Anda di halaman 1dari 11

DEMAM TIFOID

A. PENGERTIAN
Demam tifoid, yang oleh masyarakat luas lebih dikenal dengan tifus, atau
tipes, merupakan penyakit infeksi pada usus halus dan terkadang aliran darah
oleh bakteri bernama Salmonella Typhi atau Salmonella Parathyphi A, B, dan
C.
Demam tifoid adalah penyakit yang mempunyai tanda antara lain berupa
demam, sakit kepala dan ketidaknyamanan pada daerah perut (mual, muntah,
nyeri perut) yang berlangsung lebih kurang 3 minggu. Demam tifoid (termasuk
para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella (S) typhi, S paratyphi A, S
paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya
lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.

B. PENYEBAB
Seperti yang telah disebutkan di atas, penyebab demam tifoid dan demam
paratipoid adalah Salmonella (S) typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan
S.paratyphi C. Bakteri tersebut masuk ke saluran pencernaan dan dapat
menularkan penyakit dari satu orang ke orang lain dengan berbagai cara yang
dikenal dengan 5F, yakni feses (kotoran tinja), fomitus(muntah), finger (kuman
yang masuk ke saluran pencernaan melalui kebiasaan menghisap jari atau
makan tanpa cuci tangan), food (makanan yang tercemar),dan fly (lalat).
Berbagai perilaku yang tidak sehat juga memiliki peran dalam proses
penyebaran atau penularan penyakit tifoid, seperti kebiasaan jajan
sembarangan, makan tanpa cucitangan, buang air besar di sungai, sanitasi dan
higienitas yang buruk,
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang

1
dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita pada masih
mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal.
Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara,
sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari
karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain
termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam
tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan
keluhannya tidak jelas.

C. PERJALANAN PENYAKIT
Transmisi atau penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa
kuman/karier.
Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran
cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya).
S typhi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang
tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari
penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat
itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar.
Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh
asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus itulah
kuman beraksi sehingga bisa menjebol usus halus. Setelah berhasil
melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh
darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-
lain).Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa
mengandung kuman S typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui
makanan atau pun minuman yang dicemari. Pada penderita yang tergolong
carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala sakit), kuman
Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni sampai bertahun-
tahun. S. thypi hanya berumah di dalam tubuh manusia. Oleh kerana itu,
demam tifoid sering ditemui di tempat-tempat di mana penduduknya kurang

2
mengamalkan membasuh tangan manakala airnya mungkin tercemar dengan
sisa kumbahan.
Sekali bakteria S. thypi dimakan atau diminum, ia akan membahagi dan
merebak ke dalam saluran darah dan badan akan bertindak balas dengan
menunjukkan beberapa gejala seperti demam. Pembuangan najis di merata-rata
tempat dan hinggapan lalat (lipas dan tikus) yang akan menyebabkan demam
tifoid.
Masa inkubasi atau masa dari masuknya bakteri ke tubuh sampai
dengan munculnya gejala untuk demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari
bergantung jumlah dan jenis kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi
penderita tetap dalam keadaan asimtomatis, atau belum muncul gejala sakit.

3
GAMBARAN PROSES PENULARAN TIFOID

Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin


usus halus

Luka Hepatomegali Splenomegali Demam

Pendarahan dan Nyeri perabaan


perforasi Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan

(Suriadi & Rita Y, 2001)

keterangan :
perforasi : usus bolong atau pecah karena proses infeksi
hepatomegali : liver/hati membesar ukurannya
splenomegali : limfa membesar ukurannya

4
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak
lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih,
terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu
pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya
seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta
suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas,
berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut
kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah
tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian
ujung tepi tampak lebih kemerahan.
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan
gambaran anak tangga. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi
bertambah toksik
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik/kelesuan 60%
- Lidah tifus (kotor) 40%

5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Paling sering akan ditemukan leukopeni (sel leukosit sebagai bala tentara
pertahanan tubuh menurun jumlahnya dari normal), walau dapat pula
leukositosis ( sel leukosit meningkat jumlahnya dari normal) atau malah
kadar leukosit normal (pada awal infeksi).
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT adalah enzim hati, yang pada demam tifoid sering
meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT
dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka
penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh
bakteri
Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagella
(alat gerak) bakteri
Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai
(kapsul pembungkus bakteri)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita Demam Tifoid.
4. Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin
pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan
ditemukannya Salmonella.

6
TERAPI / PENGOBATAN

1. Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien
harus dilakukan secara bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pengobatan simptomatik gejala diberikan untuk menekan gejala-gejala
simtomatik yang dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan
meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau
lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan
karena dapat memberikan akibat perdarahan maupun perforasi intestinal.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan
penderita, misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan
keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.

2. Diet
Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian
bubur kasar dan akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini,yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien
demam tifoid.

3. Obat
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah :
- Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama
pada pasien demam tifoid.Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari
oral atau intravena,sampai 7 hari bebas demam.Penyuntikan kloramfenikol
siuksinat intramuskuler tidak dianurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat

7
diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.Dengan kloramfenikol,demam pada
demam tifoid dapat turun rata 5 hari.

- Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama


dengan kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol
lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam
pada demam tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari

- Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas


ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol,Dosis untuk orang
dewasa,2 kali 2 tablet sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet
mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol).dengan ko-
trimoksazol demam rata-rata turun d setelah 5-6 hari.

- Ampisilin dan Amoksisilin : Dalam hal kemampuan menurunkan


demam,efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan
kloramfenikol.Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam tifoid
dengan leukopenia.Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB
sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam.Dengan Amoksisilin dan
Ampisilin,demam rata-rata turun 7-9 hari.

- Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa


sefalosporin generasi ketiga antara lain Sefoperazon,seftriakson, dan sefotaksim
efektif untuk demam tifoidtetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum
diketahui dengan pasti.

- Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoidtetapi dosis dan


lama pemberian belum diketahui dengan pasti.

8
PENCEGAHAN

Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun
lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan
sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini. Kasus-kasus
demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak
bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah
yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Langkah-langkah pencegahan
-Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan
paratifoid A dan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali
pemberian dengan interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk
mencegah penularan demam tifoid Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup
tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan
imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin oral diambil
setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan jaminan
perlindungan 100 peratus.
-Minum air yang telah dimasak.
-Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum memakan makanan, membuang
sampah, memegang bahan mentah atau selepas membuang air besar.
-Buang air besar di wc atau jamban , tidak buang air besar di sungai
-Segeralah priksa ke dokter jika mengalami tanda-tanda tifoid.

9
10
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta


Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja
Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih
bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi
pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta.
2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan
Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan
Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.

11

Anda mungkin juga menyukai