CORONAVIRUS (COVID-19)
BAB I STATUS PASIEN
I.IDENTITAS PASIEN
Nama : TN. J
Umur : 58 tahun
Status : Menikah
Alamat : Jl. X
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
Jantung : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas :
Akral hangat
Edema (-).
Tanggal 23/3/2020
Tanggal 26/3/2020
Rencana pemeriksaan :
V. RESUME
Pasien bernama Tn. J umur 58 tahun datang dengan keluhan demam dan batuk berdahak, keluhan
dirasakan sejak satu minggu yang lalu. Terdapat juga keluhan yang menyertai seperti terasa sesak, dan
lemas. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalamu hal yang sama. Pasien mengaku istrinya juga
mengeluhkan hal yang sama, satu minggu yang lalu pasien mengatakan bahwasannya ia baru pulang
dari jakarta untuk menjenguk anaknya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran komposmentis, Vital Sign dalam batas normal, kepala dan leher dalam batas normal,
Paru dalam batas normal, jantung dalam batas normal, abdomen dalam batas normal, ektremitas dalam
batas normal. Untuk pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin
ditemukan leukositopenia, dan trombositopenia. Pada foto rongten didapati hasil terlihat bayangan
multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian
berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru.
VIII. PENATALAKSANAAN
terapi monitoring dan isolasi, pemberian antibiotik, terapi cairan, observasi ketat,
pahami komorbid pasien
pemberian anti viral lopinavir dan ritonavir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
1. Pneumonia : adalah peradangan kantung udara di paru-paru (alveoli) dan jaringan
disekitarnya. Ini sering menyebabkan demam tinggi yang tiba-tiba, perasaan bahwa Anda
sangat tidak sehat, batuk dan napas pendek1.
2. Pneumonia et causa coronavirus (coronavirus disease 2019): pneumonia yang disebabkan
oleh infeksi dari jenis betacoronavirus tipe baru, Pada tanggal 11 Februari 2020, World
Health Organization memberi nama virus baru tersebut Severa acute respiratory
syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2)2.
B. Epidimiologi
Pada 2013, Global Burden of Disease Study berdasarkan data dari 188 negara di seluruh dunia,
melaporkan bahwa infeksi saluran pernapasan bawah adalah penyebab kematian kedua yang paling
umum. Di Eropa, angka kematian untuk CAP sangat bervariasi dari satu negara ke negara, mulai dari <1%
hingga 48%1.
Penelitian oleh Jain, et al (2015). tentang etiologi CAP menunjukkan peningkatan insiden CAP dengan
bertambahnya usia pasien; kejadian pneumonia tahunan di AS adalah 24,8 kasus per 10.000 orang
dewasa, dengan tingkat tertinggi di antara orang dewasa berusia antara 65 dan 79 tahun (63,0 kasus per
10.000 orang dewasa) dan mereka yang berusia 80 tahun atau lebih (164,3 kasus per 10.000 orang
dewasa1.
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia misterius yang tidak
diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus
bertambah hingga saat ini berjumlah ribuan kasus. Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66%
pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei
Tiongkok. Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksi coronavirus, jenis
betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV).2 Pada tanggal 11 Februari
2020, World Health Organization memberi nama virus baru tersebut Severe acute respiratory syndrome
coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19)2.
Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-
manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Selain itu, terdapat kasus 15 petugas
medis terinfeksi oleh salah satu pasien. Salah satu pasien tersebut dicurigai kasus “super spreader”.
Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia. Sampai
saat ini virus ini dengan cepat menyebar masih misterius dan penelitian masih terus berlanjut. Saat ini
sebanyak 29 negara mengonfirmasi terdapatnya kecurigaan serta terkonfirmasi kasus COVID-19. Per-
tanggal 13 Februari 2020, berdasarkan data terakhir website oleh Center for Systems Science and
Engineering (CSSE) Universitas John Hopkins yang diperbaharui berkala, data terakhir menunjukkan total
kasus lebih dari 60.331 pasien, dengan total kematian lebih dari 1.369 pasien dan perbaikan lebih dari
6.061 pasien2.
