Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN JURNAL

PROSES PENGOLAHAN MIGAS

Di susun Oleh :

Kelompok 1

Nama/NIM : Ananda Aisyah A (181440001)


Feras F. Sabono (181440005)
Ledric R. Watrimny (181440010)
Natasya Aisah S. (181440015)
Ryan Manggasa (192440001)
Yustus Ricky Luturmas (181440024)
Program Studi : Teknik Instrumentasi Kilang
Tingkat : II (Dua)
Semester : IV (Empat)

POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS


TAHUN 2020
RESUME JURNAL
A. Judul
“Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy (Pemanfaatan Bioavtur
sebagai Energi terbarukan dan Ramah Lingkungan)”

B. Pembahasan
Referensi 1: Studi Karakteristik Bioavtur Getah Pinus Berbasis Hidrogenasi
Latar Belakang
Indonesia sebagai penghasil getah pinus terbesar ke 3 didunia, sehingga berpotensi
untuk mengembangkan bioavtur dari getah pinus sebagai sumber energi terbarukan
(renewable energy). Hasil ekstraksi getah pinus menghasilkan minyak terpentin dimana
secara sifat fisika tidak berwarna dan memiliki titik beku yang rendah mencapai -55°C
(telah memenuhi spesifikasi standar avtur Internasional (ASTM) titik beku rendah maksimal
-47°C). Secara kimia, senyawa hidrokarbon minyak terpentin (monoterpen-C 10H16) memiliki
jumlah yang identik dengan jumlah karbon pada avtur yakni C10-C15.

Metode Penelitian
Metode yang dilakukan melalui esperimen proses hidrogenasi minyak terpentin
sebanyak 20 ml kemudian dimasukkan kedalam reaktor batch. Gas hidrogen dialirkan
hingga tekanan reaktor mencapai 10 bar kemudian dilanjutkan proses pemanasan hingga
suhu reaktor mencapai 200°C selama 1 jam.

Gambar Research Flowchart

Setelah dilakukan proses hidrogenasi dilanjutkan dengan uji karakteristik fisika yang
dihasilkan (pengujian titik beku produk) dan membandingkan dengan standar uji
International avtur (ASTM International). Selain itu dilakukan Analisis menggunakan Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) agilent Technologies 5977A MSD-DB Wax
column (NIST mass spectral database). Untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung
didalam produk dan presentasi komposisi masing-masing senyawa.

Hasil Analisa
Analisa GC-MS Produk Hidrogenasi Terpentin
Tabel Hasil Analisa GC-MS Produk Hidrogenasi Minyak Terpentin Pada Suhu 2000C,
dengan tekanan hydrogen 10 bar selama 1 jam (Hanya luas peak dengan nilai lebih dari
1.51% yang ditampilkan).

No Waktu Retensi Nama Senyawa Rumus Luas

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 1


. (menit) Molekul Peak (%)
1 6.146 𝛽-Pyronene C10H16 3.82
2 6.725 Cyclohexene,1-Methyl-4-(1-Methyl C10H16 3.92
ethylidene)
3 7.229 𝛾-Pyronene C10H16 8.87
4 7.544 4(8)-p-Menthene C10H18 5.52
5 7.670 (+)-3-Carene C10H16 8.19
6 7.973 p-Cymene C10H14 28.44
7 8.061 Limonene C10H16 25.01
Luas Total % 83.77

𝛼-pinene yang merupakan komposisi terbesar dari minyak terpentin (82,9%). Berdasarkan
hasil analisa GC-MS diketahui bahwa produk hidrogenasi minyak terpentin tidak
mengandung 𝛼-pinene. Hal ini menunjukkan bahwa 𝛼-pinene telah terkonversi menjadi
senyawa lain (7 unsur utama seperti tabel diatas).

Struktur Molekul Pinane dan 4(8)-p-Menthene

Selain itu dibandingkan pula dengan studi yang dilakukan oleh Simakova yang telah
melakukan hidrogenasi 𝛼-pinene dimana terdapat perbedaan sebagai berikut:
1. Struktur molekul yang dihasilkan berbeda meskipun senyawa hidrokarbonnya identik
C10 H18. Struktur molekul yang dihasilkan memiliki rantai bercabang sedangkan menurut
Simakova hasilnya rantai siklik.
2. Tingkat konversi 𝛼-pinene yang membentuk senyawa hidrokarbon C10 H18 sebesar 3,6%
sedangkan menurut Simakova persentasi konversi 𝛼-pinene mencapai 90%.
Perbedaan ini diprediksi disebabkan oleh pengaruh penggunaan katalis pada proses
hidrogenasi. Dimana dalam ekseperimen ini tidak menggunakan katalis sehingga konversi
yang dihasilkan cenderung lebih lambat dan kurang optimal.

