Anda di halaman 1dari 27

1

BAB 1
KARAKTERISTIK LPG
1.1 Pendahuluan
Liquefied Petroleum Gas (LPG) merupakan bahan bakar berupa gas yang
dicairkan. LPG merupakan produk minyak bumi yang diperoleh dari proses
distilasi bertekanan tinggi. Fraksi yang digunakan sebagai feed dapat berasal dari
gas alam atau gas hasil dari pengolahan minyak bumi. Komponen utama LPG
terdiri dari hidrokarbon jenuh ringan, yaitu propana (C 3H8) dan butana (C4H10).
Sebagian kecil konsentrasi dari hidrokarbon lain juga terdapat pada LPG dimana
komposisi hidrokarbon tersebut bergantung pada sumber LPG dan pengolahan
produksi yang dilakukan. LPG mempunyai rata-rata nilai kalori 21.000 BTU/lb.
LPG merupakan gas yang berada pada tekanan atmosfer dan temperatur
normal, tetapi dapat dicairkan ketika tekanan sedang (moderate) digunakan atau
ketika temperatur cukup berkurang. Perubahan wujud menjadi cair akan
mempermudah dengan proses pengemasan, penyimpanan, penyaluran, dan
pemanfaatan sehingga LPG menjadi sumber energi ideal untuk berbagai aplikasi.
1.2 Karakteristik LPG
a. Tekanan Uap
Tekanan pada tempat penyimpanan LPG (vessel atau tabung) akan sama
dengan tekanan uap yang sesuai dengan suhu LPG pada tempat penyimpanan
yang. Tekanan uap tergantung pada suhu dan rasio campuran hidrokarbon yang
menyebabkan nilai tekanan akan bervariasi. Propana memiliki tekanan uap sekitar
7 bar, sedangkan butana sekitar 2 bar. Tekanan uap dalam tabung yang berisi
sebagian besar propana akan jauh lebih tinggi dari tabung yang mengandung
sebagian besar butana. Tabung yang mempunyai kandungan propana lebih tinggi
tidak bisa ditempatkan di dalam ruangan.
Ketika LPG digunakan, sebagian tekanan dalam wadah dilepaskan.
Sebagian cairan dari LPG akan mendidih untuk menghasilkan uap. Cairan
mendidih tersebut dinamakan liquid boils. Panas yang dibutuhkan untuk
mengubah cairan menjadi uap disebut panas laten penguapan. Liquid boils akan
menarik energi panas dari lingkungan. Hal ini yang membuat wadah LPG terasa

Universitas Indonesia

dingin saat disentuh. Ketika LPG tidak digunakan, tekanan akan kembali ke nilai
ekuilibrium. Nilai ekuilibrium tekanan bergantung pada suhu lingkungan sehingga
tekanan yang dihasilkan bervariasi. Untuk memastikan agar pasokan tekanan
konstan, digunakan regulator untuk mengatur tekanan.
b. Densitas
Densitas LPG didefinisikan sebagai massa per satuan volume (kg/L) pada
11

suhu tertentu. LPG cair memiliki densitas sekitar 0,54 kg/L pada 15C dan lebih
ringan dari air. LPG cair cukup ringan sekitar setengah dari berat air. Uap yang
dihasilkan LPG memiliki densitas sekitar 1,9 kali dari udara. Jika kebocoran
terjadi, uap LPG yang lebih berat dari udara akan mengalir di sepanjang
permukaan tanah dan tersimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu, ruangan yang digunakan untuk menyimpan tabung LPG harus
memiliki tingkat ventilasi memadai yang diletakkan rata dengan tanah atau
dinaikkan sedikit. Hal ini dimaksudkan apabila ada kebocoran LPG, gas tersebut
bisa cepat keluar dan bercampur dengan udara bebas.
c. Laju Ekspansi Termal
Laju ekspansi termal LPG sekitar 10 kali lipat dari air. Cairan tidak dapat
dikompresi sehingga parameter tersebut menjadi unsur penting untuk menentukan
cara penyimpanan, penanganan, dan pengisian. Tabung tidak boleh diisi melebihi
85% dari volume internal. Ketika katup dari LPG dibuka, tekanan di dalam tabung
berkurang dan cairan mulai menguap (mendidih) pada tekanan rendah. Penguapan
ini menyebabkan suhu gas akan menurun. Jika off-take gas terlalu tinggi, suhu gas
akan turun hingga dibawah 0oC dan es akan mulai terbentuk pada bagian bawah
dinding luar tabung. Propana dan butana yang memiliki titik didih sekitar -42,1 oC
dan -0,5oC akan mengalami pemisahan. Propana akan terus mendidih sementara
butana tetap dalam bentuk cair pada suhu di bawah titik didih -0,5oC.
d. Warna
LPG tidak berwarna baik dalam fase cair atau uap. Jika kebocoran terjadi,
penguapan cairan pada LPG akan mendinginkan atmosfer dan terkondensasi
menjadi uap air. Uap air akan membentuk kabut putih yang dapat dilihat sebagai
tanda bahwa terjadi kebocoran.

Universitas Indonesia

e. Bau (odor)
LPG memiliki bau yang sangat samar sehingga perlu dilakukan
penambahan zat pembau agar kebocoran dapat dideteksi. Pembau yang
ditambahkan harus melarut sempurna dalam LPG dan tidak boleh mengendap.
Pembau yang digunakan adalah etil merkaptan (C 2H5SH) atau butil merkaptan
(C4H9SH).
f. Toksisitas (Toxicity)
LPG tidak beracun, tetapi apabila terjadi kebocoran dengan konsentrasi
sekitar 2-3% di udara dapat menyebabkan anestesi yang dapat mengakibatkan
pusing dan pingsan. Apabila kebocoran terjadi di ruang tertutup, uap LPG dapat
menggantikan oksigen di ruangan tersebut dan yang dapat mengakibatkan
gangguan saluran pernapasan pada orang yang ada di dalamnya.
g. Flammability
Ketika LPG bercampur dengan udara, campuran high flammable dapat
terbentuk. Kisaran flammability antara 2%-11% dari volume gas di udara.
Jangkauan ledakan ini lebih sempit dari bahan bakar gas lainnya.
h. Calorific Value
Calorific value adalah jumlah panas atau energi yang dihasilkan yang
diukur sebagai gross calorific value dan net calorific value. Gross calorific value
mengasumsikan semua air yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya
terkondensasi. Net calorific value mengasumsikan air yang dihasilkan bersama
dengan produk pembakaran tidak sepenuhnya terkondensasi.
Sebagian besar peralatan pembakaran gas tidak dapat memanfaatkan
kandungan panas dari uap air sehingga gross calorific value tidak dijadikan acuan.
Bahan bakar dibandingkan berdasarkan nilai net calorific value, terutama untuk
gas alam, karena peningkatan hasil kandungan hidrogen dalam air yang tinggi
selama pembakaran.
i. Pembakaran
Reaksi pembakaran LPG dapat meningkatkan volume produk dan mampu
menghasilkan panas. LPG membutuhkan hingga 50 kali dari volume udaranya
untuk pembakaran sempurna.

