Anda di halaman 1dari 11

KEJANG PADA NEONATUS

Dwi Hidayah

Pendahuluan
Kejang merupakan manifestasi paling utama dan sering dari gangguan neurologi pada
neonatus.1,2 Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada
bayi baru lahir (BBL). Kejang pada neonatus secara klinis adalah perubahan paroksimal dari
fungsi neurologik yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan akhir periode neonatus.1,3,4,5

Angka kejadian kejang lebih tinggi pada periode neonatus dibanding periode
kehidupan lain kapanpun: 57,5/1000 pada bayi dengan berat lahir <1500 gram dan 2,8/1000
pada bayi dengan berat lahir 2500-3999 gram pernah mengalami kejang. 2 Angka kejadian
kejang pada neonatus di Amerika Serikat belum diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan
80-120/1000 neonatus tiap tahunnya.6 Sebagian besar (80%) kejang pada neonatus terjadi
pada umur 1-2 hari sampai dengan 1 minggu pertama kehidupan.5
kKejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi
kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari. Selain itu
kejang dapat merupakan tanda atau gejala dari satu masalah atau lebih. Walaupun neonatus
mempunyai daya tahan terhadap kerusakan otak lebih baik, namun efek jangka panjang
berupa penurunan ambang kejang, gangguan belajar dan daya ingat tetap terjadi.7,8,9

Patofisiologi
Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang berlebihan dan
sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan yang berulang.
Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masuknya natrium dan repolarisasi terjadi karena
keluarnya kalium melalui membran sel. Untuk mempertahankan potensial membran
memerlukan energi yang berasal dari ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu
keluarnya natrium dan kalium.1,9
Awal pertumbuhan otak setelah lahir merupakan periode peningkatan kerentanan
kejang dibandingkan saat usia yang lain. Hal ini kemungkinan sebagai akibat kombinasi
faktor-faktor spesifik pertumbuhan otak yang mendorong eksitasi dan mengurangi inhibisi.
Pada kejang neonatus tTerdapat ketidakseimbangan distribusi neurotransmitter antikonvulsan
dan prokonvulsan dengan jaringan kerjanya.5

85
Meskipun mekanisme dasar kejang pada neonatus belum diketahui dengan pasti, data
terakhir menunjukkan bahwa depolarisasi yang berlebihan dapat merupakan akibat dari
beberapa alasan. Pertama, gangguan energi yang dapat mengakibatkan gangguan mekanisme
pompa natrium dan kalium. Hipoksemia dan hipokalemia dapat mengakibatkan penurunan
produksi energi yang tajam. Kedua, peningkatan eksitasi dibanding inhibisi neurotransmitter
dapat mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan. Ketiga, penurunan relatif
inhibisi dibanding eksitasi neurotransmitter dapat mengakibatkan depolarisasi yang
berlebihan.1,9 Keempat, interaksi kalsium dan magnesium dengan membran neuron untuk
menghambat perpindahan natrium sehingga hipokalsemia dan hipomagnesia mengakibatkan
peningkatan influks natrium dan depolarisasi.1

Etiologi
Neonatus menghadapi risiko khusus terserang kejang karena penyakit metabolik, toksik,
struktural dan infeksi dibanding periode kehidupan lain kapanpun. Kejang pada neonatus
dapat disebabkan oleh kelainan susunan syaraf pusat primer karena proses intrakranial
maupun sekunder karena masalah sistemik atau metabolik. 9,10 Penyebab utama kejang pada
neonatus tergantung waktu onset, frekuensi relatif dan apakah bayi cukup bulan atau kurang
bulan.1,11 Sampai saat ini penyebab tersering adalah ensefalopati iskemik hipoksik yang
bertanggung jawab terhadap 80% dari keseluruhan kejang pada 2 hari pertama kehidupan. 12
Penyebab sering lainnya perdarahan intrakranial dan infark, stroke dan infeksi prenatal dan
neonatal. Gangguan metabolik akut seperti elektrolit dan glukosa saat ini sudah diminimalkan
karena kemajuan perawatan intensif.5 Menurut Volpe, ensefalopati iskemik hipoksik,
perdarahan intrakranial, infeksi intrakranial dan defek pertumbuhan menempati 80%-85%
dari keseluruhan kasus.1 Penyebab kejang pada neonatus dapat digolongkan sebagai berikut:
Ensefalopati iskemik hipoksik
Ensefalopati iskemik hipoksik, biasanya mengikuti asfiksia perinatal, merupakan penyebab
tersering kejang pada neonatus baik bayi cukup bulan maupun kurang bulan. Kejang biasanya
bertambah parah dan sering mulai 12 jam sampai 24 jam setelah lahir.9

Perdarahan intrakranial
Perdarahan matriks germinal atau intraventrikel adalah penyebab kejang tersering pada bayi
preterm. Bayi dengan ensefalopati iskemik hipoksik sering sulit dibedakan dengan
perdarahan intrakranial. Perdarahan subarachnoid sering terjadi pada bayi cukup bulan. Tipe
perdarahan ini sering terjadi dan tidak bermakna secara klinis.6 Terdapat 45% bayi preterm

86
dengan kejang ternyata mengalami perdarahan matriks germinal atau intraventrikel, 4
khususnya usia gestasi sampai dengan 34 minggu.6 Perdarahan subdural berhubungan dengan
kontusi serebri, lebih sering pada bayi cukup bulan. 6 Perdarahan intrakranial sering sulit
disebut sebagai penyebab tunggal. Perdarahan intrakranial biasanya berhubungan dengan
penyebab lain, yaitu perdarahan subarachnoid, perdarahan subdural dan perdarahan
periventrikular/intraventrikular.9

Metabolik
Penyebab kejang metabolik paling sering pada bayi adalah hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesemia, hiponatremia dan hipernatremia.
Bayi disebut mengalami hipoglikemia apabila kadar glukosa darahnya < 45 mg/dL. Kadang
asimptomatis. Hipoglikemia dapat menjadi penyebab dasar kejang pada neonatus dan gejala
neurologis lainnya seperti apnu, letargi dan jiternes.3,9 Hipoglikemia yang berkepanjangan dan
berulang dapat mengakibatkan dampak yang menetap pada susunan syaraf pusat.9,10
Pemberian deksxtrosa intravena segera dilakukan jika ditemukan kadar glukosa rendah pada
bayi kejang untuk mengembalikan kadar glukosa darah kembali normal.3,9
Hipokalsemia diwaspadai pada bayi dengan berat lahir rendah, Ibu DM, asfiksia,
sindrom DiGeorge, dan bayi yang lahir dari ibu dengan hiperparatiroid. 13 Hipomagnesemia
sering sebagai problem penyerta.2,13 Hiponatremia terjadi oleh karena manajemen cairan yang
tidak tepat atau sebagai akibat syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH).2,13
Sedangkan hipernatremia didapat pada dehidrasi sebagai akibat pemberian ASI tidak cukup,
kelebihan penggunaan natrium bikarbonat, atau pengenceran susu formula yang tidak tepat.13

Infeksi
Infeksi intrakranial baik bakterial maupun non bakterial menjadi penyebab kejang pada
neonatus.11 Infeksi terjadi pada sekitar 5-10% dari seluruh penyebab kejang pada neonatus,
biasanya terjadi setelah minggu pertama kehidupan.9 Infeksi organisme tersering adalah basil
gram negatif, group B Streptococcus, dan TORCH.11

Kernikterus/ensefalopati bilirubin

Kejang yang berhubungan dengan obat

Tabel 1. Penyebab uUtama kKejang pada nNeonatus

87
Frekuensi
Iskemik-hipoksik +++++++
- Prenatal (toksemia, fetal distress, abruption plasenta, kompresi pada
tulang belakang)
- Perinatal (iatrogenic, perdarahan maternal, fetal distress)
- Postnatal (penyebab kardio-respirasi seperti Penyakit membran hyalin,
penyakit jantung bawaan, hipertensi pulmonal)
Perdarahan dan infark intraserebral ++++
- Interventrikuler dan periventrikuler (terutama pada bayi preterm)
- Intraserebral (spontan, traumatik)
- Subdural hematom
- Infark arteri dan vena serebral
Trauma ++++
- Perdarahan intracranial
- Thrombosis vena kortikal
Infeksi ++++
- Ensefalitis, meningitis, abses otak
- Intrauterin (rubella, toksoplasmosis, sipilis, viral seperti
sitomegalovirus, herpes simpleks virus, human immunodeficiency virus,
coxsakie virus b
- Postnatal ( Streptococcus haemolytic, infeksi Escherichia coli, herpes
simplex virus, Mikoplasma)
Metabolik ++
- Hipoglikemia ( kadar gula <20 mg/hari pada preterm dan <30 mg/hari
pada bayi cukup bulan, berhubungan dengan penyulit prenatal dan
perinatal)
- Bayi dari ibu diabetes dan toksemia
- Glucogen storage disease (idiopatik)
- Hipokalsemia (awal, dalam 2-3 hari pertama, terutama pada neonatus
dengan penyulit perinatal, lambat, pada 5-14 hari, terutama nutrisional,
hiperparatiroidisme maternal, sindrom DiGeorges)
- Hipomagnesemia (mungkin disertai atau terjadi bersamaan dengan
hipokalsemia)
- Hiponatremia (terutama nutrisional atau iatrogenik)
- Inborn error of metabolism ( kelainan asam amino dan asam organic,
hiperamonemia, biasanya terlihat dengan bau yang khas, intoleransi
protein, asidosis, alkalosis, letargi dan stupor)
- Pyridoxine dependency
Malformasi perkembangan serebral ++
- Semua kelainan induksi neuronal, segmentasi, migrasi, mielinasi dan
sinaptogenesis seperti polimikrogiria, heteropias neuronal, lisensefali,
holoprosensefali dan hidransefali
Sindrom neurokutaneus ++++
- Tuberous sklerosis, inkontinentia pigmenti
Withdrawal obat dan toksik +++
- Withdrawal dari analgesik narkotik, hipnotik-sedatif dan alcohol, heroin
dan ibu adiktif metadon, barbituratbarbiturat
Injeksi secara tidak sengaja anestesi local selama persalinan ++
Kejang neonatal jinak idiopatik ++
Sumber: Panayiotopoulos CP5

Diagnosis
Kejang pada neonatus merupakann salah satu kegawatan pada bayi baru lahir, sehingga
adanya gerakan abnormal, repetitif dan stereotipik seharusnya dicurigai dan dievaluasi

88
kemungkinan kejang.5 Neonatus dengan kejang memerlukan evaluasi diagnostik terdiri atas
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.1,11 Prosedur diagnosis yang
tepat pada neonatus dengan kejang dapat diduga dari penyebabnya. 1 Pendekatan diagnosis
kejang pada neonatus adalah sebagai berikut:9,14

Bayi dengan kejang, sering letargi diantara kejang dan tampak sakit. Pemeriksaan
neurologik diantara kejang mungkin normal. Bagaimanapun, pemeriksaan neurologi yang
tidak normal mungkin berhubungan dengan sindrom neurologi vokal atau umum. Riwayat
klinis merupakan petunjuk penting pendekatan etiologi kejang pada neonatus.14
Riwayat kejang dalam keluarga
Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa neonatus pada anak yang terdahulu atau
bayi yang meninggal pada masa neonatus tanpa diketahui penyebabnya.

Riwayat kehamilan/prenatal
Infeksi TORCH atau infeksi lain saat ibu hamil, preeklamsia, gawat janian, pemakaian obat
golongan narkotika, metadon, imunisasi anti tetanus, dan Rrubela.

Riwayat persalinan
Asfiksia, episode hipoksik, trauma persalinan, KPD (ketuban pecah dini), anestesi lokal/blok.

Riwayat postnatal
Infeksi bayi baru lahir, keadaan bayi yang tiba-tiba memburuk, bayi dengan pewarnaan
kuning dan timbulnya dini, perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat,
faktor pemicu kejang oleh suara bising atau karena prosedur perawatan, waktu atau awitan
kejang mungkin berhubungan dengan etiologi, bentuk gerakan abnormal yang terjadi.9

Tabel 2. Penyebab mMayor kKejang nNeonatus hHubungannya dengan wWaktu


terjadinya dan fFrekuensi rRelatif
Waktu Terjadinya Frekuensi Relatif
Penyebab 0-3 hari >3 hari Prematur Cukup
bulan
Ensefalopati iskemik kipoksik + +++ +++

Perdarahan Intrakranial + + ++ :+
Infeksi intracranial + + ++ ++
Defek perkembangan + + ++ ++
Hipoglikemi + + +

Hipokalsemia + + + +
Metabolik lain + +

89
Sindrom Epilepsi + + +

Sumber : Volpe JJ1.

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis kejang pada neonatus sangat berbeda dengan kejang pada anak yang lebih
besar.9,10 Perbedaan ini karena susunan neuroanatomik, fisiologis dan biokimia pada berbagai
tahap perkembangan otak berlainan. Meskipun komponen korteks BBL relatif lengkap tetapi
sinaps aksodendrit masih kurang dan mielinisasi sel otak belum sempurna terutama antara
kedua hemistfer.9 Kejang pada neonatus, seperti kejang pada tipe lainnya, adalah paroksismal,
repetitif dan stereotipik.5 Distribusi lima tipe utama kejang pada neonatus menurut Volpe
adalah kejang subtle (50%), kejang tonik (5%), kejang klonik (25%), kejang mioklonik
(20%) dan non-paroxysmal repetitive behaviours.15 Manifestasi klinis bentuk kejang subtle
berupa orofasial, termasuk deviasi mata, kedipan mata, gerakan alis (lebih sering pada BKB)
yang bergetar berulang-ulang, mata yang tiba-tiba terbuka dengan bola mata terfiksasi ke satu
arah (lebih sering pada BKB) gerakan seperti menghisap, mengunyah, mengeluarkan air liur,
menjulurkan lidah, gerakan pada bibir, dan pergerakan ekstremitas sering seperti gerakan
orang berenang, mendayung, bertinju atau bersepeda.9 Kejang tonik melibatkan satu
ekstremitas atau seluruh tubuh.6 Kejang tonik fokal terdiri dari postur tubuh yang menetap
dari badan atau ekstremitas dengan atau tanpa gerakan mata abnormal. Kejang tonik umum
ditandai dengan fleksi tonik atau ekstensi leher, badan dan ekstremitas, biasanya dengan
ekstensi ekstremitas bawah juga.9,13 Kejang klonik lebih sering terjadi pada bayi cukup
bulan dan biasanya berhubungan dengan EEG kejang. Dua tipe kejang klonik yaitu fokal dan
multifokal.9,10,13 Kejang mioklonik tampak pada bayi cukup bulan maupun bayi kurang
bulan.13 Terdapat tiga tipe kejang mioklonik yaitu fokal, multifokal dan umum.9,10,13

Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan neonatologis pediatrik dan neurologis,
dilakukan secara sistemik dan berurutan. Kadang pemeriksaan neurologi saat antar kejang
dalam batas normal, namun demikian tergantung penyakit yang mendasarinya, sehingga pada
BBL yang mengalami kejang perlu pemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan
neonatologik dan neurologis, dilakukan secara sistemik dan berurutan.9

90
Pemeriksaan penunjang
Konfirmasi pemeriksaan penunjang diperlukan secara selektif, dan prioritas berdasarkan
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis untuk mengetahui kemungkinan penyebab dan
tatalaksananya.1
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang mungkin diperlukan adalah pemeriksaan darah rutin, gula darah, elektrolit,
amonia/BUN, laktat, analisa gas darah, analisa cairan serebrospinal, septic work up, kadar
bilirubin total, direk dan indirek.9

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan meliputi ultrasonografi kepala dilakukan untuk menyingkirkan adanya
perdarahan intraventrikular atau periventrikular, computed tomography (CT) scanning kepala
untuk mengetahui adanya infark, perdarahan, kalsifikasi, dan malformasi serebral dan
magnetic resonance imaging (MRI) yang merupakan test paling sensitif untuk membedakan
etiologi kejang pada neonatus.6,13

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)


EEG dapat membantu menentukan diagnosis, lamanya pengobatan dan prognosis kejang
pada neonatus.1,9 Elektroensefalografi merupakan memegang peranan vital untuk identifikasi
yang tepat dan ppembedaan kejang pada neonatus dari kejang nonepileptik. 16,17 Gambaran
EEG abnormal pada neonatus dapat berupa gangguan kontinuitas, amplitudo atau frekuensi;
asimetris atau asinkron interhemisfer; bentuk gelombang abnormal; gangguan fase tidur;
aktifasi kejang mungkin dapat dijumpai.3,9

Tatalaksana
Kejang berulang mungkin mengakibatkan kerusakan otak sehingga tata laksana yang tepat
diindikasikan. Metode tata laksanan tergantung dari penyebab kejang, konsultasi terhadap
neurologi dianjurkan. Tata laksana kejang pada neonatus yang optimal masih merupakan
kontroversi dan banyak variasi antar senter khususnya penggunaan antikonvulsan.13
Manajemen awal kejang antara lain adalah 1). Pengawasan jalan napas bersih dan
terbuka, pemberian oksigen, n2). Pasang jalkur infus dan berikan cairan dalam dosis rumatan,
3). Bila kadar glukosa darah < 45 mg/dl, tangani hipoglikeminya sebelum melanjutkan
manajemen kejang. 7,8,9,13 Bayi hipoglikemik dengan kejang diberikan dektrosa 10% 2-4 ml/kg
intravena (IV) dilanjutkan 6-8 mg/kg/menit melalui infus kontinu. 4). Bila bayi dalam
keadaan kejang atau bayi kejang dalam beberapa jam terakhir, beri injeksi fenobarbital 20

91
mg/kg berat badan secara IViv, diberikan pelan-pelan dalam waktu 5 menit. Apabila jalur IV
belum terpasang, beri injeksi fenobarbital 20 mg/kg dosis tunggal secara IM, atau dosis dapat
ditingkatkan 10-15 mg dibandingkan dosis IV. Bila kejang tidak berhenti dalam waktu 30
menit, beri ulangan fenobarbital 10 mg/kgbb secara IV atau IM dapat diulangi sekali lagi 30
menit kemudian bila perlu. Dosis maksimal 40 mg/kgbb/hari.
Bila kejang masih berlanjut atau berulang, beri injeksi fenitoin 20 mg/kgbb, dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Fenitoin hanya boleh diberikan secara IV, campur
dosis fenitoin ke dalam 15 ml garam fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 0,5 ml/menit
selama 30 menit. Fenitoin hanya boleh dicampur dengan larutan garam fisiologis, sebab jenis
cairan lain akan mengakibatkan kristalisasi. Monitor denyut jantung selama pemberian
fenitoin IV.
Paclac Manual and Guidelines menyarankan untuk manajemen kejang
sebagai berikut (disarankan untuk melakukan konsultasi dengan ahli neurologi dan
sub bagian saraf anak):
Terapi suportif
Terapi suportif meliputi 1). Pemantauan ketat: pasang monitor jantung dan pernapasan serta
pulse oxymeter.2). Pasang jalur intra vena, berikan infuse dekstrosa, 3). Beri bantuan
respirasi dan terapi oksigen bila diperlukan. 4). Koreksi gangguan metabolik dengan tepat.

Medikamentosa
Pemberian antikonvulsan merupakan indikasi pada manajemen awal. Tatalaksana
antikonvulsan konvensional digunakan bila tidak ada metabolik yang mendasari, fenobarbital
dan fenitoin loading dose mampu mengontrol 85% kejang pada neonatus.13 Langkah-langkah
tatalaksana medikamentosa kejang neonatus adalah 1). Fenobarbital dengan dosis awal
(loading dose) 20-40 mg/kgbb intravena mulai dengan 20 mg/kgbb selama 5-10 menit, 2).
Pantau depresi pernapasan dan tekanan darah, 3). Dosis rumatan 3-5 mg/kgbb dibagi dala m 2
dosis, 4). Kadar terapeutik dalam diukur 1 jam setelah pemberian intravena atau 2-4 jam
setelah pemberian per oral dengan kadar 15-45 ugm/mL.
Fenitoin (Dilantin)
Fenitoin biasanya diberikan hanya apabila bayi tidak memberi respon yang adekuat terhadap
pemberian fenobarbital. Dosis awal (loading dose) untuk status epileptikus 15-20 mg/kgbb
intravena pelan-pelan. Karena efek alami obat yang iritatif maka beri pembilas larutan garam
fisiologis sebelum dan sesudah pemberian obat. Pengawasan terhadap gejala bradikardia,
aritmia dan hipotensi selama pemberian infus. Dosis rumat hanya dengan jalur intra vena
(karena pemberian oral tidak efektip) 5-8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 atau 3 dosis. Kadar

92
terapeutik dalam darah (fenitoin bebas dan terikat) 12-20 mg/L atau 1-2 mg/l (hanya untuk
fenitoin bebas).

Lorazepam (Ativan)
Lorazepam biasanya diberikan pada BBL yang tidak memberi respon terhadap pemberian
fenobarbital dan fenitoin secara berurutan. Dosis efektif adalah 0.05-0.10 mg/kgbb diberikan
intravena dimulai dengan 0.05 mg/kgbb pelan-pelan dalam beberapa menit. Obat ini akan
masuk ke dalam otak dengan cepat dan membentuk efek antikonvulsan yang nyata dalam
waktu kurang 5 menit. Pengawasan terhadap depresi pernapasan dan hipotensi.

Prognosis
Bukti terkini menunjukkan bahwa kejang pada neonatus merusak pertumbuhan otak normal. 13
Pada beberapa dekade terakhir prognosis kejang pada neonatus sejalan dengan peningkatan
dan kemajuan perawatan neonatal intensif. Kematian akibat kejang pada neonatus menurun
dari 40% menjadi 20%.2 Etiologi kejang sangat berperan dalam penentuan keluaran dan
prognosis.2,6,11,13 Pasien kejang sekunder akibat ensefalopati 50% mempunyai kesempatan
mendapatkan perkembangan normal. Pasien kejang akibat primer perdarahan subarachnoid
dan hipokalsemia mempunyai pronosis lebih baik.2
Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung semakin tinggi risiko kerusakan
pada otak dan berdampak pada terjadinya kelainan neurologik lanjut.9,10

Tabel. 3. Probabilitas perkembangan normal kejang pada neonatus


Penyebab kejang Probabilitas perkembangan normal (%)
Ensefalopati hipoksik iskemik 50
Perdarahan subarachnoid 90
Perdarahan intrakranial lainnya 50
Hipoglikemia 50
Hipokalsemia 90
Meningitis bakterialbakterial 20-50
Abnormalitas perkembangan 0
Fifth-day fits 100
Idiopatik 75
Sumber: Levene MI, Tudehope DI, Sinha SK11

93
SKesimpulan
Kejang pada neonatus merupakan kegawatan pada BBL. Penalaksanaan kejang secara
komprehensif dapat mengatasi dan mengendalikan kejang serta mencari penyebab.
Investigasi etiologi kejang pada neonatus menentukan tatalaksana dan prognosis. Pemilihan
antikonvulsan dilakukan berdasarkan efektivitas dan ketersediaan. Diagnosis yang cepat dan
terapi tepat merupakan hal yang penting, karena pengenalan kondisi yang terlambat meskipun
tertangani akan dapat meninggalkan sekuele pada sistim saraf.

Daftar Pustaka
1. Volpe JJ. Neonatal Seizures. Dalam Volpe JJ, penyunting. Neurology of the newborn. Edisi ke-5.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2008.h.203-244.
2. Mikati MA. Neonatal seizures. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Geme III JW, Schor NF, Berhman RE.
Nelson texbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2011.h.2033-2037.
3. Gomella TC. Seizure Activity in Neonatology. Dalam: Gomella TC, Cunningham MD, Eyal FG,
penyunting. Management, procedure, on call problems and drugs. Edisi ke5. New York: Lange medical
Publ, 2004.h.310-313.
4. Scher MS. Neonatal Seizures. Dalam: Taeush HW, Ballard RA, Gleason CA. Penyunting. Averys Disease
of the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005.h.1005-1025.
5. Panayiotopoulos CP. Neonatal seizures and neonatal syndromes. Dalam: The epilepsi: seizures, syndromea
and management. Oxfordshire (UK): Bladon Medical Publishing;2005.
6. Sheth RD. Neonatal seizures. http://emedicine.medscape.com/article/1177069 . Diakses 2 Desember 2011
7. Departemen Kesehatan RI-IDAI (UKK Perinatologi)-MNH-JHPIEGO. Buku panduan manajemen masalah
bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit. Kosim MS, Surjono A, Setyowireni D,
penyunting. Jakarta: Departemen Kesehatan RI 2004.
8. Kosim MS. Kejang pada bayi berat lahir rendah. Disampaikan pada Seminar Penatalaksaan terkini BBLR.
Solo 27-28 Januari, 2007.

94
9. Sarosa GI. Kejang dan spasme. Dalam Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.h.226-250.
10. Rennie JM. Seizures. Dalam Rennie JM, penyunting. Robertons texbook of neonatology. Edisi ke-4.
Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone, 2005.h.1105-1129.
11. Levene MI, Tudehope DI, Sinha SK. Neurological disorder. Dalam: Levene MI, Tudehope DI, Sinha SK,
penyunting. Essential neonatal medicine. Edisi ke-4. Masschusetts: Blakwell Publishing, Inc, 2008.h.206-
224.
12. Minchom P, Niswander K, Chalmers I, Dauncey M, Newcombe R, Elbourne D, et al. Antecedents and
outcome of very early seizures in infants born at or aafter term. Br J Obstet Gynaecol. 1987;94:431-439.
(Pubmed:3580326).
13. Pathak A. Seizures in the neonate. Dalam: Gomella TL, cunningham MD, Eyal FG, penyunting.
neonatologi Management, procedure, on call problems and drugs. Edisi ke-6. New York: Lange medical
Publ, 2009.h.659-665.
14. Volpe JJ. Hypoxic-Ischemic Encephalopathy: Biocemical and pathofisiology aspect. Dalam: Volpe JJ,
penyunting. Neurology of the newborn. Edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders;2000:217-276(n)
15. Volpe JJ. Neonatal seizures: current concepts and revised classificasion. Pediatrics. 1989;84:422-428.
16. Sheth RD, Buckley DJ, Gutierrez AR, et al. Midazolam in the treatment of refractory neonatal seizures.
Clin Neuropharmacol.1996;19(2):165-170
17. Cherian PJ, Deburchgraeve W, Swarte RM, De Vos M, Govaert P, Van Huffel S, et al. Validation of a new
automated neonatal seizure detection system: a clinicians perspective. Clin Neurophysiol.
2011;122(8):1490-1499

95

Anda mungkin juga menyukai