Analisa Titik Beku Produk


Tabel Titik Beku Produk Hidrogenasi dan Avtur
Standar Avtur (ASTM)
No Sampel
Parameter Nilai
1 Avtur -47°C
Titik Beku
2 Produk Hidrogenasi -69°C
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa titik beku produk berada dibawah titik beku
bahan bakar avtur. Ini menunjukan bahwa titik beku produk yang dihasilkan telah
memenuhi standard spesifikasi bahan bakar avtur yang diperbolehkan.

Referensi 2: Sintesis Bioavtur dari Distilat Asam Lemak Kelapa melalui Proses
Hydrotreating dan Hydrocracking
Latar Belakang
Meningkatnya konsumsi avtur dari bahan minyak mentah fosil, menyebabkan
menipisnya cadangan minyak bumi secara global. Seiring dengan itu juga menyebabkan
peningkatan masalah emisi CO2 di mana saat ini sektor penerbangan telah mencakup 2%
dari emisi CO2 dunia. Sehingga diperlukan sumber alternatif selain minyak bumi dari fosil
untuk menghasilkan avtur.
Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit tertinggi di dunia mempunyai
peluang untuk menghasilkan bio avtur. Dikarenakan hasil olahan sampingan CPO (Crude

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 2


Palm Oil) yang tidak dapat diolah kembali yaitu Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) belum di
gunakan secara optimal dan memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki kondisi optimum untuk reaksi
hydrotreating dan hydrocracking dengan katalis bifunctional NiMo / γ-Al 2O3 untuk
mengubah Free Fatty Acid (FFA) di PFAD menjadi alkana dalam kisaran avtur C9-C16 yang
siap untuk proses hidroisomerisasi dan akhirnya menjadi siap dicampur dengan bahan
bakar jet konvensional untuk tujuan komersial.

Metode Penelitian
Untuk mendapatkan tujuan penelitian, pengaruh suhu, tekanan, rasio pelarut terhadap
PFAD, dan katalis loading dipelajari. Sebelum proses hidroprocessing, katalis dipresulfida
dengan Dimethyl Disulfide (DMDS). PFAD kemudian diproses dengan katalis presulfida.
Treatment dalam konfigurasi batch dengan reaktor batch dilakukan dalam 4 jam, dengan
suhu yang berbeda, tekanan, rasio pelarut, dan loading katalis. Sebagian besar percobaan
menggunakan pelarut n-heptana (C7H16) untuk meningkatkan proses hydrotreating untuk
menghilangkan gugus asam karboksilat. Setelah proses, produk dievaluasi oleh konten
FFA yang dikandung sebelumnya. Density produk juga diukur, di mana density bahan
bakar turbin konvensional berkisar antara 0,77 hingga 0,85 kg / l. Hydrocracking
performance diselidiki menggunakan hasil GC-FID (gas chromatography-flame ionization
detector), di mana rantai yang diinginkan adalah antara C9 dan C16. Sehingga persentase
Free Fatty Acid (FFA) terurai menjadi bioavtur dapat ditentukan.

Peralatan: Eksperimen hydrotreating dan hydrocracking katalitik dilakukan dalam reaktor


autoclave batch R-201 Series Autoclave Reactor. Analisis komposisi dan selektivitas
terhadap analisis bioavtur sampel dilakukan dengan GC-FID. Konversi FFA dianalisis
dengan penentuan asam lemak bebas melalui titrasi. Density sampel diukur dengan Metler
Toledo Densito 30 PX Density Meter pada 15 oC. Penimbangan semua bahan baku diukur
dengan Metler Toledo ME-TE Analytic Balance.

