : 24 Juni 2021

No RM : 18263890

Anamnesis

Keluhan Utama : Sesak napas

Keluhan Tambahan : Demam, batuk, muntah, pusing, nyeri ulu hati.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSIJ Pondok Kopi pada tanggal 24/6/2020 dengan keluhan
Sesak napas disertai batuk, demam, muntah, pusing d, nyeri uku hati dan muntah.
Pasien mengatakan keluhan dirasakan sejak hari minggu pada tanggal , keluhan
awal pasien merasakan demam tiba-tiba mendadak tinggi dan tidak nafsu makan.
Hari selasa tanggal 22/6/2021, keluhan demam disertai batuk berdahak hilang
timbul dan muntah sebanyak 8 kali, Hari rabu tanggal 23/6/2021, pasien
mengatakan keluhan batuk semakin sering dan terasa menganggu aktivitas. Hari
kamis tanggal 24/6/2021, keluhan batuk semakin bertambah disertai nyeri luar
biasa pada dada. Dan pasien mengeluhkan sesak napas semakin memberat
hingga pasien sulit berbicara, keluhan disertai batuk, demam, nyeri ulu hati dan
muntah. Pasien mengatakan sudah pemerikasaan PCR hasilnya positif tanggal
21/6/2021 di puskesmas.

Riwayat perjalanan ke luar negri : Disangkal

Riwayat kontak dengan WNA : Disangkal

Riwayat kontak dengan pasien Covid-19 : Anak sedang isolasi mandiri di rumah

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi : Disangkal

Diabetes Mellitus : Diabetes tidak terkontrol

Penyakit Jantung : Disangkal

Asma : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.

3
Riwayat Alergi : Tidak ada riwayat alergi obat atau makanan.

II.3 Pemeriksaan Fisik

KU : Tampak sakit berat

Kesadaran: Composmentis

GCS : E4, V5, M6: 15

Tanda-tanda vital

TD HR RR S Saturasi

127/76 90 x/menit 25 x/menit 37,8◦c 93


mmHg

Status Generalisata

Kepala Normocephali

Mata Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil


bulat isokor 2mm/2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)

Hidung Deviasi septum (-), secret di hidung (-/-), edema


konka (-/-), pernafasan cuping hidung (-/-)

Telinga Normotia, nyeri tekan tragus (-)

Mulut Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1

Leher Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid


(-), trakea di tengah, JVP 5+2

Paru

Kanan Kiri

Inspeksi (normochest)

Pergerakan dada Simetris Simetris

Retraksi ICS - -

4
Palpasi

Nyeri tekan - -

Ekspansi dada Normal Normal

Massa - -

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler, Vesikuler,

ronkhi +/, wh -/- ronkhi +/, wh -/-

Jantung

Inspeksi Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi Ictus cordis teraba di sela iga V linea


midclavicularis dextra

Perkusi Batas kanan: ICS IV linea sternalis dextra

Batas kiri: ICS V, 1 cm medial linea


midclavicularis sinistra

Pinggang jantung: ICS III line parasternalis


sinistra

Auskultasi Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi Cembung

Auskultasi Bising usus (+) normal

Palpasi Supel

Perkusi Tympani (+), nyeri ketuk (-)

Akral hangat Edema CRT <2 detik

Ekstremitas atas +/+ -/- +/+

5
Ekstremitas +/+ -/- +/+
bawah

II.4 Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium

Hematology rutin

24/6/2021 Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 14 mg/dl 13 -17.5

Hematokrit 46 % 40-54

Leukosit 13 10³/ul 5-10

Trombosit 219 10³/ul 150-400

Diff Count

Basophil 0 % <1

Eosinophil 1.0 % 1-3

Lymphocyte 6 % 20-40

Monocyte 4.0 % 2-8

Segmen 86 % 52-70

Glukosa darah sewaktu Hasil Satuan Nilai Rujukan

423 mg/dl 60-110

Hasil RT-PCR

Dari hasil pemeriksaan swab nasofaring pada tanggal 24/6/2021, didapatkan


hasil pada tanggal 25/6/2021 Positif Covid-19

II.5 Resume

6
Pasien Tn. A, berusia 57 tahun datang ke IGD pada tanggal 24/6/2021 dengan
keluhan sesak napas disertai batuk, demam, nyeri ulu hati, pusing dan muntah.
Pasien mengatakan keluhan dirasakan sejak hari selasa pada tanggal 22/6/2021,
keluhan awal pasien merasakan demam tiba-tiba mendadak tinggi, keluhan
demam disertai batuk berdahak hilang timbul dan muntah sebanyak 8 kali, Hari
rabu tanggal 23/6/2021, pasien mengatakan keluhan batuk semakin sering dan
terasa menganggu aktivitas. Hari kamis tanggal 24/6/2021, keluhan batuk
semakin bertambah disertai nyeri luar biasa pada dada. Dan pasien mengeluhkan
sesak napas semakin memberat hingga pasien sulit berbicara, keluhan disertai
batuk, demam, nyeri ulu hati dan muntah. Pasien mengatakan sudah
pemerikasaan PCR hasilnya positif tanggal 21/6/2021 di puskesmas.

Pasien menyangkal adanya riwayat perjalanan ke luar negri, riwayat kontak


dengan WNA dan pasien mengatakan ada riwayat kontak dengan pasien Covid-
19 yaitu anaknya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit berat, compos mentis dan
GCS 15. Tekanan darah 127/76 mmHg, pernafasan 25x/menit, nadi 90x/menit,
suhu 37,8oC. Pada status generalis tidak ditemukan kelainan, kecuali Paru. Dari
auskultasi didapatkan ronkhi (+) dikedua lapang paru.

Dari hasil pemeriksaan spesimen swab nasofaring pada tanggal 24/6/2021,


didapatkan hasil pada tanggal 25/6/2021 Positif Covid-19.

II.6 Diagnosa

Diagnosa Kerja

Pneuomonia berat ec Corona Virus Diseases 19

Diabetes Melitus tipe 2

Diagnosa banding

Pneumonia

SARS/MERS

II.7 Penatalaksanaan

Non-medikamentosa

7
Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan rencana tatalaksana.

Memberikan edukasi etika batuk

Edukasi keluarga pasien yang kontak erat/tinggal serumah untuk memeriksakan


diri ke FKTP/ Rumah Sakit. Menerapkan PHBS di rumah dan isolasi mandiri di
rumah selama 14 hari.

