Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Maka dari itu Indonesia membutuhkan fungisida dalam
jumlah besar setiap tahunnya agar tanaman tidak terkena penyakit. Salah satu bahan
baku pembuatan fungisida adalah ethylenediamine.
Ethylenediamine, atau pada umumnya dikenal sebagai etilendiamin (EDA)
adalah senyawa organik dengan rumus kimia C2H4(NH2)2. Cairan tak berwarna dan
berbau ammonia ini adalah basa kuat yang larut dalam air atau alkohol.
Dalam industri kimia, sebanyak 18% penggunaan EDA di dunia digunakan
untuk pembuatan fungisida. Selain itu, sebanyak 26% EDA digunakan sebagai
chelating agent, 6% sebagai zat aditif pada oil and fuels, 7% sebagai
polyamides/epoxy curing agent, 2% dalam petroleum production, dan 15% sebagai
bleach activator. Dalam industri tekstil, EDA digunakan sebagai defoamers, dyes
finishing agent, emulsifier, dan intermediate dalam pembuatan ethylenediamine
tetraacetic acid (EDTA) (Kirk-Othmer, 2004).
EDA masih sulit untuk didapatkan di Indonesia karena sangat minimnya
pabrik penghasil EDA di Indonesia. Kebutuhan EDA di Indonesia sebagian besar
dipenuhi dari impor, sementara harganya juga tidak murah, yakni berkisar di antara
3300-6600 USD/ton.
Keberadaan pabrik EDA di Indonesia diharapkan dapat mencukupi kebutuhan
Indonesia akan EDA dan mengurangi jumlah impor. Selain itu, pendirian pabrik
EDA di dalam negeri akan membuka lapangan kerja baru, menambah devisa, dan
mendorong berdirinya pabrik-pabrik berbahan baku EDA.
2. Tinjauan Proses
Pembuatan EDA untuk skala komersial dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Reaksi antara ethylene dichloride (EDC) dengan ammonia aqueous
Reaksi ini merupakan metode yang lebih tua dan yang mewakili sebagian
besar pabrik komersial yang menghasilkan seluruh senyawa keluarga
(DETA),
triethylenetetramine
(TETA),
dan
C2H8N2 + 2HCl
(1)
C2H8N2
+ C2H4Cl2 + NH3
C4H13N3 + 2HCl
(2)
C2H8N2
+ 2C2H4Cl2 + 2NH3
C6H18N4 + 4HCl
(3)
C2H8N2
+ 3C2H4Cl2 + 3NH3
C8H23N5 + 6HCl
(4)
Produk campuran
campuran produk. EDA yang didapat dari proses ini adalah sebesar 52%.
b. Reaksi aminasi katalitik monoethanolamine (MEA)
C2H7NO + NH3
C2H8N2
(6)
Reaksi ini lebih selektif daripada reaksi pertama, dengan hasil utama
berupa EDA meskipun DEDA, DETA, AEP, dan amine lain tetap terbentuk
dalam jumlah kecil. Pada reaksi ini, MEA, NH3, dan H2 (opsional) dilewatkan
ke fixed-bed catalyst pada suhu mendekati 250-350C dan tekanan 0,17-6,89
MPa (1,68-68 atm) untuk proses kontinyu, dan 1,38-34,47 MPa (13,62-340,19
atm) untuk proses batch. Waktu reaksi berkisar antara 1-6 jam untuk proses
batch, dan 3 menit sampai 5 jam untuk proses kontinyu.
Kunci untuk mendapatkan konversi tinggi dengan selektivitas yang tinggi
pula adalah katalis yang digunakan dalam proses. Katalis yang digunakan
dapat berupa zeolite dengan hasil konversi sekitar 80%. Reaksi ini dianggap
lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan reaksi yang pertama karena
hasil samping hanya dihasilkan dalam jumlah sedikit.
c. Reaksi aminasi katalitik ethylene glycol
EDA diproduksi dengan yield tinggi dengan mereaksikan ethylene glycol
dan NH3 pada fase cair pada suhu dan tekanan tinggi. Suhu yang digunakan
20-270C dengan tekanan 20,68-41,37 MPa (204,1-408,3 atm). Waktu reaksi
untuk
menentukan
proses
mana
yang
akan
dipilih.
Reaksi aminasi
katalitik MEA
Reaksi aminasi
katalik ethylen glycol
Keselamatan
Menggunakan suhu
tinggi dan tekanan
tinggi. Karena itu,
potensi kebocoran
tangki pun tinggi.
Menggunakan suhu
paling tinggi di
antara dua reaksi
lainnya. Untuk
proses kontinyu,
tekanan yang
digunakan tidak
terlalu tinggi, namun
pada proses batch
tekanan yang
digunakan cukup
tinggi.
Suhu yang
digunakan relatif
lebih rendah dari dua
reaksi lainnya,
namun tekanan yang
digunakan paling
tinggi di antara yang
lain. Potensi
kebocoran tangkinya
paling tinggi di
antara yang lain.
Produk
EDA yang
dihasilkan sebesar
52% dengan hasil
samping berupa
turunan
EDA yang
dihasilkan sebesar
45%, dengan hasil
samping dan
piperazine dalam
jumlah kecil.
Heat Duty
Temperatur yang
digunakan cukup
tinggi sehingga heat
duty-nya pun tinggi.
Temperatur yang
digunakan paling
rendah dari dua
reaksi lain sehingga
heat duty-nya paling
rendah.
Penggunaan
di Industri
Temperatur yang
digunakan paling
tinggi dari dua reaksi
lain sehingga heat
duty-nya paling
tinggi.
