Anda di halaman 1dari 23

PAPER

RAYNAUDS DISEASE

Oleh :

ARI ARDIANSAH
17360282

Pembimbing:

dr. Hamzah Sulaiman Lubis Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR
Dengan rahmat Allah SWT, saya dapat menyelesaikan penyusunan paper

yang berjudul Raynauds Disease. paper ini disusun untuk memenuhi tugas

kepaniteraan klinik.

Terima kasih kepada dokter pembimbing dr. Hamzah Sulaiman Lubis

Sp.B selaku pembimbing yang telah membantu dalam menyelesaikan paper ini.

Saya menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

saran dan kritik sangat diharapkan dari semua pihak.

Medan, Oktober 2017

Penulis

Ari Ardiansah
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .....................................................................................................i

KATA PENGANTAR ......................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1

1.1 Latar Belakang .................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................2

2.1 Pembuluh Darah ...............................................................................2

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh darah arteri....................2

2.1.2 Pendarahan Arteri Ekstremitas Atas ...................................4

2.1.3 Pendarahan arteri ekstremitas bawah .................................5

2.1.4 Pendarahan arteri organ-organ visera .................................6

2.2 Fisiologi Sirkulasi Digiti ..................................................................8

2.3 Efek denervasi simpatis .....................................................................9

2.4 Raynauds Disease ............................................................................9

2.4.1 Definisi Raynauds Disease ...............................................9

2.4.2 Patofisiologis Raynauds Disease ......................................11

2.4.3 Etiologi Raynauds Disease ...............................................12

2.4.4 Tanda dan Gejala Raynauds Disease ...............................14

2.4.5 Penatalaksanaan Raynauds Disease ..................................14

BAB 3 KESIMPULAN ....................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................20


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Raynauds disease (RAY-noz) merupakan suatu keadaan yang


menyerang pembuluh darah pada ektremitas yang terdiri dari tangan, kaki,
hidung dan telinga ketika terdapat dingin dan stress. Ini dinamakan oleh
Maurice Raynaud (1834 - 1881), seorang terapis dari Perancis yang
menyatakan pertama kali pada tahun 1862.
Raynauds Disease merupakan salah satu penyakit yang menyerang
pembuluh darah arteri, dimana penyebabnya merupakan non-
aterosklerotik. Non-aterosklerotik merupakan salah satu penyebab
penyakit arteri dimana penyakit hanya menyerang susunan pembuluh
darah arteria pada lapisan media arteria dan arteri perifer. Ada beberapa
macam penyakit arterial yang disebabkan oleh Non-sterosklerotik tersebut
antara lain salah satunya adalah gangguan vasospastik pada pembuluh
darah arteri dimana keluhan tersebut dinamakan Raynauds Disease.
Raynauds disease tersebut banyak terjadi pada kalangan wanita muda
yang hidup diiklim yang dingin.
Raynauds Disease terbagi menjadi dua antara lain Primary dan
Secondary Raynauds. Raynauds Disease banyak menyerang pada wanita
muda dan wanita dewasa diiklim dingin. Factor penyebab dari Raynauds
Disease ini idiopathic atau belum diketahui, tapi penyakit ini terjadi saat
terdapat factor pencetus antara lain suhu dingin dan stress .
Lebih dari 50% pasien dengan Raynauds phenomenon memiliki
Raynauds disease. Raynauds disease lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria, dan biasanya berusia antara 20 sampai 40 tahun.
Jari-jari tangan lebih sering terkena dibandingkan jari-jari kaki (Creager,
2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembuluh Darah


2.1.1 Anatomi Dan Fisiologi Pembuluh Darah Arteri
Arteri merupakan pembuluh yang bertugas membawa darah menjauhi
jantung. Tujuannya adalah sistemik tubuh, kecuali a.pulmonalis yang membawa
darah menuju paru untuk dibersihkan dan mengikat oksigen. Arteri terbesar yang
ada dalam tubuh adalah aorta, yang keluar langsung dari ventrikel kiri jantung.
Aorta yang keluar keluar dari ventrikel kiri jantung sebagai aorta ascendens.
Kemudian, aorta ascendens mengalami percabangan yaitu arcus aorta sebelum
melanjutkan diri sebagai aorta descendens. Arcus aorta memiliki tiga
percabangan yaitu:
a.brachiocephalic/a.anonyma. Arteri ini akan bercabang
menjadi a.carotis communis dextra, a.subclavia dextra dan
a.thyroidea (yang mendarahi kelenjar thyroid bagian inferior).
a.carotis communis sinistra
a.subclavia sinistra.
Aorta dan cabang-cabangnya

