Anda di halaman 1dari 17

Interprtivisme sebagai metode ilmu

sosial
D

Oleh:

Habib Alfarisi

Friska Ananda

Dessi Natalia Pasaribu

Fakultas Ilmu politik dan Kependidikan


Hubungan Internasional Universitas Potensi Utama

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan resume ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga resume ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan kami semoga resume ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga ke depannya dapat lebih baik. Resume ini kami akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu
kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Medan, November 2017

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………...I

Daftar Isi……………………………………………………………………II

Bab I

Pendahuluan…………………………………………...................................1

Bab II

Anti Sains dalam Ilmu Sosial ………………………………………………2

Apa itu Interpretivisme? ................................................................................2

Dasar Ontologis Interpretivisme…………………………………………… 3

Metode Interpretatif…………………………………………………………4

Dapatkah Para Interpretevis Mengetahui Dunia Sosial? ……………………7

Batas-Batas Interpretivisme……………………………………….……….11

Bab III

Kesimpulan…………………………………………………………............12

Daftar Pustaka ……………………………………........................................13


Bab I

Pendahuluan
Apakah Ilmu Sosial termasuk dalam ilmu alam atau tidak? Dan Apakah metode yang
digunakan dalam ilmu sosial? Dalam resume ini, kami akan membahas tentang metode
interpretivisme, atau lazim disebut metode etnografi atau metode kualitatif. Metode
interpretevisme lebih menekankan studi-studi kasus yang terjadi di dunia sosial. Metode
Interpretevisme beranggapan bahwa dunia sosial merupakan dunia yang dibangun secara kontinyu
oleh para partisipannya dan partisipan-partisipan tersebut disebut ‘self-interpreteting animal’.
Semua tindakan yang dilakukan oleh para partisipan disebut subjektif, karena setiap partisipan
memiliki alasan yang berbeda dari satu sama lain dan unik. Akan dibahas lebih lanjut mengenai
hal tersebut di bab berikutnya.

Rumusan masalah

Apa itu interpretivisme?

Apa yang menjadi dasar ontologis interpretative?

Apa itu metode interpretative?

Apa contoh dari metode interpretative?

Bagaimana cara interpretivis mengetahui dunia sosial?

Tujuan penulisan

Agar mengetahui apa itu interpretivisme itu

Agar tahu apa dasar antologis interpretivisme

Supaya kita mengetahui apa sih contoh dari metode interpretative


Bab II

Pembahasan
Mempertanyakan Ilmu dalam Ilmu Sosial
Pertanyaan terhadap posisi ilmu yang dibahas dalam pembahasan kali ini merupakan
sebuah metode yang digunakan dalam ilmu sosial. Yang menjadi perdebatan antara para kelompok
naturalis dan non naturalis apakah metode ini sama sekali layak atau tidak layak digunakan.
Metode yang dimaksud adalah metode “Interpretivisme” atau biasa disebut metode kualitatif.
Untuk membuktikan hal tersebut, kami telah membuat resume tentang hal tersebut dari buku
Science and Social Science oleh Malcolm Williams.

Apa itu Interpretivisme?


Kedudukan meragukannya posisi ilmu dalam ilmu sosial biasanya berbentuk rejeksionisme
atau berbentuk sosial konstruksionisme. Alasan kelompok rejectionist tersebut bahwasannya ilmu
diterapkan dengan seimbang dan sama baik dalam ilmu sosial maupun ilmu alam, yang kasusnya
sangat biasa ditemukan dalam tulisan posmodernist. Walaupun begitu ada posisi yang meragukan
kedudukan ilmu tersendiri dalam ilmu sosial yang sedikit berbeda dan terlepas dari perdebatan
yang ada di buku penulis tersebut. Hal tersebut hanya berlaku di ilmu sosial dan apa yang disebut
oleh kelompok rejectionist sebagai ilmu. Metode tersebut disebut “Interpretivisme”. Posisi
interpretivisme biasa digambarkan atau disebutkan sebagai metode etnografi/hermeunistik/metode
kualitatif/metode lapangan, yang mengutamakan interpretasi dari tindakan tindakan yang
dilakukan oleh subjek. Subjek yang dimaksud di sini bisa berupa manusia, makhluk hidup lain.
Metode ini merupakan pendekatan empiris yang dilakukan dalam suatu percobaan sosial. Menurut
Hobbs and May 1998, Interpretivsime merupakan sebuah metode yang kebanyakan (walaupun
bukan secara keseluruhan) berhubungan dengan sosiologi atau antropologi dan membentuk dasar
dari interaksionisme simbolis, ethnometodologi dan beberapa bentuk teori kritis. Ada beberapa
kesamaan metodologis antara naturalis dan anti naturalis, seperti: Menurut sudut pandang teori
feminis, metode interpretivisme tersebut digunakan untuk menyelidiki dunia sosial walaupun
kritik epistimologis mereka tidak membedakan antara “proses produksi pengetahuan” Dalam ilmu
alam atau ilmu sosial.

