Anda di halaman 1dari 12

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI MAL UNION CLAVICULA


1. Pengertian
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan
luasnya (Harnowo, 2002).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( Reeves
C.J,Roux G & Lockhart R,2001 ).
Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer S.C & Bare B.G,2001)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif, 2000).
Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang
biasanya di sebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak
(Bernard Bloch, 1986).
Jadi, dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah
suatu cedera pada tulang yang sebelumnya utuh menjadi retak atau patah yang
dapat disebabkan oleh suatu trauma benda keras secara mendadak dan tidak
disengaja.
2. Etiologi dan Predisposisi
Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi
energi seperti berjalan kaki terlalu jauh. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker
atau osteoporosis pada fraktur patologis. Menurut Oswari E, (1993) ; penyebab
fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
3. Tanda Dan Gejala
Sebagai respon terhadap nyeri) atau hipotensi ( kehilangan darah), takikardia (
respon stress, hipovolemia), penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera : pengisian kapiler lambat, pucat pembengkakan jaringan atau massa
hepatoma pada sisi cedera.
a. Neurosensori Gejala : Hilang sensasi, spasme otot, kebas /kesemutan
(panastesis) Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal,
pemendekan,terlihat kelemahan (mungkin trauma)
b. Nyeri / kenyamanan Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera
(mungkin kerusakan imobilisasi ; tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf,
spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
c. Keamanan Tanda :perubahan warna, pendarahan, pembengkakan local
(dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba
d. Penyuluhan Gejala : Lingkungan cedera
4. Patofisiologi
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat
kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan
fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut. Pada
fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang
panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada
daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan
karena berada langsung di bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur
terbuka.
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP (Cardiac Out Put) menurun maka terjadi peubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)