Setiap a.carotis communis (baik dextra maupun sinistra) akan bercabang


menjadi a.carotis interna(yang mendarahi otak) dan a.carotis externa(yang
mendarahi wajah, mulut, rahang dan leher) . Sedangkan setiap a.subclavia (baik
dextra dan sinistra) akan bercabang antara lain menjadi a.vertebralis (mendarahi
otak dan medula spinalis).Kedua a.vertebralis (dextra dan sinistra) akan menyatu
menjadi arteri-arteri spinal yang segmental, dan sebelum naik ke otak akan
membentuk a.basilaris. A.basilaris lalu bercabang menjadi a.cerebralis posterior
dan beranastomosis dengan a.communicating posterior dan a.cerebralis anterior
membentuk circulus Willisi yang khas di otak.
Arteri subclavia sendiri tetap berjalan ke ekstremitas atas
sebagai a.aksilaris dan mempercabangkan a.subscapularis, yang mana akan
mempercabangkan a.circumflexa scapulae. Selain itu, a.subclavia juga akan
bercabang menjadi a.mammaria interna (memperdarahi dinding dada depan dan
kelenjar susu), a.thyrocervicalis dana.costocervical. Cabang dari a. thyrocervical
adalah a.thyroidea inferior yang mendarahi kelenjar thyroid, a.suprascapular
(a.transversa scapulae) dan a.tranversa colli (a.transversa cervical).

2.1.2 Pendarahan Arteri Ekstremitas Atas


Pendarahan ekstremitas atas disuplai oleh a.aksilaris, yang merupakan
cabang dari a.subclavia (baik dextra maupun sinistra). A.aksilaris ini akan
melanjutkan diri sebagai a.brachialis di sisi ventral lengan atas, selanjutnya pada
fossa cubiti akan bercabang menjadi a.radialis (berjalan di sisi lateral lengan
bawah, sering digunakan untuk mengukur tekanan darah dan dapat diraba
pada anatomical snuffbox) dan a.ulnaris (berjalan di sisi medial lengan bawah).

Pendarahan lengan atas

A.radialis terutama akan membentuk arkus volaris profundus, sedangkan


a.ulnaris terutama akan membentuk arkus volaris superfisialis, yang mana kedua
arkus tersebut akan mendarahi daerah tangan dan jari-jari.
Arcus volaris

2.1.3 Pendarahan arteri ekstremitas bawah


Pendarahan ekstremitas bawah disuplai oleh a.femoralis, yang merupakan
kelanjutan dari a.iliaka eksterna (suatu cabang a.iliaka communis, cabang
terminal dari aorta abdominalis). Selanjutnya a.femoralis memiliki cabang
yaitu a.profunda femoris, sedangkan a.femoralis sendiri tetap berlanjut
menjadia.poplitea. A.profunda femoris sendiri memiliki empat
cabang a.perfontrantes. Selain itu juga terdapat a.circumflexa femoris
lateral dana.circumflexa femoris medial yang merupakan percabangan dari
a.profunda femoris.
Arteri femoralis

A.poplitea akan bercabang menjadi a.tibialis anterior dan a.tibialis


posterior. A.tibialis anterior akan berlanjut ke dorsum pedis menjadi a.dorsalis
pedis yang dapat diraba di antara digiti 1 dan 2. A.tibialis posterior akan
membentuk cabanga.fibular/peroneal, dan a.tibialis posterior pedis sendiri tetap
berjalan hingga ke daerah plantar pedis dan bercabang menjadi a.plantaris
medial dana.plantaris lateral. Keduanya akan membentukarcus plantaris yang
mendarahi telapak kaki.
Sedangkan di daerah gluteus, terdapat a.gluteus superior, a.gluteus
inferior dan a.pudenda interna. Ketiganya merupakan percabangan daria.iliaca
interna.

