Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS JURNAL

PENGARUH MALNUTRISI DAN FAKTOR LAINYA TERHADAP


KEJADIAN WOUND DEHISCENCE

Dewi Puspitasari

220112160091

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2016

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN . 3

BAB II ANALISIS JURNAL

2.1 Judul . 5

2.2 Kata Kunci . 5

2.3 Penulis . 5

2.4 Hasil Analisis . 5

BAB III PEMBAHASAN . 7

BAB IV SIMPUL DAN SARAN

4.1 Simpul . 9

4.2 Saran . 9

DAFTAR PUSTAKA . 10

2
BAB I

PENDAHULUAN

Nutrisi yang adekuat pada anak adalah esensial untuk menjaga


homeostasis fisiologis, kebutuhan rumat dan proses tumbuh dan berkembang serta
untuk perubahan-perubahan cepat selama pematangan fungsi organ. Pembedahan,
puasa yang lama, sakit berat, atau trauma menyebabkan berkurangnya cadangan
tubuh, terutama kebutuhan penyediaan protein yang meningkat karena terjadi
hipermetabolisme. Keadaan tersebut juga menyebabkan menurunnya
imunokompetensi dan meningkatkan morbiditas serta mortalitas
Pada masa pasca operasi status metabolic akan meningkat 10 %, bila
dukungan nutrisi tidak diberikan secara adekuat maka proses proteolysis otot
tubuh secara berlebihan, dan pada tahap lanjut akan terjadi proses katabolisme.
Dukungan nutrisi pada masa pasca operasi dapat mengurangi insiden komplikasi
infeksi, mempercepat proses penyembuhan luka operasi serta memperpendek
masa perawatan di rumah sakit. Wound Dehiscence adalah salah satu komplikasi
luka operasi yang terinfeksi, dan malnutrisi sering dihubungkan dengan
komplikasi yang sesuai pada tindakan pembedahan. Nutrisi yang optimum
merupakan kunci utama untuk pemeliharaan seluruh fase penyembuhan luka.

Dukungan nutrisi pada periode perioperative yang diberikan untuk anak pra,
selama dan pasca operasi dapat menurunkan mobilitas dan mortalitas. Luka
operasi dan stress karena respon operasi besar memerlukan peningkatan kalori
untuk energy dan protein untuk sistesis protein. Sekitar 55%-60% kebutuhan
kalori total tubuh berasal dari karbohidrat. Dukungan nutrisi untuk pasien yang
akan dilakukan pembedahan meliputi tahapan tahapan yaitu : penilaian status
nutrisi, penentuan kebutuhan nutrisi, dan tata laksana pemberian nutrisi

3
BAB II

ANALISIS JURNAL

2.1 Judul

Pengaruh Malnutrisi Dan Faktor Lainya Terhadap Kejadian Wound


Dehiscence Pada Pembedahan Abdominal Anak Pada Periode Perioperatif

2.2 Kata kunci

Wound dehiscence, gizi buruk, risiko relative

2.3 Penulis

Tinuk Agung Meilany, Alexandra, Ariono Arianto, Qamarrudin


Bausat,Endang S K, Joedo Prihartono Damayanti R Sjarif.

2.4 Hasil analisis

Hasil penelitian menunjukan bahwa angka kejadian dehiscence 2,7%


(7/262), satu pasien gizi baik (0,8%), gizi kurang 2/7(1,7%), gizi buruk
4/4(100%). Terjadi pada hari kelima pasca operasi (kisaran 3-7hari). Lama rawat
25 hari (14-73) vs 10 hari (1-10) tidak dehiscence. Meninggal dunia
1/7dehiscence. Risiko dehiscence meningkat secara bermakna pada gizi buruk vs
gizi baik (RR136, IK95% 19,3-958,6, p=0,000). Hipoalbumin vs normal (RR23,6,
IK95% 5,8-95,4, p=0,000). Anemia vs normal (RR18,6, IK95% CI3.7-91.9,
p=0,000). Sepsis vs normal (RR10,7, IK95% 2,5-45,5, p=0,000). Faktor atribusi
dehiscence 99,3% karena gizi buruk, hipoalbumin 96,6%, sepsis 90,7%, gizi
kurang 59%

Wound dehiscense merupakan salah satu komplikasi bedah abdominal


yang jarang ditemui namun sering menyebkan kematian, meningkatkan lama

4
rawat, biaya dan risiko infeksi berat dengan akibat kematian. Malnutrisi dianggap
sebagai salah satu factor yang berkontribusi terhadap kejadian dehiscense
tersebut.