Dasar Ontologis Interpretivisme


Ontologis merupakan sifat dari ilmu yang membahas tentang “apa objek yang akan dikaji
dalam suatu bidang?” Ontologis telah berperan sebagai penentang dalam ilmu sosial. Seperti yang
disebutkan oleh kaum Marxist , yang merupakan ideologi ilmu sosial yang dominan sampai tahun
1960an bahwa naturalisme merupakan sebuah kedok antara teori positivisme Durkheim dan
positivisme lingkaran Vienna. Walaupun begitu, semenjak periode ini berlangsung, hal tersebut
memberikan kita sebuah pandangan alternative bagaimana kita memandang dunia sosial.

Secara filosofis, pandangan ini dipengaruhi oleh aliran romantisme pada abad 19. Dan
tentunya pembagian antara ilmu pengetahuan dan pendukung gerakan romantisme bersifat filosifis
dengan mengurangi sedikit sudut pandang materialis dan kemudian menjadi idealisme filosofis.
Idealisme merupakan suatu konsep di mana konsep tersebut tidak menolak keberadaan kenyataan
itu sendiri, tetapi idealisme berusaha untuk memotong atau meringkas kenyataan tersebut agar bisa
diterima oleh akal. Di satu pihak, konsep ini mempersatukan dua kelompok yang berlawanan yaitu
kelompok sosial konstruktivisme dan rejectionisme menurut sains secara umum, walaupun begitu
para intepretevis memperbolehkan hal tersebut dan merasa puas jika penjelasan dan penggambaran
tentang dunia fisik tetap bergantung kepada pikiran kita. Pernyataan yang para interpretevis
pertahankan bukan tentang apa yang terjadi di dunia sosial. Contohnya beberapa filsuf seperti Rom
Harre. Rom Harre bersifat realis terhadap dunia fisik, tetapi bersifat tidak realis terhadap dunia
sosial. Lain kata, beliau mengatakan bahwa di dalam dunia fisik, terdapat elemen elemen yang kita
tidak bisa lihat/metafisika, sedangkan dunia sosial merupakan dunia yang intersubjektif yang
dibentuk berdasarkan partisipan-partisipan yang tinggal dalam dunia sosial tersebut. Dalam
interaksinya, partisipan tersebut(manusia mempunyai kesadaran dalam melakukan setiap
tindakannya, yang berarti semua tindakan yang dilakukan manusia tersebut murni berasal dari akal
dan pikiran manusia. Tindakan yang dilakukan manusia atau partisipan tersebut mempunyai
interpretasinya masing masing. Dunia sosial terus dibangun secara kontinyu/tanpa henti selama
manusia itu hidup.

Apa yang disebut ‘kenyataan sosial’ merupakan hasil dari interpretasi tersebut.
‘pernikahan’ ‘perjodohan’ ‘kejahatan’ ‘pekerjaan’ seperti bahan kimia atau struktur fisika yang
bebas bervariasi sesuai karakteristiknya masing masing dan sebagai hasil bagaimana bahan bahan
tersebut dicampurkan dan kemudian dibuat ulang. Intinya semua tindakan yang dilakukan manusia
bersifat subjektif, walaupun tindakan tindakan itu sama. Subjektif berarti para partisipan memiliki
interpretasi yang unik terhadap apa yang akan dilakukannya. Individu dapat menghasilkan makna
atau tujuan yang berbeda walaupun dengan tindakan yang sama.

Sifat sifat yang sudah diterangkan di atas menolak kemungkinan penjelasan kausal, entah
dalam pengertian Humean di mana penyebab penyebab tersebut dilihat sebagai penghubung
konstan yang dapat diteliti antara kejadian, atau dalam bentuk ‘kebutuhan alami’ di mana ada
mekanisme yang menggarisbawahi dan yang akan menjelaskan mengapa kedua kejadian tersebut
tergabung. Sepuluh orang yang berbeda yang melakukan tindakan yang sama, pasti memberikan
alasan tersendiri mengapa mereka melakukan itu. Dan mungkin alasan-alasan tersebut bersumber
dari satu alasan. Oleh karena itu setiap individu yang melakukan suatu tindakan akan memberikan
alasan yang cukup baginya dan tidak berarti alasannya sama dengan yang lain. Dunia sosial
mempunyai banyak variabilitas. Dan karena alasan ini, metode yang digunakan dalam ilmu alam
harus diganti dengan metode interpretatif.