2.1.4 Pendarahan arteri organ-organ visera


Pendarahan organ-organ visera disuplai oleh aorta abdominalis, suatu
terusan dari aorta descendens. Cabang-cabang dari aorta abdominalis tersebut
adalah: a.phrenicus inferior, a.coeliaca, a.mesenterica superior, a.suprarenal
media, a.renalis, a.gonadal (a.ovarica/a.testicular), a.lumbar, a.mesenterica
inferior, a.sacral mediana, dan a.iliaca communis. Organ-organ dalam seperti hati,
lambung, dan limpa disuplai oleh a.coeliaca, kelenjar anak ginjal disuplai oleh
a.suprarenal media, ginjal disuplai oleh a.renalis, intestinum disuplai oleh
a.mesenterica superior dan inferior.

Aorta abdominal

Dasar Fisiologi Darah


Hukum poeseville : Q= k.Ap.r2
1h
Keterangan :
Q : arus darah
K : bilangan konstan ( / ) yang mempunyai laminar flow pada pembuluh
Ap : pressure gradient --- membantu pemompaan darah selama systole
R : diameter pembuluh
1 : panjang pembuluh
h : viskositas darah
2.2 Fisiologi Sirkulasi Digiti
Kecepatan aliran darah dipengaruhi oleh gradien tekanan yang melewati
vascular bed dan tahanan terhadap aliran yang melaluinya. Gradien tekanan yang
dihasilkan bergantung pada panjang pembuluh darah dan viskositas darah.
Adanya variasi dari kelima parameter tersebut menyebabkan perubahan laju aliran
darah (Birnstingl, 1971).
Aliran darah jari lebih berkaitan dengan regulasi suhu dibandingkan
kebutuhan metabolik lokal, dan sangat bertanggung jawab terhadap suhu lokal dan
laju aliran darah (Burton, 1939 dalam Birnstingl, 1971). Mekanisme aliran darah
lokal yang bervariasi terdapat pada anastomosis arteri-vena, terutama pada
sejumlah bagian jari tangan dan jari kaki, yaitu nail beds dan pulpa phalangeal
distal, dimana pada kedua bagian ini laju aliran darah paling dipengaruhi
(Birnstingl, 1971).
Aliran darah digiti dikontrol oleh sistem saraf pusat yang bekerja melalui :
1. Sabut saraf simpatis vasokonstriktor
2. Respon lokal dalam otot polos dinding pembuluh darah
Pada penyakit Raynaud yang sebenarnya, atau vasospasme fungsional, terjadi
konstriksi arteriol dan venule. Tetapi kadang-kadang, venule dan kapiler dapat
berdilatasi, melalui paralisis anoksia lokal yang menimbulkan warna kebiruan.
Ketika spasme berhenti, tahap refleks vasodilatasi muncul disebabkan karena
akumulasi substansi dilatator dalam jaringan (Birnstingl, 1971).
Pada obstruksi organik, blokade biasanya terjadi pada arteriol atau arteri digiti.
Hilangnya tekanan transmural dalam arteri terhadap blokade menimbulkan
kontraksi pasif dinding pembuluh darah, sehingga menurunkan aliran darah.
Terlebih lagi, reduksi dalam pembuluh darah ini menghasilkan berkurangnya
aliran sebanyak empat kali lipat, menurut hukum Poiseuille. Faktor pasif lainnya
yaitu viskositas darah, yang meningkat pada laju aliran darah yang rendah. Hasil
akhir dari berbagai pengaruh ini yaitu aliran darah menjadi bergantung pada suatu
keadaan ketidaksetimbangan yang tidak stabil, dimana tekanan pembuluh darah
intra-arterial distal menurun ke titik kritis tekanan terhadap obstruksi yang
terjadi, menyebabkan aliran darah berhenti mendadak (Roddie dan Shepherd,
1957 dalam Birnstingl, 1971). Hal ini khususnya terjadi ketika tonus vasomotor
tinggi, sebagai contoh selama paparan terhadap suhu dingin atau ketika pembuluh
darah terkompresi oleh genggaman tangan, dan menjelaskan hilang-timbulnya
(intermitensi) episode iskemik, yang disebut fenomena Raynaud akibat blokade
organik permanen. Namun karena perubahan struktural melibatkan arteri dari jari-
jari yang berbeda, iskemik jarang terjadi secara simetris (Birnstingl, 1971).