Insisi pada masa operasi menstimulasi proses penyembuhan luka melalui


empat fase berbeda dan berkesinambungan yaitu hemostatis, inflamasi,
proliferasi, dan maturasi. Nutrisi yang optimum merupakan kunci utama untuk
pemeliharaan seluruh fase penyembuhan luka. Pemberian dukungan nutrisi pada
periode perioperative dapat menurunkan komplikasi terutama infeksi berat pada
pasen malnutrisi. Malnutrisi sering dihubungkan dengan komplikasi yang terjadi
pada tindakan pembedahan,.

Hasil penelitian menunjukkan, apabila anak berstatus gizi buruk baru


bermakna melipat gandakan risiko terjadi dehiscence. Gizi buruk, menyebabkan
gangguan proses penyembuhan luka melalui proses inamasi yang
berkepanjangan dan menyebabkan waktu penyembuhan lebih lama. Hipoksia
jaringan yang terjadi karena keadaan anemia dan faktor infeksi juga memperkuat
berlangsungnya proses inamasi kronis. Apabila keadaan di atas diikuti dengan
pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat, karena nutrisi merupakan bahan kebutuhan
dasar bagi fungsi, kelangsungan hidup, integritas dan pemulihan sel, maka akan
menurunkan kualitas penyembuhan luka dan memerlukan waktu penyembuhan
lebih panjang. Optimalisasi nutrisi pada semua jenis operasi penting untuk
persiapan operasi dan akan secara langsung berdampak pada proses penyembuhan
luka dan peyambungan jaringan viseral sampai kulit. Dukungan nutrisi pada
periode perioperatif yang diberikan untuk anak pra, selama, dan pasca operasi
dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Luka operasi dan stres karena
respons operasi besar memerlukan peningkatan kalori untuk energi dan protein
untuk sintesis protein. Sekitar 55%-60% kebutuhan kalori total tubuh berasal dari
karbohidrat. Kepentingan karbohidrat untuk luka sebagai faktor structural
lubricants, fungsi transport, imunologi, hormonal, dan ensimatik. Karbohidrat
juga menjadi komponen utama glikoprotein dalam penyembuhan luka dan
aktivitas ensim heksokinase dan sintase sitrat dalam reaksi penyembuhan luka.
Penyediaan energi dari karbohidrat juga dapat melalui penggunaan laktat. Laktat

5
sebagai produk metabolik glukosa penting untuk efek penyembuhan luka. Laktat
menstimuli sintesis kolagen dan aktivator penting dalam ekspresi genetik pada
jalur penyembuhan selain sebagai penyedia energi.

Penyembuhan luka akut maupun kronis juga dapat menggunakan energi


dari lemak. Asam lemak, merupakan komponen khusus untuk proliferasi sel luka,
inamasi luka, dan fungsi sel luka. Jadi apabila asupan diet mengandung kadar
tinggi monosaturated fatty acid dan omega 3 polyunsaturated fatty acid dapat
dikatakan ideal, karena komponen lipid responsibel pada pertumbuhan jaringan
dan penyembuhan luka termasuk proses produksi matriks ekstraselular dan
kolagen. Protein telah diketahui diperlukan untuk penyembuhan luka dan apabila
kekurangan akan menghambat penyembuhan baik luka akut maupun kronik.
Aktivitas penyembuhan luka diperankan oleh dipeptida dan polipeptida. Beberapa
asam amino seperti glutamin, leusin, arginin juga mempunyai aktivitas anabolik.
Selain itu Mikronutrien diperlukan sebagai kofaktor dalam sintesis energi dan
protein.

6
BAB III

PEMBAHASAN

Nutrisi yang adekuat pada anak adalah esensial untuk menjaga


homeostasis fisiologis, kebutuhan rumat dan proses tumbuh dan berkembang serta
untuk perubahan-perubahan cepat selama pematangan fungsi organ.
Pembedahan, puasa yang lama, sakit berat, atau trauma menyebabkan
berkurangnya cadangan tubuh, terutama kebutuhan penyediaan protein yang
meningkat karena terjadi hipermetabolisme. Keadaan tersebut juga menyebabkan
menurunnya imunokompetensi dan meningkatkan morbiditas serta mortalitas.
Selain itu adanya masalah hambatan psikis, anoreksia, masalah saluran cerna dan
lain sebagainya membuat anak tidak ingin makan.
Gizi buruk, menyebabkan gangguan proses penyembuhan luka melalui
proses inamasi yang berkepanjangan dan menyebabkan waktu penyembuhan
lebih lama. Hipoksia jaringan yang terjadi karena keadaan anemia dan faktor
infeksi juga memperkuat berlangsungnya proses inamasi kronis. Apabila
keadaan di atas diikuti dengan pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat, karena
nutrisi merupakan bahan kebutuhan dasar bagi fungsi, kelangsungan hidup,
integritas dan pemulihan sel, maka akan menurunkan kualitas penyembuhan luka
dan memerlukan waktu penyembuhan lebih panjang. Optimalisasi nutrisi pada
semua jenis operasi penting untuk persiapan operasi dan akan secara langsung
berdampak pada proses penyembuhan luka dan peyambungan jaringan viseral
sampai kulit.
Pada pengkajian yang dilakukan terhadap anak N, usia 20 bulan POD 2
post penutupan kolostomi didapatkan hasil status gizi klien berdasarkan z score
berada pada gizi kurang, luka masih dirasakan sakit dan luka masih basah.
Berdasarkan pengkajian tersebut diagnose keperawatan yang ditegakan yaitu
gangguan pemenuhan nutrisi, gangguan rasa nyaman nyeri dan resiko tinggi