Saat ini data terus berubah seiring dengan waktu. Banyak kota di Tiongkok dilakukan karantina.
Kasuskasus yang ditemukan diluar Tiongkok sampai tanggal 12 Februari 2020 tercatat ada di 28 negara
diantaranya: Amerika, Thailand, Hong Kong, Prancis, Malaysia, Singapura, Taiwan, Macau, Jepang, Korea
Selatan, Vietnam, Australia, Nepal dan lainnya. Kasus-kasus yang ditemukan di berbagai negara tersebut
sebagian besar memiliki riwayat bepergian ke Wuhan atau berkontak dengan kasus confirmed yang
memiliki riwayat bepergian ke Wuhan. Empat kasus di Singapura merupakan seorang laki-laki 36 tahun,
warga negara Tiongkok Bersama keluarganya datang pada 22 januari dengan tanpa gejala kemudian hari
berikutnya mengeluh batuk dan dikonfirmasi COVID-19 pada tanggal 25 Januari 2020. Laporan terbaru
per tanggal 9 Februari 2020 sudah terdapat 43 kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19 di Singapura.
Beberapa diantaranya dilaporkan tidak memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok 2.
Berdasarkan data sampai dengan 12 Februari 2020, angka mortalitas di seluruh dunia 2,1%
sedangkan khusus di kota Wuhan adalah 4,9%, dan di provinsi Hubei 3,1%. Angka ini diprovinsi lain di
Tiongkok adalah 0,16%.8,9 Berdasarkan penelitian terhadap 41 pasien pertama di Wuhan terdapat 6
orang meninggal (5 orang pasien di ICU dan 1 orang pasien non-ICU). Kasus kematian banyak pada orang
tua dan dengan penyakit penyerta. Kasus kematian pertama pasien lelaki usia 61 tahun dengan penyakit
penyerta tumor intraabdomen dan kelainan di liver. Kejadian luar biasa oleh Coronavirus bukanlah
merupakan kejadian yang pertama kali. Tahun 2002 severe acute respiratory syndrome (SARS) disebakan
oleh SARS-coronavirus (SARS-CoV) dan penyakit Middle East respiratory syndrome (MERS) tahun 2012
disebabkan oleh MERS-Coronavirus (MERS-CoV) dengan total akumulatif kasus sekitar 10.000 (1000-an
kasus MERS dan 8000-an kasus SARS). Mortalitas akibat SARS sekitar 10% sedangkan MERS lebih tinggi
yaitu sekitar 40% 2.
C. Karakteristik virus
Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering pleimorfik dengan diameter
sekitar 50-200nm. Semua virus ordo Nidovirales memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA
serta memiliki genom RNA sangat panjang. Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus
dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satu
protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk penulisan gen. Protein S ini berperan
dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel
inang)2.
Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan
mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat,
detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform.Klorheksidin tidak efektif dalam
menonaktifkan virus2.
D. Etiologi
Etiologi dari coronavirus disease 19 (COVID-19) adalah coronavirus, ada 6 jenis coronavirus yang
dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alph acoronavirus NL63, betacoronavirus
OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV)3..
Coronavirus masuk dalam subgenus yang dalam wabah terjadinya SARS pada tahun 2002-2004 silam,
yaitu sarbecovirus. Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada umumnya. Sekuens
SARS-CoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus yang diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul
hipotesis bahwa SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia.
Mamalia dan burung diduga sebagai reservoir perantara 3.
Gambar 2 :pohon filogenetik SARS-CoV-23
Gambar 3. Ilustrasi transmisi coronavirus2
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang signifikan dalam masuknya
virus ke dalam sel pejamu. Telah diketahui bahwa masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai
dengan fusi antara membran virus dengan plasma membran dari sel. Pada proses ini, protein S2’
berperan penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya proses fusi
membran. Selain fusi membran, terdapat juga clathrin-dependent dan clathrin-independent
endocytosis yang memediasi masuknya SARS-CoV ke dalam sel pejamu3.
Pada studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2
(angiotensinconverting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring,
paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel
alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk
selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana
sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus 2.