2.3 Efek denervasi simpatis


Aliran darah di tangan awalnya meningkat disebabkan hilangnya aktivitas
vasokonstriktor pusat. Puncak aliran terjadi sekitar dua hari setellah simpatektomi,
dengan peningkatan aliran darah sebanyak lima hingga 12 kali. Hal ini diikuti
dengan reduksi aliran darah secara bertahap hingga beberapa minggu, aliran darah
yang tersisa berada di tingkat preoperatif (Barcroft, 1952 dalam Birnstingl, 1971).
Menurunnya aliran terjadi bila seksio preganglionik ataupun postganglionik telah
dilakukan dan disebabkan karena penyembuhan tonus intrinsik otot dinding
pembuluh darah. Ketika simpatektomi selesai, refleks pemanasan maupun
pendinginan tubuh tidak menimbulkan efek terhadap laju aliran darah di tangan.
Meskipun begitu, setelah satu atau dua tahun, respon vasokonstriktor kembali
untuk mendinginkan tangan, yang muncul kembali sebagai sifat arteriol digiti itu
sendiri (Birnstingl, 1971).

2.4 Raynauds Disease


2.4.1 Definisi Raynauds Disease
Menurut Sylvia A.Price dan Lorraine M.Wilson, 1992 Raynauds
syndrome adalah keadaan vasospatik yang disebabkan oleh vasospasme dari
arterial dan arteriola kecil kulit dan subkutan.Ada 2 bentuk Raynauds syndrome:
Primer (idio patik) atau sering disebut Raynauds Spastik.
Perjalanan Primary Raynauds biasanya jinak, karena sifat
vasospasme yang intermitten.
Sekunder atau sering disebut Raynauds Obstruktif
Disebabkan oleh penyakit obstruktif difus yang di sebabkan
kondisi-kondisi penyerta seperti Skleroderma.
Menurut Colema SS dan Anson BJ, 1961
Kondisi-kondisi vasospastik antara lain:
Raynauds Phenomenon
Kondisi pucat pada jari-jari tangan atau kaki yang terjadi dengan
atau tanpa disertai cyanosis karena rangsangan suhu dingin.
Raynauds Disease disebut juga Primary Raynauds
Timbul ketika Raynauds Phenemenon terjadi yang tanpa disertai
adanya penyakit causative. Sering terjadi pada wanita muda jika
kasus memberat akan timbul gangrene atau perubahan atropic yang
hanya terbatas pada kulit bagian distal jari-jari kaki atau tangan.
Raynauds Syndrome disebut juga Secondary Raynauds
Timbul ketika Raynauds Phenomenon disertai dengan penyakit lain
seperti :
Connective Tisue Dsorders seperti Lupus Erythematous,
Scleroderma, Arthritis, dan lain-lain.
Neorologic Disorders
Penyumbatan Arterial Disorders
Blood Dyscrasias
Carpal Tunnel Syndrome
Menurut Cotran Robbins dan Kumar, 1995
Raynauds Disease menunjukan pucat paroxysmal atau sianosis jari tangan
atau kaki dan kadang-kadang ujung hidung dan talinga (bagian-bagian akral)
dusebabkan oleh vasospasme berat pada wanita muda yang sehat.
Raynauds Phenemoenon
Raynauds phenomenon dicirikan oleh adanya iskemia digital episodik,
yang secara klinis dimanifestasikan oleh adanya perkembangan berurutan dari
digitalis yang memucat, cyanosis, dan rubor pada jari-jari tangan dan kaki setelah
adanya paparan dingin dan diikuti oleh rewarming. Stres emosional juga dapat
menyebabkan Raynauds phenomenon. Perubahan warna yang terjadi biasanya
berbatas tegas dan hanya terbatas pada jari-jari tangan dan kaki. Biasanya satu
atau lebih digiti akan tampak putih ketika pasien terpapar lingkungan dingin atau
menyentuh objek dingin. Blanching (pucat), atau pallor, menunjukkan fase
iskemik dari fenomena dan merupakan hasil dari vasospasme arteri digitalis.
Selama fase iskemik, kapiler dan venule berdilatasi, dan sianosis yang berasal dari
deoxygenated blood tampak pada pembuluh-pembuluh darah ini. Sensasi dingin
atau mati rasa atau paresthesia dari digiti sering terjadi pada fase pallor dan
sianosis (Creager, 2008).
Dengan adanya rewarming, vasospasme digitalis berakhir, dan darah yang
mengalir ke arteriol dan kapiler yang berdilatasi akan meningkat. Reactive
hyperemia ini menyebabkan warna merah cerah pada digiti. Selain rubor dan
hangat, pasien juga mengalami sensasi nyeri, throbbing selama fase hiperemik.
Meskipun respons warna trifasik khas pada Raynauds phenomenon, beberapa
pasien mungkin hanya mengeluhkan pallor dan sianosis; yang lain mungkin hanya
mengalami sianosis saja (Creager, 2008).
Menunjukan insufisiensi arterial pada extremitas sekunder terhadap
penyempitan arteri akibat belbagai penyebab termasuk:
Atero sclerosis
.Lupus Sistemik
Sklerosis Sistemi (skleroderma)
Penyakit Buerger

2.4.2 Patofisiologis Raynauds Disease


Raynauds Disease sering terjadi pada kebanyakan wanita muda yang
hidup diiklim yang dingin. Raynauds disease juga ditandai oleh perubahan fisik
dari warna kulit yang dicetuskan oleh rangsangan dingin atau emosi.
Ketika tangan atau kaki terangsang dingin atau emosi maka mula-mula
akan terjadi Fase Pucat yang disebabkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini terjadi
karena spasme pada pembuluh darah. Akibat dari spasme pembuluh darah maka
kaki atau tangan tidak dapat menerima aliran darah yang cukup dan bahkan tidak
cukup untuk menjaga nutrisi yang cukup.
Pada kasus yang parah, maka pembuluh darah itu terus menerus
menyempit selama bertahun-tahun, sehingga nutrisi sangat tidak tercukupi atau
berkurang yang kemungkinan besar akan menyebabkan iskemik pada jaringan dan
jari-jari tangan atau kaki dapat menyebabkan ganggren. Tapi pada kasus yang
lebih jinak, hanya terjadi sumbatan sementara pada pembuluh darah pada sebagian
jaringan. Pembuluh-pembuluh darah juga tidak dapat mengalir mengalir ke tangan
atau kaki, begitupun nutrisinya juga sangat tidak mencukupi.
Disini juga akan terjadi iskemik pada jaringan, tetapi iskmik tersebut
hanya berlangsung beberapa menit dan akan terjadi Hyperemia Re-aktif. Setelah
Hyperemia Re-aktif akan terjadi Fase Sianotik. Dimana fase ini terjadi mobilitas
bahan-bahan metabolic abnormal yang mampu memperberat atau menambah rasa
sakit, dimana rasa sakit tadi semakin lama akan terus bertambah sakit. Setelah
Fase Sianotik terjadi Fase Rubor. Fase ini terjadi akibat dilatasi pembuluh darah
pada tangan atau kaki dan mungkin juga diakibatkan Hyperemia Re-aktif yang
mampu menimbulkan warna merah yang sangat pada tangan atau kaki. Kadang-
kadang juga mampu menimbulkan perasaan baal atau kesukaran dalam
pergerakan motorik halus dan suatu sensasi dingin.