Medikamentosa

O2 Nasal canul 5-10 Lpm

IVFD RL 20 TPM

Oseltamivir 2 x 75 mg p.o

Azitromisin 1x 500 mg

Ambroxol 3 x 2 cth p.o

omeprazol 1 x 40 mg iv

ondansetron 2 x 4 mg iv

Vitamin C 1 x 1 tab

II.8 Prognosis

Ad vitam : Dubia ad

Ad functionam : Dubia ad

Ad sanationam : Dubia ad

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Virus SARS-CoV-2 merupakan Coronavirus, jenis baru yang
menyebabkan pandemi, dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok pada
tanggal 31 Desember 2019.1 Analisis isolat dari saluran respirasi bawah
pasien tersebut menunjukkan penemuan Coronavirus tipe baru, yang
diberi nama oleh WHO COVID-19. Pada tanggal 11 Februari 2020, WHO
memberi nama penyakitnya menjadi Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19).3

Karakteristik
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan
tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua sub keluarga dibedakan
berdasarkan serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus
yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma
coronavirus.2,5,10

Gambar 1. Struktur Coronavirus

Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63,
betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness
Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS-CoV).11

9
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk
dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah
Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu
Sarbecovirus.12 Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses
mengajukan nama SARS-CoV-2.13

Hasil pemodelan melalui komputer menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 memiliki


struktur tiga dimensi pada protein spike domain receptor-binding yang hampir
identik dengan SARS-CoV. Pada SARS-CoV, protein ini memiliki afinitas yang
kuat terhadap angiotensin-converting-enzyme 2 (ACE2).14 Pada SARS-CoV-2,
data in vitro mendukung kemungkinan virus mampu masuk ke dalam sel
menggunakan reseptor ACE2.15

Transmisi
Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi
sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif.
Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet
yang keluar saat batuk atau bersin.16 Selain itu, telah diteliti bahwa SARS-
CoV-2 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui nebulizer) selama
setidaknya 3 jam.17
Beberapa laporan kasus menunjukkan dugaan penularan dari karier
asimtomatis, namun mekanisme pastinya belum diketahui. Kasus-kasus

terkait transmisi dari karier asimtomatis umumnya memiliki riwayat


kontak erat dengan pasien COVID-19.16,18 Beberapa peneliti melaporan
infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus. Namun, transmisi secara vertikal dari
ibu hamil kepada janin belum terbukti pasti dapat terjadi. Bila memang
dapat terjadi, data menunjukkan peluang transmisi vertikal tergolong
kecil.16,19 Pemeriksaan virologi cairan amnion, darah tali pusat, dan air
susu ibu pada ibu yang positif COVID-19 ditemukan negatif.19

10
Tabel 1. Persistensi berbagai jenis coronavirus pada berbagai
permukaan benda mati

Permukaan Virus Titer virus Temperatur Persistensi

Besi MERS-CoV 105 20OC 48 jam

30OC 8-24 jam

HCoV 103 21OC 5 hari

Alumunium HCoV 5 x 103 21OC 2-8 jam

Metal SARS-CoV 105 Suhu ruangan 5 hari

Kayu SARS-CoV 105 Suhu ruangan 4 hari

Kertas SARS-CoV (Strain P9) 105 Suhu ruangan 4-5 hari

SARS-CoV (Strain GVU6109) 106 Suhu ruangan 24 jam

105 3 hari

104 < 5 menit

Kaca SARS-CoV 105 Suhu ruangan 4 hari

HCoV 103 21OC 5 hari

Plastik SARS-CoV (Strain HKU39849) 105 22-25OC <5 hari

MERS-CoV 105 20OC 48 jam

30OC 8-24 jam

SARS-CoV (Strain P9) 105 Suhu ruangan

SARS-CoV (Strain FFM1) 107 Suhu ruangan

HCoV (Strain 229E) 107 Suhu ruangan

PVC HCoV 103 21OC 5 hari

Karet silicon HCoV 103 21OC 5 hari

11
Sarung tangan bedah HCoV 5 x 103 21OC <8 jam

(lateks)

Gaun bedah SARS-CoV 106 Suhu ruangan 2 hari

105 24 jam

104 1 jam

Keramik HCoV 103 21OC 5 hari

Teflon HCoV 103 21OC 5 hari

SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna berdasarkan hasil


biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum. Virus dapat
terdeteksi di feses, bahkan ada 23% pasien yang dilaporkan virusnya tetap
terdeteksi dalam feses walaupun sudah tak terdeteksi pada sampel saluran
napas. Kedua fakta ini menguatkan dugaan kemungkinan transmisi secara
fekal-oral.20
Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh dibandingkan
SARS-CoV. Eksperimen yang dilakukan van Doremalen, dkk.17
menunjukkan SARS-CoV-2 lebih stabil pada bahan plastik dan stainless
steel (>72 jam) dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24 jam). Studi
lain di Singapura menemukan pencemaran lingkungan yang ekstensif
pada kamar dan toilet pasien COVID-19 dengan gejala ringan. Virus
dapat dideteksi di gagang pintu, dudukan toilet, tombol lampu, jendela,
lemari, hingga kipas ventilasi, namun tidak pada sampel udara.21
Persistensi berbagai jenis coronavirus lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Patofisiologi
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga
tidak jauh berbeda dengan SARS-CoV yang sudah lebih banyak
diketahui.22 Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel
pada saluran napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan
dengan reseptor-reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel.
Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan berikatan
dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel,
SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis protein-
protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru yang muncul
di permukaan sel.14,23
ACE2 reseptor banyak berada didalam tubuh manusia. Ekspresi dari
ACE2 reseptor ada di dinding vaskular yang besar maupun yang kecil.
Seluruh epitel respirasi memiliki reseptor ACE2, saluran pencernaan luas
sekali. Berbagai organ di mulut memiliki reseptor ACE2. Di kulit dalam

12
basal sel layer epidermis terdapat banyak reseptor ACE2. Di saluran
kemih dan di otak terdapat reseptor ACE2.24
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk
ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan
ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural.
Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada
selubung virus yang baru terbentuk masuk ke dalam membran retikulum
endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan nukleokapsid yang
tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid. Partikel virus akan
tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir,
vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran
plasma untuk melepaskan komponen virus yang baru.25
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang
signifikan dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu.25 Telah diketahui
bahwa masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara
membran virus dengan plasma membran dari sel.26 Pada proses ini,
protein S2’ berperan penting dalam proses pembelahan proteolitik yang
memediasi terjadinya proses fusi membran. Selain fusi membran, terdapat
juga clathrin-dependent dan clathrin-independent endocytosis yang
memediasi masuknya SARS-CoV ke dalam sel pejamu.27
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV.28 Efek
sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun
menentukan keparahan infeksi.29 Disregulasi sistem imun kemudian
berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons
imun yang tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan
jaringan. Di sisi lain, respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan
kerusakan jaringan.28
Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum sepenuhnya
dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang ditemukan
pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam sel,
antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC).
Presentasi antigen virus terutama bergantung pada molekul major
histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun, MHC kelas II juga
turut berkontribusi.30 Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi respons
imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B
yang spesifik terhadap virus.30 Pada respons imun humoral terbentuk IgM
dan IgG terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir
minggu ke-12 dan IgG dapat bertahan jangka panjang.30 Hasil penelitian
terhadap pasien yang telah sembuh dari SARS menujukkan setelah 4 tahun
dapat ditemukan sel T CD4+ dan CD8+ memori yang spesifik terhadap
SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun secara bertahap tanpa adanya
antigen.31

13
Virus memiliki mekanisme untuk menghindari respons imun pejamu.
SARS-CoV dapat menginduksi produksi vesikel membran ganda yang
tidak memiliki pattern recognition receptors (PRRs) dan bereplikasi dalam
vesikel tersebut sehingga tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I
juga diinhibisi oleh SARS-CoV dan MERS-CoV. Presentasi antigen juga
terhambat pada infeksi akibat MERS-CoV.30

Gambar 2. Skema replikasi dan patogenesis virus, diadaptasi dari berbagai


sumber.

Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Ringan


Respons imun yang terjadi pada pasien dengan manifestasi COVID-19
yang tidak berat tergambar dari sebuah laporan kasus di Australia. Pada
pasien tersebut didapatkan peningkatan sel T CD38+HLA-DR+ (sel T
teraktivasi), terutama sel T CD8 pada hari ke 7-9. Selain itu didapatkan
peningkatan antibody secreting cells (ASCs) dan sel T helper folikuler di

14
darah pada hari ke-7, tiga hari sebelum resolusi gejala. Peningkatan
IgM/IgG SARS-CoV-2 secara progresif juga ditemukan dari hari ke-7
hingga hari ke-20. Perubahan imunologi tersebut bertahan hingga 7 hari
setelah gejala beresolusi. Ditemukan pula penurunan monosit
CD16+CD14+ dibandingkan kontrol sehat. Sel natural killer (NK) HLA-
DR+CD3-CD56+ yang teraktivasi dan monocyte chemoattractant protein-
1 (MCP-1; CCL2) juga ditemukan menurun, namun kadarnya sama
dengan kontrol sehat. Pada pasien dengan manifestasi COVID-19 yang
tidak berat ini tidak ditemukan peningkatan kemokin dan sitokin
proinflamasi, meskipun pada saat bergejala.32

Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Berat


Perbedaan profil imunologi antara kasus COVID-19 ringan dengan berat
bisa dilihat dari suatu penelitian di China. Penelitian tersebut
mendapatkan hitung limfosit yang lebih rendah, leukosit dan rasio
neutrofil-limfosit yang lebih tinggi, serta persentase monosit, eosinofil,
dan basofil yang lebih rendah pada kasus COVID-19 yang berat. Sitokin
proinflamasi yaitu TNF-α, IL-1 dan IL-6 serta IL-8 dan penanda infeksi
seperti prokalsitonin, ferritin dan C-reactive protein juga didapatkan lebih
tinggi pada kasus dengan klinis berat. Sel T helper, T supresor, dan T
regulator ditemukan menurun pada pasien COVID-19 dengan kadar T
helper dan T regulator yang lebih rendah pada kasus berat.29 Laporan
kasus lain pada pasien COVID-19 dengan ARDS juga menunjukkan
penurunan limfosit T CD4 dan CD8. Limfosit CD4 dan CD8 tersebut
berada dalam status hiperaktivasi yang ditandai dengan tingginya
proporsi fraksi HLA-DR+CD38+.
Limfosit T CD8 didapatkan mengandung granula sitotoksik dalam
konsentrasi tinggi (31,6% positif perforin, 64,2% positif granulisin, dan
30,5% positif granulisin dan perforin). Selain itu ditemukan pula
peningkatan konsentrasi Th17 CCR6+ yang proinflamasi.33 ARDS
merupakan penyebab utama kematian pada pasien COVID-19. Penyebab
terjadinya ARDS pada infeksi SARS-CoV-2 adalah badai sitokin, yaitu
respons inflamasi sistemik yang tidak terkontrol akibat pelepasan sitokin
proinflamasi dalam jumlah besar ( IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7,
IL-10 IL-12, IL-18, IL-33, TNF-α, dan TGFβ) serta kemokin dalam jumlah
besar (CCL2, CCL3, CCL5, CXCL8, CXCL9, dan CXCL10) seperti
terlihat pada gambar 3.3, 30 Granulocyte-colony stimulating factor,
interferon-γ-inducible protein 10, monocyte chemoattractant protein 1,
dan macrophage inflammatory protein 1 alpha juga didapatkan
peningkatan. Respons imun yang berlebihan ini dapat menyebabkan
kerusakan paru dan fibrosis sehingga terjadi disabilitas fungsional.34

15
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai
dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia
berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong
ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1%
pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi
asimtomatik belum diketahui.35 Viremia dan viral load yang tinggi dari
swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.36
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran
napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk
(dengan atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan,
kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi
oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah
seperti terlihat pada tabel 3.3, 26 Pasien COVID-19 dengan pneumonia
berat ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1)
frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan berat, atau (3)
saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat
muncul gejala-gejala yang atipikal.37
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-
gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak
napas.38 Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam,
batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk
produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia,
menggigil, mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen,
hemoptisis, dan kongesti konjungtiva.35 Lebih dari 40% demam pada
pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C, sementara
34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.39 Perjalanan penyakit
dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari (median 5
hari).
Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun
dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus
menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang
mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala
pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga
tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam
dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda
inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak
teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai
sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya
Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan perjalanan penyakit pada pasien
COVID-19 yang berat dan onset terjadinya gejala dari beberapa laporan.

16
Gambar 4. Skema perjalanan penyakit COVID-19, diadaptasi dari berbagai sumber.3, 49, 58, 60, 64-66

Gambar 5. Perjalanan penyakit pada COVID-19 berat. 3, 49, 58, 60, 64

Beberapa kasus melaporkan adanya covid-19 disertai dengan gejala


gastrointestinal. Seperti muntah, nyeri perut, dan diare. Dimana ditemukan hasil
PCR positif pada swab anal pasien. Oleh karena itu hati-hati dengan transmisi
fekal oral. Dimana di Rumah Sakit UI baru ditemukan pasien dengan klinis
Covid-19, namun hasil swab tenggorok negatif dan hasil swab anal positif.40

Di fakultas kedokteran New york di dapatkan pasien Covid-19 dengan manifestasi


dikulit, ditumakan gambaran klinis ruam morbili formis. Kasusnya pasien laki-
laki usia 20 tahun datang dengan keluhan demam dan ruam pada kulit, namun di
berikan terapi suportif dan rawat jalan. Enam hari kemudian, pasien datang ke
unit gawat darurat dengan demam dan ruam yang berlanjut. Tanda-tanda vital
ditemukan suhu 103,0˚ F / 39,4˚C, Nadi 115x/m, tekanan darah 93/54 mmHg, laju
pernapasan 24x/m, dan saturasi oksigen 91%. Pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya ruam morbiliformis difus di seluruh batang tubuh dan ekstremitas, tidak
terdapat di wajah. Tidak ada keterlibatan mukosa atau okular. Rontgen thoraks
menunjukkan infiltrat bilateral yang konsisten dengan pneumonia multifokal
bilateral. Hasil Laboratorium jumlah leukosit normal (8300 unit per liter [uL],
kisaran referensi 4200-9100 / uL) dengan jumlah limfosit absolut 800 / uL
(kisaran referensi 1300-3600 / uL). Protein C-reaktif meningkat pada 118,5
miligram per liter (mg / L) (kisaran referensi 0-5 mg / L). Rapid test dan HIV
keduanya negatif. Pasien dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Pernafasan
akut yang parah, syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) tes PCR positif pada
hari kedua rumah sakit.41

17
Diagnosis
Anamnesis
Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan
pada parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis yang
muncul beragam, dari mulai tidak berkomplikasi (ringan) sampai syok
septik (berat).42,43
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama:
demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau
sesak. Tapi perlu dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada
beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri atau pada mereka dengan
imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot,
lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat terjadi tanda
dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory
Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan
riwayat demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari
terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit. Tidak adanya demam tidak
mengeksklusikan infeksi virus. 2,42,43
Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan atas beberapa
kelompok yaitu tanpa gejala, ringan, sedang, berat dan kritis.
Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Pasien tidak ditemukan gejala.
Ringan/tidak berkomplikasi
Pasien dengan infeksi saluran napas oleh virus tidak berkomplikasi
dengan gejala tidak spesifik seperti demam, lemah, batuk (dengan atau
tanpa produksi sputum),anoreksia, malaise, nyeri otot, sakit tenggorokan,
sesak, kongesti hidung, sakit kepala. Meskipun jarang, pasien dapat
dengan keluhan diare, mual atau muntah. Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal. Termasuk di dalamnya kasus
pneumonia ringan.
Sedang / Moderat
Pasien remaja atau dewasa dengan pneumonia tetapi tidak ada tanda
pneumonia berat dan tidak membutuhkan suplementasi oksigen Atau
Anak-anak dengan pneumonia tidak berat dengan keluhan batuk atau sulit
bernapas disertai napas cepat.

