Anda di halaman 1dari 11

RANGKUMAN MATA KULIAH

Manajemen Stratejik dan Kepemimpinan


ETIKA, CSR, KELANGGENGAN LINGKUNGAN SEKITAR DAN STRATEGI

Oleh :

Pujangga Abdillah
160020110011018

JOINT PROGRAM ANGKATAN 29-B


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi
kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu
sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja
bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut
menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam
konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul
dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf internasional.
Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua
macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak terbatas
pada masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan teknologi.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar
pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran
etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan
pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung
jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak
sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar,
terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran
etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak
keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis
melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
Seiring perkembangan zaman, kesadaran akan lingkungan sudah meningkat. Masalah
pencemaran sudah banyak menarik minat, mulai lapisan bawah sampai lapisan atas. Setiap
pemerintah daerah mewajibkan pembuatan instalasi pengolahan limbah kepada pimpinan
industri di daerahnya. bahkan sudah ada yang diajukan kepengadilan karena pelanggaran
limbah ini. Perusahaan-perusahaan barupun banyak yang tumbuh dan berkembang di
sekitar masyarakat. Dan tidak sedikit pula yang merugikan masyarakat sekitar karena
limbah yang dihasilkan tidak diolah atau dibuang sebagaimana mestinya.
Pembangunan yang dilakukan besar-besaran di Indonesia dapat meningkatkan
kemakmuran namun disisi lain hal ini juga dapat membawa dampak negatif terhadap
lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan dari pencemaran lingkungan yang disinyalir
dari buangan proses sebuah industri mengakibatkan rusaknya ekosistem (pencemaran
terhadap ikan dan air) serta mengakibatkan sejumlah penyakit dimasyarakat sekitar.
Tanggung Jawab Sosial Korporasi / Corporate Social Responsibility (CSR) telah
menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi
(1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai
dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya.
Dalam Kode Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang
yang menyalahgunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan
pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.
Secara umum, perhatian para pembuat kebijakan terhadap CSR saat ini telah
menunjukkan adanya kesadaran bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari
suatu kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa
sehingga tidak membahayakan kemaslahatan masyarakat sekaligus tetap bersifat kondusif
terhadap iklim usaha. Konsep dan praktik CSR sudah menunjukkan gejala baru sebagai
keharusan yang realistis diterapkan. Para pemilik modal tidak lagi menganggap CSR
sebagai pemborosan. Masyarakat pun menilai hal tersebut sebagai suatu yang perlu, ini
terkait dengan meningkatnya kesadaran sosial kemanusiaan dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
2. Bagaimana dan mengapa standar etika berdampak terhadap penyusunan dan
pelaksanaan strategi?
3. Apa pemicu dari strategi dan perilaku bisnis yang tidak etis?
4. Mengapa strategi perusahaan harus beretika?
5. Strategi, tanggung jawab sosial korporat, dan keberlanjutan lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika dan Bisnis
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika'
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu:
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari
bentuk jamak inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh
Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul
kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau
bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris
business, dari kata dasar busy yang berarti sibuk dalam konteks individu, komunitas,
ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang
mendatangkan keuntungan. Di dalam melakukan bisnis, kita wajib untuk memperhatikan
etika agar di pandang sebagai bisnis yang baik. Bisnis beretika adalah bisnis yang
mengindahkan serangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari hati nurani, empati, dan
norma. Bisnis bisa disebut etis apabila dalam mengelola bisnisnya pengusaha selalu
menggunakan nuraninya. Berikut ini ada beberapa pengertian bisnis menurut para ahli:
Allan Afuah (2004)
Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan
dana menjual barang ataupun jasa agar mendapatkan keuntungan dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat dan ada di dalam industry
T. Chwee (1990)
Bisnis merupaka suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan
kebutuhan masyarakat.
Grifin dan Ebert
Bisnis adalah suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa yang bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan.
2.2 Bagaimana dan Mengapa Standar Etika Mempengaruhi Tugas Menyusun dan
Melaksanakan Strategi?
Sarbanes-Oxley Act, yang disahkan pada tahun 2002, mengharuskan perusahaan yang
sahamnya diperdagangkan secara publik memiliki kode etik atau menjelaskan secara
tertulis kepada SEC mengapa mereka tidak melakukannya. Tiga rangkaian pertanyaan
setiap kali ada inisiatif strategi baru yang sedang dikaji sebagai berikut:
Apa yang kita usulkan mematuhi sepenuhnya kode etik kita?
Apakah jelas bahwa tindakan yang diusulkan ini selaras dengan kode kita?
Adakah sesuatu dalam tindakan yang diajukan yang dapat dianggap etis tidak
pantas? Apakah pelanggan, karyawan, pemasok, pemegang saham, pesaing,
komunitas, SEC, atau media kita memandang tindakan ini secara etis tidak pantas?