2.4.3 Etiologi Raynauds Disease


Etiologi Raynauds Disease tidak ada penyebab yang dikenal atau
idiopatik (tidak jelas). Baik untuk Primary Raynauds maupun Secondary
Raynauds. Raynauds disease ini merupakan respon berlebihan dari vasomotor
sentral dan local normal terhadap dingin atau emosi.
Pada Raynauds phenomenon sekunder, Raynauds phenomenon terjadi
pada 80-90% pasien dengan sistemik sklerosis (skleroderma). Hal ini dapat
menjadi satu-satunya gejala skleroderma selama bertahun-tahun. Pada kelainan
ini, abnormalitas pada pembuluh darah digitalis memegang peranan penting.
Ischemic fingertip ulcer dapat berkembang dan mengarah ke gangren dan
autoamputasi. Sekitar 20% pasien dengan systemic lupus erythematosus (SLE)
memiliki Raynauds phenomenon. Kadang-kadang, iskemia digitalis persisten
dapat berkembang dan menyebabkan ulkus atau gangrene. Pada kebanyakan kasus
yang berat, pembuluh-pembuluh darah kecil tersumbat oleh endarteritis
proliferatif. Raynauds phenomenon terjadi sekitar 30% pada pasien dengan
dermatomyositis atau polymyositis (Creager, 2008).
Aterosklerosis pada ekstremitas merupakan penyebab Raynauds
phenomenon yang sering pada pria >50 tahun. Thromboangiitis obliterans
seharusnya dipertimbangkan sebagai penyebab Raynauds phenomenon pada pria
muda, terutama perokok. Kadang-kadang, Raynauds phenomenon juga dapat
mengikuti oklusi akut arteri sedang dan besar oleh adanya trombus atau embolus.
Pada pasien dengan thoracic outlet compression syndrome, Raynauds
phenomenon dapat timbul sebagai akibat penurunan tekanan intravaskular,
stimulasi serat simpatetik pleksus brakialis, atau kombinasi keduanya. Raynauds
phenomenon juga berhubungan dengan berbagai dyscrasia darah dan hipertensi
pulmonary primer (Creager, 2008).
2.4.4 Tanda dan Gejala Raynauds Disease
Tanda dan gejala pada Raynauds Disease yang akut antara lain hanya
terjadi kesukaran dalam pergerakan halus (perasaan bebal) dan kadang kesukaran
dalam suatu sensasi dingin. Pada Raynauds Disease yang kronis terdapat tanda-
tanda antara lain Cyanosis, tapering (jari meruncing), serta ganggren pada ujung-
ujung jari dengan jari-jari lebih mengkilap dan flattened pulps.