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi : PFAD, n-heptana sebagai pelarut,
serpih NaOH untuk larutan perangkap gas outlet dan titran untuk analisis titrasi asam lemak
bebas, hidrogen dan gas nitrogen, isopropanol untuk analisis titrasi asam lemak bebas,
larutan fenolftalein sebagai indikator untuk analisis titrasi asam lemak bebas, katalis NiMo /
γ-Al2O3 PIDO 120 1.3, DMDS digunakan sebagai agen presulfiding dan agen pembasah
yang digunakan untuk proses presulfiding adalah bahan bakar diesel.

Desain percobaan:

Variasi suhu penelitian dapat dianalisis melalui perbandingan percobaan no. 2 & 4 dan
hasil percobaan No 3 & 6. Hasil yang berbeda dapat menentukan suhu mana yang akan
menghasilkan sampel yang lebih baik. Temperatur yang lebih tinggi cenderung mendorong
lebih banyak proses dekarboksilasi dan dekarbonisasi yang tidak memerlukan banyak gas

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 3


hidrogen dan mendorong proses hidrokracking untuk membentuk hidrokarbon rantai
pendek.

Variasi tekanan penelitian dapat dianalisis melalui sampel dari percobaan no. 4 & 7, di
mana semua parameter lainnya sama. Tekanan yang lebih tinggi cenderung mendorong
jalur hidrodeoksigenasi dari proses hidrotreating karena peningkatan kelarutan hidrogen
dalam sampel keadaan cair.

Variasi pelarut termasuk percobaan tanpa atau dengan pelarut dalam berbagai
konsentrasi (2: 1 atau 67% dan 1: 1 atau 50%). Eksperimen no. 4 & 6, dan no. 5 & 7
digunakan untuk menentukan pengaruh rasio pelarut pada sampel produk. Heptane
digunakan dalam penelitian ini. Kehadiran pelarut dalam proses hidro dapat meningkatkan
kegiatan dekarboksilasi, desorpsi produk, perpindahan panas dalam reaktor, fluiditas,
stabilitas komposisi, dan perpindahan massa antarphase. Reaksi dengan PFAD juga
membutuhkan keberadaan pelarut karena substrat sangat terkonsentrasi dengan lebih dari
90% konten FFA. Menambahkan pelarut akan mencairkan kandungan FFA dan
memungkinkan katalis untuk bekerja lebih efektif.

Rasio katalis terhadap sampel: Loading katalis bervariasi untuk menemukan jumlah
pemuatan katalis minimum untuk memiliki proses yang efisien. Sebuah penelitian oleh
Ruliana (Ruliana, 2017) melaporkan bahwa loading katalis optimal adalah 2%wt%, dengan
nilai kalor sebagai parameter penentu. Eksperimen no. 4 & 5 dan hasil no. 6 & 7 akan
menentukan pemuatan katalis mana yang lebih disukai. Bagian nikel dan Molibdenum
dalam katalis memiliki fungsi hydrotreating, di mana bagian γ-Al 2O3 bertindak sebagai
pendukung untuk fungsi hydrocracking dalam katalis NiMo / γ-Al2O3 bifunctional.

Karakteristik PFAD dan Hasil Produk:


Analisis Nilai Yodium dengan metode trimetri. Nilai yodium digunakan untuk menentukan
tingkat ketidakjenuhan asam lemak dalam bentuk ikatan karbon ganda karbon yang
bereaksi dengan senyawa yodium. Tingkat ketidakjenuhan terkait dengan melting point dan
stabilitas oksidatif.
Analisis FFA% dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas konversi asam lemak bebas FFA
dengan kondisi reaksi yang sesuai.

Selektivitas sampel produk menentukan keefektifan proses hydrocracking.

Hasil Analisa
Penentuan PFAD Berdasarkan Titrasi
Nilai yodium dari feed PFAD diukur berdasarkan titrasi, dengan 38,24 gI2/100 g sebagai
hasilnya. Analisis titrasi konten FFA dalam PFAD segar yang diukur, yaitu 93,46%. Hasil
nilai yodium juga menunjukkan tingkat kejenuhan yang rendah FFA yang dapat
menghasilkan titik beku lebih tinggi dari FFA. Komposisi FFA gas chromatography pada
PFAD telah menunjukkan bahwa FFA yang mendominasi yang ada di PFAD adalah
palmitic acid, oleic acid, dan linoleic acid, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 4


Proses Hydrotreating
Jalur reaksi hydrotreating dari model molekul asam palmitat ditunjukkan di bawah ini:

Dalam proses hydrotreating, suhu memiliki efek paling signifikan terhadap konversi FFA,
diikuti oleh loading katalis, rasio pelarut ke PFAD, dan variasi tekanan. Hasil terbaik
diperoleh dengan suhu yang lebih tinggi (400oC), pemuatan katalis yang lebih tinggi (3%),
rasio pelarut terhadap PFAD yang lebih tinggi (2: 1), dan tekanan yang lebih tinggi (40 bar).