2.3 Pemicu dari Strategi dan Perilaku Bisnis yang Tidak Etis
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari
konsumen dan masyarakat akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan
pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai
penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-
nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yag
tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis.
Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena
itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan. Berikut ini, ada tiga pemicu utama
dari perilaku bisnis yang tidak etis ditunjukkan sebagai berikut:
Pengawasan yang salah, memungkinkan pengejaran atas kepentingan dan
keuntungan pribadi yang tidak bermoral.
Tekanan yang cukup berat terhadap manajer perusahaan untuk memenuhi target
kinerja jangka pendek.
Budaya perusahaan yang menempatkan profitabilitas dan kinerja bisnis sebagai
prioritas dan mengesampingkan tingkah laku etisnya dalam berbisnis.

2.4 Alasan Strategi Perusahaan Harus Beretika


Ibarat sebuah mobil, laju mobil penting untuk dapat mengantarkan penumpangnya ke
tempat tujuan. Mobil melaju karena injakkan pedal gas pengemudinya dan berhenti kerena
injakan pedal rem. Injakan pedal gas mobil diperlukan agar mobil dapat melaju dan
injakan pedal rem diperlukan agar mobil melaju dengan selamat. Begitu pula sebuah
perusahaan bergerak karena beraksinya sumber daya manusia bersama-sama sumberdaya
yang lain. Agar aksi manajemen perusahaan berjalan selamat perlu memperhatikan etika
bisnis dan tanggung jawab sosial. Etika dan tanggung jawab sosial perupakan rem
perusahaan agar berkerja tidak bertabrakan dengan pemegang kepentingan perusahaan,
seperti pelanggan, pemerintah, pemilik, kreditur, pekerja dan komunitas atau masyarakat.
Hubungan yang harmonis dengan pemegang kepentingan akan menghasilkan energi
positif buat kemajuan perusahaan. Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat
penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki
daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation)
yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan
strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya
perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan
konsekwen.
Harus diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu
menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena:
Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi
baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
Akan melindungi prinsip kebebasan berniaga.
Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Ada pun dua alasan mengapa strategi perusahaan harus etis, yaitu karena strategi yang
tidak etis secara moral salah dan mencerminkan keburukan pada karakter personil
perusahaan, dan karena strategi etika bisa menjadi bisnis yang baik dan melayani
kepentingan pribadi bagi para pemangku kepentingan. Selain itu, dalam hal ini diperlukan
2 pondasi penting yang mendasari agar strategi bisnis dapat beretika:
a. Perspektif Moralistik (Pondasi Moral)
Hakikatnya, orang menjalankan usaha komersial untuk menghasilkan keuntungan,
sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan pemilik dan orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Keuntungan merupakan kata kunci dalam kegiatan bisnis, seperti yang
dikatakan oleh Fry dkk (2002) bahwa sebagai sebuah organisasi yang berusaha
memenuhi permintaan barang dan jasa yang dibutuhkan pelanggan, bisnis selalu
mencari keuntungan. Sejatinya, keuntungan adalah darah bagi setiap kegiatan
usaha perdagangan barang maupun jasa. Semua orang yang terlibat dalam kegiatan
usaha itu sangat bergantung pada keuntungan untuk kelangsungan hidupnya.
Demikian pula, perkembangan usaha pun sebagian ditentukan oleh besar-kecilnya
laba yang ditahan dan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan meningkatkan skala
(scale-up) sehingga sebagai organisme, perusahaan pun perlu tumbuh agar bisa
beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Namun, bisnis juga perlu mengadopsi nilai- nilai moral agar bisnis dijalankan secara
etis. Bisnis yang etis memperhatikan kepentingan holistik semua pemangku
kepentingan, dalam pengertian hubungan bisnis harus bersih, jujur, saling
menguntungkan, dan bermanfaat. Mencari keuntungan tidak boleh menghalalkan
segala cara. Pedoman moral menjadi penting karena menurut Robert Heilbroner,
seorang ekonom Amerika, kalau pencarian keuntungan menjadI motif
utama bagi bisnis, dengan sendirinya bisnis mengejar kepentingan diri yang
berlanjut pada tumbuh suburnnya egoisme. Pengusaha yang egois selalu melihat
kelangsungan bisnisnya untuk kepentingannya sendiri dan menutup
mata kepentingan orang lain. Kalau perlu dia mengorbankan kepentingan orang
lain untuk kepentingannya sendiri. Bisnis yang berhasil, masih menurut Fry dkk
(2002) adalah bisnis unggul sepanjang waktu, bukan hanya bisnis yang
berjaya sesaat karena muslihat tertentu. Bisnis yang berhasil juga tidak mencari
keuntungan finiansial besar dengan mengorbankan moralitas, komitmen kerja yang
rendah, produk-produk yang buruk, atau perilaku tidak etis lain.