4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitive. Prinsip
penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
a. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah
mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis,
pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang
sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama
pengobatan.
b. Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan
tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka
progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk
menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan
kesegarisan normal/dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka
diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi
terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu
mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation
(orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur
yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam
fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang
fraktur secara bersamaan.
c. Retention: imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran
fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union.
Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur)
adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan
cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan
dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang
dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan
dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot,
mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan
mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu :
skin traksi dan skeletal traksi.
d. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin
5. Komplikasi
Berikut merupakan beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
Fraktur :
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur
f. Fat embolism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-
laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau
trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil.
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
6. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,
ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh
terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrotik.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit,
insisi pembedahan.
f. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
B. TINJAUAN TEORI KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
GANGGUAN MOBILISASI
1. Pengertian
Mobilisasi merupakan gerak yang beraturan, terorganisasi dan teratur.
Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna
mempertahankan kesehatannya.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
(Musrifatul Uliyah dan A. Aziz A. H., 2008; 10)
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi
yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
(Perry dan Potter, 1994)
Sebagai suatu keadaan dimana ketika seseorang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerak fisik. (America Nursing Diagnosis Association)
(Nanda)
2. Jenis-Jenis Mobilitas
a. Mobilitas penuh Merupakan keadaan dimana kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi
sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan
fungsi dari saraf motoris, volunter dan sensoris untuk dapat mengontrol
seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan yang jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskulus skeletal seperti adanya duslokasi sendi dan tulang.
Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel.
Contohnya : terjadinya hemiplegia karena stroke, praplegi karena
cedera tulang belakang dan khusus untuk poliolemitis karena
terganggunya sistem saraf motoris dan sensoris. (Musrifatul Uliyah
dan A. Aziz A. H, 2008; 104)
3. Etiologi
a. Gaya hidup
b. Proses penyakit/ cidera
c. Kebudayaan
d. Tingkat energi
e. Usia dan status perkembangan
f. Intoleransi aktifitas
g. Gangguan neuromuskuler
h. Gangguan muskulus
4. Tanda dan Gejala
a. Kontraktur sendi Disebabkan karena tidak digunakan atrofi dan
pendekatan saraf otot.
b. Perubahan eliminasi urine Eliminasi urine pasien berubah karena adanya
imobilisasi pada posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal
lalu masuk ke dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi.
c. Perubahan sistem integumen Dekubitus terjadi akibat iskemia dan
anoreksia jaringan. Jaringan yang tertekan, darah membentuk dan kontriksi
kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persistem pada kulit dan struktur
di bawah kulit sehingga respirasi selular terganggu dan sel menjadi mati.
d. Perubahan metabolik Ketika cidera atau stres terjadi, sistem endokrin
memicu serangkaian respon yang bertujuan untuk mempertahankan
tekanan darah dan memelihara hidup.
e. Perubahan sistem muskulus skeletal Keterbatasan mobilisasi
mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa
otot atrofi dan penurunan stabilitas.
f. Perubahan pada sistem respiratori Klien dengan pasca operasi dan
imobilisasi beresiko tinggi mengalami komplikasi pada paru-paru.
5. Manfaat Mobilisasi
a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation
b. Mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat
c. Membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula
d. Mobilisasi memungkinkan kita mengajarkan segera untuk pasien agar
dapat merawat dirinya
e. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli
f. Memelihara fleksibilitas dari tulang dan sendi juga meningkatkan
kekuatan otot
6. Dampak Dari Mobilisasi
a. Status gizi yang kurang baik
b. Kesulitan dalam memperbaiki kemampuan mobilisasi
c. Ketidaknyamanan dalam latihan pasif dan aktif
d. Dalam mengalami kelumpuhan baik humplegi maupun praplegi
e. Dapat menyebabkan penurunan kesadaran
f. Infeksi saluran kemih
g. Sembelit
h. Infeksi paru
i. Gangguan aliran darah
j. Luka tekan sendi kaku
7. Gejala Klinis/ Masalah-Masalah Mobilisasi
a. Penyakit sistem saraf
b. Distrofi otot
c. Tumor pada sistem syaraf pusat
d. Peningkatan pada intra kranial
e. Penyakit jaringan ikat
8. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Mobilisasi
Biasanya melakukan pengkajian pada waktu sebelum mobilisasi dan setelah
melakukan mobilisasi seperti tanda-tanda yang akan dikaji pada intoleransi
aktifitas antara lain (Goldon, 1976)
9. Tindakan Keperawatan gangguan mobilisasi shoulder joint
Latihan gerakan aktif - pasif
1. Pengertian
Latihan gerak aktif-pasif adalah melatih atau menggerakan anggota gerak
tangan dan kaki agar tidak terjadi kekakuan otot.
2. Tujuan
Tujuan dari latihan gerak aktif pasif ini adalah untuk mencegah terjadinya
kekakuan pada otot akibat tirah baring yang lama sehingga menimbulkan
kerusakan pada kulit.
3. Langkah-langkah latihan gerak aktif-pasif
a. Pertama-tama tubuh berbaring senyaman mungkin
b. Sokong dengan bantal pada daerah yang tertekan, misalnya
punggung, siku, pergelangan kaki
c. Lakukan gerakan pada anggota gerak atas terlebih dahulu atau
tangan dilakukan dengan prinsip dari dalam keluar
d. Lanjutkan dengan anggota gerak bawah atau kaki
e. Setiap gerakan dilakukan 3X.
f. Gerakan-gerakan latihan gerak aktif-pasif sebagai berikut:
o Abduksi: Gerakan menjauh garis tubuh
o Aduksi : Gerakan mendekati garis tubuh
o Fleksi : Membengkokan sendi sehingga sudut dari sendi tidak

ada lagi.
o Ekstensi : Gerakan kembali dari posisi fleksi
o Rotasi : Gerakan membalik atau mengerakkan suatu bagian

tubuh pada porosnya.


o Dorsifleksi:Gerakan yang memfleksikan/membengkokkan
lengan kearah belakang kearah tubuh/ kaki ke arah tungkai.
o Fleksi palmar : Gerakan yang memfleksikan/membengkokkan

lengan dalam kearah telapak tangan.


o Fleksi plantar : Gerakan yang memfleksikan/membengkokkan

kaki dalam ke arah telapak kaki


o Pronasi : Rotasi lengan atas sehingga telapak tangan kebawah.
o Supinasi : Rotasi lengan atas sehingga telapak tangan keatas.
o Oposisi : Mempertemukan ujung jari pada lengan yang sama.
o Inversi : Gerakan memutar telapak kaki ke arah dalam
o Eversi : Gerakan memutar telapak kaki ke arah luar.
DAFTAR PUSTAKA
Reeves CJ, Roux G and Lockhart R, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Buku I,
(Penerjemah Joko Setyono), Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer, Suzane C. 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth.,


Editor Monica Ester, (Edisi 8), (Alih Bahasa Agung Waluyo) Jakarta: EGC.

Price S.A. and Wilson L.M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, (Edisi 6), Buku II, Jakarta: EGC

Alimul Aziz, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2. Jakarta; Salemba Medika
Alimul Aziz, 2008. Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2. Jakarta; Salemba Medika.
Dujiastuti SN Suris. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta. Potter dan Perri.
Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta; 2005.

Anda mungkin juga menyukai