Universitas Indonesia

BAB 2
PROSES PENGOLAHAN LPG
2.1 Kolom Pengolahan LPG
a. De-ethanizer
Dalam proses perolehan LPG terdapat empat kolom utama yang
digunakan. Pada tahap pertama, kolom yang digunakan adalah kolom deethanizer. De-ethanizer berfungsi untuk memisahkan gas metana dan etana dari
gas-gas yang lainnya. Gas metana dan etana dihasilkan sebagai produk atas pada
kolom de-ethanizer. Kedua gas tersebut dibiarkan berada pada fase uap sehingga
kondenser tidak diperlukan karena tidak ada suatu keperluan tertentu untuk
mencairkan kedua gas tersebut, terutama dengan kandungan yang sedikit,.
Dalam de-ethanizer ini, 100% metana dan etana yang terkandung dalam
feed dapat dipisahkan dan meninggalkan kolom melalui bagian atas. Produk ini
selanjutnya akan digunakan secara internal sebagai bahan bakar untuk
menghasilkan uap yang digunakan pada reboiler. Panas dikirimkan ke kolom
dengan menggunakan pompa reboiler. Hidrokarbon yang lebih berat daripada
etana akan meninggalkan kolom sebagai produk bawah dengan fasa cair untuk
selanjutnya dikirim ke kolom de-butanizer.
b. De-butanizer
De-butanizer digunakan pada proses selanjutnya karena produk bawah
dari kolom de-ethanizer mengandung propana (2% fraksi massa) dan butana (5%
fraksi massa) dalam jumlah kecil. Dengan demikian, proses selanjutnya hanya
membutuhkan kolom dan beban reboiler yang lebih kecil sehingga proses berjalan
secara lebih ekonomis dan efisien.
Sebelum memasuki kolom de-butanizer, produk bawah de-ethanizer
diekspansikan dari 26 bar hingga 17 bar dan masuk ke de-butanizer dalam fasa
campuran. Umpan ini kemudian dipisahkan hingga menghasilkan propana dan
butana sebagai produk atas dan hidrokarbon yang lebih berat (C 5+) sebagai
produk bawah. Produk atas tersebut seluruhnya dikondensasikan dalam kondenser
dan kondensat yang terbentuk ditampung dalam reflux drum. Reflux drum
digunakan untuk menghindari kavitasi pada pompa. Pada kolom ini panas
dihasilkan oleh reboiler dan disirkulasikan oleh pompa sirkulasi reboiler. Sekitar
100% propana dan 99% butana dapat di-recovery dari umpan sebagai produk atas

Universitas Indonesia

pada kolom de-butanizer. Aliran ini meninggalkan kolom dan dikirimkan ke


kolom de-propanizer unutk memisahkan propana dan butana. Sementara itu,
produk bawah yang terdiri dari pentana dan hidrokarbon lain yang lebih berat
akan disimpan sebagai natural gasoline. Produk bawah tersebut akan didinginkan
oleh heat exvhanger sebelum dikirimkan ke tampat penyimpanan karena produk
bawah memiliki suhu tinggi (>200C).
c. De-propanizer
Pada tahap selanjutnya, aliran propana dan butana memasuki kolom de14

propanizer sebagai umpan berfasa campuran setelah sebelumnya diekspansikan


dari 16 bar hingga menjadi 10 bar. Kolom de-propanizer memisahkan propana
sebagai produk atas da butana sebagai produk bawah. Kondenser digunakan untuk
mengkondensasikan seluruh produk atas dari kolom de-propanizer. Kondensat
dikumpulkan dalam reflux drum kolom de-propanizer. Sejumlah produk atas
kemudian dikirimkan kembali ke dalam kolom sebagai refluks dan sisanya
dijadikan sebagai produk atas dalam fase cair. Sama dengan kolom-kolom
lainnya, panas pada kolom ini juga disediakan oleh reboiler dan disirkulasikan
oleh pompa sirkulasi reboiler. Terdapat sekitar 99.9% propana dapat di-recovery
sebagai produk atas dan 99.9% butana di-recovery sebagai produk bawah. Produk
butana tersebut masih berupa campuran antara i-butana dan n-butana dan
selanjutnya dikirimkan ke splitter butana untuk memperoleh i-butana dan nbutana sebagai produk terpisah, karena harga jualnya dapat menjadi lebih tinggi
jika dibandingkan dengan butana campuran (field grade).