Proses Hydrocracking
Analisis Kromatografi Gas dilakukan pada sampel 4, 6, dan 7 untuk menganalisis pengaruh
variasi pelarut dan katalis terhadap keefektifan proses hydrocracking ke dalam rentang
bahan bakar bio-jet.

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 5


Gambar 2. Hasil GC-FID dari sampel no. 4 (a), sampel no. 6 (b), dan sampel no. 7 (c)

PFAD dapat digunakan sebagai feed yang cocok untuk bioavtur karena kandungan
FFAnya yang tinggi dan kemampuan untuk dikonversi menjadi biofuel aviasi. Dalam
penelitian ini, kadar FFA diukur pada 93,46% melalui titrasi. PFAD dapat dikonversi
menjadi hidrokarbon rantai bioavtur melalui proses hydrotreating dan hydrocracking dengan
NiMo / γ-Al2O3 yang bertindak sebagai katalis untuk kedua reaksi, seperti yang ditunjukkan
dalam hasil. Dengan suhu 400oC, semua sampel berhasil mengkonversi lebih dari 90%
FFA, dengan puncaknya pada konversi 98,6% dalam percobaan no. 4 (400˚C, 40 bar, rasio
pelarut 2: 1, loading katalis 3%, sedangkan dengan 350oC, konversi FFA dalam sampel
lebih rendah dari 50%. Loading katalis pada 3% mengkonversi FFA secara signifikan lebih
baik dari 2%. Di sisi lain, variasi tekanan dan rasio pelarut tidak memiliki efek signifikan
pada sampel. Density produk, yang mirip dengan avtur konvensional dapat ditemukan
dalam sampel percobaan no. 7, dijalankan pada 400oC, 40 bar, rasio pelarut terhadap feed
1: 1, dan loading katalis 2%, pada 0,7815 kg / L.
 Hasil gas kromatografi dari percobaan no. 4, 6, dan 7 semuanya menunjukkan bahwa
alkana berantai panjang berhasil diubah menjadi alkana yang lebih pendek. Eksperimen
no. 4 dan 6 menunjukkan range hidrokarbon bioavtur memiliki puncak tinggi di C15 di mana
Percobaan 7 menunjukkan bahwa range hidrokarbon bioavtur memiliki puncak tinggi di
tetradecane (C14). Selektivitas terbaik bioavtur dari proses hydrocracking dilakukan dalam
percobaan no. 6 dengan reaksi (400˚C, 40 bar, rasio pelarut 1: 1, pemuatan katalis 3%) di
mana selektivitasnya adalah 68,99%, dan fraksi diesel kecil hanya 9,13%. Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak hanya NiMo / γ-Al2O3 memiliki kinerja hydrotreating yang layak,
itu juga bisa berarti selektivitas tinggi untuk hydrocracking dengan hidrokarbon rentang
bioavtur sebagai target. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa PFAD, residu yang
kurang dimanfaatkan, dapat dikonversi menjadi bioavtur, zat yang lebih bernilai yang
sangat diminati karena menipisnya bahan bakar fosil dan kemungkinan solusi untuk
masalah terkait emisi karbon dioksida.