Tidak umum
digunakan dalam
industri komersial.
Weighting
Factor
Reaksi EDC
dengan NH3
aqueous
Reaksi aminasi
katalitik MEA
Reaksi aminasi
katalik ethylen
glycol
Keselamatan
0,4
Produk
0,3
Heat Duty
0,2
Penggunaan
di Industri
0,1
Total
1,0
4,9
Kapasitas, ton/tahun
80.000
120.000
35.000
20.000
45.000
45.000
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kapasitas pabrik paling besar di
dunia dimiliki oleh Union Carbide Corporation yaitu sebesar 120.000
ton/tahun, sementara kapasitas terkecil adalah Bayer Company sebesar 20.000
ton/tahun.
c. Data Permintaan Produk
Penentuan kapasitas pabrik dapat juga mengacu pada data permintaan
produk. Selama ini, Indonesia masih memenuhi kebutuhan EDA dengan
mengimpor EDA dari luar negeri. Berikut adalah data impor EDA di
Indonesia selama 5 tahun terakhir:
Impor (ton)
2009
1.558,544
2010
3.126,806
2011
2.604,756
2012
3.366,848
2013
3.400,693
Dari data impor EDA yang diperoleh, dapat dilakukan prediksi kebutuhan
impor Indonesia beberapa tahun ke depan, dalam hal ini hingga tahun 2020. Prediksi
yang dilakukan dapat ditunjukkan pada grafik berikut:
pembuatan EDA tersedia dalam jumlah yang cukup banyak sehingga penyediaan
bahan baku bukan merupakan faktor utama penentu kapasitas pabrik.
Lalu dari aspek permintaan produk, dapat diperkirakan secara kasar bahwa
pada tahun 2020 kebutuhan impor Indonesia akan EDA di atas 6.000 ton/tahun.
Tetapi angka ini terlalu kecil untuk dijadikan kapasitas pabrik dan kurang ekonomis
sehingga perlu ada pertimbangan lain.
Jika melihat data kapasitas pabrik yang telah beroperasi di dunia, dapat dilihat
bahwa kapasitas pabrik yang terkecil adalah 20.000 ton/tahun. Di sisi lain,
kebutuhan EDA Indonesia pun hanya 6.000 ton/tahun, dan jika dibuat sebuah pabrik
dengan kapasitas di atas kebutuhan Indonesia, produksi EDA akan berlebih. Maka,
saat kebutuhan EDA Indonesia telah terpenuhi, EDA dapat diekspor ke luar negeri
karena kebutuhan dunia akan EDA juga cukup tinggi. Dengan pertimbanganpertimbangan tersebut maka pabrik EDA yang akan didirikan dalam perancangan ini
memiliki kapasitas sebesar 20.000 ton/tahun.
4. Penentuan Lokasi Pabrik
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam pendirian sebuah pabrik
adalah penentuan lokasi dimana pabrik akan didirikan. Hal-hal yang menjadi
pertimbangan dalam penentuan lokasi sedapat mungkin berdampak terhadap
keuntungan baik ditinjau dari segi teknis maupun ekonomis.
Pabrik EDA ini direncanakan akan didirikan di Kawasan Industri Cikarang.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Ketersediaan bahan baku
Bahan baku utama pada proses pembuatan EDA adalah EDC dan NH3 yang
didapat dari pabrik di Indonesia. Bahan baku EDC direncanakan berasal dari PT.
Sulfindo Adiutama yang berada di Cilegon, sementara bahan baku NH3 berasal
dari PT. Pupuk Kujang Cikampek.
10
g. Pengelolaan limbah
Lokasi pabrik yang direncanakan di kawasan industri Cikarang akan terikat
dengan peraturan pemerintah daerah setempat mengenai masalah limbah. Untuk
limbah cair, setelah dilakukan waste treatment dapat dibuang ke Sungai Cikarang.
Untuk limbah padat yang tergolong limbah B3 dapat dibuang ke daerah Cibinong,
Jawa Barat untuk dilakukan treatment lebih lanjut oleh pihak yang berwenang.
h. Faktor ekonomi, sosial, dan hukum
Sesuai kebijakan pemerintah tentang kebijakan pengembangan industri,
Cikarang telah dijadikan sebagai kawasan industri sehingga faktor-faktor lain
seperti iklim, karakteristik lingkungan, dampak sosial serta hukum telah
diperhitungkan. Dari faktor ekonomi, hal ini menguntungkan karena pendapatan
dari sektor industri akan meningkat dengan semakin banyaknya jumlah industri
yang berdiri.
11
DAFTAR PUSTAKA
Costabello, D., et al, 1965, Process For Making Ethylene Diamine by Treating
Ethylene Dichloride with Ammonia and Separation of Vinyl Chloride from
Ammonia, United States Patent Office
Deeba, et al, 1990, Production of Ethylenediamine from Monoethanolamine and
Ammonia, United States Patent
Dylewski, S.W., et al, 1956, Production of Ethylene Polyamines, United States Patent
Office
Fitz-Willian, C.B., 1964, Production of Ethylenediamine, United States Patent Office
Kirk, R.E. and Othmer, D.F., 2004, Encyclopedia of Chemical Technology, Vol. 7,
4th ed., John Wiley and Sons Inc, New York
http://chemicals-technology.com/ diakses pada tanggal 28 November 2014
http://comtrade.un.org/ diakses pada tanggal 25 November 2014
http://english.jl.gov.cn/ diakses pada tanggal 2 Desember 2014
http://icis.com/ diakses pada tanggal 24 November 2014
http://inchem.org diakses pada tanggal 28 November 2014
12