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek sitopatik virus dan
kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan keparahan infeksi. Disregulasi sistem imun
kemudian berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak
adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun yang berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan jaringan3.
F. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis.
Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak
6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum
diketahui. Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang
asimptomatik telah dilaporkan3.
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas tanpa
komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia,
malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan
suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah . Pasien
COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1)
frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93%
tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal3.
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala pada sistem
pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas. Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala
tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah
batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil,
mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih
dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C, sementara
34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C3.
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari).
Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak bergejala. Pada
fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang
mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan.
Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih
demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat
dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol,
terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya menunjukkan perjalanan
penyakit pada pasien COVID-19 yang berat dan onset terjadinya gejala dari beberapa laporan 3.
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama seperti demam, batuk kering
(sebagian kecil berdahak), sesak atau sulit bernafas. Tapi perlu dicatat bahwa demam dapat tidak
didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri atau pada mereka dengan
imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah.
Pada beberapa kondisi dapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute
Respiratory Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan riwayat demam (suhu≥
38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit. Tidak adanya
demam tidak mengeksklusikan infeksi virus2.
1) Status Pasien2 :
A. Pasien dalam pengawasan atau suspek
c. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran radiologis. (pada pasien
immunocompromised presentasi kemungkinan atipikal) dan diserta minimal satu kondisi sebagai
berikut :
● Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara yang terjangkit* dalam 14 hari
sebelum timbul gejala
● Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien infeksi saluran
pernapasanakut (ISPA) berat yang tidak diketahui penyebab etiologi penyakitnya, tanpa
memperhatikan riwayat bepergian atau tempat tinggal Atau Pasien infeksi pernapasan akut
dengan tingkat keparahan ringan sampai berat dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum
onset gejala:
c. bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus terkonfirmasi atau
probable infeksi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit.*
H. Diagnosis Banding
a. Diagnosis banding berdasarkan status pasien
Orang dalam pengawasan
Pasien dalam pengawasan
Kasus terkonfirmasi atau positif
b. Berdasarkan keluhan dan penyebab
Pneumonia bakterial
Pneumonia viral
SARS/ MERS
Bronkitis
TB Paru
TB paru Bronkitis
Hemoptisis
Nyeri dada
Sesak napas
Kelelahan
Faktor risiko
Infeksi HIV
Riwayat hasil tes derivatif protein
murni yang dimurnikan (PPD)
Riwayat pengobatan TB
sebelumnya
Pajanan TB
Perjalanan atau emigrasi dari
daerah di mana TB adalah endemik
Tunawisma, tempat tinggal,
penahanan
Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen: konsolidasi paru-paru
I. Pencegahan 2.3
Prinsip pencegahan dan strategi pengendalian secara umum :
Cuci tangan dengan sabun dan air selama 20 detik. Gunakan hand sanitizer berbasis
alkohol yang setidaknya mengandung alcohol 60 %, jika air dan sabun tidak tersedia.
Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci. Sebisa
mungkin hidari kontak dengan orang yang sedang sakit.
Saat anda sakit gunakan masker medis. Tetap tinggal di rumah saat anda sakit atau segera
ke fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktifitas di luar.
Tutupi mulut dan hidung anda saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang tissue pada
tempat yang telah ditentukan.
Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang sering
disentuh.
Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan penularan penyakit
saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi penggunaan masker saja masih
kurang cukup untuk melindungi seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai
dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker harus dikombinasikan dengan hand
hygiene dan usaha-usaha pencegahan lainnya.
Pengunaan masker medis tidak sesuai indikasi bisa jadi tidak perlu, karena selain dapat
menambah beban secara ekonomi, penggunaan masker yang salah dapat mengurangi
keefektivitasannya dan dapat membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha
pencegahan lain yang sama pentingnya seperti hygiene tangan dan perilaku.
hidup sehat.