Referensi 3: Promosi Produksi Bahan Bakar Bio-Aviation Dari Hydroprocessing Minyak


Jarak dengan Katalis Bifunctional Berbasis Nikel
Latar Belakang
Salah satu masalah paling serius di dunia adalah penipisan sumber daya berbasis
minyak bumi karena peningkatan industrialisasi dan motorisasi. Telah dilaporkan bahwa
sektor transportasi menggunakan 40% dari energi primer yang dikonsumsi di dunia.
Selanjutnya, pembakaran bahan bakar transportasi, khususnya di industri aviasi,
berkontribusi pada efek rumah kaca karena emisi karbon. Oleh karena itu, perlu dicari
sumber energi terbarukan, berkelanjutan, efisien dan emisi rendah. Biofuel dari minyak
nabati menunjukkan potensi yang menjanjikan dalam pembuatan bahan bakar cair.
Hidrokarbon telah diproduksi oleh teknologi HDO. Castor adalah jenis yang banyak
dibudidayakan, murah, ramah lingkungan . Sementara itu, minyak jarak telah lama dikenal
sebagai minyak obat dan bahan dalam industri oleokimia. sejauh ini minyak jarak belum
diteliti untuk bahan bakar bio-aviation oleh teknologi HDO.
Bahan bakar turbin adalah campuran hidrokarbon kompleks yang terdiri dari berbagai
kelas, seperti parafin (C8-C15), naphthene dan aromatik. Bahan bakar bio-aviasi terutama
Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 6
terdiri dari alkana yang digunakan sebagai komponen pencampur dalam bahan bakar
turbin, dengan proporsi terbesar menjadi kurang dari 50% menurut ASTM D7566. Oleh
karena itu, selektivitas C8-C15 tinggi dan tingkat isomerisasi menjadi poin kunci untuk
memenuhi standar pencampuran dari ASTM D7566. Sifat-sifat biofuel, seperti freezing
point, flash point dan viskositas dapat dipengaruhi oleh komponen dan tingkat isomerisasi.

Metode Penelitian
Material: Minyak jarak, MCM-41 (SBET: 842 m2 / g), SAPO-11 (SBET: 240,3 m2 / g), USY
(SBET: 655 m2 / g), ZSM-5 (SBET: 262,5 m2 / g) dan H-Beta (SBET: 650 m2 / g).
Persiapan Katalis: menggunakan metode dekomposisi prekursor hipofosfit untuk
mensintesis Ni2P / SAPO-11. Ni2P / SAPO-11 disiapkan dengan rasio mol P: Ni 1,5.

Gambar 1 hydroprocessing Minyak jarak dengan katalis bifunctional berbasis Ni


dengan variable keasaman

Pengukuran aktivitas Katalitik: katalitik Minyak jarak (bahan baku) diencerkan dengan
pelarut inert, cyclohexane, (rasio massa 1,5: 1) sebelum pemberian feed. Reaksi HDO
dilakukan dalam aliran kontinu fixed bed mikroreaktor. Butiran katalis itu, dihancurkan dan
diayak dengan 20–40 jala. Sampel produk reaksi dikumpulkan pada 1 jam interval setelah
periode stabilisasi 8 jam.

Tes kosong untuk HDO dan reaksi hidroisomerisasi menggunakan silika: Reaksi HDO
dari minyak jarak: silika digunakan dalam reaksi HDO minyak jarak dengan kondisi 3000C,
3 MPa, dan WHSV = 2 jam 1, dengan laju alir H2 160 mL min 1 di atmosfer tekanan.
Reaksi hidroisomerisasi C17-C18 (produk HDO minyak jarak): silika digunakan dalam reaksi
Hidroisomerisasi dari C17-C18 dalam kondisi 3600C, 3 MPa, dan WHSV = 2 jam 1, dengan
laju alir H2 160 mL min 1 pada tekanan atmosfer.

Hasil Analisa
Sintesis Ni2P / SAPO-11 dan USY – APTES – MCM-41
Ni2P / SAPO-11 berhasil disintesis dengan dekomposisi metode prekursor hipofosfit.
Puncak yang muncul dari fase Ni 2P dan Fase SAPO-11 ,dapat dilihat bahwa Partikel Ni 2P
didistribusikan secara lengkap di SAPO-11. Energi ikat yang lebih tinggi menunjukkan
kerapatan elektron yang lebih rendah, yang ditentukan oleh fase Ni2P.

Distribusi acid site untuk bifunctional berbasis Nikatalis


Distribusi acid site dari katalis bifunctional adalah ditunjukkan pada Tabel 2. Singkatnya,
suhu desorpsi Ni /SAPO-11, Ni2P / SAPO-11 dan NiAAg / SAPO-11 ditemukan 93,71 dan
80 0C, masing-masing (entri 1-3), dianggap berasal dari acid site yang lemah. Sedangkan
suhu desorpsi Ni / H-Beta, Ni /ZSM-5 (38, 50 dan 100) dan Ni / USY berada di kisaran
456–500 C yang menghubungkan ke site asam kuat. Akibatnya, bahan bakar dengan

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 7


rentang alkana yang berbeda dapat diperoleh dengan menggunakan katalis bifunctional
dengan tingkat keasaman yang berbeda.