Universitas Indonesia

2.2 Proses Pengolahan LPG dari Gas Alam

Gambar 2.3 Natural Gas Process Plant


(Sumber : http://www.investmentu.com/images/ngprocessplant1.jpg)

Gambar diatas adalah ilustrasi dari proses pengolahan gas alam menjadi
produk-produknya. Gas alam yang didapatkan dari lapangan gas dipisahkan
dengan minyak atau kondensat terlebih dahulu, karena sumur gas pasti
mengeluarkan produk berfasa cair pula. Selanjutnya, gas alam tersebut diproses
untuk menghilangkan kandungan airnya. Proses ini dikenal sebagai proses
dehidrasi. Proses ini menggunakan prinsip absorpsi dengan menginjeksikan etilen
glikol untuk mengabsorp air. Dapat pula dibuat kolom dehydrator yang berisikan
silica gel dan activated alumina dengan prinsip ekstraksi.
Selanjutnya, gas alam keluaran kolom dehydrator diproses kembali untuk
menghilangkan kontaminan-kontaminan lain seperti CO 2 dan H2S. Proses
pemisahan ini lebih dikenal sebagai amine gas treating. Gas keluaran hasil proses
ini disebut sweet gas dan akan diproses untuk memisahkan beberapa komponen
penting. Demetanizer adalah proses pemisahan pertama produk, dimana metana
dipisahkan dari komponen lainnya. Selanjutnya, adalah proses pemisahan etana
dari komponen lainnya atau yang lebih dikenal sebagai deetanizer. Umumnya
proses demetanizer dan deetanizer dapat digabung agar biaya yang diperlukan

Universitas Indonesia

lebih murah. Proses selanjutnya adalah depropanizer dan debutanizer dimana


dilakukan pemisahan propana dan butana.
2.3 Proses Recovery LPG
a. Recontacting-compression
Proses ini biasanya digunakan untuk recovery LPG dari fraksinasi minyak
bumi. Teknik ini sangan banyak digunakan di industri gas. Produk atas dari
fraksinasi minyak bumi mengandung fraksi ringan seperti metana, etana,
propana, dan butana. Produk atas ini di kompresi dan dicampurkan dengan
produk atas yang berupa cairan, kemudian didinginkan dan diumpankan ke dalam
separator. Fasa liquid dari separator akan melewati deethanizer dan fasa uapnya
mengandung sebagian fraksi LPG digunakan sebagai fuel gas. Produk cair dari
deethanizer adalah LPG. Kemampuan recovery dari teknik ini adalah sekitar
75%. (Elvers, Barbara 2008).
b. Refrijerasi
Teknik ini umum digunakan untuk recovery gas LPG dari gas alam.
Prinsip dari teknik ini didasari oleh pendinginan dari aliran gas dan LPG akan
didapatkan. Fraksi yang telah dilakukan proses recovery akan difraksionasikan
kembali untuk mendapatkan komponen LPG yang kita inginkan. Teknik ini
dibagi menjadi beberapa proses, yaitu :

Separasi pada suhu rendah


Ekspansi
Proses kombinasi

c. Lean oil absorption


Metode ini menggunakan minyak hidrokarbon untuk recover fraksi yang
lebih ringan. Proses ini digunakan pada refinery industry dan gas processing
plant. Kemampuan recovery dari teknik ini adalah 98%.
d. Adsorpsi
Adsorben digunakan pada proses ini sehingga molekul gas terikan pada
permukaan. Adsorben yang umum digunakan adalah silica gel, activated carbon
dan alumina. Kemampuan recovery dengan proses ini jauh lebih rendah
dibandingkan proses yang sudah disebutkan diatas.

Universitas Indonesia

BAB 3
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LPG
3.1 Teknologi Kolom Distilasi Petyuk
Distilasi merupakan salah satu langkah terpenting untuk memisahkan
produk mentah ke pada produk yang lebih bernilai ekonomis. Namun, distilasi
merupakan proses yang juga paling banyak membutuhkan energi. Menurut Ogisty
(1995), energi yang dibutuhkan oleh kolom distilasi sekitar 3% dari total seluruh
konsumsi energi di Amerika Serikat (Christiansen et al,1997). Untuk itu,
dibutuhkan teknologi terbaru yang bisa memfasilitasi efisiensi energi untuk
pemisahan produk. Untuk meningkatkan efisiensi, pada setiap proses distilasi, ada
dua alternatif yang bisa dilakukan berdasarkan literatur dan praktisi industri :
1. Integrasi susunan distilasi konvensional termasuk susunan sekuensial
kolom dengan integrasi energi antara kolom atau bagian lain dari pabrik.
2. Mendesain konfigurasi baru termasuk kolom dengan dinding pemisah
yang terdiri dari kolom biasa dengan umpan dan aliran samping produk
dipisahkan oleh dinding vertikal melewati tray yang diusulkan pertama
kali oleh Wright (1949). Konfigurasi tersebut biasanya disebut dengan
Petyuk kolom setelah Petyuk et al (1965) meneliti tentang skema tersebut.
Kolom ini membuat efisiensi energi dan biaya.
Untuk pemisahan tiga campuran, ada tiga skema yang bisa dilakukan :

sistem dengan rectifier pada sisinya


sistem dengan stripper pada sisinya
sistem fully thermally coupled atau Petyuk kolom.

Dengan menggunakan interkoneksi cairan dan uap antara kedua kolom, ada dua
efek besar yang bisa didapatkan, yaitu :
a. Pengurangan konsumsi energi
b. Tidak ada panas yang hilang dari sistem distilasi tersebut.

18
Universitas Indonesia

Gambar 3.1 Notasi laju alir untuk desain petyuk dengan Pre-fractionator dan kolom utama
(sumber : Department of Petroleum Engineering and Applied Science, Norwegian University)

Gambar 3.2 Integrasi implementasi Pre fractionator dan kolom utama.


(sumber : Department of Petroleum Engineering and Applied Science, Norwegian University)