Metode Interpretatif
Metode interpretatif mempunyai dua asas. Dua asas tersebut adalah asas filosofis dan asas
metodologis. Asas filosofis berupa idealisme sedangkan asas metodologinya adalah hermeneustik.
Idealisme merupakan sebuah paham yang tidak menolak keberadaan dunia nyata, tetapi
membatasinya dan memotongnya agar dapat dicerna dan ditangkap oleh pikiran, sedangkan
hermeneustik merupakan metode yang digunakan oleh sarjana studi Injil abad pertengahan untuk
menerjemahkan dan mencari makna yang tertulis di skriptur. Penerjemahan teks Injil tersebut telah
menjadi kompleks, karena kecenderungan mereka bahwa teks-teks tersebut telah diterjemahkan
beberapa kali. Pemahaman yang lain dari metode hermenustik adalah pemahaman melalui sejarah
yang dicetuskan oleh Viko pada abad 17 dan pertama kali diadopsi oleh Friedrich Schleimacher
pada abad 19, tetapi metode ini tidak digunakan untuk penyelidikan-penyelidikan sosial sampai
pada abad 20.

Dasar utama metodologis interprtivisme adalah melalui interpretasi tindakan, perilaku, dan
kepercayaan yang dilakukan dan dimiliki oleh individu. Hal-hal tersebut hanya dapat dimengerti
dan dipahami oleh interpretasi, melalui proses di mana para interpretivis menemukan makna dari
perilaku- perilaku tersebut, sepertti yang dijelaskan Daniel Little:

Tujuan dari interpretasi adalah untuk memahami perilaku atau tindakan

-untuk membedakan tindakan tersebut dalam konteks dari sebuah sistem budaya yang beradab dan
bermakna. (Little 1991: 70)

Sebagai metode yang bertugas untuk menyelidiki, interpretivisme berbeda dengan metode
saintifik. Yang mana ada ketidakpersetujuan tentang apa yang harus diperhitungkan sebagai
metode santifik, tidak ada kekurangan bahan. Dalam metode interpretivisme, semua yang dibahas
bersifat lebih samar. Dengan perpaduan perhitungan yang disediakan oleh penyelidik, seperti
kemitraannya dalam studi Injil, dipaksa untuk membuat interpretasi dari interpretasi dalam konteks
apa yang dikenal sebagai budaya tertentu. Pendekatan yang kurang preskriptif menunjukkannya
dalam metode pengumpulan data yang digunakan. Terlepas dari analisis teks, para interpretivis
menggunakan dua metode dasar, Observasi dari para peserta dan wawancara acak. Kadang kedua
metode ini digabung.

Metode observasi dari para peserta mengharuskan para peneliti untuk terlibat secara parsial
atau secara penuh dalam kebudayaan asing yang dia teliti. Seperti yang dilakukan oleh seorang
Antropolog Clifford Geertz di Bali. Dengan terjunnya peneliti dalam budaya yang ia teliti, tidak
ada bentuk pengumpulan data yang didapat secara utuh. Penelitian ini dibuat menggunakan apa
yang ia temukan untuk mengumpulkan data data tersebut(notebook, kaset, atau ingatannya).

Metode wawancara acak merupakan metode di mana wawancara digunakan sebagai


wahana untuk mengerti objek yang sedang dikaji. Standarisasi atau penetapan dalam wawancara
ini tidak dianggap penting, walaupun wawancara ini umumnya dipandu oleh pertanyaan
pewawancara. Wawancara acak memungkinkan untuk mengembangkan sudut pandang dari objek
yang sedang diwawancarai.