b. Persaingan Bisnis dan Perilaku Etis


Persaingan merupakan salah satu mesin penggerak kemajuan dalam bisnis. Kotler
(2003) menyatakan bahwa seiring dengan semakin kompetitifnya pasar,
memfokuskan strategi pada pelanggan saja tidak cukup. Perusahaan harus mulai
memperhatikan pesaing. Dengan persaingan bisnis dipaksa mencari cara-cara
kreatif dan inovatif dalam memelihara kelangsungan hidupnya. Bila dilakukan
secara sehat, persaingan adalah jamu bagi perkembangan usaha. Persaingan
usaha menyiratkan perlunya strategi mengalahkan pesaing. Persaingan yang sehat
tentu menuntut kreatifitas dan inovasi yang menghasilkan keunggulan komparatif
dan keunggulan kompetitif. Diperlukan upaya yang tekun, telaten, dan terus
menerus untuk berkembang secara sehat, dengan cara-cara yang fair. Masih menurut
Kotler (2003) persaingan melibatkan pesaing yang bukan saja pembuat atau penjual
barang serupa, tetapi juga barang substitusi. Selain itu, persaingan juga bisa lebih
sengit dengan ancaman masuknya pemain baru, atau meningkatnya posisi tawar
konsumen karena kemampuan mereka memilih penjual barang atau penyedia jasa,
padahal persaingan yang ada sudah melibatkan banyak pemain dan sudah padat,
seperti suatu pertarungan di laut merah, dimana pemainnya terlalu banyak dan harus
bertarung berdarah-darah.
Kondisi terakhir ini, terutama telah menyebabkan persaingan yang tidak sehat,
seperti perang harga, perang iklan, atau peluncuran produk baru. Menjual barang
dengan harga murah sering disertai penurunan kualitas produk maupun layanan.
Secara internal, upah karyawan pun ditekan agar harga bisa bersaing. Lebih buruk
lagi, perang harga juga disertai keengganan mengeluarkan biaya pengelolaan
limbah. Bisa dikatakan bahwa malapraktik bisnis bisa berdampak merugikan pada,
diantaranya, konsumen, karyawan, dan lingkungan.