Universitas Indonesia

10

Kolom petyuk adalah susunan kolom untuk memisahkan tiga atau lebih
komponen dengan menggunakan satu reboiler dan satu condenser dimana
kemurnian

dari

produk

didapatkan

dengan

meningkatkan

jumlah

tray

(Christiansen et al, 1997). Kolom petyuk terdiri dari pre-fractionator yang diikuti
oleh kolom utama dengan tiga aliran produk. Susunan ini berdampak pada
konsumsi enegi yang rendah dari sistem dengan kolom disampingnya dengan
penghematan sebesar 30% bila dibandingkan dengan skema konvesional (Glinos
dan Malone, 1998 ; Fidkowski dan Krolilowski, 1990).
Penelitian tentang kolom petyuk telah lama dilakukan namun masih sedikit
yang mengimplementasikannya. Alasan utamanya adalah kolom petyuk
mempunyai banyak derajat kebebasan pada desain dan operasinya bila
dibandingkan dengan kolom distilasi biasa. Hal ini membuat sistem kontrolnya
menjadi lebih kompleks.
3.2 Teknologi Membran
Penggunaan membran mulai dikembangkan untuk proses recovery
kandungan LPG pada aliran gas, terutama gas yang akan dibakar menjadi fuel gas
atau bahkan dibuang melalui flare. Pada aliran tersebut, masih terkandung
beberapa bagian LPG yang masih bisa dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk mengambil LPG yang terkandung
dari aliran gas tersebut. Membran secara efisien dapat memisahkan LPG dari
aliran associated gas. Poin yang menjadi kelebihan LPG adalah gas ini mudah
untuk disimpan dan ditransportasikan serta bisa digunakan secara local.
Associated gas kaya akan kandungan hidrokarbon yang lebih ringan jadi
memisahkan LPG dan fraksi yang lebih berat dari gas flare mengurangi emisi
karbon dan kandungan nilai BTU pada gas bisa digunakan untuk utilitas pabrik.
Pada beberapa situasi, pemisahan LPG dari aliran associated gas bisa melakukan
recovery metana dengan mudah yang bisa digunakan secara lanjut untuk unit
LNG dan CNG dan dapat digunakan sebagai fuel gas atau dipipakan untuk
konsumen yang dekat dengan pabrik. Beberapa kelebihan penggunaan membran
dalan separasi LPG adalah :

Universitas Indonesia

11

Efisiensinya tinggi dari associated gas dengan tidak terlalu

menghabiskan tempat.
Tidak butuh ekspander, absorber dan pendinginan kriogenik (hanya

alat konvensional dengan membran).


Mudah dalam instalasi dan operasi.

Gambar 3.3 Skema Proses Separasi LPG dari Associated Gas dengan Membran
(sumber : Anonim. 2009. LPG Recovery from Associated Gas)

Proses separasi dengan menggunakan membran terdiri dari langkah berikut :


1. Kompresi konvensional sampai tekanan 350 psi.
2. Pendinginan dan kondensasi C3+ dengan Heat Exchanger pada suhu 60oC.
3. Separasi dengan membran untuk memisahkan gas LPG dari aliran gas
tersebut.
4. Fraksionasi untuk memproduksi LPG dan kondensat.

Universitas Indonesia

12

BAB 4
EKONOMI & LINGKUNGAN
4.1 Aplikasi LPG
Apikasi LPG dalam kehidupan sehari-hari sangatlah luas. Penggunaannya
sangat bervariasi, mulai dari industri makanan hingga transportasi (automotive
LPG). Konsumsi LPG bergantung pada kondisi pasar lokal. LPG sangat banyak
digunakan dalam indsutri makanan, seperti hotel, rumah makan, bakery dam lainlain. Hal tersebut didasarkan pada rendahnya kandungan sulfur pada LPG. Selain
itu, suhu yang dapat dikontrol juga menjadi faktor banyaknya penggunaan LPG
dalam industri makanan. Selain industri makanan, berikut adalah beberapa contoh
penggunaan LPG dalam berbagai industri :
Industri gelas dan keramik : proses manufaktur dalam industri gelas atau
keramik melibatkan cukup banyak reaksi kimia yang kompleks.
Penggunaan bahan bakar yang bersih seperti LPG dapat meningkatkan
kualitas produk sehingga dapat mengurangi masalah teknis yang

berhubungan dengan aktivitas manufaktur.


Industri bangunan : pada industri bangunan, LPG sangat berguna pada
proses pembuatan semen. Kemudahan dalam pengaturan panas, serta
kandungan sulfur yang rendah adalah kelebihan dari LPG yang dapat
meningkatkan

kualitas

semen

dan

memudahkan

dalam

operasi

pembakaran.
Industri pertanian : dalam industri ini, LPG digunakan dalam proses
pengeringan

(drying)

hasil

panen.

Proses

pengeringan

tersebut

menggunakan LPG, karena proses pengeringan hasil panen memerlukan


bahan bakar yang bersih dan rendah sulfur untuk menghindari terjadinya
kontaminasi sulfur dan timbulnya rasa atau bau yang tidak enak pada

barang hasil panen.


Industri otomotif : LPG digunakan dalam industri dalam bentuk
automotive LPG atau autogas. Automotive LPG merupakan bahan bakar
yang bersih dengan oktan tinggi. Kelebihan utam dari automotive LPG
adalah tidak adanya kandungan timbal, serta kandungan yang sangat
rendah pada sulfur, logam, aromatik dan kontaminan lainnya. Berikut
adalah kandungan automotive LPG 112
di berbagai negara di dunia.
Universitas Indonesia

13

Tabel 4.1 Perbandingan komposisi automotive LPG pada beberapa negara

Negara
Austria
Belgia
Denmark
Perancis
Yunani
Inggris
Jerman

Propana (%)
50
50
50
35
20
100
90

Butana (%)
50
50
50
65
80
10

(Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 2012)

4.2 Supply & Demand secara Global


Salah satu hal unik yang terdapat pada LPG adalah suatu kenyataan bahwa
hampir seluruh LPG dihasilkan sebagai suatu produk samping dari suatu proses.
Sekitar 2/5 supply LPG berasal dari pengilangan minyak mentah, dari
associated gas yang terikut bersamaan dengan produksi minyak mentah dan
sisanya lagi berasal dari gas alam. Produksi LPG ditentukan oleh hasil dari proses
kilang minyak, produksi minyak mentah dan produksi gas alam. Produksi LPG
tidak dapat merespon secara cepat terhadap perubahan permintaan. Oleh karena
itu, permintaan harus menyesuaikan diri terhadap fluktuasi pasokan. Hal tersebut
terutama terjadi dalam industri petrokimia (3-7% dari permintaan global) yang
sangat sensitif terhadap harga. Sebaliknya, permintaan komersial dan rumah
tangga untuk keperluan memasak dan pemanasan (lebih dari setengah permintaan
global) tidak terlalu sensitif terhadap harga, begitu pula terhadap penggunaan
untuk keperluan bahan baku kimia (20%) dan industri (9%). Permintaan yang lain,
yaitu sebesar 9% berasal dari permintaan terhadap autogas yang dapat digunakan
sebagai pengganti gasolin. Hasil kilang minyak yang rendah pada tahun 2009
sempat membuat produksi LPG jatuh untuk pertama kalinya sejak 25 tahun, tetapi
produksi LPG kembali meningkat secara drastis pada tahun 2010.
Negara pengekspor LPG terbesar di dunia adalah negara-negara Timur
Tengah, diikuti dengan Afrika (daerah utara dan sub-sahara). Pada tahun 2010,
negara pengekspor terbesar adalah Saudi Arabia, diikuti oleh Qatar dan Algeria.
Pada daerah Sub-Sahara Afrika, pengekspor terbesar adalah Nigeria. Pada daerah
Timur Tengah dan Afrika, kerusuhan sosial telah mengancam produksi LPG yang
menyebabkan gangguan serius terhadap perdagangan dan penetapan harga LPG.