Contoh dari Metode Tersebut


Studi Geertz terhadap sabung ayam di Bali merupakan salah satu bentuk metode observasi
partisipan yang terkenal. Pada saat Geertz tiba di Bali, banyak pemuda menghabiskan seluruh
waktu mereka bermain sabung ayam ilegal. Secara sekilas, olahraga ini merupakan olahraga yang
populer di masyarakat Bali, tetapi tujuan dari penelitian Geertz adalah melampaui dari sekedar
yang terlihat saja. Jadi Geertz di Bali bertujuan untuk melihat bagaimana dan mengapa sabung
ayam menjadi populer di masyarakat Bali. Pada saat Geertz tiba di Bali bersama istrinya, Geertz
memberikan beberapa penjelasan tentang masyarakat Bali, tindakan masyarakat Bali terhadap
mereka, sikap pemerintah terhadap sabung ayam dan sikap polisi terhadap sabung ayam, terutama
karena polis tersebut orang Jawa dan bukan orang Bali.

Peraturan sabung ayam digambarkan sebagai bentuk hubungan yang khusus dari aspek
persaingan di kehidupan masyarakat Bali, contohnya ‘Jika ayam di luar daerah Anda melawan
salah satu ayam di daerah Anda, Anda pasti cenderung mendukung ayam yang dari daerah
Anda,’atau ‘ayam yang datang jauh selalu menjadi primadona, karena tidak akan dibawa ayam
tersebut jika tidak berkualitas’. Kemudian dia mencoba untuk menyingkap makna simbolis dari
ritual untuk para pria Bali dengan memilih beberapa hal dan menafsirkan kemungkinan arti dan
tujuan dari simbol mereka.

Kesimpulan Penelitian Geertz di Bali


“Setiap orang, setiap pepatah mengatakan, menyukai kekerasan dengan bentuk-bentuk
tersendiri. Sabung ayam di Bali adalah salah satu bentuk refleksi mereka: dari segi yang tampak,
segi kegunaannya, segi kekuatannya, segi ketertarikannya. Menggambarkan hampir setiap lapisan
pengalaman masyarakat Bali, hal tersebut juga membawa tema-kekejaman terhadap hewan,
narsisme para pria, pertumpahan darah- yang hubungan utamanya adalah keterlibatan dengan
kemarahan dan takut akan kemarahan dan menghubungkannya menjadi seperangkat peraturan
yang menyenangkan mereka dengan segera dan memperbolehkan mereka bermain, membangun
struktur simbolis di mana kenyataan dari keterikatan dalam mereka dapat dirasakan.

Geertz menggambarkan metode ini sebagai ‘deskripsi tebal’. Studi-studi tersebut dilakukan
pada tingkatan mikro, dan memerlukan deskripsi yang singkat, jelas, padat yang mana dapat
memungkinkan kita untuk ‘mengatakan sesuatu dari sesuatu’. Tingkatan mikro yang digunakan
oleh Geertz dari sebuah bagian yang kecil dari masyarakat digunakan untuk menggambarkan
bagian masyarakat yang lebih luas tersebut. Ketika membaca karya Geertz, atau studi klasik yang
dilakukan oleh William Foote Whyte tentang perkumpulan orang Italia 1940an, atau karya Dick
Hob tentang budaya asing, pembaca disuguhkan tentang kenangan dari perjalanan yang panjang,
atau novel yang deskriptif. Menurut Geertz, arti dari seorang interpretevis mengatakan ‘untuk
mengatakan sesuatu dari sesuatu’ adalah untuk memaksa pembaca memahami ‘teks’ sebuah
masyarakat tertentu dengan sudut pandangnya masing masing.
Cara para Interpretevis Mengetahui Dunia Sosial
Hal tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan apa yang bisa kita tuju, kita capai dengan
mengetahui dunia sosial dan akan menimbulkan pertanyaan lagi ‘apa yang kita bisa? ‘Apa yang
harus kita tahu?’ ‘dan bagaimana mungkin kita bisa mengetahui hal hal tersebut?’ Jika pertanyaan
ini timbul sebagai sebuah pertanyaan metodologis yang prakmatis, beberapa hal akan menjadi
jelas, tetapi hal tersebut tak berarti dihindari dengan sepenuhnya pertanyaan-pertanyaan filosofis
tersebut.

Dalam ilmu sosial, seperti dalam ilmu alam, kita tahu bahwa itu X, karena pernyataan-
pernyataan dan pertanyaan pertanyaan yang awalnya timbul tentang X, atau tentang Y-
pengetahuan tentang X secara tidak sengaja didapatkan. Mungkin kita bisa saja salah dan harus
menyususun ulang pandangan kita, tetapi di lain sisi kita bisa saja benar atau salah tergantung
pertahanan pendapat tentang X itu dari waktu ke waktu.

Kelompok anti naturalis menyatakan bahwa mereka tidak membuat perbedaan ontologis
yang membuat kita setidaknya secara implisit membedakan kata kerja ‘mengetahui’ ketika
diterapkan dalam dunia sosial, yang berlawanan dengan dunia fisik. Contohnya ketika seorang ahli
biologi mengatakan bahwa dia mengetahui apa itu comatotrophin, dia menyatakan bahwa dia
mengetahui bahwa pertumbuhan hormon tersebut dikeluarkan oleh mamalia dan kita berasumsi
bahwa dia mengetahui kenapa itu terjadi dan apa akibat dari terjadinya hal tersebut. Jika di lain
sisi, kita berkata kepada seseorang yang baru saja mengalami sebuah trauma ‘Aku tahu apa yang
kau rasakan’, maksud kita di sini adalah kita telah membayangkan diri kita di dalam posisi orang
tersebut dan kita merasa bahwa kita mengerti apa yang orang tersebut rasakan. Kita berempati
terhadapnya. Kecuali jika kita bersikap sombong dan mengatakan bahwa apa yang kita rasakan
adalah salah satunya cara untuk merasa.

Dalam pemahaman terhadap dunia sosial, kita harus memiliki perasaan kita sendiri
terhadapnnya, kita harus mempunyai perasaan empati tersendiri, yang di mana empati tersebut
dapat dipelajari melalui pengalaman, mungkin pengalaman tidak langsung. Seseorang tak harus
menjadi korban pembantaian Auschwitz untuk bisa berempati dengan korban-korbannya, tetapi
empati tersebut tidak bisa dipelajari seperti kita mempelajari tabel periodik kimia. Untuk
memahami dasar interepretasi seseorang terhadap sebuah pemahaman, merupakan tindakan yang
bersifat subjektif, menyangkut perasaan dan setiap orang pasti mempunyai perasaan yang berbeda
beda pula. Kesmipulannya adalah tidak ada metode yang pasti untuk memahami konteks dunia
sosial, karena setiap partisipan yang berada di dalamnya bersifat subjektif. Pandangan paradoks
ini menuntun kita ke beberapa masalah yang spesifik.

Metode
Interpretivisme memerlukan sebuah metode yang lebih dari sekedar menerjemahkan
perintah. Contohnya seperti yang sudah dibahas di atas adalah penelitian Geertz tentang
masyarakat Bali dan sabung ayam. Yang membuat karya Geertz ini menjadi sebuah karya yang
baik dalam bentuk metode interpretivisme adalah adanya ‘metode deskripsi tebal’. Metode ini
memiliki beberapa keuntungan dari segi pengumpulan data.

Kemasukakalan
Jika kesamaan epistemologis dalam hal interpretasi berlaku, maka kenapa kita harus
percaya kepada hasil percobaan interpretevis? Seharusnya tidak, tetapi jika tidak ada yang benar
lalu apa yang membedakan hasil interpretasi tersebut dengan sebuah fiksi? Dikatakan bahwa
semua interpretasi adalah hasil percobaan yang subjektif dengan persamaan persamaan
epistemologis, tetapi dikatakan juga bahwa interepretasi lebih baik dan lebih maju dari fiksi. Jika
demikian, maka ada beberapa kriteria dasar yang membedakan interpretasi dengan fiksi.

Apakah Tidak Mungkin Melakukan Generalisasi?


Para interpretivis seperti Guba dan Lincoln telah secara keras menolak kemungkinan untuk
diadakannya proses generalisasi, karena mereka melihat bahwa setiap pernyataan yang dilontarkan
oleh para partisipan bersifat subjektif dan bervariasi. Bersumber dari inilah mereka mengatakan
bahwa tidak mungkin untuk melakukan generalisasi terhadap setiap tindakan tindakan yang
dilakukan oleh para partisipan dalam konteks dunia sosial.

Interpretivisme Naturalis
Di bagian terakhir bab ini, penulis ingin mengungkapkan apa yang dipercaya sebagai
beberapa kekacauan metodologis dalam metode interpretivisme. Penulis juga ingin
mempertahankan posisi interpretivisme sebagai metode, tetapi hanya sebagai bagian dari ilmu
sosial yang pluralis dan bermetodelogi.