Berat /Pneumonia Berat


Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan
infeksi saluran napas/pneumonia, ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <93%
pada udara kamar atau rasio PaO2/FiO2 < 300. Atau Pasien anak

18
dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari
berikut ini:
sianosis sentral atau SpO2 <90%;
distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang
berat);
tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi
atau penurunan kesadaran, atau kejang.
Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea :<2
bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit;>5
tahun, ≥30x/menit.
Kritis
Pasien dengan gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), syok sepsis dan/atau multiple organ failure.

Definisi Operasional
Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam
(≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit
pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia
ringan hingga berat DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran
klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal.
Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan
kasus konfirmasi COVID-19.
Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan.44
Orang Dalam Pemantauan (ODP)
Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan
DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi
lokal.
Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti
pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.44
Orang Tanpa Gejala (OTG)

19
Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang
konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan kontak erat
dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada
dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus
pasien dalam pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus
timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.44
Termasuk kontak erat adalah:

Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan


ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan APD sesuai standar.

Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus (termasuk
tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat
angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari
setelah kasus timbul gejala.44

Kasus Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif
melalui pemeriksaan PCR.44

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis.
Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi
oksigen dapat normal atau turun.
Dapat disertai retraksi otot pernapasan
Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan
dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara
napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.43

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Metode ini diambil semua pasien dengan dugaan 2019-nCoV yang
dirawat di rumah sakit yang ditunjuk di Wuhan. Dikumpulkan data secara
prospektif dan dianalisis data pada pasien dengan dikonfirmasi

20
laboratorium 2019-nCoV infeksi oleh real-time RT-PCR dan generasi
sekuensing. Data diperoleh dengan standar bentuk pengumpulan data
bersama oleh WHO dan International Severe Acute Respiratory dan
Kemunculan Infeksi Konsorsium dari elektronik medis catatan. Para
peneliti juga langsung berkomunikasi dengan pasien atau keluarganya
untuk memastikan data epidemiologi dan gejala. Hasil juga dibandingkan
antara pasien yang telah dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan
mereka yang tidak.39
Jumlah darah pasien saat masuk menunjukkan leukopenia (leukosit
kurang dari 4 × 10⁹/ L; sepuluh [25%] dari 40 pasien) dan limfopenia
(limfosit count <1 · 0 × 10⁹/ L; 26 [63%] pasien). Waktu trombin Pro dan
D-dimer level lebih tinggi pada pasien ICU, dibandingkan pasien non-
ICU. Tingkat aspartat aminotransferase meningkat pada 15 (37%) dari 41
pasien, termasuk delapan (62%) dari 13 pasien ICU dan tujuh (25%) dari
pasien 28 non-ICU. Hipersensitif troponin I meningkat secara substansial
dalam lima pasien, di antaranya diagnosis cedera jantung yang
berhubungan dengan virus dibuat. Kebanyakan pasien memiliki kadar
serum normal procalcitonin (procalcitonin <0 · 1 ng / mL; 27 [69%]
pasien; tabel 2). Empat pasien ICU memiliki infeksi sekunder, tiga dari
empat pasien dengan infeksi sekunder. Memiliki hasil procalcitonin lebih
besar dari 0 · 5 ng / mL (0 · 69 ng / mL, 1 · 46 ng / mL, dan 6 · 48 ng /
mL).39
Tabel 2. Temuan laboratorium pasien terinfeksi dengan 2019-nCoV pada
masuk ke rumah sakit Wuhan

21
Pada seminar PAPDI WEBINAR 20 Maret 2020 dengan judul. Variasi gambaran
klinis covid-19: update diagnosis dan tata laksana. Dari 5 pasien positif Covid-
19. Didapatkan gambaran laboratorium dominan Limfositopenia, netrofilia, dan
CRP meningkat.45

Tabel 3. Hasil laboratorium dari webinar RS FKUI

A B C D E

Leukosit ↑,border N N N N

Trombosit N ↓ N N,border ↓

Limfosit ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

Neutrofil ↑ ↑ ↑ ↑ ↑

CRP ↑ ↑ ↑ ↑ ↑

Procalcitonin ↑,border ↑ N ↑ -

Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto toraks dan
Computed Tomography Scan (CT-scan) toraks. Pada foto toraks dapat
ditemukan gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan
peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis, seperti
terlihat pada Gambar 6. Foto toraks kurang sensitif dibandingkan CT
scan, karena sekitar 40% kasus tidak ditemukan kelainan pada foto
toraks.46,47
Studi dengan USG toraks menunjukkan pola B yang difus sebagai temuan
utama. Konsolidasi subpleural posterior juga ditemukan walaupun
jarang.48 Studi lain mencoba menggunakan 18F-FDG PET/CT, namun
dianggap kurang praktis untuk praktik sehari-hari.49
Berdasarkan telaah sistematis oleh Salehi, dkk.70 temuan utama pada CT
scan toraks adalah opasifikasi ground-glass (88%), dengan atau tanpa
konsolidasi, sesuai dengan pneumonia viral. Keterlibatan paru cenderung
bilateral (87,5%), multilobular (78,8%), lebih sering pada lobus inferior
dengan distribusi lebih perifer (76%). Penebalan septum, penebalan
pleura, bronkiektasis, dan keterlibatan pada subpleural tidak banyak
ditemukan. Gambar 7 menunjukkan contoh gambaran CT scan toraks
pada pasien COVID-19.

22
Gambaran CT scan yang lebih jarang ditemukan yaitu efusi pleura, efusi
perikardium, limfadenopati, kavitas, CT halo sign, dan pneumotoraks.
Walaupun gambaran-gambaran tersebut bersifat jarang, namun bisa saja
ditemui seiring dengan progresivitas penyakit. Studi ini juga melaporkan
bahwa pasien di atas 50 tahun lebih sering memiliki gambaran
konsolidasi. Gambaran CT scan dipengaruhi oleh perjalanan klinis:50
Pasien asimtomatis: cenderung unilateral, multifokal, predominan
gambaran ground-glass. Penebalan septum interlobularis, efusi pleura,
dan limfadenopati jarang ditemukan.
Satu minggu sejak onset gejala: lesi bilateral dan difus, predominan
gambaran ground-glass. Efusi pleura 5%, limfadenopati 10%.
Dua minggu sejak onset gejala: masih predominan gambaran ground-
glass, namun mulai terdeteksi konsolidasi
Tiga minggu sejak onset gejala: predominan gambaran ground-glass dan
pola retikular. Dapat ditemukan bronkiektasis, penebalan pleura, efusi
pleura, dan limfadenopati.