2.4.5 Penatalaksanaan Raynauds Disease


1. Terapi suportif
Perubahan gaya hidup efektif dapat membantu pada pasien dengan
penyakit ringan. Menghentikan kebiasaan merokok, menghentikan
penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan RP (Raynauds
phenomenon), maupun merubah pekerjaan juga dapat membantu. Pil
kontraseptif seharusnya dihentikan bila diketahui ada hubungan dengan
perkembangan RP (Belch, 1996).
Ketakutan terhadap penyakit juga dapat memperburuk gejala dan
penghiburan kadang diperlukan. Saran untuk mempertahankan kehangatan
dan proteksi dari dingin sangat penting, antara lain dapat dengan
menggunakan sarung tangan dan kaos kaki penghangat (electrically heated
gloves and socks) (Belch, 1996).
Perawatan luka yang baik pada ulcer digitalis juga harus dilakukan.
Jika ada ulkus yang lembab, harus dilakukan swab dan dikirim untuk
pemeriksaan kultur (Belch, 1996).
2. Simpatektomi
Simpatektomi operatif pada ekstremitas atas memiliki relapse rate
yang tinggi dan respons yang buruk pada RS (Raynauds Syndrome).
Karena itu, terapi ini tidak lagi direkomendasikan untuk RP (Raynauds
phenomenon) pada ekstremitas atas. Di sisi lain, simpatektomi masih
memainkan peran penting pada terapi RP yang mengenai ekstremitas
bawah di mana hasilnya dapat menguntungkan (Belch, 1996).
3. Terapi Obat
Salah satu pendekatan yang paling efektif pada RS (Raynauds
Syndrome) yang berhubungan dengan sklerosis sistemik adalah
pengembangan terapi prostaglandin, yaitu dengan PGE1 dan PGI2. Iloprost
adalah analog PGI2 yang memberikan keuntungan pada terapi RP, di mana
iloprost lebih stabil dibandingkan PGE1 dan PGI2 (Belch, 1996).
Penggunaan vasodilator pada RP (Raynauds phenomenon) masih
kontroversial karena banyak studi yang menunjukkan tidak terkontrol.
Tetapi, masih ada beberapa senyawa yang dapat memberikan keuntungan,
antara lain inositol, nicotinate, naftidrofuryl, dan oxpentifylline, yang
efeknya baru akan tampak setelah 2 sampai 3 bulan terapi. Pada pasien
yang lebih berat, pengobatan ini tidak memberikan keuntungan (Belch,
1996).
Banyak studi yang telah dilakukan untuk mempelajari penggunaan
calcium channel antagonist pada RP dan nifedipine sekarang telah menjadi
gold standard terapi Raynauds. Meskipun demikian, penggunaannya
dibatasi oleh efek samping vasodilator yang susceptible pada pasien RP.
Hal ini meliputi kemerahan pada wajah, palpitasi, sakit kepala dan, pada
jangka panjang, ankle swelling. Jika pengobatannya perlu dihentikan
karena efek samping ini, calcium antagonist lain seperti diltiazem dan
amilodipine dapat dicoba (Belch, 1996).
4. Terapi Menggunakan Oksigen Hiperbarik dengan Raynauds
Syndrome
Raynauds syndrome adalah gangguan sirkulasi darah di jari tangan dan
kaki (kadang juga pada telinga dan hidung meskipun kurang umum). Hal ini
menyebabkan kolaps pada arteri kecil akibat terpapar oleh suhu yang dingin,
stress emosional, atau agen-agen vasokonstriktif seperti obat atau merokok
(www.baromedical.ca, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Copeman dan Ashfield,
dengan pemberian HBOT Raynauds syndrome dirasa membaik dan hasilnya,
yakni peningkatan kehangatan dan sirkulasi jaringan bertahan lebih lama
(Copemand 1967, Ashfield 1969). Manfaat HBOT terhadap Raynauds syndrome
antara lain adalah meningkatkan sirkulasi lokal, oksigenasi dan metabolism sel,
meningkatkan kontrol saraf pembuluh darah (mekanisme tidak diketahui)
sehingga serangan menjadi kurang sering, meningkatkan toleransi suhu dingin dan
serangan Raynaud, mengurangi mati rasa dan kesemutan, mengurangi
kemungkinan thrombosis dengan mengurangi kekentalan darah, mengurangi efek
iskemia (aliran darah rendah) dengan meningkatkan transportasi oksigen,
mengurangi kejadian ulkus atau gangrene (www.baromedical.ca, 2014).
Pada tekanan yang lebih besar dari normal, tubuh mampu memasukkan
oksigen lebih ke dalam sel darah, plasma darah, cairan serebrospinal dan cairan
tubuh lainnya. Peningkatan absorbsi oksigen secara signifikan membantu
kemampuan tubuh untuk penyembuhannya sendiri
(www.hyperbaricmedicalcenter.com. 2012).
Komponen paling penting HBOT adalah meningkatkan jumlah oksigen
terlarut dalam plasma dan jaringan. Menempatkan pasien di ruang hiperbarik tidak
memiliki efek fisiologis lain yang dikenal. Namun, ada beberapa reaksi tubuh
terhadap peningkatan oksigen, dan efek dari oksigen tekanan tinggi mirip dengan
efek obat tertentu (misalnya, dapat memblok peroksidasi lipid atau menyebabkan
neovaskularisasi) (Kindwall, 1992).
Ketika ada restriksi (oklusi) dalam aliran darah karena operasi, penyakit,
atau cedera, sel-sel darah merah memblokir pembuluh darah dan tidak dapat
mentransfer oksigen ke sel-sel di sisi lain dari oklusi. Hal ini menyebabkan
pembengkakan dan kekurangan oksigen, menyebabkan hipoksia dan jaringan akan
mulai rusak.
Gambar 2.4. Aliran darah yang terhambat oleh restriksi
(www.hyperbaricmedicalcenter.com, 2012).

