Anda di halaman 1dari 7

TEKNOLOGI PINCH

Teknologi pinch adalah sebuah metodologi untuk memperkecil pemakaian energi dari
proses kimia dengan menghitung target energi secara pasti menggunakan prinsip termodinamika
yang dapat dicapai dengan mengoptimalkan sistem pemulihan panas, metode pasokan energi dan
kondisi operasi proses. Teknologi pinch juga dikenal dengan sebutan integrasi proses (process
integration), integrasi panas (heat integration) dan integrasi energi (energy integration).

2.2.1. Sejarah teknologi pinch

Krisis minyak pada tahun 1970-an mengakibatkan terjadinya perseteruan antara


negara Timur Tengah yang tergabung dalam OAPEC (Organization of Arab Petroleum
Exporting Countries) dengan negara pendukung Israel seperti Amerika Serikat dan negara
negara adidaya Eropa. Krisis energi menyebabkan industri mulai mempertimbangkan
efisiensi proses. Teknik yang umum digunakan dalam menentukan efisiensi adalah Boston
Learning Curves/Boston Experience Curves dengan berdasar pada performa proses
terdahulu dan tidak terdapat konsep proses retrofit atau proses terbaik (Linhoff, 2013).

Ponton dan Donalson pada tahun 1974 merumuskan pendekatan heat exchanger
network design. Konsep yang mereka tawarkan berupa memasangkan arus dingin terpanas
dengan arus panas terpanas. Bodo Linnhoff dibawah bimbingan John Flower pada tahun
1978 merumuskan penggunaan driving force, target before design, zero pinch heatflow.
Linhoff kemudian bergabung dengan Imperial Chemical Industries (ICI) untuk menerapkan
sekaligus mengembankan konsep yang telah mereka rumuskan. Tahun 1982 Linnhoff
bersama tim ICI menemukan bahwa metodenya dapat dapat menurunkan capital dan energy
costs, desain dan pengoperasian yang lebih murah, terhindar dari trade off. ICI sebagai
perusahaan tidak mengizinkan publikasi metode Linnhoff. Linhoff kemudian memutuskan
keluar dari ICI dan ditahun yang sama Linnhoff bergabung dengan University of Manchester
Institute of Technology (UMIST, sekarang University of Manchester) untuk melanjutkan
penelitian. Tahun 1983 hingga 1990 an Linnhoff berhasil merumuskan HEN design, Heat
Integration, Heat and Power Integration, Process Integration. Beberapa perusahaan mulai
menggunakan konsep yang ditawarkan Linnhoff antara lain Union Carbide (1983), Shell
(1984), Procter & Gamble (1985), BP (1987), Exxon (1989), BASF (1990), Mitsubishi
(1992).Metode pinch analysis Linnhoff kemudian dikembangkan lagi oleh peneliti peneliti
lainnya. Beberapa dari mereka berhasil merumuskan Mass Exchange Networks (El-Halwagi
dan Manousiothakis, 1987), Water Pinch (Yaping Wang dan Robin Smith, 1994), Hydrogen
Pinch (Nick Hallale et al., 2003)(Linhoff, 2013).

2.2.2. Dasar teknologi pinch

Teknologi dan analisa pinch memiliki pengaruh besar pada sektor energi sebuah
industri. Bidang teknik yang memiliki kekhususan membahas energi adalah termodinamika.
Pembahasan termodinamika dititik beratkan pada hukum termodinamika 1 dan 2. Hukum
termodinamika 1 menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dihancurkan melainkan dipindahkan dengan berbagai cara (kekekalan energi). Hukum
termodinamika 2 menyatakan bahwa entropi dari sistem yang terisolasi selalu bertambah
atau tetap konstan (keseimbangan energi). Entropi merupakan salah satu besaran
termodinamika yang mengukur energi per satuan temperatur yang tak dapat digunakan
untuk melakukan usaha. Menurut Einstein, terdapat kesetaraan antara massa dan energi
sehingga seolah olah energi dapat diciptakan dari materi (massa) menyebabkan hukum
hukum termodinamika tersebut dapat berlaku juga untuk massa dan hingga saat ini dikenal
juga beberapa metode pinch untuk materi (massa).

