Anda di halaman 1dari 6

Pengaruh Kecepatan Pengadukan, Jenis Pelarut, dan Temperatur

Ekstraksi Batch terhadap Pembuatan Minyak Inti Kelapa Sawit

Ignatius Suharto dan Charles Nugroho


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan
Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Telp/Fax. (022)2043701

Abstrak

Kelapa sawit dapat menghasilkan dua macam minyak yang memiliki sifat fisik yang berlainan,
yaitu minyak yang berasal dari daging buah (minyak kelapa sawit) dan minyak yang berasal dari
biji (minyak inti sawit). Minyak inti kelapa sawit yang diperoleh dari proses ekstraksi
dipergunakan sebagai minyak goreng, salad oil, margarine dan untuk keperluan indutri (oleo
chemical). Metode perolehan minyak inti kelapa sawit diperoleh melalui berbagai metode,yaitu ;
proses ekstraksi biji kelapa sawit dengan pelarut organik , expeller dan presser, dan prepressing
yang diikuti dengan ekstraksi pelarut Dalam penelitian ini, dilakukan ekstraksi pelarut secara
batch dengan pemanasan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh kecepatan
pengadukan, jenis pelarut, dan temperatur ekstraksi minyak inti kelapa sawit terhadap perolehan
minyak. Jenis pelarut yang akan diuji adalah n-heksana, etanol, dan aseton. Kecepatan
pengadukan yang digunakan adalah 400 rpm, 500 rpm dan 600 rpm. Sedangkan variasi
temperatur ekstraksi yang akan digunakan adalah 23 0C, 400C, 600C, dan 660C. Analisis minyak
inti kelapa sawit meliputi, bilangan iodine, bilangan penyabunan, dan bilangan asam. Dari hasil
analisis statistik didapatkan bahwa baik temperatur dan kecepatan pengadukan berpengaruh
terhadap perolehan yang dihasilkan dalam ekstraksi minyak inti kelapa sawit. Sedangkan kondisi
ekstraksi yang terbaik adalah pada titik didih (660C) dan kecepatan pengadukan 600 rpm.

Pendahuluan
Industri minyak dan gas bumi (migas) serta industri non-migas menghasilkan produk dan jasa pelayanan
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. Saat ini sektor migas masih
menjadi penyumbang devisa yang terbesar untuk Indonesia, namun hal ini diperkirakan tidak akan
berlangsung lama karena cadangan minyak dan gas yang dimiliki Indonesia semakin menipis. Oleh
karena itu, sektor non migas kini menjadi sumber devisa baru yang potensial. Salah satu komoditi non
migas yang menjadi primadona saat ini adalah kelapa sawit. Kelapa sawit dapat menghasilkan dua macam
minyak yang memiliki sifat yang sangat berlainan, yaitu minyak yang berasal dari daging buah (minyak
kelapa sawit) dan minyak yang berasal dari biji (minyak inti sawit). Minyak inti kelapa sawit memiliki
sifat yang amat mirip dengan minyak kelapa baik dalam tetapan-tetapan kimia seperti bilangan jod dan
bilangan penyabunannya, maupun dalam kandungan asam-asam lemaknya, terutama asam laurik. Oleh
karena itu, minyak inti kelapa sawit bersama-sama minyak kelapa dan minyak babasu (yang terdapat di
Brazil) digolongkan ke dalam minyak laurik (lauric oil). Metode perolehan minyak inti kelapa sawit
diperoleh melalui berbagai metode,yaitu ; proses ekstraksi biji kelapa sawit dengan pelarut organik,
expeller dan presser, dan prepressing yang diikuti dengan ekstraksi pelarut Minyak inti kelapa sawit yang
diperoleh dari proses ekstraksi dipergunakan sebagai minyak goreng, salad oil, margarine dan untuk
keperluan indutri (oleo chemical) seperti halnya minyak kelapa (laurik oil).Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk:mempelajari pengaruh jenis pelarut (n-heksana, aseton, etanol), temperatur, kecepatan
pengadukan dan interaksi antara ketiga variabel ini dalam ekstraksi batch terhadap perolehan minyak inti
kelapa sawit. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan dan
informasi kondisi terbaik dalam ekstraksi minyak, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan nilai ekonomi dan produktivitas, khususnya jenis pelarut, temperatur ekstraksi, dan
kecepatan pengadukan.