Variabilitas
Para anti-naturalis menyatakan yang membedakan secara ontologis Antara dunia fisik dan
dunia sosial adalah dunia sosial merupakan hasil dari tindakan ‘binatang yang bertindak dengan
sadar’. Pengetahuan kita terhadap dunia sosial sebagai pelaku di dalamnya adalah bersifat
subjektif, karena tindakan tindakan dan perilaku perilaku kita yang bangkit dan berasal dari
pengetahuan tersebut. Melalui pernyataan ini dapat disimpulkan oleh para anti naturalis bahwa ada
variabilitas antara makna dan tindakan di dalam dunia sosial yang membuat kita tidak bisa
mengatakan bahwa tujuan dan penjelasan dari tindakan si A akan berlaku juga untuk yang lain,
atau untuk yang lain kalinya. A bisa saja bertindak berbeda dengan caranya melakukan tindakan
tersebut dan B…Z juga akan bertindak secara berbeda satu sama lain. Dapat dikatakan hubungan
Antara tindakan dan tujuan yang dilakukan oleh partisipan bersifat arbitrer(suka-suka).

Penjelasan/Eksplanasi/Pengertian
Weber membedakan ada 2 jenis pengertian: Pengertian Deskriptif (aktuelles verstehen) dan
Pengertian Eksplanatori (erklärendes verstehen). Pengertian Deskriptif merupakan kondisi di
mana orang-orang mengerti apa yang dilakukan sedangkan Pengertian Eksplanatori merupakan
pengertian di mana orang-orang mengerti kenapa suatu hal terjadi(Kenapa harus melakukan ini,
kenapa harus menanam kentang). Kincaid mengelompokkan makna menjadi beberapa jenis dalam
usahanya terhadap sains interpretivisme. Jenis-Jenis makna tersebut adalah:
Makna Perseptual
Bagaimana subjek memandang dunia, termasuk tindakan dari yang lain dan tindakan
dirinya sendiri

Makna Doksatik
Merupakan makna yang mewakili kepercayaan subjek.

Makna Linguistis
Merupakan makna cara menerjemahkan tindakan verbal dari subjek

Makna Secara Sengaja


Apa yang dilakukan subjek secara sengaja, apa yang diinginkan subjek.

Makna Simbolis
Apa yang disimbolkan oleh tindakan subjek baik yang verbal maupun non verbal

Makna Normatif
Apa yang menormakan tindakan individu tersebut.(Kincaid 1992:192)

Batas Interpretivisme
Ada dua batas utama untuk menyeimbangkan perombakan interpretivisme. Batas pertama
mengenai tentang batas untuk mengerti, yang kedua mengenai batas generalisasi.

1. Pengertian
2. Generalisasi
Bab III

Kesimpulan
Dunia Sosial berbeda dengan dunia fisik. Dunia fisik merupakan dunia di mana apa yang
terlihat, itulah kenyataannya, walaupun begitu, ada beberapa unsur dunia fisik yang tidak dapat
dijangkau oleh indra, yaitu unsur metafisik. Sedangkan dunia sosial merupakan ciptaan yang
bersifat intersubjektif, yang dibangun secara kontinyu oleh para partisipan yang hidup di dunia
sosial ini. Dalam melakukan penelitian terhadap dunia sosial, digunakanlah sebuah metode yang
di mana disebut penulis dalam bukunya sebagai metode ‘interpretivisme’ atau lazim juga disebut
metode kualitatif. Metode ini menekankan studi kasus terhadap para partisipan yang subjektif
tersebut. Dalam metode ini, tidak dikenal dengan namanya generalisasi.
Maksudnya apa yang dipikirkan si A, belum tentu sama dengan apa yang dipikirkan si B.
Ada dua cara dalam melakukan metode ini: a. Observasi Partisipan b.Wawancara Acak. Observasi
partisipan adalah metode yang mengharuskan kita untuk turun ke lapangan dan menyatu secara
parsial atau secara keseluruhan dengan masyarakat yang kita ingin teliti. Contohnya adalah studi
Geertz tentang sabung ayam di masyarakat Bali.

Metode wawancara acak adalah metode di mana digunakan tanya jawab dengan
narasumber dan wawancara tersebut berguna untuk mengembangkan sudut pandang narasumber
tersebut. Walaupun begitu, interpretivisme memilik batas dalam dua hal: dalam hal pengertian dan
dalam hal generalisasi. Dalam bukunya, penulis mendukung metode ‘interpretivisme’ sebagai dari
bagian ilmu sosial yang pluralis dan bermetodologis walaupun ada yang tidak setuju dengan
penulis.

Daftar Pustaka

William, Malcolm. 1999. Science and Social Science. London.

Anda mungkin juga menyukai