2.5 Strategi, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Serta Keberlanjutan Lingkungan


Sekitar
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dapat
didefinisikan sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal
perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan
lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung
jawab sosial lainnya. Selain definisi diatas masih ada definisi lain mengenai CSR
yakni Komitmen perusahaan dalam pengembangan ekonomi yang berkesinambungan
dalam kaitannya dengan karyawan beserta keluarganya, masyarakat sekitar dan
masyarakat luas pada umumnya, dengan tujuan peningkatan kualitas hidup mereka
(WBCSD, 2002).
Sedangkan menurut Commission of The European Communities, 2001,
mendefinisikan CSR sebagai aktifitas yang berhubungan dengan kebijakan-
kebijakan perusahaan untuk mengintegrasikan penekanan pada bidang sosial dan
lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan interaksi dengan stakeholder. Dari sudut
pandang strategis, suatu perusahaan bisnis perlu mempertimbangkan tanggung jawab
sosialnya bagi masyarakat dimana bisnis menjadi bagiannya. Ketika bisnis mulai
mengabaikan tanggung jawabnya, masyarakat cenderung menanggapi melalui pemerintah
untuk membatasi otonomi bisnis.
Tanggungjawab sosial menurut Carrol, Carroll menyatakan bahwa manajer organisasi
bisnis memiliki empat tanggung jawab yakni:
Tanggung jawab ekonomi yakni memproduksi barang dan jasa yang bernilai bagi
masyarakat
Tanggung jawab hukum yakni perusahaan diharapkan mentaati hukum yang
ditentukan oleh pemerintah
Tanggung jawab etika yakni perusahaan diharapkan dapat mengikuti keyakinan
umum mengenai bagaimana orang harus bertindak dalam suatu masyarakat.
Tanggung jawab kebebasan memilih yakni tanggung jawab yang diasumsikan
bersifat sukarela.
Dari keempat tanggung jawab tersebut, tanggung jawab ekonomi dan hukum dinilai
sebagai tanggung jawab dasar yang harus dimiliki perusahaan. Setelah tanggung jawab
dasar terpenuhi maka perusahaan dapat memenuhi tanggung jawab sosialnya yakni dalam
hal etika dan kebebasan memilih.
Ada beberapa alasan mengapa sebuah perusahaan memutuskan untuk menerapkan
CSR sebagai bagian dari aktifitas bisnisnya, yakni:
Moralitas
Perusahaan harus bertanggung jawab kepada banyak pihak yang berkepentingan
terutama terkait dengan nilai-nilai moral dan keagamaan yang dianggap baik oleh
masyarakat. Hal tersebut bersifat tanpa mengharapkan balas jasa.
Pemurnian Kepentingan Sendiri
Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap pihak-pihak yang berkepentingan
karena pertimbangan kompensasi. Perusahaan berharap akan dihargai karena
tindakan tanggung jawab mereka baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Teori Investasi
Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholder karena tindakan yang
dilakukan akan mencerminkan kinerja keuangan perusahaan.
Mempertahankan otonomi
Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholder untuk menghindari
campur tangan kelompok-kelompok yang ada didalam lingkungan kerja dalam
pengambilan keputusan manajemen.
a. Manfaat dari tanggung jawab sosial perusahaan
Manfaat bagi Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan tentunya akan menimbulkan citra positif
perusahaan di mata masyarakat dan pemerintah.
Manfaat bagi Masyarakat
Selain kepentingan masyarakat terakomodasi, hubungan masyarakat dengan
perusahaan akan lebih erat dalam situasi win-win solution.
Manfaat bagi Pemerintah
Dalam hal ini pemerintah merasa memiliki partner dalam menjalankan misi sosial
dari pemerintah dalam hal tanggung jawab sosial.
b. Strategi Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Strategi Reaktif
Kegiatan bisnis yang melakukan strategi reaktif dalam tanggung jawab sosial
cenderung menolak atau menghindarkan diri dari tanggung jawab sosial.
Strategi Defensif
Strategi defensif dalam tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan
terkait dengan penggunaan pendekatan legal atau jalur hukum untuk
menghindarkan diri atau menolak tanggung jawab sosial.
Strategi Akomodatif
Strategi Akomodatif merupakan tanggung jawab sosial yang dijalankan perusahaan
dikarenakan adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitar akan hal
tersebut
Strategi Proaktif
Perusahaan memandang bahwa tanggung jawab sosial adalah bagian dari tanggung
jawab untuk memuaskan stakeholders. Jika stakeholders terpuaskan, maka citra
positif terhadap perusahaan akan terbangun.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Etika bisnis suatu kode etik perilalku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan
norma yang dijadikan tuntunan dan pedoman berprilaku dalam menjalankan kegiatan
perusahaaan atau berusaha. Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah
cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Corporate Social Responsibility (CSR) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan
istilah Tanggung Jawab Social Perusahaan adalah suatu tindakan atau konsep yang
dilakukan oleh perusahaan(sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk
tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan
berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimimalisasi dampak negatif dan
maksimalisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya. Adapun
manfaat perusahaan berperilaku etis dan memiliki tanggung jawab sosial adalah:
1. Perusahaan yang etis dan memiliki tanggung jawab social mendapatkan rasa hormat
dari stakeholder
2. Perusahaan yang memiliki etika bisnis yang baik dan memiliki tanggung jawab social
akan mendapatkan kepercayaan dari konsumen dan masyarakat sekitar
3. Perusahaan yang memiliki tanggung jawab social terhadap lingkungan akan membantu
dalam pembangunan daerah sekitar perusahaan
4. Menghindarkan dari konflik internal dan lingkungan sekitar perusahaan
5. Tanggung jawab social Secara tidak langsung Membantu dalam promosi perusahaan
6. Kerangka kerja yang kokoh memandu manager dan karyawan perusahaan sewaktu
berhadapan dengan rumitnya pekerjaan dan tantangan jaringan kerja yang semakin
komplek
7. Perusahaan akan terhindar dari seluruh pengaruh yang merusak berkaitan dengan
reputasi
8. Banyak perusahaan yang menerapkan perilaku etis dan tanggung jawab social dapat
menambah uang dalam bisnis mereka.
Selain etika, yang tidak kalah penting adalah tanggung jawab perusahaan, yaitu
kepada lingkungan, karyawan, pelanggan, investor dan masyarakat sekitarnya, Sehingga
akan terbentuk suatu hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai