Anda di halaman 1dari 11

Makalah Lab Kep.

Gadar

EVAKUASI DAN TRANSPORTASI PASIEN

DISUSUN OLEH:

MAULITA AGUSTINA 1612101010078

RIANDI MAULIZAR 1612101010084

PUTRI RAHAYU 1612101010105

VERA ZEVERINA 1612101010118

Dosen Pembimbing: Ns. Cut Husna, MNS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS


SYIAH KUALA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
baik. Makalah ini berjudul evakuasi dan transportasi pasien . Dan teimakasih
kami ucapkan kepada Ibu Ns. Cut Husna, MNS selaku pembimbing yang telah
membimbing sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini.

Dalam kesempatan ini pula, penulis juga mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca demi kelancaran makalah ini. Akhir kata, penulis berharap
makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan yang lebih luas bagi
pembaca maupun bagi penulis. Semoga Allah SWT meridhai segala usaha kita.

Banda Aceh, November 2017

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transportasi pasien antar ruangan maupun transportasi pasien dari
kendaraan atau sebaliknya merupakan salah satu keterampilan yang wajib
dimiliki setiap perawat terutama dalam kasus kegawatdaruratan, karena itu
perawat memiliki peranan penting dalam transportasi pasien (Krisanty, et al.,
2009). Transportasi pasien baik kasus trauma maupun kasus non trauma
memilki resiko tersendiri, namun yang terpenting dalam transportasi adalah
dengan mencegah cedera maupun memperparah cedera dimana kualitas dan
keamanan pasien menjadi prioritas utama (Potter & Perry, 2010).
Nagarhalli & Desle (2015) mengemukakan bahwa kecelakaan ataupun
masalah yang terjadi saat transportasi pasien dapat diatasi dengan memantau
atau membatasi pergerakan pasien yang mempunyai kemungkinan besar
untuk terjatuh.
Salah satu komplikasi yang lazim pada transportasi pasien cidera kepala
di mungkinkan terjadi kerusakan jaringan otak. Bantuan konsumsi oksigen
yang diberikan di indikasikan untuk mencegah hipoksia jaringan tersembunyi
yang akan menyebabkan kerusakan organ. Tidak semua orang dapat
melakukan transportasi kecuali petugas kesehatan maupun orang yang telah
mendapat pelatihan tentang transportasi pasien (Stratis Health, 2014)
Standar prosedur operasional (SPO) transportasi pasien merupakan hal
yang wajib dipatuhi dan dilakukan agar memperlancar tugas perawat sebagai
dasar hukum bila terjadi penyimpangan serta mengetahui dengan jelas
hambatan-hambatannya dan mudah dilacak (Tambunan, 2011). Insiden yang
terjadi ketika transportasi pasien cukup tinggi, tercatat sebanyak 40 insiden
terjatuh terjadi saat transportasi pasien ke tempat tidur, yang menjadi deretan
paling atas di Rumah Sakit-Rumah Sakit Australia (Johnson, George, & Tran,
2011).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu menerapkan tekhnik evakuasi dan
transportasi pasien dalam keadaan gawat darurat dengan baik dan benar
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang definisi evakuasi dan transportasi
b. Mengetahui tentang mekanika subuh saat mengangkat
c. Mengetahui tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
mengangkat korban gawat darurat
d. Mengetahui tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
mengangkat korban gawat darurat
e. Mengetahui tentang perlengkapan untuk memindahkan korban gawat
darurat
f. Mengetahui tentang permasalahan dalam evakuasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Evakuasi dan Transportasi


Evakuasi adalah upaya memindahkan korban kepusat pelayanan
kesehatan atau tempat rujukan lainnya agar korban mendapatkan
perawatan dan pengobatan lebih lanjut dengan cara mengevakuasi korban
dari lokasi kejadian menuju ketempat aman (Panacea, 2013).

B. Mekanika Tubuh Saat Mengangkat

Tulang yang paling kuat di tubuh manusia adalah tulang panjang,


dan yang paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot
yang beraksi pada tulang-tulang tersebut juga paling kuat. Dengan
demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga terutama
pada paha, dan bukan dengan membungkuk diantara kelompok otot, maka
kelompok fleksor lebih kuat dibandingkan kelompok ekstentor. Dengan
demikan pada saat mengangkat tandu, tangan harus menghadap kedepan,
dan bukan kebelakang. Semakin dekat beban ke sumbu tubuh, semakin
ringan pengangkatan. Dengan demikian maka ussahakan agar tubuh
sedekat mungkinke beban (tandu) yang akan diangkat. Kaki menjadi
tumpuan utama saat mengangkat. Jarak antara kedua kaki yang paling baik
saat mengangkat adalah berjarak sebahu kita. Kenali kemampuan diri
sendiri. Bila merasa tidak mampu, mintalah pertolongan petugas lain, dan
jangan memaksakan mengangkat karena akan membahayakan korban
gawat darurat, pasangan dan kita sendiri (Sartono, Masudik & Suhaeni,
2016).

C. Kesiapan Petugas Saat Memindahkan Dan Mengangkut Korban


1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita
2. Nilailah beban akan diangkat secara bersama, dan bila merasa tidak
mampu jangan dipaksakan. Selalu komunikasi secara teratur dengan
pasangan kita.
3. Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki
sebelahnya.
4. Berjongkok, jangan membungkuk saat mengangkat. Punggung harus
selalu dijaga lurus
5. Tangan yang memegang menghadap kedepan.
6. Jarak antara kedua tangan yang memegang (misalnya tandu) minimal
30 cm.
7. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa ,
jarak maksimal tangan kita ke tubuh kita adalah 50 cm.
8. Jangan memutar tubuh saat mengangkat.
9. Hal-hal tersebut juga berlaku saat menarik atau mendorong korban
gawat darurat (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).

D. Kesiapan Pasien Saat Evakuasi


Pemindahan korban gawat darurat dalam keadaan emergensi
contohnya adalah :
1. Ada api atau bahaya api atau ledakan
2. Ketidakmampuan menjaga gawat darurat terhadap bahaya lain pada
TKP atau benda jatuh.
3. Usaha mencapai korban gawat darurat lain yg lebih urgent .

Pemindahan Emergensi

a. Tarikan baju
Kedua tangan korban gawat darurat harus diikat untuk mencegah
naik kearah kepala waktu baju ditarik. Bila tidak sempat, masukkan
kedua tangan dalam celananya sendiri.
b. Tarikan Selimut
Korban gawat darurat ditaruh dalam selimut , yang kemudian
ditarik.
c. Tarikan lengan
Dari belakang korban gawat darurat, kedua lengan paramedic
masuk dibawah ketiak korban gawat darurat memegang kedua lengan
bawah korban gawat darurat.
d. Ekstrikasi
Dilakukan pada korban gawat darurat dalam keadaan harus di
keluarkan secepat.

Pemindahan Non Emergensi

a. Pengangkatan dan pemindahan secara langsung


Dilakukan oleh 2 atau 3 petugas. Harus di ingat bahwa cara ini tidak
boleh dilakukan bila ada kemungkina fraktur cervikal. Prinsip
pengangkatan harus di lakukan.
b. Pemindahan dan pengangkatan memakai seprei
Sering dilakukan di RS tidak boleh dilakukan bila ada dugaan fraktur
cervikal (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).

E. Perlengkapan untuk memindahkan korban gawat darurat


Beberapa perlangkap untuk memindahkan korban gawat darurat
seperti brankar (wheeled stretcher), Tandu sekop (scoop stretcher,
orthopaedic stretcher) long spine board, serta short spine board dan KED
( Kendrick Extrication Device).
a. Brankar (wheeled stretcher)
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Korban gawat darurat selalu di selimuti.
2. Kepada korban gawat darurat/ keluarga selalu diterangkan tujuan
perjalanan
3. Korban gawat darurat sedapat mungkin selalu dilakukan
strapping (fiksasi). Sebelum pemindahan
4. Brankar berjalan dengan kaki korban gawat darurat di depan,
kepala dibelakang supaya korban gawat darurat dapat melihat arah
perjalanan brankar. Posisi ini dibalik bila akan naik tangga ( jarang
terjadi). Sewaktu dalam ambulance menjadi terbalik, kepala di
depan (dekat pengemudi) supaya paramedic dapat bekerja (bila
perlu intubasi, dsb).pada wanita inpartu posisi dalam ambulance
boleh dibalik supaya paramedic dapat membantu partus.
5. Jangan sekali-kali meninggalkan korban gawat darurat sendirian
diatas brankar. Korban gawat darurat mungkin berusaha membalik,
yang berakibat terbaliknya brankar
6. Selalu berjalan hati-hati (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016)

b. Tandu Sekop ( scoop stretcher, orthopaedic stretcher)

Alat yang sangat bermanfaat untuk pemindahan korban gawat


darurat. Bila ada dugaan fraktur servikal maka alat yang dipilih adalah
SLB (long spine board). Harus diingat bahwa tandu sekop bukan alat
transportasi, dan hanya alat pemindah. Waktu proses pengangkatan
sebaiknya 4 petugas, masing-masing satu pada sisi tandu sekop, karena
kemungkinan akan melengkung (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).

c. Long spine board

Sebenarnya bukan alat pemindahan, tetapi alat fiksasi. Sekali


korban gawat darurat di fiksasi atas LSB ini, tidak akan diturunkan lagi
sampai terbukti tidak adanya fraktur servikal, karena itu harus terbuat
dari bahan yang tidak akan mengganggu pemeriksaan rotgen.
Pemindahan korban gawat darurat ke atas LSB memerlukan teknik
khusus yaitu memakai log roll. Setelah korban gawat darurat di atas
LSB selalu dilakukan strapping, lalu LSB diletakkan di atas
stretcher (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).

d. Short spine board

Short spine board dan KED sebenarnya lebih merupakan alat


ekstrikasi. Setelah selesai ekstrikasi tetap korban gawat darurat harus
diletakkan pada alat pemindahan yang lain (Sartono, Masudik &
Suhaeni, 2016).

F. Pemasalahan Dalam Evakuasi

Evakuasi korban gawat darurat dapat dilakukan melalui darat,


udara maupun laut atau sungai. Melalui darat dan laut tidak terlalu banyak
masalah hanya waktu lebih lama. Melalui udara mempunyai masalah
tersendiri yang harus dikuasai oleh tim kesehatan yang melakukannya.

Sebelum melakukan evakuasi harus dipikirkan : kemungkinan


korban harus dirujuk dan cara transportasinya. Korban-korban yang harus
dirujuk biasanya adalah :

1. Bayi premature dengan komplikasi yang memerlukan fasilitas (NICU)


2. Korban hamil dengan resiko tinggi
3. Infark miokard terutama yang tidak stabil, COPD keracunan obat, syok
septik dengan korban HD
4. Korban trauma dengan kelainan neurologic, luka bakar >30%
5. Korban psikiatrik dapat ditolak dipenerbangan

Pada transportasi udara hal yang dapat timbul di udara akibat


perbedaan tekanan udara adalah hipoksia. Hipoksia dapat terjadi karena
kadar oksigen menurun serta menurunnya suplai oksigen dalam darah,
khususnya pada korban COPD, oedema paru, pneumoni, dan emboli paru.

Di udara akan terjadi penurunan kemampuan darah


mentransportasi oksigen ke jaringan tubuh. Sehingga beberapa korban
gawat darurat yang mengalami anemia dan keracunan karbon monoksida,
akan mengalami penuruna kadar oksigen di dalam sel selama transportasi
udara.

Menurunnya kadar oksigen ke jaringan akan memacu terjadinya


syok dan nyeri. Pada korban karena luka bakar frostbite akan terjadinya
penurunan perfusi oksigen di dalam jaringan. Pada saat bersamaan terjadi
pula penurunan kemampuan sel mempurgnakan oksigen, khususnya pada
korban keracunan sianida, mabuk alcohol, dan penggunaan bahan
hitotositik lain (Sartono, Masudik & Suhaeni, 2016).

G. Kesiapan Tempat Rujukan


Menurut Boswick (2012), Rujukan adalah penyerahan tanggung
jawab dari satu pelayanan kesehatan kepelayanan kesehatan lainnya,
sistem rujukan upaya kesehatan adalah sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerangan tanggung jawab
secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun
horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional
dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
1. Tujuan Rujukan
Tujuan dilakukan rujukan adalah agar pasien mendapatkan
pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu
sehingga jiwanya dapat terselamatka, dengan demikian dapat
meningkatkan AKI dan AKB
2. Cara Merujuk
Langkah-langkah dalam melakukan rujukan:
a. Menetukan kegawat daruratan penderita
1) Pada tingkat kader terlatih ditemukan penderita yang tidak
dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader, maka segera
dirujuk ke fasilitas pelayan kesehatan yang terdekat
2) Pada tingkat bidan desa dan puskesmas, tenaga kesehatan yang
ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat
menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui
mana yang harus ditangani sendiri atau dirujuk.

b. Menentukan Tempat Rujukan


Prinsipnya adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai
kewenangan dan terdejat termasuk fasilitas pelayan dengan tidak
mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
d. Memberikan informasi pada tempat rujukan:
1) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
2) Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka
persiapan dan selama dalam perjalan ke tempat rujukan
e. Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong
penderita bila penderita tidak mungkin dikirim
3. Jalur Rujukan
a. Dari kader dapat langsung merujuk ke:
1) Puskesmas pembantu
2) Bidan desa
3) Puskesmas rawat inap
4) Rumah Sakit Swata atau Pemerintah
b. Dari Posyandu dapat langsung merujuk ke:
1) Puskesmas pembantu
2) Bidan desa

DAFTAR PUSTAKA

Boswick, J., A. (2012). Perawatan gawat darurat (emergency care). Jakarta:


EGC.

Johnson, M., George, A., & Tran, D. T. (2011). Analysis of Falls Incidents: Nurse
and Patient Preventive Behaviours. International Journal of Nursing
Practice.

Krisanty, P., Manurung, S., Suratun, Wartonah, Sumartini, M., Ermawati, et al.
(2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Panacea, Tim Bantuan Medis. (2013). Basic Life Support: Buku Panduan Edisi
13. Jakarta:EGC.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Of Nursing (7 ed.). Jakarta:


Salemba Medika.

Stratis Health. (2014). Quality Improvement Toolkit for Emergency Department


Transfer Communication Measures.

Sartono, Masudik & Suhaeni, A., E. (2016). Basic trauma cardiac life support
(btcls). Jawa Barat: GADAR Medik Indonesia.

Tambunan, R. M. (2011). Pedoman Teknis Penyusunan SOP. Jakarta: Maiestas


Publishing

Anda mungkin juga menyukai