2. Penerapan standard pencegahan untuk semua pasien mencakup kebersihan tangan dan
pernapasan (hand and respiratory hygiene); penggunaan alat pelindung diri (APD)
3. Penerapan tindakan pencegahan tambahan secara empiris (droplet dan kontak dan pencegahan
J. Penatalaksanaan
Saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien COVID-19, termasuk antivirus atau
vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah terapi simtomatik dan oksigen. Pada pasien gagal
napas dapat dilakukan ventilasi mekanik. National Health Commission (NHC) China telah meneliti
beberapa obat yang berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa (IFN-α),
ribavirin (RBV), lopinavir/ritonavir (LPV/r), remdesvir dan umifenovir (arbidol) klorokuin fosfat
(CLQ/CQ),. Selain itu, juga terdapat beberapa obat antivirus lainnya yang sedang dalam uji coba di
tempat lain3.
Terapi etiologi atau definitif
Biarpun belum ada obat yang terbukti meyakinkan efektif melalui uji klinis, China telah
membuat rekomendasi obat untuk penangan COVID-19 dan pemberian tidak lebih dari 10
hari. Rincian dosis dan administrasi sebagai berikut
- RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan dikombinasikan dengan IFN-alfa atau LPV/r;
- Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/ hari per oral;
WHO sedang merencanakan uji klinis tidak tersamar dan multinasional terkait COVID-19
bernama SOLIDARITY. Uji tersebut akan membuat empat kelompok, yaitu kelompok LPV/r
dan IFN-beta, kelompok LPV/r, kelompok CLQ atau HCQ, dan kelompok remdesivir. Daftar
uji klinis yang sedang berlangsung dapat dilihat pada Lampiran. Berikut adalah obat-obat
yang diduga dapat bermanfaat untuk COVID-193:
Oseltamivir
Direct-acting
Antiviral (DAA)
IVIg (dosis 0,3-0,5 Seluruh pasien yang diberikan merupakan
g/kgBB) pasien kategori berat. Hasil terapi
Imunoglobulin
Intravena (IVIg) menunjukkan terdapat percepatan
perbaikan klinis demam dan sesak napas
serta perbaikan secara CT-scan
K. Komplikasi
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adala ARDS, tetapi Yang, dkk. menunjukkan data dari 52
pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas ARDS, melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan
ginjal akut (29%), jejas kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain yang
telah dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi intravaskular diseminata (KID), rabdomiolisis, hingga
pneumomediastinum di pankreas tinggi dan lebih dominan di sel eksokrin dibandingkan endokrin. Hal ini
juga diperkuat data kejadian pankreatitis yang telah dibuktikan secara laboratorium dan radiologis. Bila
ini memang berhubungan, maka perlu perhatian khusus agar tidak berujung pada pankreatitis kronis
yang dapat memicu inflamasi sistemik dan kejadian ARDS yang lebih berat. Namun, peneliti belum dapat
membuktikan secara langsung apakah SARS-CoV-2 penyebab kerusakan pankreas karena belum ada
studi yang menemukan asam nukleat virus di pankreas 3
Kerusakan Hati
Peningkatan transaminase dan biliriubin sering ditemukan, tetapi kerusakan liver signifikan jarang
ditemukan dan pada hasil observasi jarang yang berkembang menjadi hal yang serius. Keadaan ini lebih
sering ditemukan pada kasus COVID-19 berat. Elevasi ini umumnya maksimal berkisar 1,5 - 2 kali lipat
dari nilai normal. Terdapat beberapa faktor penyebab abnormalitas ini, antara lain kerusakan langsung
akibat virus SARSCoV- 2, penggunaan obat hepatotoksik, ventilasi mekanik yang menyebabkan kongesti
hati akibat peningkatan tekanan pada paru 3
Miokarditis
Miokarditis fulminan telah dilaporkan sebagai komplikasi COVID-19. Temuan terkait ini adalah
peningkatan troponin jantung, myoglobin, dan n-terminal brain natriuretic peptide. Pada pemeriksaan
lain, dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri, penurunan fraksi ejeksi, dan hipertensi pulmonal.148
Miokarditis diduga terkait melalui mekanisme badai sitokin atau ekspresi ACE2 di miokardium 3
A. Anamnesis
Pasien laki-laki umur 58 tahun datang dengan keluhan batuk dan demam, pasien menderita demam
sejak satu minggu yang lalu disertai batuk berdahak, sesak napas dan badan terasa lemas, keluhan ini
belum pernah dirasakan sebelumnya. Istri pasien juga mengeluhkan hal yang serupa. Pasien
mengungkapkan bahwasannya satu minggu yang lalu baru pulang dari Jakarta.