23
Gambar 7. Gambaran CT Scan pada COVID-19. Tampak
gambaran ground-glass bilateral

Gambar 6. Gambaran foto toraks pada COVID-19.

24
Gambar 7: Transverse thin-section serial CT scans from a 77-year-old man

(A)Hari 5 setelah onset gejala: pacthy ground glass opacties yang tidak merata
didaerah parenkim paru bilateral subpleural. (B) Hari 15: kekeruhan ground
glass opacties berbentuk bulan sabit subpleural di kedua paru-paru, serta
kekeruhan posterior reticular.(C) Hari 20: perluasan lesi paru bilateral, dengan
pembesaran dan konsolidasi paru yang lebih padat dan efusi pleura bilateral
(panah). Pasien meninggal 10 hari setelah pemindaian akhir.51

Pemeriksaan Diagnostik SARS-CoV-2


Pemeriksaan Antigen-Antibodi
Ada beberapa perusahaan yang mengklaim telah mengembangkan uji
serologi untuk SARS-CoV-2, namun hingga saat ini belum banyak artikel
hasil penelitian alat uji serologi yang dipublikasi.
Salah satu kesulitan utama dalam melakukan uji diagnostik tes cepat yang
sahih adalah memastikan negative palsu, karena angka deteksi virus pada
rRT-PCR sebagai baku emas tidak ideal. Selain itu, perlu
mempertimbangkan onset paparan dan durasi gejala sebelum memutuskan
pemeriksaan serologi. IgM dan IgA dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6
setelah onset gejala, sementara IgG mulai hari 10-18 setelah onset
gejala.52 Pemeriksaan jenis ini tidak direkomendasikan WHO sebagai
dasar diagnosis utama. Pasien negatif serologi masih perlu observasi dan
diperiksa ulang bila dianggap ada faktor risiko tertular.53

Berikut merupakan alur pemeriksaan Rapid Test Antibodi dan Rapid Test Antigen.44

Gambar 8. Alur Pemeriksaan Menggunakan Rapid Test Antibodi

25
Gambar 9. Alur Pemeriksaan Menggunakan Rapid Test Antigen

Rapid Test Antibodi


Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah darah.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada komunitas (masyarakat).44
Rapid Test Antigen
Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah Swab orofaring/
Swab nasofaring. Pemeriksaan ini dilakukan di fasyankes yang memiliki
fasilitas biosafety cabinet.44

Pengambilan Spesimen
Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah:43
Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring).
Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal).
Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia).
Ketika melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat. Ketika
mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral (Dacron
steril atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan sampel
dari tonsil atau hidung. Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19
terutama pneumonia atau sakit berat, sampel tunggal saluran napas atas
tidak cukup untuk eksklusi diagnosis dan tambahan saluran napas atas
dan bawah direkomendasikan. Klinisi dapat hanya mengambil sampel
saluran napas bawah jika langsung tersedia seperti pasien dengan

26
intubasi. Jangan menginduksi sputum karena meningkatkan risiko
transmisi aerosol. Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat
diperiksakan jenispatogen lain.43
Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi. Pada kasus
terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari saluran
napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi
pemeriksaan 2-4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta
secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk
keperluan pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat diambil
sesering mungkin yaitu harian.43

TATALAKSANA COVID-19
Pasien terkonfirmasi (+) COVID-1954
Tanpa Gejala
Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet dibawa pulang ke
rumah)
Vitamin C, 3 x 1 tablet (untuk 14 hari)
Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
Pasien dipantau melalui telfon oleh petugas FKTP
Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantau klinis
Gejala Ringan
Ditangani oleh FKTP, contohnya puskesmas, sebagai pasien rawat jalan
Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet dibawa pulang ke
rumah)
Vitamin C, 3 x 1 tablet (untuk 14 hari)
Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg (untuk 5 hari) ATAU Hidroksiklorokuin, 1 x
400 mg (untuk 5 hari)
Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 3 hari)
Simtomatis (paracetamol dan lain-lain).
Bila diperlukan dapat diberikan Antivirus: Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU
Favipavir (Avigan), 2 x 600 mg (untuk 5 hari)
Kontrol FKTP setelah 14 untuk pemantauan klinis
Gejala Sedang
Rujuk ke Rumah Sakit/ Rumah Sakit Darurat, seperti Wisma Atlet
Isolasi di Rumah Sakit/ Rumah Sakit Darurat, seperti wisma Atlet selama
14 hari
Vitamin C diberikan secara Intravena (IV) selama perawatan
Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg (untuk 5 hari) ATAU Hidroksiklorokuin, 1 x
400 mg (untuk 5 hari)
Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 3 hari)

27
Antivirus: Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipavir (Avigan) loading dose
2 x 1600 mg hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Simtomatis (paracetamol dan lain-lain.)
Gejala Berat
Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan
Diberikan obat-obatan Rejimen Covid-19 :
Vitamin C diberikan secara Intravena (IV) selama perawatan
Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg (untuk 5 hari) ATAU Hidroksiklorokuin, 1 x
400 mg (untuk 5 hari)
Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 3 hari)
Antivirus: Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipavir (Avigan) loading dose
2 x 1600 mg hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Diberikan obat suportif lainnya
Pengobatan Komorbid yang ada
Monitor yang ketat agar tidak jatuh ke gagal napas yang memerlukan
ventilator mekanik

Keterangan

Untuk anak dosis harap disesuaikan


Vitamin C diberikan dengan dosis tertinggi sesuai dengan ketersediaan di
Faskes
Bila tidak tersedia Oseltamivir maupun Favipiravir (Avigan), maka
sebagai pilihan dapat diberikan (Lopinavir+ Ritonavir) Atau Remdisvir
Favipiravir (Avigan) tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau yang
sedang merencanakan kehamilan
Pemberian Azitromisin dan Klorokuin fosfat pada beberapa kasus dapat
menyebabkan GT interval yang memanjang
Untuk gejala ringan, bila terdapat komorbid terutama yang terkait
jantung sebaiknya dirawat

Pasien belum/tidak terkonfimasi


Termasuk pasien dengan rapid test serologi negative / Orang Tanpa
Gejala / Orang Dalam Pemantauan / Pasien Dalam Pengawasan:54
Tanpa Gejala
Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk dibawa pulang)
Vitamin C, 3 x 1 tablet
Gejala Ringan
Pemeriksaan Hematologi lengkap di FKTP, contohnya puskesmas
(Pemeriksaan yang disarankan terdiri dari hematologi rutin, hitung jenis
leukosit, dan laju endap darah
Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari

28
Vitamin C, 3 x 1 tablet, serta obat-obat simtomatis
Gejala sedang-berat
Pemeriksaan Hematologi lengkap di FKTP, contohnya puskesmas
Pemeriksaan foto thoraks
Rujuk ke Rumah Sakit Rujukan
Pikirkan kemungkinan diagnosis lain

Perawatan di Rumah (Home Care)