Menghirup oksigen 100% di bawah tekanan menyebabkan oksigen untuk


berdifusi ke dalam plasma darah. Plasma kaya oksigen ini mampu perjalanan
melewati daerah restriksi, menyebarkan oksigen hingga 4 kali lebih jauh ke dalam
jaringan. Lingkungan bertekanan membantu mengurangi pembengkakan dan
ketidaknyamanan, sambil memberikan tubuh dengan setidaknya 10 kali pasokan
normal oksigen untuk membantu memperbaiki jaringan yang rusak akibat oklusi
asli atau kondisi hipoksia berikutnya (www.hyperbaricmedicalcenter, 2012).

Gambar 2.5. Oksigenasi hiperbarik di dalam aliran darah


HBOT juga memediasi peningkatan nitrit okside (NO) (Boykin, Baylis
2007). NO menyebabkan efek vasodilatasi langsung maupun tidak langsung
dengan cara menghambat agen vasokonstriktor seperti angiotensin II
(www.cvphysiology.com, 2008). Sehingga diameter pembuluh darah akan lebih
besar.
2.4.6 Diagnosis banding
a) Penyakit Buerger merupakan suatu peradangan pada pembuluh darah
arteri dan vena serta saraf pada tungkai yang menyebabkan gangguan
aliran darah. Jika tidak diobati dapat menyebabkan gangren pada
daerah yang dipengaruhinya. Penyakit Buerger dikenal juga sebagai
tromboangitis obliteran.
b) Scleroderma penyakit kronis autoimun sistemik (terutama kulit)
ditandai dengan fibrosis (atau pengerasan), perubahan pembuluh darah,
dan autoantibodi
BAB 3
KESIMPULAN
Raynauds Disease merupakan salah satu penyakit yang menyerang
pembuluh darah arteri, dimana penyebabnya merupakan non-aterosklerotik. Non-
aterosklerotik merupakan salah satu penyebab penyakit arteri dimana penyakit
hanya menyerang susunan pembuluh darah arteria pada lapisan media arteria dan
arteri perifer.

Raynauds phenomenon secara luas dibagi menjadi dua kategori: yang


pertama adalah jenis idiopatik, disebut Raynauds disease, dan yang kedua adalah
jenis sekunder (Raynauds syndrome), yang berhubungan dengan penyakit lain
atau penyebab vasospasme yang telah diketahui.
Tanda dan gejala pada Raynauds Disease yang akut antara lain hanya
terjadi kesukaran dalam pergerakan halus (perasaan bebal) dan kadang kesukaran
dalam suatu sensasi dingin. Pada Raynauds Disease yang kronis terdapat tanda-
tanda antara lain Cyanosis, tapering (jari meruncing), serta ganggren pada ujung-
ujung jari dengan jari-jari lebih mengkilap dan flattened pulps.
Perubahan gaya hidup efektif dapat membantu pada pasien dengan
penyakit ringan. Menghentikan kebiasaan merokok, Ketakutan terhadap penyakit
juga dapat memperburuk gejala dan penghiburan kadang diperlukan. Perawatan
luka yang baik pada ulcer digitalis juga harus dilakukan. Jika ada ulkus yang
lembab, harus dilakukan swab dan dikirim untuk pemeriksaan kultur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baromedical.ca/medical/dermatology/raynauds-disease/Birnstingl
Postgraduate Medical Journal (May 1971) 47,293-310
2. Creager MA. Peripheral arteries,In : ACP medicine.Section I.Cardiovascular
Medicine.Hamilton:BC Dekker,2008
3. Ferriss Clinical Advisor 2014 Heather
Hansen,MD,http://emedicine.medscape.com/article/331197-overview#a3
4. Riyadi, Buku ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik,2013
Sharathkumar and Castillo-Caro Pediatric Rheumatology 2011, 9:16

Anda mungkin juga menyukai