Analisa pinch memerlukan perhitungan neraca massa dan neraca energi dari sistem
proses atau alat serta persamaan persamaan yang berdasarkan hukum termodinamika 1 dan
2. Neraca massa dan neraca panas digunakan untuk menentukan target penghematan energi
serta selanjutnya dibuat desain Heat Exchanger Network (HEN). Beberapa persamaan yang
digunakan dalam analisa ini adalah:

 Aliran kapasitas panas (C)


C = m x Cp
Q = C x ΔT
 Perubahan entalphi (ΔH)
ΔH = Q ± W
Karena tidak ada perubahan energi mekanis dalam heat exchanger maka W =
0, sehingga persamaan tersebut dapat berubah menjadi
ΔH = Q
ΔH = C x (Tout ˗ Tin)
dengan:
m = laju alir massa (kg/s)
ΔH = enthalpy (kW)
Cp = specific heat (kJ/kg°C)
C = heat capacity flowrate (kW/°C)

Beberapa alat bantu yang dipergunakan dalam analisa pinch adalah diagram grid,
problem table, kurva composite dan grand composite. Analisa pinch energi memiliki
beberapa prinsip yang perlu dipahami dan diperatikan antara lain:

1. Panas yang ditransfer harus menyebrangi pinch point.


2. Tidak ada penambahan utilitas dingin di atas pinch point.
3. Tidak ada penambahan utilitas panas di bawah pinch point.

Perancangan sistem jaringan penukar panas dibatasi oleh batasan teknis dan non
teknis. Batasan teknis berupa energi yang akan dimanfaatkan dan batasan ini ditentukan oleh
hukum hukum termodinamika. Batasan non teknis berupa nilai ekonomi perancangan
sistem. Untuk mendapatkan rancangan dengan biaya minimal perancangan harus
mempertimbangkan infrastruktur yang sudah ada, antara lain pemanfaatan peralatan yang
tersedia dan sistem perpipaan. Oleh karena itu dibutuhkan rancangan HEN yang optimal.
Rancangan HEN optimal yang mempunyai nilai ekonomi minimum namun perlu
memperhatikan aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif berupa operbilitas,
keamanan (safety), kontrolabilitas, fleksibilitas. Aspek kuantitatif berupa luas perpindahan
panas, penghematan kebutuhan utilitas panas dan dingin, tambahan sistem perpipaan.
2.2.3. Aplikasi teknologi pinch

Objek primer dari analisa pinch untuk meningkatkan kekuatan simpanan finansial
dengan proses pemasangan aliran panas yang lebih baik (Sahdev, 2002). Sebagian besar
industri dapat menggunakan analisa pinch dalam mengurangi penggunaan energinya,
sebagai contoh oil & gas, petrokimia, pulp& kertas, tekstil, mineral & logam, makanan &
minuman, kimia dasar dan semen. Beberapa sektor industri tersebut memiliki nilai recovery
energy sangat rendah seperti industri mineral & baja, tekstil dan industri semen.

Sejak diperkenalkan secara komersial, teknologi pinch telah mencapai rekor sukses
luar biasa dalam desain manufaktur fasilitas industri kimia. Hasil dokumen yang dilaporkan
dalalm literature menunjukkan bahwa kerugian energi berkurang 15% hingga 40%,
kapasitas debottlenecking mencapai 5% hingga 40%, dan modal utama berkurang 5% hingga
10% untuk desain baru (Sahdev, 2002).

2.1. Industri Methanol


2.3.1. Konsep Proses
Methanol yang diproduksi dalam skala industri dengan konversi menggunakan
katalis pada proses pembentukan gas sintesa. Proses dapat diklasifikasikan berdasarkan
tekanan operasi sebagai berikut:
1. Proses tekanan tinggi (High Pressure process) (25-30 MPa).
2. Proses tekanan sedang (Medium Pressure process) (10-25 MPa).
3. Proses tekanan rendah (Low Pressure process) (5-10 MPa).