Metodologi Penelitian
Bahan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama yaitu inti kelapa sawit, dan tiga jenis pelarut yang
berbeda (n-heksana, aseton, dan etanol), serta bahan penunjang yang akan digunakan dalam analisis
produk. Metode penelitian terdiri dari persiapan inti kelapa sawit, penelitian pendahuluan, penelitian
utama, dan analisis minyak. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk membuat kurva standar, menentukan
pelarut terbaik, dan menentukan waktu kesetimbangan pelarut terbaik. Penelitian utama bertujuan untuk
mempelajari pengaruh kecepatan pengadukan, temperatur ekstraksi, dan interaksi antara temperatur dan
kecepatan pengadukan dalam ekstraksi minyak inti kelapa sawit terhadap perolehan minyak.. Kecepatan
pengadukan yang digunakan adalah 400 rpm, 500 rpm dan 600 rpm. Sedangkan variasi temperatur
ekstraksi minyak inti kelapa sawit yang akan digunakan adalah 23 0C, 400C, 600C, dan 660C.Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dua faktor dengan replikasi 2 kali. Rancangan
faktorial dan analisis yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Tabel anova rancangan percobaan utama


Temperatur
Kecepatan Pengadukan T1 T2 T3 T4
U1 U1T1 U1T2 U1T3 U1T4
U2 U2T1 U2T2 U2T3 U2T4
U3 U3T1 U3T2 U3T3 U3T4

Tabel 2 Analisis varian rancangan percobaan


Pengaruh Jumlah Kuadrat Derajat Kebebasan Rataan Kuadrat F Hitung

Temperatur (A) JKA a-1 RK12 F1=s12/s2

Kecepatan JKB b-1 RK22 F2=s22/s2


Pengadukan (B)
Interaksi (AB) JK(AB) (a-1) (b-1) RK32 F3=s32/s2

Galat JKG ab (n-1) RK2 --

Jumlah JKT abn - 1 -- --

Hasil dan Pembahasan


Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan pelarut terbaik dan waktu kesetimbangan pelarut
terbaik. Penelitian penentuan pelarut terbaik dilakukan dengan melakukan ekstraksi inti kelap sawit
dengan 3 aseton, etanol, dan heksana selam 80 menit pada temperatur 50 0C. Dalam penentuan pelarut
terbaik digunakan 3 pendekatan yaitu : pendekatan grafis, pendekatan matematis, dan pendekatan
perolehan. Selain itu juga dilihat kualitas warna minyak yang dihasilkan dari ekstraksi dengan
masing-masing pelarut. Setiap 10 menit dilakukan pengambilan sampel dan diukur indeks biasnya.
Data indeks bias ini lalu diubah menjadi data fraksi minyak dalam larutan dengan bantuan kurva
standar. Setelah itu data fraksi berat minyak dialurkan terhadap waktu sehingga didapatkan grafik
perbandingan pelarut

Pendekatan Perolehan
Jenis Pelarut Perolehan Minyak (g)
n-Heksana 20.9643
Aseton 20.3542
Etanol 9.9845
Gambar 1 Pendekatan Grafis

Pendekatan Matematis:
Tabel 3 Persamaan fraksi minyak dalam pelarut

Pelarut Persamaan %w (t) R2


n-heksana %w = 3.10-7t3-6.10-5t2+0,0038t+0,0644 0,9521
aseton %w =2.10-7t3-3.10-5t2+0,0014t+0,112 0,8994
etanol %w = 5.10-7t3-5.10-5t2+0,0015t+0,0072 0,9483

Tabel 4 Turunan persamaan fraksi minyak dalam pelarut


Pelarut d(%w (t))/dt topt %wopt
n-heksana d(%w (t))/dt =9.10-7t2-12.10-5t+0,0038 81.5738 0.13797
aseton d(%w (t))/dt = 6.10-7t2-6.10-5t+0,0014 62.9099 0.13114
etanol d(%w (t))/dt = 15.10-7t2-10.10-5t+0,0015 43.8740 0,01899

Data pendekatan perolehan didapat dengan menimbang perolehan minyak yang didapat setelah
minyak selesai didistilasi. Sedangkan persamaan untuk metode matematis didapat dari grafik
perbandingan pelarut. Persamaan ini lalu diturunkan kemudian disamadengankan nol, untuk mendapat
nilai t optimum. Setelah toptimum didapat, dilakukan substitusi ke dalam persamaan %w(t) untuk
mendapat %w optimum. Pendekatan grafis memberikan hasil bahwa heksana adalah pelarut yang
terbaik karena dari grafik terlihat pada saat-saat terakhir heksana selalu memberikan fraksi minyak
dalam pelarut yang paling besar. Hal ini didukung pula oleh pendekatan perolehan dan matematis
yang juga menyatakan bahwa heksana memberikan hasil yang terbanyak. Akan tetapi bila dilihat
dengan lebih teliti pada pendekatan matematis aseton juga memberikan hasil yang tidak berbeda jauh
dengan heksana, bahkan dalam waktu yang lebih cepat. Hasil pendekatan matematis dari aseton
memang memberikan hasil yang baik tapi perlu diingat juga bahwa persamaan %w(t) untuk aseton
memiliki nilai R2 yang paling kecil, sehingga keakuratannya juga kurang baik. Selain itu perlu
diperhatikan juga kemampuan aseton untuk mengekstrak zat lain selain lemak, salah satu di antaranya
adalah zat lilin yang memiliki sifat mirip lemak. Sedangkan dari segi warna minyak heksana
menghasilkan minyak yang paling bening sementara minyak dari aseton berwarna coklat gelap.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas disimpulkan bahwa heksana adalah pelarut yang
terbaik. Pada penelitian pendahuluan penentuan waktu kesetimbangan heksana data diperoleh dengan
mengambil sampel setiap 10 menit sampai indeks bias konstan. Waktu kesetimbangan pelarut heksana
adalah 150 menit.