Pasien dengan infeksi ringan boleh tidak dirawat di rumah sakit, tetapi
pasien harus diajarkan langkah pencegahan transmisi virus. Isolasi di
rumah dapat dikerjakan sampai pasien mendapatkan hasil tes virologi
negatif dua kali berturut-turut dengan interval pengambilan sampel
minimal 24 jam. Bila tidak memungkinkan, maka pasien diisolasi hingga
dua minggu setelah gejala hilang.55
Beberapa pertimbangan indikasi rawat di rumah antara lain: pasien
dapat dimonitor atau ada keluarga yang dapat merawat; tidak ada
komorbid seperti jantung, paru, ginjal, atau gangguan sistem imun; tidak
ada faktor yang meningkatkan risiko mengalami komplikasi; atau fasilitas
rawat inap tidak tersedia atau tidak adekuat.55
Selama di rumah, pasien harus ditempatkan di ruangan yang memiliki
jendela yang dapat dibuka dan terpisah dengan ruangan lainnya. Anggota
keluarga disarankan tinggal di ruangan yang berbeda. Bila tidak
memungkinkan, jaga jarak setidaknya satu meter. Penjaga rawat
sebaiknya satu orang saja dan harus dalam keadaan sehat. Pasien tidak
boleh dijenguk selama perawatan rumah.55
Pasien sebaiknya memakai masker bedah dan diganti setiap hari,
menerapkan etika batuk, melakukan cuci tangan dengan langkah yang
benar, dan menggunakan tisu sekali pakai saat batuk/bersin. Penjaga
rawat menggunakan masker bedah bila berada dalam satu ruangan
dengan pasien dan menggunakan sarung tangan medis bila harus
berkontak dengan sekret, urin, dan feses pasien. Pasien harus disediakan
alat makan tersendiri yang setiap pakai dicuci dengan sabun dan air
mengalir. Lingkungan pasien seperti kamar dan kamar mandi dapat
dibersihkan dengan sabun dan detergen biasa, kemudian dilakukan
desinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,1%.55

Kriteria Pulang dari Rumah Sakit


WHO merekomendasikan pasien dapat dipulangkan ketika klinis sudah
membaik dan terdapat hasil tes virologi yang negatif dua kali berturut-
turut. Kedua tes ini minimal dengan interval 24 jam.42

29
PENCEGAHAN
III.10a Pencegahan Level Individu44
Upaya Kebersihan Personal dan Rumah
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diikuti untuk membantu mencegah
COVID-19, yaitu menjaga kebersihan diri/personal dan rumah dengan
cara:
Mencuci tangan lebih sering dengan sabun dan air setidaknya 20 detik
atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol (hand sanitizer),
serta mandi atau mencuci muka jika memungkinkan, sesampainya rumah
atau di tempat bekerja, setelah membersihkan kotoran hidung, batuk atau
bersin dan ketika makan atau mengantarkan makanan.
Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum
dicuci
Jangan berjabat tangan
Hindari interaksi fisik dekat dengan orang yang memiliki gejala sakit
Tutupi mulut saat batuk dan bersin dengan lengan atas bagian dalam atau
dengan tisu lalu langsung buang tisu ke tempat sampah dan segera cuci
tangan
Segera mengganti baju/mandi sesampainya di rumah setelah berpergian
Bersihkan dan berikan desinfektan secara berkala pada benda-benda yang
sering disentuh dan pada permukaan rumah dan perabot (meja, kursi, dan
lain-lain), gagang pintu, dan lain-lain.

Peningkatan Imunitas Diri dan Mengendalikan Komorbid


Dalam melawan penyakit COVID-19, menjaga sistem imunitas diri merupakan
hal yang penting, terutama untuk mengendalikan penyakit penyerta (komorbid).
Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatan imunitas diri pada orang yang
terpapar COVID-19, yaitu sebagai berikut:
Konsumsi gizi seimbang
Aktifitas fisik/senam ringan
Istirahat cukup
Suplemen vitamin
Tidak merokok dan minum alkohol
Mengendalikan komorbid (misal diabetes mellitus, hipertensi, kanker).

III.10b Pencegahan Level Masyarakat44


Pembatasan Interaksi Fisik dan Pembatasan Sosial (Physical Contact/Physical
Distancing dan Social Distancing)
Pembatasan sosial adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu
wilayah. Pembatasan sosial ini dilakukan oleh semua orang di wilayah yang

30
diduga terinfeksi penyakit. Pembatasan sosial berskala besar bertujuan untuk
mencegah meluasnya penyebaran penyakit di wilayah tertentu. Pembatasan sosial
berskala besar paling sedikit meliputi: meliburkan sekolah dan tempat kerja;
pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau
fasilitas umum. Selain itu, pembatasan social juga dilakukan dengan meminta
masyarakat untuk mengurangi interaksi sosialnya dengan tetap tinggal di dalam
rumah maupun pembatasan penggunaan transportasi publik.
Pembatasan sosial dalam hal ini adalah jaga jarak fisik (physical distancing),
yang dapat dilakukan dengan cara:
Dilarang berdekatan atau kontak fisik dengan orang mengatur jarak minimal 1
meter, tidak bersalaman, tidak berpelukan dan berciuman.
Hindari penggunaan transportasi publik (seperti kereta, bus, dan angkot) yang
tidak perlu, sebisa mungkin hindari jam sibuk ketika berpergian.
Bekerja dari rumah (Work From Home), jika memungkinkan dan kantor
memberlakukan ini.
Dilarang berkumpul massal di kerumunan dan fasilitas umum.
Hindari bepergian ke luar kota/luar negeri termasuk ke tempat-tempat wisata.
Hindari berkumpul teman dan keluarga, termasuk berkunjung/bersilaturahmi
tatap muka dan menunda kegiatan bersama. Hubungi mereka dengan telepon,
internet, dan media sosial.
Gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter atau fasilitas
lainnya.
Jika anda sakit, Dilarang mengunjungi orang tua/lanjut usia. Jika anda tinggal
satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi langsung dengan mereka.
Untuk sementara waktu, anak sebaiknya bermain sendiri di rumah.
Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah.

Menerapkan Etika Batuk dan Bersin


Menerapkan etika batuk dan bersin meliputi:
Jika terpaksa harus bepergian, saat batuk dan bersin gunakan tisu lalu
langsung buang tisu ke tempat sampah dan segera cuci tangan.
Jika tidak ada tisu, saat batuk dan bersin tutupi dengan lengan atas
bagian dalam.

PROGNOSIS
Dalam kebanyakan kasus, pasien dapat pulih secara bertahap tanpa
gejala sisa. Namun, mirip dengan SARS dan MERS, COVID-19 juga
dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada pasien
dengan kasus yang parah. Berdasarkan studi klinis yang dilaporkan
sejauh ini, faktor-faktor berikut dapat mempengaruhi atau dikaitkan
dengan prognosis pasien COVID-19:56
Usia: Usia adalah faktor yang paling penting untuk untuk COVID-19.
Terutama terjadi pada usia 30-65 dengan 47,7% pasien berusia di atas 50
tahun dalam studi 8.866 kasus. Pasien yang membutuhkan perawatan