Perbandingan mengenai ketiga proses tersebut disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1.Proses-proses pembuatan methanol


High Pressure Medium Pressure Low Pressure
No Parameter
Process Process Process

1 Katalis CrO dan ZnO CuO dan ZnO CuO dan ZnO

Ketahanan Suhu
2 Tahan Sensitif Sensitif
Tinggi

3 Equipment Cost Tinggi Sedang Sedang


4 Daya kompressor Tinggi Sedang Rendah

5 Konversi 52,6% 60,6% 75%

300 atm; 120 atm; 50-100 atm;


6 Kondisi Operasi
3800C 3000C 200-2800C

Sumber : Mc.Ketta vol.29, 1983

Proses yang dipilih untuk pabrik methanol ini yang adalah proses yang bertekanan
operasi rendah. Keuntungan menggunakan proses tekanan rendah antara lain:
1. Biaya investasi peralatan yang relatif murah.
2. Konsumsi energi yang rendah karena menggunakan sedikit kompresor.
3. Menggunakan tekanan dan temperatur rendah sehingga dapat menekan biaya
produksi.
Saat ini teknologi pembuatan methanol bertekanan rendah telah banyak
dikembangkan, diantaranya : Proses Imperial Chemical Industries (ICI) , Mitsubishi Gas
Chemical (MGC), Halder Topsoe, dan Lurgi. Proses bertekanan rendah ini lebih
menguntungkan secara proses sebab lebih efektif, konversi reaksi relatif lebih besar, dan
biaya investasi produksi yang rendah disamping itu juga kapasitas produksi maksimalnya
lebih tinggi.. Dalam bukunya, Fundamentals of Industrial Catalytic Process, Bartholomew
(1997) membandingkan beberapa teknologi sintesa methanol sebagai berikut :

Tabel 2.2. Tabel Operasi Sintesa methanol pada berbagai teknologi proses
Kondisi
ICI Lurgi Mitsubishi Topsoe
Operasi

Tekanan
50-100 40-100 50-80 50-150
(bar)

Suhu (0C) 220-280 220 240-260 200-300

Katalis Cu,Zn,Al Cu,Zn,Al atau Cu,Zn, Cu,Zn,Cr NiO


V

Yield, kg/L.h Rendah Medium – tinggi Tinggi Tinggi

Lifetime,
3 5 - -
tahun

Reaktor

Annular gas/liquid
Karakteristik Quench Tubular Isothermal Adiabatic Radial
HE

Jumlah
1 1 1 3-4
reaktor

Cold Interstage
Pendinginan Boiler Feed Water Water & gas
quench Cooling

H x D, meter 0,8 x 6 5x6 10 x 0,085 Spheres, D = 3-5

Recycle :
5–7 3-4 - -
Feed

Katalis
Mudah Sulit Sulit Mudah
loading

Efisiensi termal yang Profil suhu ideal, Kecepatan dan


Sering tinggi, selektivitas katalis yang kapasitas
Kelebihan
digunakan tinggi, dan suhu lebih dibutuhkan lebih produksinya
stabil sedikit tinggi

Sumber : Mc.Ketta vol.29, 1983


2.3.2. Flowsheet Dasar

Gambar 2.1. Flowsheet Dasar Pembuatan Methanol dengan Proses Lurgi (Lee, 1990)

Methanol diproduksi dengan proses Lurgi melalui 3 tahap unit, yaitu unit pembuatan
syngas, unit sintesis methanol dan unit pemurnian. Unit pembuatan syngas bertujuan unutk
menghasilkan gas sintesa dari gas alam dengan menggunakan alat pre-reformer dan
autothermal reformer, gas sintesa tersebut akan menjadi bahan baku pada unit sintesis
methanol di dalam reaktor. Unit sintesis methanol menghasilkan methanol dan reaktan sisa.
Methanol yang telah diproduksi pada unit sintesis methanol akan dimurnikan di unit
pemurnian untuk menghasilkan methanol dengan kemurnian minimum 99,85% berat.

Anda mungkin juga menyukai