Proses dua langkah untuk produksi bahan bakar aviasi olehminyak jarak
hydroprocessing
Kehadiran produk gas CO, CO2, CH4 dan C3H8 (analisis GC) disebabkan oleh dekarbilasi,
dekarboksilasi dan hydrocracking. Semakin tinggi mol C17 / C18 rasio Ni / SAPO-11
menunjukkan semakin pentingnya jalur dekarbonisasi, sedangkan rasio mol C17 / C18
yang lebih rendah dari Ni2P /SAPO-11 dan Ni / MCM-41 menunjukkan semakin
pentingnyajalur dehidrasi. Ni2P / SAPO-11 dan Ni / MCM-41 memiliki lebih banyak jumlah
asam lemah dari Ni / SAPO-11 (lihat hasil NH3-TPD) sebagai akibat meningkatnya tren
dehidrasi, yang mengarah padapeningkatan rasio molar C17 / C18. Selain itu, untuk Ni2P /
SAPO-11, ada dua alasan untuk jumlah asam lemah yang lebih besar. Pertama, diameter
partikel besar Ni2P dapat mencakup acid site SAPO-11. pembentukan PAOH,
menggantikanAlAOH, menghasilkan puncak bergerak ke daerah suhu rendah. Tingginya
hasil kisaran aviasialkana dapat diproduksi dari produk C17-C18 oleh yang kedua proses
yang terutama berfokus pada tingkat cracking dan isomerisasiuntuk katalis. Alkana C8-C15
dengan selektivitas isomerisasi tinggi diperoleh dengan hydrocracking dan isomerisasi
langkah pertama produk (C17-C18) pada serangkaian katalis dengan mol Ni / Ag yang
berbeda rasio yang didukung pada SAPO-11 (Ni + Ag = 25%). Dengan demikian dapat
ditemukan bahwa katalis Ni / SAPO-11 dan Pt / SAPO-11 memiliki aktivitas perengkahan
yang kuat yang menghasilkan rendemen lebih rendah pada bahan bakar jet kisaran dan
hasil tinggi C5-C7. Karena itu,tingkat cracking juga tergantung pada kekuatan asam
danjumlah katalis (lihat Tabel 2). Selain itu, adsorpsi NH3 puncak NiAAg / SAPO-11 lebih
rendah dari Ni / SAPO-11 dan Pt / SAPO-11. Dengan meningkatnya rasio molar Ni / Ag,
hasil dariC8-C15 dan selektivitas isomerisasi meningkat. Namun,ketika rasio molar Ni / Ag
lebih tinggi dari 44, hasil dariC8-C15 mulai berkurang (Tabel S1 entri 3–8), yang
ditunjukkanbahwa Ag yang berlebihan dapat menutupi bagian keasaman pada SAPO-11
terkemukauntuk menurunkan hasil C8-C15 dan selektivitas isomerisasi.

Tabel 2 Distribusi acid site dari kekuatan asam yang berbeda dan jumlah katalis
bifunctional berbasis Ni

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 8


Gambar. 2. Kurva NH3-TPD dari Ni / SAPO-11, Ni / MCM-41 dan Ni2P / SAPO-11 (a)
serta konversi C17 dan C18 dari hydrotreatment minyak jarak, kurva NH3-TPD
dariNiAAg / SAPO-11, Pt / SAPO-11 dan Ni / SAPO-11 (b).

Gambar 3. Distribusi produk untuk hydroprocessing minyak jarak (a) dan yield bio-jet
range alkana dan selektivitas isomerisasi (b) pada Ni / USY, Ni / MCM-41-USY, Ni /
MCM-41 – APTES (5%) - USY, Ni / MCM-41 – APTES (7.5%) - USY dan Ni / MCM-41 –
APTES (10%) - USY

Proses satu pot untuk produksi bahan bakar aviasi oleh hydroprocessing minyak
jarak
Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 9
Ni / MCM-41 – APTES – USY disintesis untuk menyiapkan fuel bio-aviasi range alkana
untuk menyesuaikan kekuatan asam katalis bifunctional. Ketika molekul trigliserida diserap
pada USY, yang membuat lebih banyak cracking yang menghasilkan produksi C5-C10.
Ketika molekul trigliserida diadsorpsi pada MCM-41, dapat diperoleh C17-C19.

Skema 1. Konversi minyak jarak dengan H2 dikatalisis oleh katalis bifungsional


berbasis nikel
Oleh karena itu, Ni / MCM-41 – USY menghasilkan lebih sedikit bahan bakar bio-
aviasirange alkana. Namun, masalah ini diselesaikan dengan penambahan APTES, yang
secara kovalen mengikat USY dan MCM-41 berdasarkan hasil eksperimen.

Mekanisme reaksi HDO untuk minyak jarak


Di dalam trigliserida asam risinoleat, ada tiga jenis gugus fungsi, yaitu grup ester, ikatan
rangkap tak jenuh dan grup hidroksil. Fase gas dan analisis fase cair menyatakan
pembentukan CO, CO2 dan C3H8, dan C5-C19 alkana dan H2O, secara berurutan.
Pertama, berdasarkan analisis GC-MS, komponen fase-gas dan cairan-untuk
hydroprocesing minyak jarak: dehidrasi (rute C), dekarbilasi, dekarboksilasi (rute A), ikatan
hidrogenasi rangkap tak jenuh (rute B) dan hydrocracking, yang mendominasi distribusi
produk. Transisi logam trigliserida tak jenuh dan asam zeolit berkontribusi terhadap tingkat
hydrocracking.

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 10


Gambar 4. 1H (400 MHz) Spektrum dari produk proses hidroprosesor minyak jarak
pada fase destilasi yang berbeda (I); dan 13C (400 MHz) spektrum minyak jarak dan
produkdari proses hidroprosesor minyak jarak pada berbagai fase distilasi (II),
spektrum 1H (400 MHz) minyak jarak (III); spektrum 13C (400 MHz) spektrum minyak
jarak (IV); (a, a1:castor, b, b1: produk HDO, c, c1: 1500C distilasi produk HDO, d, d1:
150–200 0C produk HDO distilasi, e, e1: 200–2500C produk HDO distilasi, dan f, f1 :
250–3000C distilasi produk HDO).

Rentang bahan bakar berbeda dapat diperoleh dengan Ni yang didukung pada kekuatan
asam zeolit yang berbeda. Spektrum minyak jarak 1H (400 MHz) jelas menunjukkan
resonansi proton termasuk kelompok ester (2), ikatan ganda tak jenuh(9-10) dan gugus
hidroksil (12) seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4 (III) (Sheldon, 2012). Dibandingkan
dengan fase distilasi yang berbeda produksi minyak jarak hydroprocessing. HDO,
decarbonylation, dekarboksilasi dan hydrocracking terjadi selama hydroprocessing dari
minyak jarak untuk menghasilkan alkana dan yang tidak mengandung grup karboksil, grup
ester, ikatan rangkap tak jenuh atau grup hidroksil tidak ditemukan dalam kisaran produksi
bahan bakar bio-aviasi alkana.

Sifat fisikokimia produk HDO dari proses hidroprosesorminyak jarak


Bahan bakar turbin aviasi dan bahan bakar rudal umumnya adalah campuran hidrokarbon
yang berasal dari distilasi minyak mentah minyak yang selektivitas hidrokarbon terutama di
antara fraksi gasoline dan fraksi diesel (C8-C15). Menurut ASTM D7566 (ASTM D7566-09,
2009), biofuel aviasi dapat digunakan dengan mencampur bahan bakar aviasi tradisional,
asalkan proporsi pencampuran kurang dari 50%. HDO produksi dari single pot dan proses
dua langkah memenuhi semua persyaratan pencampuran bahan bakar jet dasar, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel S2. Adalah normal bahwa density produk HDO sedikit rendah
karena tidak adanya sikloalkana, yang dapat diatasi dengan mencampur bahan bakar
aviasi tradisional.

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 11


C. Kesimpulan
1. Meningkatnya konsumsi avtur dari bahan minyak mentah fosil, menyebabkan menipisnya
cadangan minyak bumi secara global. Seiring dengan itu juga menyebabkan peningkatan
masalah emisi CO2 dari sektor penerbangan sebesar 2%. Oleh karena itu, perlu dicari
sumber energi terbarukan yang mempunyai emisi rendah dan ramah lingkungan. Adapun
alternatifnya adalah dari bahan minyak nabati seperti: getah pinus, kelapa sawit dan
minyak jarak untuk pembuatan bioavtur.
2. Referensi 1: Pembuatan bioavtur dari ekstraksi getah pinus (minyak terpentin) dengan
metode hidrogenasi tanpa menggunakan katalis. Dimana dihasilkan Senyawa hidrokabon
dengan rumus molekul C10H18 sebesar 5.52% dan titik beku produk yang telah memenuhi
standard spesifikasi bahan bakar avtur ASTM (-69°C vs -47°C).
3. Referensi 2: Untuk menghasilkan bioavtur dari PFAD melalui proses hydrotreating dan
hydrocracking. Parameter yang diteliti adalah suhu, rasio pelarut terhadap PFAD, loading
katalis, dan tekanan. Variasi parameter adalah sebagai berikut: suhu pada 350 oC dan
400oC, tekanan pada 40 bar dan 32,5 bar, rasio pelarut terhadap PFAD pada 2: 1 dan 1: 1,
dan katalis loading (% wt) pada 1%, 2 %, dan 3%. NiMo / γ-Al2O3 PIDO 120 1.3. Hasil
menunjukkan bahwa 400oC memberikan konversi asam lemak bebas/Free Fatty Acid (FFA)
yang lebih baik. FFA juga hampir sepenuhnya dihilangkan ketika katalis yang digunakan
adalah 3% weight. Rasio pelarut terhadap PFAD mempengaruhi konversi FFA secara
marginal, sementara pemuatan katalis yang lebih tinggi (3%) meningkatkan konversi FFA.
Hasil gas kromatografi menunjukkan bahwa rantai hidrokarbon berhasil di-hydrocracked
menjadi C9-C17. Selektivitas terbaik produk untuk rentang bioavtur dihitung pada 68,99%
(percobaan 4). Rasio pelarut mempengaruhi hydrocracking lebih signifikan daripada
loading katalis. Satu sampel dengan operasi suhu 400 oC dan rasio pelarut terhadap PFAD
1: 1 berada dalam kisaran kepadatan avtur konvensional. Dengan metode yang digunakan
dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa PFAD adalah bahan baku yang menjanjikan
untuk bioavtur.
4. Referensi 3: Bahan bakar bio-aviasi terbarukan diproduksi oleh proses hidroprosesor
minyak jarak menggunakan katalis bifunctional dengan kekuatan asam yang berbeda.
Dengan menerapkan proses dua langkah dan satu pot yang telah di desain, katalis
bifungsional dengan keasaman sedang dapat menghasilkan konversi minyak jarak atau
alkana C16-C19 menjadi yield yang banyak dari bahan bakar bio-aviasi dengan selektivitas
isomerisasi tinggi. Mekanisme HDO minyak jarak diperiksa oleh GC-MS dan Analisis NMR.
Sementara itu, produk HDO yang disiapkan dibandingkan dengan bahan bakar Jet, yang
menunjukkan bahwa produk HDO memenuhi persyaratan pencampuran bahan bakar jet
dasar.

D. Referensi
1. Daryanto, Cecep E. Rustana, dan Sabar P. Simanungkalit. 2016. Studi Karakteritik
Bioavtur Getah Pinus Berbasis Hidrogenasi. Jurnal Fisika dan Aplikasinya, 1 (1). 89-92.
2. J S Sabarman, E H Legowo, D I Widiputri dan A R Siregar. 2019. Bioavtur Synthesis From
Palm Fatty Acid Distillate Through Hydrotreating and Hydrocracking Process. Indonesia
Journal of Energy, 2 (2). 99-110.
3. Siyang Liu, Qingqing Zhu, Qingxin Guan, Liangnian He, Wei Li. 2015. Bio-Aviation Fuel
Production From Hydroprocessing Castor Oil Promoted By The Nickel-Based Bifunctional
Catalysts. Bioresource Technology, 183. 93–100 .

Utilization Bioavtur as Renewable Energy and Green Energy 12

Anda mungkin juga menyukai