a. Pada riwayat penyakit sekarang harus ditanyakan apakah demamnya naik turun atau
tidak, sudah pernah diobati atau belum, apakah pasien ada berkeringat dimalam hari,
bagaimana dengan warna dahak dari batuk pasien, apakah batuk pasien sudah pernah
diobati keluhan sesak yang pasien rasakan seperti apa,apakah disertai pilek atau tidak,
apakah keluhan ini menganggu aktivitas atau tidak,apakah disekitar tempat tinggal ada
yang mengalami keluhan yang sama, apakah pasien pernah kontak dengan seseorang
yang mengalami hal yang serupa, apakah pasien menggunakan masker saat bepergian
keluar, bagaimana dengan personal haigyne pasien, bagaimana kondisi anak pasien
yang berada di Jakarta. Menurut burhan dkk (2020) gejala yang dapat ditemukan pada
pasien dengan suspek Covid-19 yaitu, tiga gejala utama: demam, batuk kering (sebagian
kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak.
b. Pada riwayat penyakit dahulu pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa, tetapi
menurut Burhan (2020). Tapi perlu dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada
beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri atau pada mereka dengan
imunokompromis. Perlu ditanyakan apakah pernah mengalami penyakit seperti kanker,
diabetes mallitus, pemakaian obat anti hipertensi ACE-I dan ARB, penyakit hati kronis,
infeksi saluran pernapasan, dan HIV2
c. Pada RPK, Istri mengeluhkan hal yang sama. Perlu ditanyakan juga sudah berapa lama
istri mengalami penyakit yang serupa.
d. Pada anamnesis sistem, menurut Burhan (2020) Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri
kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah.
e. Riwayat pengobatan, tidak ada data yang lengkap mengenai riwayat pengobatan,
seharus dokter menanyakan riwayat pengobatan pasien terkait penyakit terdahulu yang
pernah dialami pasien seperti hipertensi, kanker, diabetes mallitus, dan penyakit
imukompromis
f. Pada riwayat psikososial, istri pasien mengalami hal yang serupa, pasien pernah baru
pulang dari kota Jakarta, bisa ditanyakan apakah pasien ada kontak atau kontak erat
dengan orang lain. Karena pada musim sekarang di Indonesia terkhusus di jakarta
sedang mengalami wabah coronavirus. Menurut Burhan (2020) Kontak didefinisikan
individu yang berkaitan dengan beberapa aktivitas sama dengan kasus dan memiliki
kemiripan paparanseperti kasus. Kontak mencakup anggota rumah, kontak keluarga,
pengunjung, tetangga, teman kuliah, guru, teman sekelas, pekerja, pekerja sosial atau
medis, dan anggota group sosial. Sedangkan kontak erat adalah seseorang yang memiliki
kontak (dalam 1 meter) dengan kasus yang terkonfirmasi selama masa simptomatiknya
termasuk satu hari sebelum onset gejala. Kontak tidak hanya kontak fisik langsung.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Pada keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan kesadaran komposmentis
b. Pada vital sign ditemukan dalam batas normal, namun disini kemungkinan ada
kejanggalan pada pemeriksaan nafas pasien, disini pasien mengalami sesak nafas
sedangkan pada pemeriksaan nafas pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik
thoraks pada kasus ditemukan tidak ada kelainan, tetapi pada palpasi maksud dari
fremitus sama dengan kanan dan kiri, disini perlu ditanyakan apakah bunyi fremitus kuat
atau melemah dari kedua sisi. Menurut burhan (2020) Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan tergantung ringan atau beratnya manifestasi klinis:
Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat.
Saturasi oksigen dapat normal atau turun.