Universitas Indonesia

14

Amerika Serikat dan Kanada membentuk daerah produksi LPG terbesar di dunia
dan menjadi negara net exporter pada 2009, dimana hal tersebut sangat
dipengaruhi oleh eksplorasi shale gas & oil yang dilakukan kedua negara tersebut.
Harga propana (komponen penting LPG) di Amerika Serikat lebih rendah 10%
dibandingkan harga rata-rata dunia sejak tahun 2008.
China adalah konsumen terbesar terbesar LPG untuk kebutuhan komersial
dan rumah tangga. Di daerah lain, kebutuhan komersial dan rumah tangga
mencapai 95% dari total kebutuhan sub-benua India dan Afrika (konsumsi
terbesar terdapat di bagian utara) dan dari total kebutuhan LPG di Amerika latin
dan kepulauan Karibia. Dalam satuan konsumsi per kapita, daerah Sub-Sahara
Afrika menduduki peringkat terbawah dan sebaliknya, Meksiko dan Ekuador
menjadi negara dengan konsumsi LPG per kapita terbanyak. Ekuador memberikan
subsidi yang besar untuk rumah tangga hingga mengurangi harga LPG hingga
menjadi US$ 0.11 per kg, yaitu harga terendah di dunia. Untuk aplikasi autogas,
Republik Korea menjadi pasar terbesar. Sementara itu, diantara negara-negara
berkembang, Turki, Rusia, Meksiko dan Thailand adalah 10 besar konsumen
terbesar autogas pada tahun 2008.
4.3 Supply Chain
LPG adalah campuran yang sebagian besar kandungannya adalah propana
dan butana. Pada tekanan atmosfer, propana berfasa gas pada suhu di atas -42C
dan butana berfasa gas pada suhu di atas -0.5C. Rasio antara propana dan butana
dalam LPG bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya. Tidak seperti gas
alam yang terangkat, LPG akan berada pada permukaan tanah jika bocor sehingga
dapat meningkatkan resiko untuk meledak. Oleh karena itu, LPG ditandai dengan
bau agar dapat lebih mudah terdeteksi.
Pada fasa gas, propana dan butana dapat memenuhi ruang sebanyak 250
kali lipat dibandingkan pada saat berfasa cair. Untuk itu, LPG ditekan di dalam
wadah logam pada suhu ambient atau didinginkan untuk dikirim dan disimpan
sebagai liquid. Kebutuhan untuk menjaga agar LPG tetap betekanan atau dingin
serta penggunaan logam sebagai wadahnya, misalnya baja khusus digunakan
untuk membuat tangki penyimpanan LPG di kapal laut, menambah sejumlah
biaya yang cukup dapat diperhitungkan terhadap biaya penyediaan LPG. Biasanya
untuk ukuran lebih dari 10000 ton, LPG didinginkan selama transportasi dan

Universitas Indonesia

15

penyimpanan, sementara untuk ukuran di bawah 3000 ton, LPG diberi tekanan
hingga berubah fasanya. Bergantung pada komposisi LPG, kapal LPG terbesar
dapat mengangkut sebanyak 45000 ton, terdiri dari empat tangki yang masingmasing berkapasitas 11000 ton. Kemacetan di pelabuhan pada proses unloading
untuk importer dan penundaan proses loading untuk exporter dapat menambah
biaya pelabuhan bagi masing-masing pihak. Berbagai faktor yang terjadi pada
sebagian besar perdagangan LPG diatur dalam bentuk kontrak. Akibatnya, tidak
seperti produk minyak lainnya, pasar LPG hanya memiliki sedikit titik transaksi.
Pihak-pihak yang terlibat dalam rantai supply (supply chain) dari LPG
antara lain adalah
Produser : menjual LPG di tempat pengilangan minyak atau tempat
pemrosesan gas alam.
Trader dan marketer : membeli LPG dalam jumlah besar dari produser
atau dari pasar lintas benua, menyimpannya dalam tempat penyimpanan
yang besa (primer), lalu menjualnya ke penjual lain, distributor, retailer
dan kunsumen tingkat akhir.
Distributor dan transporter : mengirim LPG jumlah besar ke gudang
penyimpanan, dimana selanjutnya LPG disimpan dalam vessel besar
bertekanan dan kemudian menyalurkan LPG ke pelanggan dalam jumlah
besar menggunakan tanker berukuran kecil. LPG ditempatkan dalam
wadah silinder dan didistribusikan ke retailer.
Retailer : menjual LPG ke pelanggan kecil, termasuk rumah tangga.
4.4 Penggunaan LPG di Indonesia
Berikut adalah data mengenai penggunaan LPG di Indonesia yang
diperoleh dari data statistik yang dibuat oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral pada tahun 2011.
Tabel 4.2 Statistik penggunaan LPG di Indonesia Tahun 2011

Thousand Barrel Oil


1. Primary Energy Supply
a. Production
b. Import
c. Export
d. Stock change
2. Energy Transformation
a. Refinery
b. Gas Processing

Equivalent (BOE)
17564
0
16979
0
585
19482
6008
13474
Universitas Indonesia

16

c. Coal Processing Plant


d. Power Plant
- State Own Utility (PLN)
- Independent Power Producer
3.
4.
a.
b.
c.
d.
e.