7
infeksi. Merujuk pada penelitian Meilany, dkk (2012) diagnosa gangguan
pemenuhan nutrisi menjadi prioritas masalah pada anak N .
Berdasarkan hasil penelitian Meilany, dkk (2012) bahwa gizi buruk
berperan seratus persen pada kejadian dehiscence pada anak., maka diagnose
gangguan pemenuhan nutrisi menjadi prioritas masalah terhadap anak N, dengan
tujuan tidak terjadi malnutrisi dan terjadi peningkatan status gizi anak N dari gizi
kurang ke gizi baik. Implementasi yang dilakukan yaitu mengkaji status nutrisi,
kolaborasi tentang pemberian TPN dan obat anti emetic serta penkes kepada ibu
tentang pentingnya nurtisi pada pross penyembuhan. Evaluasi yang dilakukan
setelah 3 hari tindakan keperawatan, didapatkan hasil status gizi anak N
berdasarkan z score telah mengalami perubahan menjadi status gizi bai, keadaan
luka bersih dan kering serta tidakada tanda-tanda infeksi.
Berdasarkan hal tersebut perawat mempunyai peranan penting, terutama
dalam memberikan pemenuhan nutrisi untuk pasien yang akan dilakukan
pembedahan. Dukungan pemenuhan nutrisi meliputi beberapa tahapan yaitu :
penilaian status nutrisi, penentuan kebutuhan nutrisi, dan tata laksana pemberian
nutris. Penilaian status nutrisi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
antropometri, serta pemeriksaan biokimia. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
dicari data tentang asupan makanan, berat badan (BB) sebelum sakit, penurunan
BB, kurang atau hilangnya nafsu makan. Disamping penilaian subyektif status
gizi, penilaian obyektif juga dilakukan yaitu penilaian ukuran antropometri.
Antropometri digunakan karena tidak mahal, mudah diaplikasikan pada pasien
anak. Antropometri juga konstan dan tidak cepat berubah. Pengukuran yang
dilakukan adalah tinggi badan (TB), berat badan (BB), Lingkaran Lengan Atas
(LLA) dan Tebal Lipatan Kulit (TLK) yaitu cara yang mudah untuk menerangkan
simpanan lemak, biasanya menggunakan ukuran lipatan kulit biseps dan triseps.
Penilaian Indeks Masa Tubuh (IMT) menunjukkan hubungan antara BB dan TB.
Biasanya digunakan untuk penilaian status gizi lebih dan obesitas. Karena pada
anak dengan sakit kritis BB dapat dipengaruhi oleh perpindahan cairan tubuh.

8
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Pasien bedah anak memerlukan dukungan nutrisi perioperatif secara


individu dan adekuat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas. Nutrisi yang
adekuat diperoleh dengan mempertimbangkan penilaian status gizi, kebutuhan
nutrisi, pengetahuan respon metabolik. Penilaian status nutrisi diperoleh dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, antropometri (meliputi BB, TB, LK, LLA, TLK),
dan laboratorium. Nutrisi enteral merupakan pilihan pertama dan apabila tidak
memungkinkan maka dipertimbangkan TPN. Pada beberapa kasus NE dan larutan
untuk TPN yang adekuat perlu diseleksi
4.2 Saran

Untuk tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan diharapkan untuk


dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk pasien yang akan dilakukan
pembedahan meliputi tahapan tahapan penilaian status nutrisi, penentuan
kebutuhan nutrisi, dan tata laksana pemberian nutrisi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bektiwibowo, Munasir, Nasar. 2005. Pemberian nutrisi enteral kasus bedah anak
pengaruh pada status nutrisi. Sari Pediatri : 7: 3 : 136-142.

Meilany T, Alexandra, Arianto A, dkk.2012. Pengaruh malnutrisi dan factor


lainnya terhadap kejadian wound dehiscence pada pembedahan abdominal
anak pada periode perioperatif . Sari Pediatri : 14 : 2.

Suandi. 2012. Diet Anak Sakit Gizi Klinik. Jakarta EGC.

10

Anda mungkin juga menyukai