Penelitian utama
Data-data yang dikumpulkan pada penelitian utama adalah berat perolehan minyak untuk setiap
variasi temperatur dan kecepatan pengadukan yang dilakukan. Data-data ini kemudian diolah dengan
dua pendekatan yaitu pendekatan histogram (grafis) dan pendekatan statistik. Berikut adalah
pendekatan-pendekatan yang dilakukan :
Gambar 2 Pendekatan Histogram

Tabel 5 Tabel ANOVA

Jumlah Derajat Kuadrat


Variasi Kuadrat Kebebasan Rata-rata Fo F tabel (5%)
RPM 2,425630583 2 1,212815292 5,2214065 F5,2,12= 3,89
Temperatur 2,808408505 3 0,936136168 4,0302489 F5,3,12= 3,49
Interaksi 0,560915397 6 0,093485899 0,402475 F5,6,12= 3
Kesalahan 2,787330115 12 0,23227751
Total 8,5822846 23

Dilakukan perbandingan antara Fo dan Fo tabel (5 %) :

5,2214 > 3,89 Fo>Ftabel Variabel RPM Berpengaruh


4,0302 > 3,49 Fo>Ftabel Variabel Temperatur Berpengaruh
0,4025 < 3 Fo<Ftabel Tidak ada Interaksi antar Variabel

Dari pendekatan grafis terdapat kecenderungan bahwa semakin besar kecepatan pengadukan semakin
besar pula perolehan, dan semakin besar temperatur ekstraksi semakin besar pula perolehan yang
didapat. Sedangkan dari pendekatan statistik diperoleh hasil bahwa RPM (kecepatan pengadukan) dan
tempertur berpengaruh terhadap peroleha ekstraksi batch minyak inti kelapa sawit dan tidak ada
interaksi antara kecepatan pengadukan dan temperatur. Dari pendekatan-pendekatan yang dilakukan
didapatkan kecepatan pengadukan dan temperatur yang memberikan hasi;l perolehan paling optimum
yaitu 600 rpm dan 660C (titik didih heksana pada 695 mmHg).

Analisis Minyak
Analisis minyak inti kelapa sawit meliputi penentuan bilangan iodine, bilangan penyabunan, dan
bilangan asam.Bilangan asam menunjukkan tingkat kerusakan hidrolitik lemak. Semakin besar nilai
bilangan asam maka kualitas minyak semakin buruk Bilangan iodine menunjukkan derajat
ketidakjenuhan dari asam lemak.. Semakin besar nilai bilangan iodine semakin tidak jenuh minyak
tersebut. Sedangkan bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya KOH yang diperlukan untuk
menyabunkan minyak. Hasil analisis bilangan asam, iodine, dan penyabunan rata-rata untuk setiap
variasi kecepatan pengadukan dan temperatur.disajikan dalam gambar-gambar berikut :
rentang bilangan asam = 2.4078-3.072
standar = 3.5