(Non-PLN)
Final Energy Supply
Final Energy Consumption
Industry
Transportation
Household
Commercial
Other Sector

0
0
0
0
37046
37046
608
0
35326
1112
0

(Sumber : Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 2012)

Seperti yang terlihat pada tabel di atas, sekitar 45% kebutuhan LPG
diperoleh dengan melakukan impor dari luar negeri. Hal tersebut dilakukan,
karena LPG yang mampu diproduksi di dalam negeri melalui kilang minyak atau
LPG plant hanya sejumlah 19,4 juta BOE, jauh dari total kebutuhan nasional
terhadap LPG. Dari tabel di atas dapat diketahui pula bahwa penggunaan terbesar
LPG adalah untuk keperluan rumah tangga yang mencapai sekitar 95% dari total
kebutuhan LPG nasional.
Keperluan tersebut sebagian besar digunakan untuk keperluan memasak.
Kebutuhan LPG yang besar ini terutama dipicu oleh program konversi minyak
tanah ke gas LPG sejak tahun 2007 yang bertujuan untuk mengurangi beban
subsidi negara terhadap minyak tanah yang biaya produksinya setara dengan
avtur. Berikut akan ditampilkan data peningkatan konsumsi LPG Indonesia dalam
sektor rumah tangga dari tahun 2000 hingga tahun 2011.

Konsumsi LPG Indonesia dalam Sektor Rumah Tangga


6000
4000
ribu BOE

2000
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Tahun

Universitas Indonesia

17

Gambar 4.1 Grafik pertumbuhan konsumsi LPG Indonesia dalam sektor rumah tangga
(sumber : Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 2012)

Konsumsi LPG Indonesia Sektor Industri


180
160
140
120
100
Thousand Ton

80
60
40
20
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Tahun

Gambar 4.2 Grafik konsumsi LPG Indonesia sektor industri


(sumber : Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 2012)

Tidak seperti pertumbuhan pada sektor rumah tangga, besarnya konsumsi


LPG pada sektor industri bersifat sangat fluktuatif seperti yang terlihat pada
gambar diatas. Perubahan yang fluktuatif tersebut disebabkan oleh supply LPG
yang masih terbatas dan juga harga LPG yang tidak disubsidi untuk kebutuhan
industri sehingga besaran LPG yang digunakan selalu disesuaikan setiap saat. Hal
tersebut dapat dilihat pada grafik di atas.
Untuk memenuhi kebutuhan nasional yang semakin meningkat, Indonesia
memproduksi LPG dari pengolahan minyak mentah di kilang minyak bumi dan
juga pengolahan gas alam. Produksi LPG yang dihasilkan oleh kilang minyak dan
tempat pengolahan gas alam tidak mencukupi kebutuhan nasional sehingga
pemerintah Indonesia melakukan import LPG. Berikut adalah data mengenai
supply LPG di Indonesia pada periode 2000-2011. Selain itu, diperlihatkan pula
data mengenai kapasitas kilang penghasil LPG yang terdapat di Indonesia.

Universitas Indonesia

18

Tabel 4 .3 Supply LPG Indonesia periode 2000-2011 (dalam satuan ton)

(sumber : Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 2012)

Gambar 4.3 Kapasitas kilang LPG dan LNG di Indonesia


(sumber : BPH MIGAS, 2014)

4.5 Penentuan Harga LPG

Universitas Indonesia

19

Secara umum, terdapat dua jenis LPG yang beredar di masyarakat


Indonesia. Dua jenis LPG yang dimaksud tersebut adalah LPG bersubsidi dan
LPG non-subsidi. LPG bersubsidi dijual per 3 kg, sedangkan LPG non-subsidi
dijual per 12 kg dalam suatu wadah atau tanki berbentuk silinder. Penentuan harga
LPG 3 kg diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
3298 K/12/MEM/2013 tentang Harga Indeks Pasar Liquefied Petroleum Gas
Tabung 3 Kilogram. Menurut peraturan tersebut, harga indeks pasar LPG ukuran 3
kilogram ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :

HIP LPG 3 Kg=42 wt . Saudi AramcoContract Price ( CP ) Propana +58 wt . Saudi AramcoContr

Sementara itu, penentuan harga LPG non-subsidi 12 kg dilakukan berdasarkan


harga keekonomiannya dan juga mengikuti perubahan nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS. Dalam hal ini, PT. Pertamina (Persero) selaku BUMN produsen dan
distributor LPG di Indonesia bertindak sebagai penentu harga LPG 12 kg. Posisi
PT. Pertamina yang bertindak tidak hanya sebagai entitas bisnis, melainkan juga
sebagai BUMN yang berfungsi melayani masyarakat dalam penyediaan minyak
dan gas bumi, menyebabkan penentuan harga LPG 12 kg ini menjadi dilema
tersendiri bagi PT. Pertamina. Karena fungsinya sebagai pelayan masyarakat
dalam penyediaan migas tersebut, PT. Pertamina masih menjual LPG 12 kg
dengan harga di bawah harga keekonomiannya. Jika dibandingkan dengan negaranegara lain, harga LPG non-subsidi Indonesia berada pada level yang relatif
rendah. Hal tersebut membuat PT. Pertamina sebagai entitas bisnis mengalami
kerugian setiap tahunnya. Oleh karena itu, ke depan diperlukan keputusan, baik
dari pemerintah maupun DPR, yang dapat menunjang atau mendukung PT.
Pertamina sebagai suatu entitas bisnis dan juga sekaligus sebagai pelayan
masyarakat dalam bidang migas. Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan
misalnya adalah dengan merekomendasikan kenaikan harga LPG 12 kg secara
bertahap agar daya beli masyarakat dapat terjaga dan PT. Pertamina sebagai
entitas bisnis juga dapat memperoleh profit.
4.6 Analisis Aspek Lingkungan
a. Aspek Lingkungan ketika Proses