Dapat disertai retraksi otot pernapasan
Pemeriksaan fisik paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris
statis dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah
konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki
kasar
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Dari pemeriksaan laboratorium darah rutin didapati pasien mengalami peningkatan
leukosit menandakan terjadinya infeksi virus pada pasien dan juga terjadinya
trombositopenia sedang jika pemeriksaan darah didapati hasil leukositois kemungkinan
seseorang tersebut mengalami pneumonia bakterial. Dianjurkan juga untuk menyingkan
penyakit lain dilakukan juga pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin,
hitung jenis, fungsi ginjal, elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan
prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi. Trombositopenia juga kadang
dijumpai, sehingga kadang diduga sebagai pasien dengue. di Singapura melaporkan
adanya pasien positif palsu serologi dengue, yang kemudian diketahui positif COVID-19.
Karena gejala awal COVID-19 tidak khas, hal ini harus diwaspadai.
b. Pada pemeriksaan pencitraan yang dilakukan yaitu dengan foto rontgen didapati hasil
jika terdapat gambaran pneumonia pada paru seperti opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass (khusus CT-
Scan) . Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan
intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi
bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru.
D. Diagnosis
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, maka
diagnosis pasien adalah Pneumonia et causa coronavirus atau disebut dengan coronavirus disease 19
(COVID-19) yang mana pasien dalam pengawasan (PDP) kasus suspek.
a. Coronavirus Disease 19 (COVID-19) / kasus suspek, Seseorang yang mengalami: Demam
(≥380C) atau riwayat demam, batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan. pneumonia ringan
sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran radiologis. (pada pasien
immunocompromised presentasi kemungkinan atipikal) dan disertai minimal satu kondisi
sebagai berikut
Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara yang terjangkit dalam 14
hari sebelum timbul gejala
Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak diketahui penyebab / etiologi
penyakitnya, tanpa memperhatikan riwayat bepergian atau tempat tinggal
Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat dan salah satu berikut
dalam 14 hari sebelum onset gejala: Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable
COVID-19, atau riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah teridentifikasi), atau bekerja
atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-
19 di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit, memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki
demam (suhu ≥38C) atau riwayat demam.
E. Terapi
a) Terapoi monitoring dan isolasi
Sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik ringan maupun sedang. Pasien bed-rest
dan hindari perpindahanruangan atau pasien
Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit
Suplementasi oksigen
Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien dengan SARI, distress napas, hipoksemia atau
syok. Terapi oksigen pertama sekitar 5l/menit dengan target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil
dan ≥ 92-95% pada pasien hamil. Tidak ada napas atau obstruksi, distress respirasi berat, sianosis
sentral, syok, koma dan kejang merupakan tanda gawat pada anak. Kondisi tersebut harus
diberikan terapi oksigen selama resusitasi dengan target SpO2 ≥ 94%, jika tidak dalam kondisi gawat
target SpO2 ≥ 90%. Semua area pasien SARI ditatalaksana harus dilengkapi dengan oksimetri,
sistem oksigen yang berfungsi, disposable, alat pemberian oksigen seperti nasal kanul, masker
simple wajah, dan masker dengan reservoir. Perhatikan pencegahan infeksi atau penularan droplet
atau peralatan ketika mentataksana atau memberikan alat pemberian oksigen kepada pasien
b) Terapi cairan
Pada pasien dewasa berikan paling sedikit cairan isotonik kristaloid sebanyak 30ml/kgBB dala
kurun waktu 3 jam pertama. Tentukan kebutuhan cairan tambahan pada dewasa yaitu 250-1000
ml.
Pada pasien dewasa berikan paling sedikit cairan isotonik kristaloid sebanyak 30ml/kgBB dala
kurun waktu 3 jam pertama. Tentukan kebutuhan cairan tambahan pada dewasa yaitu 250-1000
ml.
BAB IV KESIMPULAN
3. Susilo A., Rumende C.M., Pitoyo C.W., Santoso W.D., Yulianti M., Herikurniawan.,
Sinto R., et al. 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatu Terkini.Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 7:(1)
4. Wenzel RP, Fowler AA 3rd 2006. Clinical practice. Acute bronchitis. N Engl J Med. Nov
16. 355(20):2125-30. Diambil dari: https://emedicine.medscape.com/article/297108-
clinical diakses pada tanggal April 25, 2020