31
intensif lebih mungkin memiliki penyakit komorbid dan komplikasi yang
mendasarinya. Usia sebagai faktor prognostic pasien COVID-19.
Seks: SARS-CoV-2 telah menginfeksi lebih banyak pria daripada wanita.
Komorbiditas dan komplikasi: Pasien dengan COVID-19 yang
membutuhkan perawatan intensif lebih mungkin menderita cedera jantung
akut dan aritmia. Peristiwa jantung juga merupakan alasan utama
kematian pada pasien SARS.
Temuan laboratorium abnormal: Tingkat protein C-reaktif (CRP) dalam
darah mencerminkan keparahan peradangan atau cedera jaringan dan
telah diusulkan sebagai faktor prognostik potensial untuk penyakit,
respons terhadap terapi, dan pemulihan akhir. Selain itu, peningkatan
laktat dehidrogenase (LDH), aspartat amino-transferase (AST), alanin
aminotransferase (ALT), dan creatine kinase (CK) juga dapat membantu
memprediksi hasilnya. Enzim ini diekspresikan secara luas di banyak
organ, terutama di jantung dan hati, dan dilepaskan selama kerusakan
jaringan. Dengan demikian, mereka adalah penanda tradisional untuk
disfungsi jantung atau hati.
Gejala klinis utama: Radiografi toraks dan perkembangan dari gejala
klinis harus dipertimbangkan bersama dengan masalah lain untuk prediksi
hasil dan komplikasi COVID-19.
Penggunaan steroid: Steroid adalah imunosupresan yang biasa
digunakan sebagai terapi tambahan penyakit menular untuk mengurangi
keparahan kerusakan peradangan. Karena kortikosteroid dosis tinggi
banyak digunakan pada pasien SARS parah, banyak penderita yang
menderita osteonekrosis avaskular dengan cacat seumur hidup dan
kualitas hidup yang buruk. Jadi, jika perlu, steroid harus digunakan
dengan dosis rendah dan untuk waktu yang singkat pada pasien COVID-
19.
Tekanan mental: Slama penyebaran COVID-19, banyak pasien menderita
tekanan luar biasa karena mereka sering mengalami karantina dan
ketidakpastian yang ekstrem dan menyaksikan kematian anggota keluarga
dekat dan sesama pasien. Sangat penting untuk memberikan konseling
psikologis dan dukungan jangka panjang untuk membantu pasien pulih
dari stres dan kembali ke kehidupan normal.56

Reinfeksi pasien yang sudah sembuh masih kontroversial. Tetapi telah ada
laporan yang menemukan pasien kembali positif rRT-PCR dalam 5-13 hari
setelah negatif dua kali berturut-turut dan dipulangkan dari rumah sakit. Hal ini
kemungkinan karena reinfeksi atau hasil negatif palsu pada rRT-PCR saat
dipulangkan. Peneliti lain juga melaporkan deteksi SARS-CoV-2 di feses pada
pasien yang sudah negatif berdasarkan swab orofaring.57

32
SIMPULAN
COVID-19 adalah penyakit baru yang telah menjadi pandemi. Penyakit
ini harus diwaspadai karena penularan yang relatif cepat dan memiliki
banyak manifestasi klinis di beberapa organ, memiliki tingkat mortalitas
yang tidak dapat diabaikan, dan belum adanya terapi definitif. Tetap
menjaga kesehatan tubuh dan tidak lupa berdoa memohon perlindungan
terhadap Allah S.W.T

DAFTAR PUSTAKA

WHO. Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report-1. Januari 21,


2020.
Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical
features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan,
China. The Lancet. 24 jan 2020.
WHO. WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-
nCov on 11 February 2020. Cited Feb 13rd 2020. Available on:
https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals- remarks-
at-the-media-briefing-on-2019-ncov-on-11-february-2020. (Feb 12th
2020)
Channel News Asia. Wuhan virus outbreak: 15 medical workers infected,
1 in critical condition. [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020.
Available on:
https://www.channelnewsasia.com/news/asia/wuhanpneumonia- outbreak-
health-workers-coronavirus-12294212 (Jan 21st 2020).
Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control
and Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.
Relman E, Business insider Singapore. [Homepage on The Internet]. Cited
Jan 28th 2020. Available on:https://www.businessinsider.sg/deadly-china-

33
wuhan-virusspreading-human-to-human-officials-confirm-2020-1/?
r=US&IR=T.
John Hopkins University. Wuhan Coronavirus (2019-nCoV) Global
Cases(by John Hopkins CSSE). [Homepage on The Internet]. Cited Jan
28th 2020. Available on:
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/
bda7594740fd40299423467b48e9ecf6. (Jan 2020)
Ref : Estimating the effective reproduction number of the 2019-nCoV in
China - Zhidong Cao et al., Jan. 29, 2020
Elsevier. Novel Coronavirus Information Center. Cited Jan 26th 2020.
Available on: https://www.elsevier.com/connect/coronavirus-
informationcenter
Fehr AR, Perlman S. Coronavirus: An Overview of Their Replication and
Pathogenesis. Methods Mol Biol. 2015 ; 1282: 1–23.
Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s
Medical Microbiology. 28th ed. New York: McGraw-Hill
Education/Medical; 2019. p.617-22.
Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, et al. A Novel
Coronavirus from Patients with Pneumonia in China, 2019. N Engl J Med.
2020;382(8):727-33.
Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva
AA, et al. The species Severe acute respiratory syndrome-related
coronavirus: classifying 2019 nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat
Microbiol. 2020; published online March 2. DOI: 10.1038/s41564-020-
0695-z.
H, Penninger JM, Li Y, Zhong N, Slutsky AS. Angiotensin-converting
enzyme 2 (ACE2) as a SARS-CoV-2 receptor: molecular mechanisms and
potential therapeutic target. Intensive Care Med. 2020; published online
March 3. DOI: 10.1007/s00134-020-05985-9.
Zhou P, Yang X-L, Wang X-G, Hu B, Zhang L, Zhang W, et al. A
pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable bat
origin. Nature. 2020;579(7798):270-3.
Han Y, Yang H. The transmission and diagnosis of 2019 novel coronavirus
infection disease (COVID-19): A Chinese perspective. J Med Virol. 2020;
published online March 6. DOI: 10.1002/ jmv.25749.
Van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A,
Williamson BN, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as
Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020; published online
March 17. DOI: 10.1056/NEJMc2004973.
Bai Y, Yao L, Wei T, Tian F, Jin D-Y, Chen L, et al. Presumed
Asymptomatic Carrier Transmission of COVID-19. JAMA. 2020;
published online February 21. DOI: 10.1001/jama.2020.2565.

34
Chen H, Guo J, Wang C, Luo F, Yu X, Zhang W, et al. Clinical
characteristics and intrauterine vertical transmission potential of COVID-
19 infection in nine pregnant women: a retrospective review of medical
records. Lancet. 2020;395(10226):809-15.
Xiao F, Tang M, Zheng X, Liu Y, Li X, Shan H. Evidence for
gastrointestinal infection of SARS-CoV-2. Gastroenterology. 2020;
published online March 3. DOI: 10.1053/j.gastro.2020.02.055.
Ong SWX, Tan YK, Chia PY, Lee TH, Ng OT, Wong MSY, et al. Air,
Surface Environmental, and Personal Protective Equipment
Contamination by Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2) From a Symptomatic Patient. JAMA. 2020; published
online March 4. DOI: 10.1001/jama.2020.3227.
Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and
diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal. 2020; published online March 5.
DOI: 10.1016/j.jpha.2020.03.001.
Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. The reproductive number of
COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus. J Travel Med.
2020;27(2).
Hamming I, Timens W, Bulthuis ML, Lely AT, Navis G, van Goor H.
Tissue distribution of ACE2 protein, the functional receptor for SARS
coronavirus. A first step in understanding SARS pathogenesis. NCBI.
Published online June. J Pathol. 2004 Jun;203(2):631-7.
de Wit E, van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS:
recent insights into emerging coronaviruses. Nat RevMicrobiol.
2016;14(8):523-34.
Simmons G, Reeves JD, Rennekamp AJ, Amberg SM, Piefer AJ, Bates P.
Characterization of severe acute respiratory syndrome-associated
coronavirus (SARS-CoV) spike glycoprotein-mediated viral entry. Proc
Natl Acad Sci U S A. 2004;101(12):4240-5.
Wang H, Yang P, Liu K, Guo F, Zhang Y, Zhang G, et al. SARS
coronavirus entry into host cells through a novel clathrin and caveolae
independent endocytic pathway Cell Res. 2008;18(2):290-301.
Li G, Fan Y, Lai Y, Han T, Li Z, Zhou P, et al. Coronavirus infections and
immune responses. J Med Virol. 2020;92(4):424-32.
Qin C, Zhou L, Hu Z, Zhang S, Yang S, Tao Y, et al. Dysregulation of
immune response in patients with COVID-19 in Wuhan, China. Clin Infect
Dis. 2020; published online March 12. DOI: 10.1093/ cid/ciaa248.
Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and
diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal. 2020; published online March 5.
DOI: 10.1016/j.jpha.2020.03.001.

35
Fan YY, Huang ZT, Li L, Wu MH, Yu T, Koup RA, et al. Characterization
of SARS-CoV-specific memory T cells from recovered individuals 4 years
after infection. Arch Virol. 2009;154(7):1093-9.
Thevarajan I, Nguyen THO, Koutsakos M, Druce J, Caly L, van de Sandt
CE, et al. Breadth of concomitant immune responses prior to patient
recovery: a case report of non-severe COVID-19. Nat Med. 2020;
published online March 16. DOI: 10.1038/s41591-020-0819-2.
Xu Z, Shi L, Wang Y, Zhang J, Huang L, Zhang C, et al. Pathological
findings of COVID-19 associated with acute respiratory distress
syndrome. Lancet Respir Med. 2020; published online February 18. DOI:
10.1016/S2213-2600(20)30076-X.
Zumla A, Hui DS, Azhar EI, Memish ZA, Maeurer M. Reducing mortality
from 2019-nCoV: host-directed therapies should be an option. Lancet.
2020;395(10224):e35-e6.
World Health Organization. Report of the WHO-China Joint Mission on
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Geneva: World Health
Organization; 2020.
Kam KQ, Yung CF, Cui L, Lin Tzer Pin R, Mak TM, Maiwald M, et al. A
Well Infant with Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) with High Viral
Load. Clin Infect Dis. 2020; published online February 28. DOI:
10.1093/cid/ciaa201.
World Health Organization. Clinical management of severe acute
respiratory infection when novel coronavirus (nCoV) infection is
suspected. Geneva: World Health Organization; 2020.
Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of
coronavirus disease (COVID-19) outbreak. J Autoimmun. 2020; published
online March 3. DOI: 10.1016/j.jaut.2020.102433.
Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Published
Online January 24, 2020. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30183-
5.
Charleen Yeo, Sanghvi Kaushal, Danson Yeo. Enteric involvement of
coronaviruses: is faecal–oral transmission of SARS-CoV-2
possible? .Published: February 19, 2020 DOI :
https://doi.org/10.1016/S2468-1253(20)30048-0.
Madison Hunt, Christian Koziatek. A Case of COVID-19 Pneumonia in a
Young Male with Full Body Rash as a Presenting Symptom. Published
March 28, 2020. DOI: 10.5811/cpcem.2020.3.47349.
World Health Organization. Clinical management of severe acute
respiratory infection when novel coronavirus (2019-nCoV) infection is
suspected. interim guidance. [Serial on The Internet]. Cited Jan 30th
2020. Available on: https://www.who.int/publications-detail/clinical-

36
management-ofsever-acute-respiratory-infection-when-novel-coronavirus-
(ncov)-infection-is-suspected.(Jan 28th 2020.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis: Pneumonia
2019-nCoV. PDPI: Jakarta; 2020.
Kementrian Kesehatan RI. PEDOMAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN CORONAVIRUS DISESASE (COVID-19) Revisi ke-4.
Jakarta; 2020.
Seminar PAPDI WEBINAR 20 Maret 2020. Variasi Gambaran Klinis
Covid-19: Update Diagnosis dan Tatalaksana.
Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, et al. Clinical
Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China. New Engl J Med.
2020; published online February 28. DOI: 10.1056/ NEJMoa2002032.
Arentz M, Yim E, Klaff L, Lokhandwala S, Riedo FX, Chong M, et al.
Characteristics and Outcomes of 21 Critically Ill Patients With COVID-19
in Washington State. JAMA. 2020; published online March 19. DOI:
10.1001/jama.2020.4326.
Poggiali E, Dacrema A, Bastoni D, Tinelli V, Demichele E, Mateo Ramos
P, et al. Can Lung US Help Critical Care Clinicians in the Early
Diagnosis of Novel Coronavirus (COVID-19) Pneumonia? Radiology.
2020; published online March 13. DOI: 10.1148/ radiol.2020200847.
Qin C, Liu F, Yen TC, Lan X. 18F-FDG PET/CT findings of COVID-19: a
series of four highly suspected cases. Eur J Nucl Med Mol Imaging. 2020;
published online February 22. DOI: 10.1007/ s00259-020-04734-w.
Shi H, Han X, Jiang N, Cao Y, Alwalid O, Gu J, et al. Radiological
findings from 81 patients with COVID-19 pneumonia in Wuhan, China: a
descriptive study. Lancet Infect Dis. 2020; published online February 24.
DOI: 10.1016/S1473-3099(20)30086-4.
Shi Heshui, Xiaoyu Han, Nanchuan Jiang, Yukun Cao, et all. Radiological
findings from 81 patients with COVID-19 pneumonia in Wuhan, China: a
descriptive study. Published Online February 24, 2020.
https://doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30086-4.
Guo L, Ren L, Yang S, Xiao M, Chang, Yang F, et al. Profiling Early
Humoral Response to Diagnose Novel Coronavirus Disease (COVID-
19). Clin Infect Dis. 2020; published online March 28. DOI:
10.1101/2020.03.05.20030502.
World Health Organization. Laboratory testing for coronavirus disease
2019 (COVID-19) in suspected human cases. Geneva: World Health
Organization; 2020.
PDPI, 2020. Tata Laksana Pasien COVID-19. Jakarta: PDPI.
World Health Organization. Home care for patients with COVID-19
presenting with mild symptoms and management of their contacts.
Geneva: World Health Organization; 2020.

37
Ye Yi, Philip N.P. Lagniton, Sen Ye, Enqin Li and Ren-He Xu. COVID-19:
what has been learned and to be learned about the novel coronavirus
disease. Published: 2020.03.15. 2020; 16(10): 1753-1766. doi:
10.7150/ijbs.45134.
Lippi G, Lavie CJ, Sanchis-Gomar F. Cardiac troponin I in patients with
coronavirus disease 2019 (COVID-19): Evidence from a meta-analysis.
Prog Cardiovasc Dis. 2020; published online March 10. DOI:
10.1016/j.pcad.2020.03.001.

38

Anda mungkin juga menyukai