Universitas Indonesia

20

Pada proses pengolahan minyak bumi dan gas untuk menjadi LPG
tentunya terdapat beberapa senyawa pengotor yang berasal dari feed. Umumnya
pengotor-pengotor tersebut ditreatment/dipisahkan terlebih dahulu dari feed
sebelum diproses. Terdapat tiga jenis limbah yang terdapat dalam industri
pengolahan minyak bumi dan gas, yaitu limbah berfasa gas, limbah berfasa cair,
dan limbah berfasa padat. Hampir seluruh limbah-limbah tersebut bersifat B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun). Oleh karena itu, diperlukan proses pengolahan
pada limbah-limbah tersebut
Limbah berupa gas, seperti CO2 dan H2S, umunya dipisahkan dari feed
sebelum memasuki proses separasi. Prinsip pemisahan CO 2 dan H2S adalah
dengan prinsip absorbsi dengan menggunakan pelarut seperti MEA, DEA, dan
MDEA. Proses ini dalam industri lebih dikenal sebagai Amine Gas Treating. Gas
yang keluar dari proses ini disebut dengan sweet gas.

Gambar 4.4 Amine Gas Treating


(sumber : Heinemann, H. The Chemistry and Technology of Petroleum)

H2S yang telah terpisahkan selanjutnya akan diproses lebih lanjut untuk
mendapatkan belerang murni. Hal ini harus dilakukan karena sifat-sifat H 2S yang
berbahaya dan sangat dilarang untuk dilepas ke lingkungan secara langsung.
Proses ini disebut sebagai Clauss Process. Sulfur yang dihasilkan nantinya

Universitas Indonesia

21

digunakan untuk pengolahan pada beberapa industri, seperti industri asam sulfat,
pupuk dan pestisida. Sedangkan CO2 dapat digunakan dalam proses steam
reforming pada industri pupuk atau dapat dibakar pada menara pembakar.
b. Aspek Lingkungan Produk LPG
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26%
(dengan usaha sendiri) dan sebesar 41% (apabila mendapat dukungan
internasional) dari tingkat baseline emisi pada tahun 2020. Dalam mencapai
target penurunan emisi tersebut harus didukung oleh sistem pengukuran,
pelaporan dan verifikasi (MRV) yang baik. Kebijakan yang terkait dengan
komitmen tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011
tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)
dan

Peraturan

Presiden

No

71

Tahun

2011 tentang Penyelenggaraan

Inventarisasi GRK.
Salah satu cara yang digunakan pemerintah dalam upaya mengurangi
emisi GRK adalah dengan melakukan program konversi kerosin (minyak tanah)
ke LPG yang mulai dilakukan pada tahun 2007. Dengan adanya program tersebut,
jumlah emisi GRK berkurang karena LPG jauh lebih bersih dalam proses
pembakarannya dan jauh lebih sehat (indoor air pollution yang dihasilkan sangat
sedikit). Pengurangan penggunaaan 6 juta kiloliter/tahun minyak tanah ternyata
mereduksi emisi 8.4 juta ton/tahun CO2.

BAB 5
CONCLUSION
Pada pembahasan ini, kami dapat mengambil beberapa kesimpulan, yaitu :

Universitas Indonesia

22

Liquefied Petroleum Gas (LPG) merupakan bahan bakar berupa gas yang
dicairkan yang terdiri dari propana (C 3H8) dan butana (C4H10) sebagai

komponen utama..
Karakteristik yang dimiliki LPG antara lain tekanan uap, densitas, bau,

toksisitas, calorific value, laju ekspansi termal, warna, dan pembakaran.


Kolom yang digunakan sebagai unit pengolahan LPG meliputi de-

ethanizer de-butanizer de-propanizer.


Proses recovery LPG dapat dilakukan dengan recontacting-compression,

refrijerasi,lean oil absorption, dan adsorpsi.


Teknologi pengolahan LPG yang dapat digunakan antara lain teknologi

petyuk kolom dan teknologi membran.


Aspek ekonomi dari LPG meliputi beberapa kriteria seperti supply &
demand secara global, supply chain, aplikasi LPG pada berbagai sektor,

dan penggunaan LPG di Indonesia.


Aspek lingkungan dalam pembuatan LPG perlu diperhatikan yang ditinjau
berdasarkan proses dan produk yang dihasilkan.

123

23

Universitas Indonesia

46

23

DAFTAR PUSTAKA
Presentation slides. Kebijakan Pengembangan Migas Indonesia Untuk
Mendukung Energy Mix 2025. Dipresentasikan oleh Bapak Saryono Hadiwijoyo
(Komite BPH MIGAS) pada acara PETROVA yang diselenggarakan di FTUI
tanggal 27 September 2014
Syahrial, Ego, dkk. 2012. Handbook of Energy & Economic Statistics of
Indonesia. Jakarta : PUSDATIN ESDM
Kojima, Masami. 2011. The Role of Liquefied Petroleum Gas in Reducing Energy
Poverty. The World Bank
Anonim. 2009. LPG Recovery from Associated Gas.
Rafiq, Ahmad, (et al). 2011. Fractionation of Natural Gas Liquid to Produce
LPG. Department of Petroleum Engineering and Applied Science, Nowrwegian
University of Scienceand Technology.
Kolmetz, Karl. 2013. LPG Unit (Engineering Design Guidline). KLM Technology
Group.

124
Universitas Indonesia

24

JAWABAN PERTANYAAN
1. Penanya
Pertanyaan

: Reza
: Kilang manakah yang menghasilkan volume akhir produksi yang

lebih banyak ? kilang LNG atau kilang minyak (LPG) ?