rentang bilangan asam = 15,865-18,9814


standar = 10.5-18,5

rentang bilangan penyabunan = 251.6085-263.9154


standar = 245
Dari hasil analisis bilangan asam diperoleh hasil yang berada di bawah standar hal ini berarti minyak
berada dalam kondisi yang cukup baik. Akan tetapi terdapat penyimpangan pada temperatur 60 0C nilai
bilangan asam lebih kecil daripada bilangan asam pada temperatur yang lebih rendah. Seharusnya
semakin tinggi suhu kemungkinan terjadi kerusakan minyak lebih besar, hal ini terjadi kemungkinan
karena sebelumnya telah terjadi kerusakan minyak saat pemanasan inti kelapa sawit pada persiapan
inti kelapa sawit. Untuk analisis bilangan iodine didapatkan hasil yang cukup baik karena bilangan
hasil penelitian berada pada rentang standar. Sedangkan pada analisis bilangan penyabunan
didapatkan hasil bilangan yang lebih besar dari standar. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut karena
minyak hasil ekstraksi belum tentu murni.
Kesimpulan
1. Pelarut terbaik adalah n-heksana.
2. Waktu kesetimbangan untuk ekstraksi batch dengan pelarut heksana adalah 150 menit.
3. Temperatur dan kecepatan pengadukan berpengaruh pada perolehan ekstraksi batch minyak inti
kelapa sawit.
4. Temperatur optimum dan untuk kecepatan pengadukan optimum untuk ekstraksi batch minyak inti
kelapa sawit dalam penelitian ini adalah 660C dan 600rpm.
6. Tidak ada interaksi antara temperatur ekstraksi dan kecepatan pengadukan dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka
Ayers, A.L., J.J. Dooley, (1948), Laboratory Extraction of Cottonseed With Various Petroleum
Hydrocarbons
Bailey, J.E., D.F. Ollis, (1986), Biochemical Engineering Fundamentals, 2nd ed., Mc Graw-Hill Book
Company, Singapore
Bernardini, E., (1982), Oil Seeds, Oil and Fats, Publishing House, Rome,
Cahyadi, Nur Alia, Taufik Tanoto, (2001), Pengaruh Jenis dan Kondisi Perlakuan Awal Biji Rambutan
Terhadap Ekstraksi Lemak, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri-UNPAR,
Confield, E.P.Jr., (1951), Solvent Ekstraction Of Oilseed, Chemical Engineering Magazine.
Durrans, Thos H.,(1950), Solvents, 6th ed., Chapman & Hall, London.
Fauzi, Yan, Yustina Erna Widiastuti, Iman Satyawibawa, Rudi Hartono, (2002), Kelapa Sawit : Budidaya,
Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran,Penerbit Swadaya, Depok,
Fessenden, Ralp J., Joan S. Fessenden, (1995), Kimia Organik Jilid 2, edisi ketiga, Penerbit Erlangga,
Jakarta
Johnson, LA and Lusas, E.W., (1983), Comparison of Alternative Solvents for Oil Extraction, JAOCS,
vol.60, no.2
Karnofsky, George, (1986), Design Oilseed Extractor, JAOCS, Vol.63, no.8,
Karnofsky, G.,(1949), The Theory Of Solvent Extraction, JAOCS, 26
Ketaren, (1986), Pengolahan Minyak dan Lemak, Penerbit Indonesia, Jakarta
Krik-Othmer, (1964), Encyclopedia of Chemical Technology, 4th ed., John Willey and Sons, New York,
Perry, R.H., and D. Green, (1984), Perrys Chemical Engineers Handbook, 6th ed., Mc Graw-Hill
Company, Singapore
Mellan, I.,(1950), Indutrial Solvents, 2nd ed.,Book Division Reinhold Publishing Corporation, New
York,
Rahmanto, Budi, (2003), Pengaruh Jenis Pelarut dan Perbandingan Massa Biji Teh Dengan Pelarut
Terhadap Ekstraksi Minyak Biji Teh, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri-UNPAR,
Risza, Suyatno, (1994), Kelapa Sawit : Upaya Peningkatan Produktifitas, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta,
Somaatmadja, Dardjo, Minyak Kelapa Sawit, Balai Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen
Perindustrian, Bogor
Sreedhara, N., C.Arumughan, C.S. Narayan, (1992) Dehulling of Palm Kernel of Oil Palm (Elaeis
Guineensis) to Obtain Superior-Grade Palm Kernel Flour and Oil, JAOCS, Vol.69, no.10.
Standar Nasional Indonesia, (1992), Penentuan Kadar Minyak, Dewan Standarisasi Nasional, 1992
Subagjo, Petunjuk Praktikum Ekstraksi Padat-Cair, ITB, Bandung
Suharto, I., Buana Girisuta, Metodologi dan Perancangan Penelitian, FTI, UNPAR, Bandung, 1998
Swern, D. Ed.,Baileys, (1964), Industrial Oil and Fat Products, 3rd ed., Interscience Publishers, New
York
Tang, Thin Sue, Pek Kooi Teoh, (Februari 1985), Palm Kernel Oil Extraxtion-The Malaysian
Experiencee, JAOCS, Vol. 62, no.2
Thobani, Mahmood, Levente L. Diosady, (1997), Two-Phase Solvent Extraction of Canola, JAOCS,
Vol.74, no.3,.
Wan, J.Peter, (1996), Isohexane as Solvent For Extraction, INFORM,Vol.7, no.6
Wan, P.J, D.R. Pakarinen, R.J.Hron,Sr., O.L. Richard and E.J.Conkerton, (1995), Alternative
Hydrocarbon Solvent for Cottonseed Extraction, JAOCS, Vol. 72, no.6,
Winton, Andrew L., Kate Barber Winton, (1932), The Structure and Composition of Foods, John Wiley
and Sons Inc., New York
Williams, K.A., (1950), Oil Fats dan Fatty Foods, 3rd ed., J&A Churchill Ltd, London

Anda mungkin juga menyukai