Jawaban
: Volume akhir produksi sebenarnya ditentukan oleh komponenkomponen yang terkandung dalam minyak mentah atau gas alam yang dijadikan
sebagai feed pada kedua kilang minyak tersebut. Pada kilang LNG, jika gas alam
yang dijadikan sebagai feed mengandung lebih banyak fraksi berat (C3 atau C4)
dibandingkan fraksi ringannya (C1 dan C2), maka LPG yang dapat dihasilkan dari
kilang LNG tersebut akan banyak. Hal yang sedikit berbeda terjadi pada kilang
minyak. Pada kilang minyak, jika minyak mentah (crude oil) yang dijadikan
sebagai feed mengandung banyak fraksi ringan (C1 sampai C4), maka LPG yang
dapat dihasilkan oleh kilang tersebut akan banyak. Walaupun pada kilang minyak
terdapat unit-unit untuk mengubah minyak fraksi berat menjadi ringan, kandungan
fraksi ringan yang terlalu sedikit pada minyak mentah akan membuat harga LPG
menjadi tidak ekonomis lagi apabila proses cracking tersebut tetap dilakukan.
Pada periode 2000-2011 Indonesia lebih banyak menghasilkan LPG dari kilang
gas LNG. Berikut adalah data produksi LPG dalam negeri pada periode 20002011 untuk dijadikan sebagai perbandingan antara produksi pada kilang LNG dan
kilang minyak bumi.

Tabel 1. Supply LPG Indonesia periode 2000-2011 (dalam satuan ton)

Universitas Indonesia

25

(source : Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 2012)

2. Penanya
: Kevin Stevanus Sembiring
Pertanyaan
: Pada proses absorpsi sebaiknya digunakan MEA atau DEA?
Jawaban
:
Monoethanolamine (MEA) adalah cairan yang bening, kental dan tidak
berwarna. MEA termasuk ke dalam kelompok senyawa organik yang disebut
ethanolamines. MEA digunakan untuk absorpsi dan penghilangan H2S dan
CO2 dari kilang minyak dan aliran gas alam. MEA telah digunakan selama
lebih dari 60 tahun dalam proses industri. Larutan MEA merupakan pelarut
penting dalam proses penghilangan CO2, karena larutan MEA beraksi dengan
cepat dengan karbon dioksida akibat adanya sifat amine primer di dalamnya.
MEA larut dalam air dan terdegradasi secara alami dengan cepat. Namun,
pelepasan MEA dalam jumlah yang besar ke dalam fasilitas pengolahan
limbah air dapat menghasilkan penurunan kualitas pengolahan limbah dan
meracuni zat aktif yang digunakan dalam pengolahan limbah tersebut. MEA
memiliki stabilitas suhu yang baik, tetapi dapat bereaksi secara eksotermal
dengan banyak bahan lain, misalnya zat pengoksidasi kuat, asam dan basa
kuat, aldehid, keton, akrilat, anhidrat organik, halida organik, format, logam
besi dan seng. MEA juga dapat membentuk kompleks kristal yang tidak
stabil, yaitu tris (ethanolamino)-iron, ketika terjadi kontak dengan besi atau

Universitas Indonesia

26

baja. Secara umum, MEA digunakan pada konsentrasi 15-22 %wt. dalam air.
Acid gas loading (kemampuan mengikat gas) berada pada range 0,25-0,33
mol acid gas per mol amine. Jika dibandingkan dengan amine lain, MEA
bersifat lebih korosif.
Diethanolamine (DEA) adalah senyawa organik dengan rumus molekul
NH(CH2CH2OH)2 yang berbentuk padat putih pada suhu ruang, tetapi dengan
kecenderungannya untuk mengabsorb air menyebabkan DEA sering
ditemukan dalam bentuk cairan kental dan tidak berwarna.Seperti senyawa
amina organik lainnya, DEA merupakan basa lemah. DEA banyak
diaplikasikan sebagai pelarut gas asam, seperti CO2 dan H2S, sejak tahun
1960-an. Secara umum, DEA digunakan pada konsentrasi 25-35%wt. dalam
air. Acid gas loading terbatas pada 0,3-0,4 mol acid gas per mol amine. Jika
dibandingkan dengan MEA, DEA bersifat kurang korosif sehingga lebih
aman untuk digunakan.
Perbandingan sifat MEA dan DEA secara umum
Tabel 2. Perbandingan sifat MEA dan DEA secara umum

No.

Sifat/Karakteristik

MEA
Senyawa paling ekonomis
Memiliki sifat yang reaktif dengan

DEA
Harganya tidak terlalu mahal
Merupakan senyawa yang

CO2 karena bersifat paling basa,

moderat dan tidak terlalu korosif

namun korosif
Memiliki tekanan uap yang paling

Memiliki tekanan uap yang cukup

tinggi, sulit diregenerasi

rendah

Dari penjelasa di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dibandingkan MEA,


DEA lebih tepat digunakan untuk proses absorpsi gas H 2S dan CO2 pada
proses pemurnian feed di industri minyak dan gas bumi, karena sifatnya yang
kurang korosif. Namun, pada praktik di lapangan biasanya kedua pelarut
tersebut dicampur dengan komposisi tertentu untuk meningkatkan reaktivitas
terhadap CO2 dan H2S pada proses absorpsi dan juga untuk menghemat biaya
karena DEA memiliki harga yang realatif lebih tinggi dibandingkan MEA.
3. Penanya

: Rexy Darmawan

Universitas Indonesia

27

Pertanyaan

: Pada proses membrane separation, jenis konvensional atau non-

konvensional yang lebih baik digunakan? Jelaskan pula alasannya!


Jawaban
:
Pada dasarnya, penggunaan jenis membran, baik konvensional atau nonkonvensional bisa digunakan pada proses recovery daripada LPG dari aliran
natural gas. Pada teknologi recovery yang didapatkan dari literatur, membran
non-konvensional yang dapat digunakan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan
pemisahan yang lebih efektif antara aliran natural gas. Dari gambar di bawah ini
dapat dilihat bahwa untuk memisahkan komponen LPG pada aliran natural gas
lebih mudah dengan menggunakan membran non-konvensinal. Fraksi-fraksi LPG
lebih mudah digunakan karena LPG lebih mudah dilarutkan dibandingkan dengan
komponen lainnya.

Gambar 1. Teknik membrane separation pada aliran natural gas.

Namun, terkadang recovery LPG ini dikombinasikan dengan recovery gas lain
seperti H2 yang memiliki added value lebih tinggi dibandingkan dengan natural
gas. Oleh karena itu, dibutuhkan dua tipe membran yakni konvensional dan nonkonvensional agar pemisahannya menjadi lebih optimal.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai