BAB I
Ekonomi Politik Internasional
I. Pengantar
Ekonomi politik internasional biasa juga disebut dalam bahasa inggris secara
internasional dengan berbagai macam judul, yaitu:
a. International Political Economic
b. Global Political Economic
c. Political Economic of International Relations
d. Political of International Economic Relations
e. Politics of Global Economic Relations
f. International Political Economic
Masing-masing judul tersebut menggambarkan ekonomi politik internasional (EPI)
secara berbeda-beda tetapi yang populer adalah definisi yang menjelaskan ekonomi politik
internasional sebagai studi mengenai “who want values, how much and by what means”
(siapa yang mendapat keuntungan apa, berapa banyak dan dengan cara apa?) artinya
adalah memusatkan perhatian kepada persoalan distribusi, nilai-nilai seperti kekayaan dan
kebutuhan materiil, keamanan, ketertiban, keadilan dan kebebasan. Robert Assict
mendefinisikan ekonomi politik internasional sebagai “the study of the equality and
symetry between nations and people and the collective learning and positioning patterns
and preserve or things as symetry”, (suatu studi dari ketidakseimbangan antara bangsa dan
manusia dan mempelajari secara kolektif dan memposisikan bentuk-bentuk sifat atau
perhentian ketidakseimbangan tersebut).
Dalam mempelajari EPI tersebut harus melakukan teori-teori secara komperhensif dan
menekankan pendefinisiannya yang lebih luas. Dewasa ini tampak pengakuan bahwa EPI
adalah suatu alat yang menganalisis rangkain interaksi masalah internasional sesuai objek
kajiannya, sekalipun yang jawaban ketidakmampuan EPI dan ilmu Hubungan
Internasional (HI) itu sendiri dalam menelaah kajian peristiwa dan gejala-gejala global
tertentu sesudah dekade 1990-an untuk mengembangkan diri pada disiplin lain atau
memperkaya disiplin ilmu HI.
EPI pernah dan pasti sudah dipelajari dan dibahas oleh Aristoteles ketika ia
memunculkan Political yang mengulas tentang oikonomi atau suatu studi mengenai cara-
cara mengatur rumah tangga dan yang mempelajari peraturan-peraturan, pertukaran
sebagai dasar teoritikal ekonomi. Kemudian oleh Hegel dengan dialektikanya berlanjut
melalui perdebatan para ahli ekonomi dan soal-soal lainnya sehingga kepada pertentangan
lainnya mengenai liberalisme, kapitalisme, sosialisme, komunisme, sejak perubahan
mengenai kajian-kajian tradisional, konvensional ke kajian modern kontemporer.
Pakar utama lainnya adalah Adam Smith, David Ricardo, Karl Marx, Keynes,
Gewmes. Konsep-konsep dan teori-teori yang dikemukakan oleh mereka semuanya tidak
terlepas dari pembahasan-pembahasan persoalan tentang eratnya perhatian antara states
dengan market society sebagaimana objek kajian yang ada pada saat ini.
Dalam perkembangan idealisme pada ilmu ekonomi misalnya terjadi benturan-
benturan antara kubu kapitalisme yang mengupayakan untuk menhauhi intervensi negara
atau pemerintah dengan aktivitas pasar, namun dalam realitasnya tidak dapat terjadi dan
kubu awalanya adalah sosialisme ekonomisme dengan upaya mendominasi kekuasaan
negara atau pemerintah. EPI sebagai suatu studi tentang saling keterkaitan dan interaksi
antara fenomena-fenomena antara pemerintah dengan masyarakat sebagaiman dirumuskan
oleh Freedom Cake EPI adalah “The Study of The Enterpreur of Economics and Politics in
The World Arena”, (ekonomi didefinisikan sebagai sistem produksi, distribusi dan
konsumsi dan kekayaan, sedangkan politik sebagai himpunan lemabaga-lembaga, aturan-
aturan, yang mengatur berbagai interaksi sosial dan ekonomi).
Akibatnya atau konsekuensinya studi EPI yang telah berkembang sejak abad 17
terpecah-belah menjadi disiplin EPI dan politik internasional yang masing-masng berpijak
pada landasan teoritis dan pusat perhatian sendiri-sendiri, tetapi setelah perang dunia
kedua berakhit tahun 1945, konsepsi liberal mulai goyah karena sudah dianggap tidak
menjawab tuntutan jaman, yang menjadi tuntutan jaman pada waktu itu adalah bagaiman
dapat melindungi ekonominya sendiri-sendiri, munculnya negara-negara baru yang
berperan akfif dalam proses EPI dan mempraktekkan kebijakan ekonomi politik yang
nasionalis yaitu yang melindungiekonomi masing-masing maka muncullah paham yang
dinamakan transformasi dalam suatu ekonomi dan politik internasional menjadi EPI.
Tujuh negara industri maju adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis,
Kanada dan Italia yang dimaksudkan biasanya adalah G-7 (Goverment Seven) dengan
tingkat kepadatan penduduk 14% dari penduduk seluruh dunia dan mengkonsumsi lebih
dari 40% energi, menikmati kesejahteraan barang-barang dari negara dunia ketiga dan jasa
dunia lebih dari 50% total ekspor dunia. Hal ini sangat kontras dengan kenyataan yang
ada di negara-negara dunia ketiga dengan total penduduk lebih dari 2/3 penduduk dunia
dan hanya menikmati kurang dari 20% tingkat kesejahteraan pemerataan kekayaan dunia
dan hidup di bawah tekanan hutang luar negeri internasional, kemiskinan struktural dari
berbagai problema sosial lainnya, negara-negara industri barat dan Jepang dikenal sebagai
sebutan negara-negara kesatu yang menikmati suasana pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
sementara angka pertumbuhan di sebagian negara-negara dunia ketiga mengalami
hambatan struktural, menjalani tersendat-sendat dengan kendala akut pada sistem ekonomi
masing-masing. Ketimpangan pertumbuhan pada negara dunia kesatu dan ketiga pada
dasarnya disebabkan oleh persoalan ekonomi politik sebagai kegagalan perencanaan
dalam tata dunia yang berkepanjangan dan pendekatan yang tidak alamis. Tidak
meratanya pembagian kekayaan di sebagian besar negara dunia ketiga dan melebihi tidak
meratanya pembagian kekayaan yang maksimal sebagian besar di negara dunia ketiga,
rakyatnya hidup di garis kemiskinan seperti umpamanya, Bangladesh, Pakistan, beberapa
negara di Asia dan Afrika dan sebagian besar Asia Selatan mengalami hal serupa seperti
Indonesia kurang lebih 30 juta rakyatnya masih hidup di garis kemiskinan. Isu-isu yang
ada ini, menurut Robert Gilpin dibagi menjadi tiga unsur inti:
a. Penyebab dan hal-hal yang mempengaruhi kebagkitan rasa
b. Hubungan antara perubahan ekonomi dan perubahan politik
c. Pengertian ekonomi dunia terhadap ekonomi domestik
dalam hubungan natar bangsa menunjukkan bahwa ekonomi internasional dan politik
internasional saling terkait satu sama lain, kita dapat mengambil kasus-kasus, misalnya,
kerjasama ekonomi yang ada politiknya di Asia-Afrika yaitu, Asia Pacific Coopertation
(APEC) yaitu bentuk kerjasama internasional yang tidak dapat dipandang sebagai gejala
ekonomi internasional semata-mata karena teori dan metodologi dalam studi ekonomi
internasional. Tidak cukup untuk memahami gejala tersebut, karena pada hakekatnya,
APEC merupakan kerjasama politik atau setidak-tidaknya negara-negara yang terlibat di
dalamnya memiliki motif ekonomi yang ingin dicapai atau diraih oleh negara-negara
anggota melalui APEC yang pada dasarnya untuk diabdikan sebagai kepentingan
nasionalnya.
BAB II
Aliran-aliran Pemikiran Ekonomi dan Paradigma dan Sistem Ekonomi
dalam EPI
b. Liberalisme
Berkembangnya paham aliran liberlaisme ekonomi membuat EPI menjadi suatu
bidang studi yaitu tidak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lainnya. Para penganut aliran
liberal pada hakekatnya menyangkal adanya interaksi dari ekonomi dan politik. Bagi
mereka ekonomi dan politik adalah dua arena yang berpisah dan masing-masing
beroperasi menurut aturan-aturan dan logika-logikanya sendiri-sendiri, para penganut
ekonomi aliran liberal tidak mengakui adanya teori khusus dalam EPI yang ada
adalah, teori ekonomi dan teori ilmu politik. Para penganut aliran liberal percaya
bahwa faktor-faktor ekonomi merupakan penentuan atau determint dari semua proses
sosial, maka menurut mereka fenomena EPI dapat diartikan dengan teori yang ada di
dalam ilmu ekonomi. Inti dari teori ekonomi liberal dalam proses ekonomi adalah 1.
suatu negara dapat menjamin keamanan nasional dan power itu juga dapat digunakan
sebagai sarana untuk meningkatkan kekayaan nasional oleh karena itu, sumber
ekonomi merupakan faktor penting dalam HI maka karena itu orang-orang nasionalis
menyangkal teori liberal tentang perdagangan bebas. Menurut mereka, bagaimana
negara harus memiliki kekuatan untuk membatasi atau mengendalikan operasi
perdagangan terutama yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multilateral
karena, proses bebas (cooperated) dapat mengeksploitasikan dan memanipulasi
ekonomi domestik.
Dan bila kekuatan ekonomi domestik suatu negara telah dieksploitasi maka
kekuatan-kekuatan nasional negara tersebut juga dapat terancam.Maka dengan
demikian jelaslah bahwa bagi aliran nasionalis, aktivitas ekonomi merupakan masalah
esensial bagi tiap negara dan semuanya itu tetap harus ditujukan untuk kepentingan
negara dengan kata lain faktor-faktor ekonomi atau politik internasional harus
disubordinasikan untuk kepentingan nasional dan agar kepentingan nasional dapat
tetap terjamin, maka negara harus memiliki kekuatan untuk membatasi atau memiliki
kemampuan untuk mengendalikan aktivitas ekonomi.
d. Aliran Radikalisme
Perspektif EPI yang tergolong dalam aliran radikal terdapat beberapa varian
diantaranya marxisme, sosialisme, neo-marxisme, new left dsn dipendensial. Aliran-
aliran ini pada dasarnya muncul sebagai kritik atas kegagalan teori liberal dalam
praktek ekonomi internasional. Mereka pada umumnya menggunakan asumsi Karl
Marx dan Frederick Indils sebagai dasar analisis dalam memahami gejala-gejala EPI.
Setidaknya ada empat elemen pokok yang dapat ditarik dari pemikiran-pemikiran
radikal (khususnya Marxis):
1) Pendekatan dialeksitas dalam memandang masyarakat. Artinya masyarakat selalu
dilihat bersifat dinamis dan kolekftif serta terdapat kesenjangan sosial, perjuangan
kelas (class struggle) dan kontradiksi dianggap sebagai suatu yang selalu melekat
dalam fenomena sosial dan politik.
2) Pendekatan materialistis terhadap sejarah, artinya perkembangan kekuatan
produksi ekonomi, merupakan pusat dari perubahan sejarah dan berkerja melalui
perjuangan kelas.
BAB III
Sistem Ekonomi Pasar (Market)
I. Pengantar
Dewasa ini istilah pasar atau market sudah menjadi isu yang menarik dalam arena
politik internasional, setelah komunisme terbukti tidak sanggup melawan ideologi
liberalisme dan kapitalisme maka banyak negara-negara bekas penganut komunisme
sekarang tergiur dengan sistem ekonomi pasar, bahkan negara-negara komunis seperti,
RRC, Vietnam meskipun secara politis masih bersikeras mempertahankan komunisme
tetapi, secara ekonomi mereka sudah mulai berpaling kepada Free Market Economy. Oleh
karena itu, dapat dikatakan dekade-dekade belakangan ini disebut sebagai masa kejayaan
sistem ekonomi pasar oleh karena itu, ekonomi politik internasional tidak mungkin
menyampaikan kajian atau mempelajari ekonomi pasar dan seluruh dinamika yang
beroperasi di balik sistem itu.
2) Pasar abstrak adalah seluruh daerah dimana pembeli dan penjual berhubungan
dan disitulah terjadi pertukaran.
3) Pasar abstrak adalah seluruh daerah dimana para peminta dan penawar
mempunyai kontak sedemikian rupa, sehingga harga-harga barang yang sama
mempunyai pengaruh yang kuat.
Pasar abstrak dapat pula dibagi dalam dua kriteria, antara lain menurut luasnya
dan menurut periode waktu:
i. Menurut luasnya, Pasar Dunia, Pasar Regional dan Pasar Lokal. Pada suatu
pasar dunia antara hubungan permintaan dan penawaran meluas hingga
meliputi seluruh dunia (contoh: permintaan penawaran karet, teh, kopi, emas).
Luas pasar tergantung pula dari sejumlah faktor, yaitu: pertama, apakah
barang atau goods yang bersangkutan digunakan dimana-mana, kedua, apakah
barang atau goods yang bersangkutan dapat tersimpan lama, ketiga, biaya
transport.
ii. Menurut periode waktu: pertama, keseimbangan sementara permintaan dan
penawaran mengenai pasar harian atau periode yang sangat singkat. Kedua,
periode jangka pendek (short term), disini produksi dapat diperluas dalam
perusahaan yang ada. Ketiga, periode jangka panjang (long term), waktu
adalah lama sekali sehingga pengusaha dapat mengubah jumlah apakah
diperluas atau dikecilkan.
Vietnam. Dewasa ini, sudah merupakan sitem ekonomi sosialisme dan kemudian
menggantikannya dengan sistem ekonomi pasar.
Hakekat dari ekonomi pasar adalah adanya mekanisme pasar sedangkan aktor-aktor
yang berinteraki dalam mekanisme tersebut bisa publik (negara) bisa juga swasta (private),
ini berbeda dengan paham kapitalisme yang mengharapkan negara tidak terlalu banyak
ikut campur dalam masalah-masalah ekonomi, aktor sistem kapitalis adalah swasta yang
memiliki kebebasan untuk kepemilikkan dan memupukkan modal. Ini adalah produk dari
pemikiran liberal yang menempatkan kebebasan individu di atas segala-galanya.
Sementara, ekonomi pasar tidak mempersoalkan siapa yang menjadi pelakuya dalam
mekanisme pasar, tujuan dari ekonomi pasar adalah untuk menggerakkan dan
mendinamisasikan aktivitas ekonomi masyarakat, bagi ekonomi pasar kebebasan individu
dan kepentingan umum bukanlah sesuatu yang harus melekat secara tetap dalam
mekanisme pasar, artinya mencari keuntungan dan menciptakan pertumbuhan modal
bukanlah monopoli kaum swasta, negarapun sebagai pelaksana fungsi pelayanan
kepentingan umum juga berhak memiliki motif mencari keuntungan dan menumbuhkan
modal.
bagi tanah, buruh dan modal dalam suatu aktivitas yang paling produktif, kompetisi pasar
menuntut para produsen menggerakkan perekonomian sampai derajat yang paling tinggi
dalam efisiensi memproduksi. Ini mengkehendaki mereka terus-menerus melakukan
penggelapan, meningkatkan teknologi dalam rangka kapabilitas dan kekuatan ekonomi.
Ekonomi pasar cenderung berhubungan secara geografis melintasi batas-batas negara
(politik), kebutuhan buruh yang murah, sumber daya alam mengakibatkan menyebar ke
pelbagai wilayah, faktor-faktor inilah yang mendorong kencenderungan ekspansionistis,
mencakup pula skala efiseiensi, perkembangan dalam transportasi dan pertumbuhan
permintaan.
Ekonomi pasar meskipun secara sepintas berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi
dalam suatu masyarakat atau negara, dalam prakteknya sistem ini juga menciptakan suatu
proses ketidakadilan, di satu pihak ada orang-orang, kelompok-kelompok, daerah-daerah
atau negara yang memperoleh keuntungan yang maksimal dari beroperasinya ekonomi
pasar, tetapi di lain pihak adapula yang dikatakan kurang beruntung atau hanay
memperoleh keuntungan minimal dari beroperasinya sistem ekonomi pasar.
Dalam level masyarakat internasional sistem ekonomi pasar juga cenderung
menciptakan pembagian kerja diantara para produsen. Pembagian kerja tersebut
didasarkan atas dasar sosialisasi atau menurut istilah para ekonom berdasarkan hukum
keunggulan komparatif , sebagian kerja tersebut acap kali menguntungkan negara-negara
tertentu dan negara-negara lain dalam poisi yag kurang beruntung.
BAB IV
Sistem Moneter Internasional
I. Pengertian
Para ahli beranggapan bahwa uang dan Sistem Moneter Internasional merupakan unsur
yang bersifat netral baik ekonomis atau politis, namun anggapan ini tidak terbukti dalam
ekonomi modern. Norma dan konvensi yang mengatur Sistem Moneter Internasional
dengan ini mempunyai efek distributif yang penting bagi power suatu negara dan
kesejahteraan dalam kehidupan negara tersebut.
Suatu Sistem Moneter Internasional yang berjalan dengan baik akan melancarkan
perdagangan dunia, arus investasi asing dan interdepedensi global. Kemampuan Sistem
Moneter Internasional adalah prasyarat bagi sehatnya ekonomi dunia, sebaliknya
runtuhnya Sistem Moneter Internasional barat menjadi penyebab terpisahnya kesuraman
dalam ekonomi internasional seperti terjadinya “The Greay Depression” pada tahun 1930-
an.
waktu itu dinyatakan sebaik emas dan menjadi mata uang cadangan utama dunia yang
berarti bahwa baik perorangan maupun pemerintah negara-negara asing lebih suka
memiliki dollar daripada emas. Selama hegemoni diselubungi oleh kekerasan yang tidak
tergoyahkan dan dapat mempertahankan legitimasi yang dipaksakannya dengan
kemenangan maka kredibilitas dollar kertas yang dicetak tetap utuh.
Maka dengan amerika serikat sebagai pelopornya, negara-negara pemilik uang keras
sejak perang dunia kedua telah berusaha mengejar strategi pemeliharaan pada keadaan
equilibirium diantara mata uang dunia secara umum stabilitas menyebabkan pertumbuhan
ekonomi dan pencegahan inflasi terhadap pemindahan. Para manajer di dunia barat
terpesona pada oleh lequidasi uni soviet/komunis yang menyatakan bahwa sejarah terbaik
untuk menghancurkan sistem kapitalisme adalah dengan mengacaukan mata uangya
dikutip dari buku Sidney Panther, “Medival Society.”
Stabilitas sistem keuangan dunia sangat mungkin bagi negara-negara yang memiliki
mata uang yang keras, prioritas ini seharusnya telah mencakup negara-negara lain dalam
penyelesaian ekonomi di Buttonwoods pada tahun 1944 ketika perang dunia hampir
selesai yaitu kerinduan akan kedamaian dan ketertiban dunia juga keinginan untuk
memiliki sumber nilai tertentu yang pasti dan stabil.
Diantara perang dunia satu dan perang dunia kedua 1918-1939, efek-efek inflasi
menghancurkan status class kepemilikkan komoditi orang-orang kaya jaman kuno yang
ditunjukkan dengan keningratannya yang sudah mapan jelas mulai menolak pembiayaan-
pembiayaan yang menimbulkan inflasi dan mengenakan pajak pada tanah-tanah milik
orang kaya sehingga menciptakan banyak sekali pesaing orang kaya baru. Orang kaya
baru pada saat itu di negara-negara maju mengumpulkan kekayaan mereka sendiri untuk
melindungi diri yang mengakibatkan inflasi setelah perang dunia pertama dan runtuhnya
pasar saham dan depresi besar yang berlangung sejak 1929-1933 menimbulkan
kebangkrutan gagalnya bank-bank dan kerusuhan politik, oleh karena itu, negara-negara
sekutu pada tahun 1944 sebelum perang dunia selesai mengupayakan stabilitas lebih
daripada segala hal yang lain.
International Monetary Fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction and
Development (IBRD) atau World Bank (Bank Dunia). Sistem moneter ini secara
mendasar ditentukan untuk menghindari devaluasi, pengurangan emas, perak dalam
kesatuan moneter atau harga/nilai suatu mata uang. Selain dari itu berdirinya IMF adalah
untuk menjamin atau mengamankan terselenggaranya kerjasama moneter internasional,
menstabilkan nilai tukar mata uang serta mempeluas likuiditas internasional untuk
mkepentingan perdagangan internasional dan penyediaan lapangan kerja. Ketua IMF
adalah seorang direktur utama yang memimpin segala persidangan dan perundingan, pada
konferensi tersebut semua pihak sepakat bahwa ketua IMF haruslah orang Eropa dan ketua
Bank Dunia haruslah orang Amerika Serikat karena adanya pergeseran likuiditas dunia ke
Jepang pada akhir abad ke 20-an tidak heran nanti secara bertahap orang Jepang bisa
menjadi ketua IMF. Resminya IMF diatur oleh 2 badan yaitu, Dewan Gubernur dan
Dewan Eksekutif, Dewan Gubernur terdiri dari gubernur bank central dari masing-masing
negara anggota dengan proporsi suara sesuai dengan kuota iuran, pada mulanya negara-
negara yang dominan meliputi 10 negara yaitu amerika serikat, inggris, kanada, prancis,
jerman barat, italia, belanda, belgia, swedia, jepang, arab saudi bergabung kemudian.
Dewan gubernur mengurusi masalah-masalah yang berkaitan dengan prubahan pasal-pasal
perjanjian masuknya anggota-naggota baru serta memilih para direktur pelaksana. Dewan
eksekutif terdiri dari direktur-direktur yang ditunjuk dan yang dipilih, mereka yang
ditunjuk dicalonkan oleh anggota yang memiliki kuota terbanyak. dewn eksekutif
merupakan dewan permanen dalam sidang-sidang yang menangani operasi IMF hari-hari.
yang memegang hegemoni maka negara itulah yang akan memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi jalannya sistem moneter internasional.
Sistem moneter internasional yang pertama kali berhubungan langsung dengan
hegemoni internasional adalah sistem standar emas klasik the classical gold standard
sistem yang berlangsung tahun 1870-1918 merupakan refleksi dari hegemoni inggris
dalam percaturan internasional artinya karena saat itu inggris memiliki hegemoni dalam
pasar modal, keuangan dan komoditi dunia serta menjajah sekitar 2/3 negara di muka
bumi, maka inggris dapat mengorganisir dan mengelola sistem monetere internasional
yang berlaku.
Sebagai konsekuensi posisi hegemonisnya dalam sistem moneter internasional maka
inggris dapat melaksanakkan norma-norma yang berlaku dalam sistem, sehingga sistem itu
pada gilirannya akan memberikan banyak keuntungan pada inggris. Sistem moneter
internaisonal yang berlaku pada saat itu, mencerminkan kepentingan-kepentingan inggris
dan mayoritas negara-negara di dunia harus mengintegrasikan sistem moneter nasionalnya
ke dalam sistem moneter yang didominasi oleh inggris.
Prisip pokok sistem moneter dengan standar emas klasik adalah bahwa bank sentral
setiap negara menjual dan membeli emas berdasarkan harga yang telah ditetapkan
sementara dalam perdagangan internasional frakmasi-frakmasi yang dilakukan harus
mengacu pada poundsterling (mata uang inggris). Konsekuensinya bank-bank sentral di
seluruh dunia dalam menentuka kurs atau nilai tukarnya harus mengacu pada kebijakan
Bank of England karena semua bank sentral mengsubordinasikan kebijakan keuangan
pada Bank of England yang memungkinkan inggris untuk mengandalikan supply credit,
peredaran emas dan harga-harga internasional. Pada gilirannya semua memberikan
sumber kekuatan bagi inggris untuk menguasai perdagangan, pergerakan modal dan
pendapatan nasional di seluruh dunia dan arus sebaliknya adalah status inggris sebagai
hegemon dunia akan terpelihara karena berhasil mengendalikan sistem moneter
internasional dengan segala akibatnya.
dari perang tersebut posisi hegemoni inggris dalam percaturan internasional menjadi
goncang sehingga berpengaruh langsung kepada goyahnya supremasi inggris dalam
masalah ekonomi dan moneter internasional.
Setelah perang dunia pertama, sistem moneter berdasarkan standar emas buntu dan
masalah moneter kembali menjadi tanggung jawab otoritas nasional masing-masing
negara. Nilai tukar tidak lagi dapat didasarkan pada standar emas yang ditetapkan oleh
bank of england tetapi bersifat mengambang (floating rates) dan seperti dikatakan Joseph
schum peter kondisi tersebut telah membawa suati reformasi global dimana negara-negara
tidak lagi peduli kepada kepentingan norma-norma moneter internasional. Negara-negara
diilhami pemikiran-pemikiran ekonomi nasionalis yang berkembang pada saat itu menjadi
lebih mengutamakan perekonomian dalam negerinya masing-masing.
Sebagai sebuah sistem moneter, sistem button woods baru bisa beroperasi bila
ditunjang dengan sebuah lembaga yang dapat menjalankan fungsi adjusment, sebab itulah
kemudian negara-negara peserta pertemuan button woods sepakat untuk membentuk
international monetary funds dan juga 2 lembaga yang lain yaitu internastional bank for
reconstruction and development yang kemudian menjadi world bank.
Pada awalnya sistem button woods merupakan refleksi dan hegemoni anglo-amerika
artinya sistem itu ditopang bersama oleh kekuatan dan kepentingan inggris dan amerika
serikat. Tetapi setelah tahun 1968, sistem itu praktis disanggah oleh hegemoni tunggal
amerika serikat dimana saat itu dollar amerika serikat menjadi satu-satunya dasar untuk
menetapkan standar nilai tukar emas. Hegemoni dollar sebagai standar nilai tukar emas
diakui atau tidak berhubungan dengan status hegemoni amerika serikat dalam percaturan
interasional. Jika amerika serikat tidak memiliki kekuatan dalam melakukan pengaturan-
pengaturan dalam sistem internasional mustahil mereka akan dapat memasakkan dollar
sebagai standar sistem moneter internasional. Namun sebagai konsekuensi dari posisi
hegemonisnya dalam moneter tersebut, amerika serikat harus menyediakan dollar yang
memadai sehingga tidak terjadi stagnasi.
BAB V
TEORI-TEORI DAN DEFINISI EKONOMI POLITIK
INTERNASIONAL
I. Pendahuluan
Ada beberapa teori yang berkemban dalam disiplin ekonomi politik internasinonal,
teori-teori yang akan kita bahas yang terpenting adalah teori yang pertama adalah teori
yang secara prinsip bersumber dari aliran atau perspektif liberal yaitu, The Theory of Dual
Economy, yang kedua adalah teori yang sangat dipengaruhi nafas pemikiran radikal yaitu,
The Theory of The Modern World System dan yang ketiga ialah teori yang mendapat
inspirasi meskipun tidak secara mutlak dari realisme politik yaitu The Theory Hegemony
Stability.
fungsional dan sistem operasinya dengan hukum-hukum ekonomi tertentu. Para penganut
MWS bahwa tugas utama ahli atau orang-orang yang mempelajari EPI adalah melakukan
analisis terhadap asal-usul dan fungsi sistem tersebut.
Teoritis MWS seperti Paul Baron, Andre Gunder Frank berdasarkan asumsinya pada
interpretasi feminis tentang Marxisme. Pada umumnya mereka berasumsi bahwa dunia
modern hanya dapat dipahami sebagai sistem global dengan suatu Division of Labour
(tunggal) yang membentuk suatu hirarki internasional melalui perjuangan negara dan kelas
yang tidak pernah berhenti. Hirarki tersebut terdiri dari pusat yang maju dan dominan
serta pinggiran yang tergantung atau menggantungkan diri.
Menurut teori MWS, ekonomi internasional adalah pengisapan dari negara-negara maju
terhadap negara-negara pinggiran (dunia ketiga), negara pinggiran-pinggiran akan selalu
tergantung pada negara-negara maju terhalang untuk mencapai perkembangan
ekonominya. Hub internasional membuat negara-negara pinggiran menjadi lemah secara
ekonomi bahkan mungkin juga secara politis.
penginterpretasi dari sistem ekonomi liberal dimana AS dituntut mampu menjadi stabiliter
dari berlangsungnya sistem tersebut.
suatu lapisan menengah antara pusat yang ekstrim dan pinggiran yang ekstrim dalam suatu
struktur interaksi feodal.
Beberapa Hepotitis mengenai negara perantara adalah sebagai berikut:
Negara Pusat Negara Perantara Negara Pinggiran
AS Canada Anglo-Amerika
AS Argentina-Brazil Amerika Tengah
AS Jepang Asia Tenggara
Jepang Korsel-Taiwan Asia Tenggara
Eropa Barat Eropa Timur Uni Soviet
AS Eropa Barat Eropa Timur
pertumbuhan ekonomi pendapatan nasional yang lebih tinggi daripada negara lain yang
menghasilkan sedikit produk. Negara-negara mengspesialisasikan dirinya terhadap
produk tertentu terutama karena pertimbangan biaya kompetitif yang paling rumit
sehingga suatu negara memiliki keunggulan yang absolut terhadap suatu barang biasanya
menjadi eksportir bila biaya lebih mahal daripada diproduksi oleh negara lain. Biasanya
salah satu faktor pokok yang menentukan keunggulan dari komperatif jika produksi
produk yang buruhnya lebih rendah.
Teori ini membawa aplikasi bahwa dunia ini tidak lagi merupakan kumpulan negara
berdaulat yang masing-masing memiliki perekonomian masing-masing. Liberalisasi
perdagangan telah menyebarkan dunia menjadi sebuah pasar dunia arus modal dan dari
satu negara ke negara lain tidak langsung mampu dibendung untuk pembatasan politik
arus-arus barang dan faktor modal dari suatu negara lain yang meruntuhkan adalah faktor
efisiensi.
BAB VI
Politik Ekonomi “Proteksionisme”
I. Pendahuluan
Politik ekonomi merupakan unsur dari praktek dan terapan (applied economics) yang
merupakan aplikasi dari sebagian tugas pemerintah khususnya dalam bidang ekonomi
berkenaan dengan proses ekonomi dengan apa yang di dalamnya pemerintah turut campur
dalam ekonomi.
Di dalam bukunya atau karya dari dr F Hardod yang berjudul dikatakan bahwa politik
ekonomi pemerintah meliputi bermacam-macam aktivitas ekonomidan berusaha untuk
mempengaruhinya, di dalam kehidupan ekonomi terdapat sejumlah tindakan ekonomi
misalnya produksi, konsumsi, impor dan ekspor, proteksi, yang berhubungan satu sama
lain dan bersama-sama membentuk proses ekonomi. Dalam tulisan Prof. Dr. Herbert
Grich “Alljemeine winschaft Political” menyatakan bahwa politik ekonomi atau kebijakan
ekonomi adalah semua usaha perbuatan dan tindakan dengan maksud mengatur,
mempengaruhi atau langsung menetapkan jalannya kejafian-kejadian ekonomi di dalam
suatu negara, daerah atau wilayah. Dengan turut campurnya pemerintah dalam proses
ekonomi sudah tentu pemerintah berusaha untuk mencapai hasil tertentu semaksimal
mungkin yag tidak dicapai hanay dengan mengandalkan mekanisme pasar saja secara
otomatis, dengan demikian politik ekonomi tidak menerima hasil proses ekonomi begitu
saja tetapi, melalui suatu usaha untuk mempengaruhinya dengan instrumen-instrumen
tertentu sehingga menciptakan perubahan-perubahan yang dikehendakinya.
Politik ekonomi dapat dianggap suatu elemen yang dapat diberlakukan sebagian
tindakan-tindakan pencegahan, perbaikan terhadap gangguan-gangguan keseimbangan
ekonomi. Pemerintah melakukan tindakan-tindaka politik ekonomi didasarkan atas
kebijakan ekonomi dalam negeri.
Salah satu tindakan pemerintah untuk politik ekonomi adalah proteksionisme.
Proteksionisme adalah perlindungan ekonomi yang diberikan kepada sektor ekonomi atau
industri di dalam negeri terhadap persaingan-persaingan dengan luar negeri, proteksi
dilakukan agar sektor politik dan ekonomi dalam negeri jangan sampai bersaing dengan
barang-barang luar negeri karena misalnya barang-barang impor kualitasnya biasanya
lebih baik dan kadang-kadang lebih murah dan penampilannya lebih menarik jika
dibandingkan dengan barang-barang buatan dalam negeri dan banyak lagi sebab-sebabnya
yang lain.
Mengapa sektor industri dan ekonomi dalam negeri tidak dapat bersaing dengan
barang-barang impor? Jawabannya secara umum adalah bahwa sektor industri dan
ekonomi dalam negeri masih kurang efisien dan teknologinya masih rendah dalam
memproduksi barang-barang tertentu jika dibandingkan dengan negara-negara yang sudah
maju. Kenapa kurang efisien? Karena negara tersebut sebetulnya tidak mempunyai
keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam memproduksi suatu barang.
kepada industi dalam negeri agar bisa berkembang menjadi industri yang besar.
Pemberian subsidi oleh pemerintah kepada industri dalam negeri biasanya berupa:
Subsidi langsung berupa sejumlah uang
Subsidi per-unit produksi misalnya berupa bahan bakar/mentah dengan harga
murah dan kemudahan-kemudahan lainnya.
produk-produk mereka dalam iklim persaingan yang bebas dan terbuka, perdagangan
internasional, bebas dalam arti yang sebenarnya tidak pernah ada di dunia ini. Pemerintah
di negara-negara manapun senantiasa berusaha memenuhi kepentingan dalam negerinya
dari usaha-usaha luar negeri, alasan pemerintah untuk melaksanakkan proteksionisme ini
beraneka ragam, namun proteksionisme merugikan investasi karena merusak kepercayaan
dunia usaha. Proteksionisme menimbulkan banyak pertanyaan dan menciptakan
ketidakpastian dan menimbulkan kepastian yang besar dikalanya eksportir, mengenai
akses dan daya saing. Akhirnya akibat proteksi yang jelas adalah konsumen dipaksakan
membayar harga lebih tinggi untuk pilihan barang-barang yang terbatas, demikian pula
warga negara diharuskan pula membayar pajak langsung atau yang dinamakan Sales Tax
yang lebih tinggi untuk membiayai subisidi-subsidi yang mempertahankan produksinya
yang kurang efisien agar tetap beroperasi.
Kecenderungan negara-negara di dunia semakin produktif mengakibatkan
perdagangan dunia menjadi tidak sehat dan akhirnya dapat menjatuhkan manusia pada
tujuan mencipatakan kesejahteraan umat.
V. Tindakan Balasan
Suatu negara melakukan hambatan perdagangan internasional karena yakin negara
mitra dagangnya telah melakukan tindakan yag tidak adil dalam perdagangan misalnya,
subsidi oleh pemerintah dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak adil oleh negara lain,
maka negara itu menggunakan tarif impor yang tinggi terhadapa produk dari negara yang
telah memberikan subsidi pada produsen dalam negeri tadi.
c. Subsidi, contoh proteksionisme baru yang lain adalah subsidi, jaminan kemudahan
untuk mendapatkan kredit dari bank-bank, dumping dan regulas perdagangan.
Yang dimaksud dengan subsidi adalah subsidi yang diberikan pemerintah
terhadapa produsen produk-produk tertentu, sehingga biaya produksi lebih rendah
dan memiliki daya saing lebih tinggi, kebijakan jaminan atau pemberina
kemudahan, kredit juga dimaksudkna untuk kelancaran proses produksi sehingga
daya saing terhadap produk-produk negara lain meningkat. Sedangakan yang
dimaksud dengan dumping adalah strategi untuk menguasai pasar luar negeri
dnegan cara menjual produknya ke negara itu dengan haraga di bawah harga pasar
yang belakun di negaranya, sementara produksi melalui regulas artinya suatu
negara memberlakukan kebijakan-kebijakan perdagangan khusus, kebijakan impor
yang ditunjukkan untuk mempersulit komoditi dari negara lain memasuki negara
tersebut.
Tujuan dari semua proteksi non-tarif tersebut pada dasarya adalah untuk melindungi
industri-industri dalam negeri, diharpakn dengan berbagai perlindungan yang dibuat
pemerintah, industri-industri tersebut tidak hanya berkembang di dalam negeri dan
melakukan ekspansi sehingga mereka dapat menjadi kolektor devisa dalam rangka
memperkuat ekonomi internasional pada khususnya national power pada umumnya.
BAB VII
General Agreement on Trade and Tariffs (GATT) And World Trade
Organization
I. Pendahuluan (GATT)
GATT adalah suatu perjanjian dagang internasional multilateral yang disepakati pada
tahun 1988 dimana tujuan pokoknya adalah untuk menciptakan perdagangan internasional
yang bebas, membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembanguna. Sewaktu
GATT didirikan adalah satu-satunya sarana multilateral yang memuat prinsip-prinsip dan
ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang mana anggotanya waktu itu 125
anggota yang dinamakan contracting parties yang menyetujui prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan.
II. Tujuan GATT
Dalam rangka untuk mencapai tujuannya, GATT bekerja pada dua tingkatan yang
saling melengkapi yaitu:
1. Sebagai perkumpulan aturan yang mencakup Genereal Agreemeet itu sendiri serta
bebragai ranah hukum yang telah dirundingkan di bawah perlindungan GATT
2. Sebagai wadah ia tetap yang memantau perkembagan perdagangan internasional,
mengatur perundingan-perundingan untuk menghilangkan atau mengurangi
hambatan-hambatan perdagangan internasional dan menyelesaikan perselisihan-
perselisihan perdagangan
Maka dengan demikian GATT merupakan suat perkumpulan maupun suatu pola
bagaimana negara anggota untuk mencapai konsiliasi (penyelesaian) dalam perundingan.
GATT sebagai suatu perkumpulan internasional yang mengatur sistem perdagangan
internasional mempunyai empat prinsip dasar, yaitu:
a. Trade without Discrimination
Prinsip uatam GATT adalah Most Favourite Nation Close (MFNC) yang berarti
bahwa perdagangan internasional harus didasarkan pada prinsip non-diskriminasi.
Artinya setiap negara anggota harus memberikan perlakuan yang sederajat dalam
kebijakan perdagangannya kepada negara lain. Setiap negara harus saling
memberikan perlakuan yang sama dan timbal-balik (reciprocity) dalma hubungan
perdagangan internasional.
b. Protection Though Tariffs
Suatu negara yang ingin melindungi industri dalam negerinya dapat memberikan
perlindungan hanya melalui tarif dan tidak melalui hambaan-hambatan perdagangan
non tarif.
c. Prinsip Tranparansi/Keterbukaan
Perlakuan dan kebijakan perdagangan yang dilaksanakkan suatu negara harus
transparan, jelas dan terbuka. Dengan kata lain, perlakuan dan kebijaksanaan tersebut
harus dapat diketahui oleh seluruh mitra dagangnya, misalnya suatu negara
mengeluarkan peraturan baru tentang impor, maka seluruh mitra dagangnya harus
diberitahu untuk memahami peraturan tersebut.
d. The Stable Basics for Trade
GATT juga bertujuan untuk menciptakan stabilitas perdagangan, untuk mencapai
tujuan tersebut GATT membuat suatu peraturan tentang pengikatan tarif (tariffs
bendings) melalui perundingan yang dilakukan antara negara anggota.
4. Hak milik intelektual yang tekait dengan perdaganagn yaitu (related intelectual
property rights or TRIPs)
5. Transparansi
Selain daripada itu terdapat lagi ketentuan akses pasar dan impor perdagangan yang di
ambil alih dari GATT, adalah:
1. Tarif
2. Safeguard, dilarang melakukan pembatasan kuota impor
3. Balance of Payment Provisions
4. Techinal barrier to trade, hambatan teknik dalam perdagangan
5. Sanitary and vitho sanitary
6. Trade related investments measures. (TRIMs)
perjanjian WTO yang mengalami permasalahan dalam implementasinya antara lain dalam
sector pertanian, industry, TRIPs, TRIMs, mekanisme special safeguard, dll.
X. Dipute settlement
Sistem penyelesaian sengketa (dispute settlement system) dimaksudkan agar setiap negara
anggota menghormati hak dan kewajiban masing-masing sesuai kesepakatan yang disepakati.
DSB (dispute settlement body), sebagai badan penyelesaian sengketa WTO dalam
memberikan rekomendasi dan merumuskan aturan tidak diperkenankan menambah atau
mengurangi hak dan kewajiban dari negara anggotanya yang tercantum dalam perjanjian,
yang dapat diajukan menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa.
Tujuan dari DSB adalah untuk memecahkan masalah secara positif atas suatu kerugian yang
dialami suatu negara sebagai akibat inddikasi tindakan pelanggaran perjanjian yang dilakukan
oleh negara lain. Dalam hal upaya menyelesaikan sengketa antar negara anggota tidak
berhasil, maka sengkete tersebut dapat diajukan untuk diselesaikan melalui sistem
penyelesaian sengketa WTO. DSB akan menentukan apakah tindakan yang dilakukan suatu
negara terhadap negara lain melanggar atau tidak konsisten dengan perjanjian yang berlaku.
Dalam hal ditemui suatu negara dianggap melakukan pelanggaran, maka negara tersebut
diwajibkan mencabut aturan atau tindakan yang tidak konsisten tersebut. Dalam hal negara
yang melakukan pelanggaran tersebut tidak memperbaikinnya maka negara yang mengajukan
keberatan dapat meminta kompensasi (penggantian) kepada negara yang melakukan
pelanggaran atau tidak konsisten sampai tidak melanggar tindakan tersebut dicabut.
Sebaliknya jika negara yang melakukan pelanggaran tersebut masih tidak menghentikan atau
mencabut ketentuan atau pengaturan yang tidak konsisten tersebut, maka negara yang
dirugikan dapat meminta persetujuan DSB untuk melakukan langkah balasan.
BAB VIII
Integrasi Ekonomi, Kerjasama Ekonomi Regional
I. Pendahuluan
Salah satu fenomena internasional yang tidak dapat dilepaskan dari kajian ekonomi
politik internasional adalah masalah integrasi atau regionalisme ekonomi. Kecenderungan
ekonomi telah menjadi fenomena kontemporer dalam hubungan internasional sebenarnya,
kecenderungan negara-negara membentuk integrasi ekonomi sudah berlangsung lama
tetapi, baru akhir-akhir ini kecenderungan tersebut nampak semakin menonjol.
Eropa Barat merasa tidak sanggup lagi bersaing dengan perekonomian Amerika
Serikat sehingga, pada tahun 1957 mereka membentuk masyarakat ekonomi Eropa
dengan cara mengintegrasikan diri dalam sebuah blok ekonomi mereka berharap
secara kolektif memiliki potensi ekonomi dan daya saing yang tidak kalah dengan
Amerika Serikat.
b. Potensi politik, dalam hal ini tujuan membentuk integrasi ekonomi tidak dapat
dilepaskan dari motivasi politik, negara-negara bergabung dalam sebuah implementasi
ekonomi diantaranya dalam rangka untuk memaksimalkan potensi politik. Biasanya,
negara-negara tidak mempunyai kekuatan atau kekuasaan politik (sungguhpun secara
ekonomi cukup kuat) sehingga mereka tersisih dalam percaturan-percaturan
internasional misalnya Brunei Darussalam dan Singapura. Tetapi dalam bergabung
dalam suatu integrasi (sunguhpun motif awalnya ekonomi) namun secara politik
mereka akan memperoleh keuntungan dalam kolektif. ASEAN dan NAFTA, Brunei
Darussalam dan Singapura dengan sendirinya dapat memainkan perannya dalam
percaturan politik internasional, peranan tersebut belum tentu dapat mereka peroleh
jika tidak bergabung dalam suatu integrasi seperti ASEAN dan lainnya.
c. Resolusi Konflik, beberapa negara bergabung dalam integrasi dengan tujuan untuk
mencari pemecahan atas konflik-konflik yang mereka hadapi bersama, dengan adanya
integrasi akan tumbuh rasa saling ketergantungan antara negara-negara anggotanya
dan dengan sendirinya benih-benih konflik dapat diredam atau setidak-tidaknya bila
terjadi konflik antar negara, maka dapat diselesaikan melalui mekanisme organisasi
yang ada dalam integrasi tersebut sebagai contoh misalnya, Jerman dan Prancis dulu
bersaing terus menerus untuk memperebutkan sumber-sumber daya batu bara dan baja.
Untuk menjadi solusi atas konflik kepentingan tersebut maka mereka bentuklah
Masyarakat Baja dan Batu Bara Eropa yang mana akhirnya menjadi cikal bakal bagi
pembentukkan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
kedekatan hubungan antar pemerintah dan antar bangsa pada umumnya dan identitas
bersama atas tujuan-tujuan kebijakan luar negeri. Integrasi ASEAN misalnya,
ditunjang oleh kedekatan budaya negara-negara anggotnya sehingga terciptalah
toleransi dan saling pengertian bila terjadi perbedaan-perbedaan kepentingan.
b. Kesamaan nilai, negara-negara yang berintegrasi harus terdapat persamaan nilai atau
perspektif dalam melihat atau menilai masalah-masalah ekonomi jika terdapat
perbedaan yang tajam maka, tujuan integrasi akan sulit diwujudkan sebagai contoh:
jika negara A dan B menganut norma-norma pasar bebas, sementara negara C dan D
mempraktekkan nilai-nilai perencanaan terpusat maka, mekanisme integrasi tidak
mungkin berjalan dengan sehat pasti akan sering terjadi benturan-benturan
kepentingan di antara mereka.
c. Keuntungan bersama, keuntungan yang diharapkan oleh suatu negara dengan
memasuki integrasi ekonomi harus mencerminkan harapan dari semua rakyatnya.
Keuntungan mungkin juga ingin dicapai mungkin berbeda antara negara yang satu
dengan yang lain tetapi, dengan adanya integrasi itu diharapkan harus menjamin
keuntungan yang konkrit bagi semua negara anggotanya.
d. Kedekatan hubungan di masa lampau, kedekatan hubungan masa lampau antar
negara-negara anggota yang berintegrasi juga merupakan pra-kondisi yang harus
dipertimbangkan, karena negara tersebut di masa lampau pernah terjadi hubungan
yang dekat sebelum memasuki integrasi ekonomi.
V. Tingkat-tingkat Integrasi
Integrasi ekonomi mempunyai integrasi yang berbeda-beda dari suatu tempat atau
wilayah yang berlainan, integrasi ekonomi dapat berlangsung dari yang bersifat longgar
sampai yang bersifat ketat. Suatu kerjasama ekonomi dikatakan paling ketat berarti
tingkat integrasinya paling tinggi dan begitu pula yang dikatakan longgar karena tingkat
integrasinya tingkat rendah. Menurut ahli ekonomi Pieter Lindant dalam bukunya
“International Economic” secara umum derajat integrasi ekonomi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Preferintial Free Agreement (PFA), PFA merupakan bentuk atau tahapan inegrasi
ekonomi yang paling longgar hambatan-hambatan perdagangan (Trade Barriers) antar
negara yang berpartisipasi dalam integrasi tersebut masih ada tapi sangat rendah dalam
integrasi ekonomi tahap PFA ini, negara-negara anggota memperkenalkan pengenaan
tarif atas jumlah produk tertentu. Integrasi ekonomi ASEAN sekarang ini merupakan
contoh integrasi ekonomi dalam bentuk PFA yaitu dengan memperkenalkannya skema
CEPT (Common Efective Preferintial Tariffs).
b. Free Trade Area (FTA) merupakan bentuk integrasi dimana semua hambatan-
hambatan perdagangan antar negara yang berpartisipasi ditiadakan jadi, bentuk FTA
(wilayah perdagangan bebas) lebih tinggi derajatnya atau lebih ketat kadarnya
daripada PTA . Dalam FTA hambatan perdagangan lebih bersifat tarif maupun non
tarif antar negara-negara anggotanya dihapuskan, namun dalam perdagangan dengan
negara-negara non anggota FTA, masing-masing memberlakukan kebijakan dagangnya
masing-masing. Pada tahun 2003 jika AFTA (ASEAN Free Trade Association) sudah
beroperasi sesama negara ASEAN tidak diperlukan menggunakna hambatan
perdagangan tetapi antara Indonesia dan Thailand misalnya dimungkinkan
menjalankan kebijakan dagang yang berbeda terhadap negara-negara non ASEAN.
c. Custom Union (CU), merupakan bentuk integrasi ekonomi yang lebih ketat dari FTA
bagi negara-negara anggota CU, custom atau pajak tidak diberlakukan tetapi masih
tetap diberlakukan bagi negara-negara yng tidak menjadi anggota CU, diberlakukan
harmonisasi kebijakan perdagangan. Bila FTA masing-masing negara nggota
menempuh kebijaksanaannya sendiri-sendiri jika berhubungan dengan negara anggota,
maka dalam CU diusahakan mereka menjalankan politik luar negeri dagang yang
kompak.
d. Common Market (CM), bentuk dan operasionalisasi hampir mirip dengan CU tetapi
dalam CM ini pergerakan atau mobilitas faktor-faktor produksi seperti buruh dan
modal diantara negara-negara anggota berlangsung secara bebas misalnya, dalam pasar
pertama Eropa ]yang terbentuk sejak tahun 1992, arus modal dan tenaga kerja dari satu
negara ke negara lain dalam integrasi ekonomi tersebut berjalan bebas sebagaimana
yang terjadi dalam negeri masing-masing negara anggota. Jadi, secara ekonomi
integrasi dalam bentuk CM sudah seperti sebuah negara dimana mobilitas manusia,
barang-barang berjalan tanpa hambatan-hambatan yang berarti.
e. Economic Union (EU) derajat integrasi ekonomi dalam bentuk EU jauh lebih tinggi
daripada CM hingga saat ini, EU dianggap sebagai bentuk integrasi ekonomi yang
paling maju. Dalam EU ini selain dari tidak ada lagi berbagai hambatan perdagangan,
dibebaskannya arus tenaga kerja dan modal juga diberlakukan penyatuan kebijakan
moneter dan fiskal. Integrasi ekonomi Eropa sekarang ini sudah mulai masuk tahap
EU, dimana mulai diberlakukannya penyatuan kebijakan moneter dan fiskal, mata
uang yang dipakai untuk interaksi perdagangan antar negara anggota (EU) mulai
menggunakan mata uang baru yaitu Euro.
Berangkat dari ketiga faktor fundamental di atas telah mempengaruhi pola integrasi
ekonomi dalam berbagai dimensi dan kepentingannya. Terdapat 3 dimensi penting yang
terkait dalam pembentukkan integrasi ekonomi yaitu sebagai berikut:
The three importants dimension of economic integration:
1. Through human migration
2. Trade in goods and services
3. Through movement of capital and integration of financial methods
Di Asia pembentukkan AFTA dicapai melalui KTT ASEAN di Singapura pada bulan
Januari 1992 dengan secara formal disetujui pembentukkan AFTA dengan melahirkan
CEPT. Pembentukkan AFTA ini sesungguhnya dapat dikatakn sebagai anti klimaks
globalisasi dengan terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 yang menimpa semua negara-
negara ASEAN termasuk negara yang sudah maju seperti Korea Selatan. Sebagai langka
antisipatif AFTA semakin penuh perhatian untuk mengurangi hambatan-hambatan tarif
dan non tarif diantara seluruh negara anggota-anggota, guna melakukan economic
recovery serta meningkatkan bargaining position di masyarakat internasional.
Tujuan pendirian AFTA merupakan kerjasama ekonomi regional ASEAN dalam
rangka untuk tercapainya cita-cita perdagangan dunia yang adil, seimbang, transparan,
bebas hambatan tarif dan non-tarif serta mendukung pemulihan ekonomi dan dinamika
bisnis negara-negara anggota yang sesuai dengan kesepakatan ASEAN Bold Measures
yang dicapai pada bulan Desember 1998 pada KTT ASEAN VI di Hanoi.
Walaupun tidak disepakati persetujuan Zona perdagangan ASEAN (AFTA) dalam
implementasinya ada hal-hal yang dikecualiakan yaitu hal-hal yang tidak temasuk free
trade karena alasan sebagai berikut:
1. National security
2. Public morals
3. Human, animal or plants life
4. Health
5. Articels of artisitic
6. Archeological value
ASEAN Bali Conference ke 19 bulan November 2011 adalah:
1. Politik keamanan ialah pembentukkan komunitas keamanan ASEAN antara lain
penyelesaian konflik kawasan secara damai, perampokkan, pemberantasan
korupsi; menjamin kawasan Asia Tenggara bebas nuklir serta mencegah terorisme
dan kejahatan transnasional.
2. Ekonomi ialah pembentukkan komunitas ekonomi ASEAN untuk mencapai
integrasi ekonomi ASEAN tahun 2020 dipercepat menjadi 2015 menuju kawasan
ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan kompetetif, partisipasi ASEAN dalam
reduksi tarif internal antar anggota. Ketentuan tersebut disepakati antar anggota untuk
diberlakukan.
b. Central America Common Market (CACM) dengan anggota Guatemala, El Savador,
Costarica, Nikaragua dan Honduras. Persekutuann ini ditujukan gar tebentuknnya
pasar tunggal antara anggota wilayah Karibia. Agenda dari organisasi ini mengenakan
tarif eksternal dan reduksi tarif internal antara anggota persekutuan.
c. Carribean Community and Common Market (CARICOM) beranggotakan antiguar dan
barbuda, barbados, belize, dominika, grenada, guiana, jamaica, mont serrat, st kidsss,
navis anggulia, vincent dan trinidan togaco.
d. Native America Integration Association (LAFTA) dengan anggota Argentina, Bolivia,
Brazil, Chili, Kolombia, Ekuador, Meksiko, Paraguay, Peru, Uruguay dan Venezuela.
BAB IX
Politik Ekonomi Pembangunan dan Ketergantungan Pada Bantuan Luar
Negeri
I. Pembangunan Ekonomi
Pembahasan sejak masalah pembangunan ekonomi bukanlah suatu perkembangan
baru dalam ilmu ekonomi, karena studi tentang hal ini telah banyak menarik perhatian
pada ekonom semenjak jaman kaum kapitalis, kaum klasik sampai kepada marxis dan
keynes, dalam bukunya yang terkenal berjudul “The Wealth of Nations” ekonom klasik
Adam Smith telah menyinggung berbagai aspek tentang pembangunan ekonomi. Menurut
Lincoln Arsyak (1992-1997) dalam bukunya “Pembangunan Ekonomi” menyatakan
bahwa masa kebangkitan kembali menarik perhatian terhadap masalah pembangunan
ekonomi dimulai sejak berakhirnya Perang Dunia kedua, ini berarti bahwa setelah jaman
Adam Smith sampai masa Perang Dunia kedua perhatian terhadap pembangunan ekonomi
sangat kurang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pada masa sebelum Perang Dunia kedua sebagian besar negara-negara
berkembang (NSB) merupakan daerah jajahan. Para penjajah merasa tidak
perlu untuk memikirkan secara serius mengenai masalah pembangunan
ekonomi di daerah jajahan mereka. Mereka menjadi negara jajahan hanya
untuk memberikan keuntungan bagi mereka sendiri dan bukan untuk
meningkatkan tingkat kesejahteraan daerah-daerah mereka.
2. Kurangnya usaha para pemimpin masyarakat yang dijajah untuk membahas
masalah-masalah pembangunan ekonomi karena menurut mereka,
pembangunan ekonomi hanya dapat dilakukan jika penjajahan telah berakhir.
3. Adalah karena lingkungan ekonomi, penelitian dan analisis mengenai masalah
pembangunan ekonomi masih terbatas. Pada waktu itu, lebih memusatkan
perhatiannya kepada masalah ketidakberhasilannya ekonomi dan pengangguran
karena pada abad ke-20 itu adalah masalah depresi ekonomi.
Setelah Perang Dunia kedua perhatian terhadap pembangunan ekonomi tumbuh
dengan pesat, hal ini disebabkan oleh bebrapa faktor yaitu pertama, berkembangnya cita-
cita negara-negara yang baru merdeka untuk mengejar ketinggalan mereka dalam bidang
ekonomi dari negara-negara maju misalnya, India, Pakistan, Malaysia, Indonesia, Korea
dan negara-negara lainnya bekas penjajahan. Negara-negara ini relatif miskin dan juga
mengalami masalah-masalah yang cukup serius kepadatan penduduk mereka cukup tinggi
dan pertumbuhan jumlah penduduk sangat cepat oleh karena itu, kegagalan negara ini
merupakan suatu hal yang sangat mendesak untuk ditanggulangi dan juga mengenai
maslah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, adalah
berkembangnya perhatian negara-negara maju terhadap usaha pembangunan (khususnya
ekonomi) di dalam negara-negara berkembang. Pembangunan dan perhatian ini
disebabkan oleh rasa kemanusiaan negara-negara maju tersebut untuk membantu negara-
negara yang sedang berkembang dan mempercepat laju pembangunan ekonomi mereka
serta mengejar ketinggalan mereka dari negara-negara maju, bantuan-bantuan tersebut
sifatnya bermacam-macam misalnya:
1. Hibah (Grant) yang berarti bahwa negara-negara yang berkembang baik yang
menerima bantuan tidak perlu membayar kembali. Bantuan tersebut bentuknya
antara lain: adalah berupa teknik dan tenaga ahli, bantuan bahan makanan dan
bantuan untuk melakukan studi kelayakkan suatu proyek.
2. Bantuan lainnya adalah bersifat pinjaman yang syarat-syaratnya jauh lebih
ringan daripada pinjaman komersial biasa, syarat-syaratnya biasanya tingkat
bunganya yang rendah dan tenggang waktu pengembalianya yang relatif
panjang misalnya 20-50 tahun.
dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang dan mencari cara-cara untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut agar negara tersebut dapat membangunan ekonominya lebih
cepat.
antara lain oleh menurunnya tingkat kematian dan semakin tinggiya kelahiran di
negara-negara yang sedang berkembang menyebabkan makin banyaknya jumlah
anak yang menjadi tanggung jawab orang tua sehingga menurunkan tingkat
konsumsi rata-rata. Keadaan tersebut disebabkan tingkat produksi yang relatif
tetap rendah.
c. Sumber Daya Alam Belum Banyak Diolah, di negara-negara sedang berkembang
sumber daya alam belum banyak dimanfaatkan sehingga masih bersifat potensi
saja, sumber-sumber daya alam tersebut belum dapat menjadi sumber daya yang
riil karena kurangnya modal, tenaga ahli dan wiraswasta.
d. Penduduk Masih Terkebelakang, penduduk NSB relatif masih terkebelakang
secara ekonomis ini berarti bahwa kualitas penduduknya sebagai faktor produksi
(tenaga kerja) masih rendah, mereka masih merupakan faktor produksi yang
kurang efisien dan mobilitas kerjanya rendah baik secara vertikal maupun secara
horizontal.
e. Kekurangan Modal, masalah kekurangan modal bisa dijelaskan dengan
menggunakan konsep lingkungan tidak berujung pangkal (vicious circle).
Kekurangan modal ini disebabkan oleh rendahya investasi, rendahnya tingkat
tabungan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan karena tingkat
produktivitas rendah dari tenaga kerja, sumber daya alam dan modal. Rendahnya
produktivitas ini disebabkan oleh karena keterbelakangan penduduk dan belum
dimanfaatkannya sumber daya alam yang ada secara optimal dan kurangnya
modal. Dengan kata lain, negara itu miskin karena miskin hal-hal tersebut di atas.
f. Orientasi Perdagangan Luar Negeri, hampir semua negara di dunia mempunyai
hubungan perdagangan dengan dunia luar yang sangat terkenal adalah
perdagangan komoditi-komoditi yang diperdagangkan antara negara NSB dengan
negara-negara maju. NSB biasanaya mengekspor komoditi-komoditi primer yang
menunjukkan adanya surplus produksi dalam negeri tetapi sebenarnya karean
ketidakmampuan negara tersebut mengelola komoditi-komoditi tersebut menjadi
lebih berguna, sifat-sifat NSB ini merupakan gambaran umum keadaan negara-
negara tersebut sampai dewasa ini.
g. Kekuasaan, Ketergantungan, suatu faktor yang sangat penting bagi NSB tentang
rencana taraf hidup, bertebangan pengganguran dan munculnya masalah-masalah
ketidakmerataan pembagian pendapatan adalah tingginya ketimpangan kekuasaan
ekonomi dan politik antara negara-negara miskin dengan negara-negara kaya.
Ketimpangan kekuasaan tersebut tidak hanya bentuk kekuasaan yang dominan
EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL –by. Natasha Lamtiurma (0970750042)-
65
dapat diukur dari nilai langsung maupun tidak langsung sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai melalui berbagai efek atau akibat timbal-balik dari negara penerima. Alasan
pemberian bantuan oleh suatu negara atau sesuatu institusi tertentu terutama ialah self
inpress atau untuk kepentingan diri sendiri politik, strategi dan ekonomi. Sungguhpun
pada umumnya alasan berupa bantuan kemanusiaan, moral dan bantuan untuk
pembangunan.
V. Motivasi Politik
Motivasi politik dan ekonomi sesunggunya sukar untuk dipisahkan karena keduanya
saling berkaitan sebagai contoh umpamanya Amerika Serikat dan negara maju lainnya
memberikan bantuan keuangan dan lain-lainnya kepada negara-negara yang sepaham
dengan ideologisnya atau karena aliansi atau pertimbangan politik dan strategi yang
dianggap menguntungkan peranan internasional mereka dan menguntungkan peranan
domestik mereka. Bantuan Marshall Plan dari Amerika Serikat kepada negara-negara
Eropa Barat yang hancur karena perang dunia kedua untuk membangun kembali
negaranya masing-masing merupakan suatu sarana atau suatu alat yang sangat
mendukung implementasi politik luar negeri dan pertahanan keamanan Amerika Serikat
dlaam mencegah meluasnya kekuatan komunisme di Eropa Barat. Disini jelaslah dapat
dilihat bahwa bantuan luar negeri dikaitkan dengan keutuhan suatu rezim dengan maksud
mendukung policy pemerintahannya. Demikian pula dengan Uni Soviet di waktu itu
membantu negara-negara satelitnya baik di Eropa Timur maupun di Amerika Selatan.
Maka dengan demikian dapat dilihat bahwa bantuan luar negeri dapat dipandang sebagai
perpanjangan tangan untuk kepentingan negara-negara donor.
BAB X
Multinational Corporation (MNC)
negara atau lebih yang akan mengirimkan ulang keuntungan-keuntungan pada negara
induk. Perusahaan-perusahaan yang bermarkas di suatu negara seringkali disebut
perusahaan transnasional untuk membedakannya dengan perusahaan-perusahaan yang
lebih murni dan berbakat di dua negara tetapi penggunaan sehari-hari menunjukkan bahwa
istilah perusahaan multinational lebih bijaksana sungguhpun hanya sedikit perusahaan
yang memenuhi syarat-syarat dalam arti yang sebenarnya.
Perusahaan multinational dapat ditelusuri kembali east india company yang
didirikan di London pada tahun 1600 dengan cabang-cabangnya berada di luar negara.
Dari pemilik toko kecil (pabrik lokal) hingga perusahaan nasional dan menjadi perusahaan
internasional untuk perdagangan luar negeri sampai pada akhirnya penanaman modal
langsung dalam bidang-bidang manufaktur dan munculnya perusahaan multinasional
dengan strategi-strategi global dan perkembangan strategi multinational yang berlangsung
secara revodusioner para .... bisnis MNC wajib mengacu pada masa depan (sekalipun tidak
selalu berorientasi jangka panjang) teknologi tidak dapat diramal (sekalipun tidak dapat
selalu diserap) dan para pesaing di luar negeri tidak dapat ditebak (tetapi bukannya tidak
dapat diuraikan) jadi untuk sampai kepada beberapa hal yang universal dalam
perkembangan multinasional sekalipun terdapat perbedaan-perbedaan sejarah dan budaya
bukanlah hal yang mudah suatu perbandingan singkat tentang sistem bisnis yang muncul
dari tradisi global yang sangat berbeda menggambarkan kemungkinan dan kompleksnya
tugas untuk memikirkan prinisp-prinsip tersebut.
(1985) mendefinisikan sebagai perusahaan besar yang memiliki dan mengelola unit-unit
ekonomi di dua negara atau lebih. Menurut syahrir (1987) menyatakan/mendefiniskan
bahwa MNC adalah setiap usaha yang menghasilkan produk yang didirikan di
mancanegara dan mempunyai perwakilannya di negara lain. MNC dapat juga dikatakan
sebagai sebuah perusahaan dimana faktor kepemilikkan manajemen produksi dan
pemasarannya berkembang membatasi batas-batas yuridiksi nasional. Seorang sarjana
lainnya Robert A. Isaac (1995) dan Peter Kuin (1987) membedakan pengertian perusahaan
multinasional dengan perusahaan transnasional. Menurut Isaac, perusahaan multinasional
adalah perusahaan yang dimiliki oleh para pemegang saham dari dua negara atau lebih dan
juga berkantor pusat di dua negara atau lebih, sedangkan perusahaan transnasional (TNC)
adalah perusahaan yang bermarkas dan dimiliki pemegang saham di satu negara dengan
fasilitas-fasilitas manufaktur di negara-negara.
Pada umumnya MNC dimiliki oleh para pengusaha perorangan atau swasta seperti
misalnya Ford di Amerika, yang dimilik oleh pemerintah seperti Petronas di Malaysia,
Pertamina di Indonesia. Tujuan didirikannya MNC adalah untuk menjamin biaya-biaya
produksi sekecil mungkin, sehingga motif penumpukkan modal dapat dicapai dalam waktu
yang singkat. Tujuan tersebut dapat diwujudkan melalui pemilihan lokasi yang menjamin
efisiensi yang paling tinggi dan faktor-faktor produksi. Pertimbangan efisiensi tersebut
juga mencakup konsepsi-konsepsi perpajakkan dan biaya-biaya lingkungan dari negara-
negara yang menjadi lokasi.
perusahaan ekspansi vertikal ini adalah perusahaan minyak dengan mendirikan cabang di
luar negeri dimana teradpat sumber minyak yang kemudian dapat diproses lebih lanjut
oleh prusahaan induk.
MNC dapat juga dilakukan ekspansi horizontal dengan cara mendirikan cabang di
luar negeri dengan melakukan kegiatan yang hampir sama dengan perusahaan induk.
Perusahaan dapat pula melakukan penetrasi pasar dengan cara mengadakan perjanjian
lisensi dengan perusahaan luar negeri, misalnya untuk pemasaran produk menggunakan
teknologi atau memakai nama perusahaannya. Akhirnya perusahaan mempertimbangkan
dapat tidaknya mendirikan cabang produksi di luar negeri maka ini perhitungan yang
cermat menyangkut karakteristik dan tingkah laku konsumen dari pemerintah negara
dimana cabang itu akan didirikan. Pertimbangan tersebut hanya merupakan bagian kecil
saja dari faktor sosial budaya dan politik yang dapat menyebabkan investasi luar negeri
lebih riskan daripada yang di dalam negeri. Oleh karena itu keuntungan ekonomis
investasi di luar negeri harus cukup besar sehingga dapat mengimbangi resiko yang tinggi.
Apabila tujuan pendirian cabang di luar negeri untuk mencapai keuntungan yang
semaksimum mungkin maka pertimbagan efisiensi biaya diberbagai negara menjadi
pertimbangan utama. Banyak MNC tertarik untuk melakukan ekspansi di negara-negara
yang upah buruhnya rendah (biasanya negara-negara berkembang). Aspek tenaga kerja
lain yang sering menjadi daya terik MNC adalah kerajinan serta tidak sering terjadinya
pemogokkan.
Faktor biaya lain yang kerap kali dipertimbangkan adalah biaya transport dengan
membuka cabang di negara lain, biaya transport dapat ditekan, di samping biaya trasnport,
pajak yang relatif lebih rendah dapat merupakan daya tarik bagi MNC.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa mnc dapat mempunyai dampak positif maupun negatif
terhadap kesejahteraan secara global. Dengan kapasitasnyay untuk dapat memobilisasi
sumber daya dan fleksibilitas yang dimiliki, maka MNC tidak hanya dapat menaikan efisiensi
alokasi dan operasi saja tetapi juga akan mendorong investasi dan teknologi. Namun
demikian MNC dapat berdampak negatif. Apakah dampak positif itu sama atau tidak dengan
dampak negatif masih belum pasti. Dampak neto terhadap kesejaahteraan terhadap global
masih menjadi isu yang sampai kini belum terpecahkan.
berasal dari 3 blok ekonomi yaitu Uni Eropa, Jepang, Amerika Utara dan sekarang
menyusul RRC. Data menunjukkan dari 500 perusahaan besar di dunia sebanyak 441
perusahaan berasal dari 3 blok kekuatan ekonomi yang dikenal dengan nama Triad
Power. Berikut perusahaan multinasional terbesar berdasarkan asal negaranya: Amerika
Serikat mempunyai 165 perusahaan MNC, Uni Eropa mempunyai 156, Jepang
mempunyai 100, Kanada mempunyai 12, Swiss mempunyai 11, Korea Selatan
mempunyai 9, Australia mempunyai 7, RRC mempunyai 6, Brazil mempunyai 4 dan
lain-lainnya 10 perusahaan, sumber ini didapatkan dari the fortune global 500 bulan
Agustus tahun 2009. Begitu juga menetapkan dominasi penguasaan pasar luar negeri,
perusahaan-perusahaan asing seberapa jauh mereka menguasai pasar dunia, berikut data-
data MNC yang terbesar adalah Seagramo company, tommson cooperation, nestle dari
Swiss, Unilever dari belanda, philips elctronic dari belanda, bayer ag dari swiss, glaxo
dari Inggris, imperior capital industrials dari inggris, Beyers and wires dari inggris, roche
hoding ag dari swiss, otomotive dari Jerman, Eropa, Inggris, Pranci, Italia, Jepang, Korea
Selatan.
BAB XI
Kedaulatan Negara di Bidang Ekonomi (CERDs)
I. Pengantar
Kedaulatan negara menjadi kajian yang relevan dalam hukum ekonomi
internasional adalah kedaulatan yang menentukan apakah suatu negara mampu mengatur
ekonominya sendiri di dalam negerinya dan hubungannya dengan ekonomi internasional
(menurut Ronald A.E Grand dalam bukunya External Sovereignity and International
Law ford came international law joernal).
Terdapat hubungan erat anatara hukum ekonomi internasional dan kedaulatan, Arif
Qureshi menyatakan bahwa hukum ekonomi internasional dapat dianggap berperan
dalam pembentukkan kedaulatan negara (sovereignity of state) (menurut: Asi Turesi
dalam bukunya “International Economic Law”, London, Swii and Maxwell 1999)
Dari berbagai sumber hukum internasional isu kedaulatan terutama terkait erat
dengan perjanjian ekonomi internasional, muatan perjanjian ekonomi internasional
umumnya menjurus kepada suatu sistem perdagangan regional (regionalisasi) dan global
(globalisasi), bebas hambatan dan saling menguntungkan. Perjanjian demikian
melanggar batas-batas teritorial negara, demi kepentingan dagang dan pertumbuhan
ekonomi, negara-negara sepakat untuk melonggarkan batas-batas wilayah negara untuk
memperlancar keluar masuknya lalu lintas barang dan jasa. Dalam kesepakatan ini
nampak misalnya dalam perjanjian WTO, kesepakatan APPEC, AFTA.
Pada kesepakatan antara IMF dan Indonesia pada tanggal 15 Januari 1998
mengenai reformasi ekonomi Indonesia di sudut kedaulatan RI sempat dipertanyakan
oleh media massa dan berbagai kalangan, secara terbuka mengkritik kesepakatan
tersebut, mereka berpendapat bahwa kesepakatan tersebut telah mengendalikan arah
kebijakan atau sistem ekonomi Indonesia yang dari semula berdasarkan sistem ekonomi,
berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, menjadi sistem ekonomi liberal (kapitalis), karena
mereka berpendapat bahwa adanya kontrol terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi
pemerintah RI merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan negara RI.
Misi kedaulatan dalam kaitannya dengan perjanjian ekonomi internasional telah
pula menjadi bahan pertimbangan di negara-negara maju khususnya Amerika Serikat.
Sewaktu perjanjian WTO lahir, pemerintah Amerika Serikat sangat hati-hati dalam
memutuskan untuk meratifikasinya, pertimbangan utamanya adalah, apakah perjanjian
WTO tersebut yang melahirkan dan mendirikan WTO sebagai suatu organisasi
berkaitan erat dengan persamaan dengan kemerdekaan negara termasuk dalam hak dan
kewajiban.
Kedaulatan ekonomi negara beserta persamaan status atau kedudukan negara
tercermin dalam berbagai dokumen hukum internasional dan yang utama adalah piagam
hak dan kewajiban ekonomi negara yang menegaskan kedaulatan negara di bidang
hukum dan ekonomi berbunyi: “Every state as the soverern and in alignable rights to
choose its economic system as well as its political, social and cultural system in
accordance with the will of its people, without interffernce, thareac in any for whats o
ever”.
Selain dari itu pasal 1 Piagam CERDs (Carter of The Economic Rigts and Duties
of States) yang asal mulanya diajukan oleh presiden Meksiko, Alfareks pada tahun 1972.
Kedaulatan negara di bidang ekonomi yang menggambarkan persamaan kedudukan
negara menyatakan sebagai berikut “all states are juridically equal and as equal member
of the international community have the rights to participate truly and effectively in the
international decision making process in the solution of world economy, financial and
monitoring problems intermedia, inter allia, through the appropiate international
organization in accordings with their existing and involving rules and to share equitably
in benefits resolving therefore”.
Kedaulatan negara secara umum terbagi dalam dua bagian, yaitu kedaulatan
internal dan eksternal (menurut Ronald A.E. Grand). Dalam uraian berikut kedaulatan
negara akan pula dibagi dalam kedaulatan ekonomi.
supremenity including position, use and disposal over all its wealth, national resources
and economic activities.
Di samping hak Schrijver juga mau memaparkan beberapa tanggung jawab negara
terhadap kekayaan alamnya, yaitu:
1. Tanggung jawab negara untuk memanfaatkan alamnya untuk kesejahteraan
warga negaranya
2. Tanggung jawab negara untuk menghormati hak-hak dan kepentingan
masyarakat asli (indigious people)
3. Tanggung jawab negara dengan negara lain untuk pembangunan internasional
khususnya dengan memberikan perhatian kepada negara-negara sedang
berkembang.
4. Tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup dan penggunaan
kekayaan alam dan sumbernya secara berkelanjutan.
5. Tanggung jawab suatu negara untuk membagi secara adil kekayaan alam yang
berada di wilayahnya yang tunduk pada lebih dari satu negara (transboundery
national resources) misalnya, minyak, gas, air, kekayaan perikanan.
6. Tanggung jawab untuk memperlakukan secara adil investor asing khususnya
investor yang menanamkan modalnya pada kekayaan alam.
V. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional, kemampuan mengadakan hubungan luar negeri,
mencakup kemampuan suatu negara untuk membuat suatu kesepakatan yang tertuang
dalam perjanjian internasional, perjanjian dapat dilaksanakkan di negara-negara atau
dengan subjek hukum internasional manapun baik yang bersifat bilateral, regional
maupun multilateral.
Sumber utama perjanjian internasional yang berlaku sebagai hukum kebiasaan internasional
adalah Konvensi Wina 1999 tentang hukum perjanjian, menurut Konvensi ini perjanjian
internasional adalah suatu perjanjian yang diadakan di antara negara dalam berbentuk tertulis
dan diatur oleh hukum internasional baik yang dituangkan dalam suatu instrumen tunggal
atau lebih diadakan untuk suatu tujuan tertentu (Pasal 2 ayat 1 (a) Konvensi) selengkapnya
Pasal 2 ayat 1 a Konvensi Wina 1969 berbunyi: Treaty means an international agreement
concluded between states in writen form and governd by international law weather embodied
in a single instruments or in two or more related instruments and in whatever its particular
disignation.
Perjanjian internaisonal dewasa ini, dipandang sebagai hukum paling penting yang
digunakan masyarakat internasional untuk memformulasikan aturan-aturan hukum
ekonomi internasional, ia juga digunakan untuk menetapkan hak dan kewajiban para
pihak dalam hubungan ekonomi internasional, perjanjian digunakan juga untuk
membentuk lembaga-lembaga ekonomi internasional, baik yang bersifat global ataupun
multilateral, misalnya GATT dari WTO atau yang regional misalnya, Uni Eropa, NAFTA
dan AFTA. Pada prinsipnya perjanjian internasional hanya mengikat para pihak yaitu
negara yang mengadakan serta menundukkan dirinya kepadanya, dia tidak mengikat
negara ketiga kecuali dengan keepakatan diantara mereka. Apabila suatu negara menjadi
terkait maka prinsip hukum umum yang berlaku adalah bahwa negara tersebut harus
melaksanakkan perjanjian tersebut dengan etikat baik atau pacta sunt servanda. Suatu
negara menjadi terikat terhadaoa suatu perjanjiankarena tindakan-tindakan sebagai
berikut:
1. Dengan penandatangan
2. Tukar menukar instrumen perjanjian
3. Ratifikasi
4. Penerimaan
5. Persetujuan, asesi terhadap perjanjian
6. Cara lainnya yang disepakati para pihak (sesuai dengan pasal 11 Konvensi
Wina 1969)
Konvensi Wina 1969 menegaskan pula bahwa suatu negara wajib untuk tidak
melakukan tindakan yang dapat merusak obyek dan maksud dari suatu perjanjian
apabila:
1. Negara tersebut telah menandatangani perjanjian ata telah saling menukar instrumen
perjanjian yang masih harus diratifikasi, absentasi, tanpa negara tersebut menyatakan
keinginannya secara tegas bahwa ia tidak jadi menjadi anggota kepada perjanjian.
2. Negara tersebut telah menyatakn perstujuannya untuk terikat oleh suatu perjanjian
sambil menunggu berlakunya suatu perjanjian dan asalkan bahwa berlakunya
perjanjian tersebut tidak ditunda.
Jadi, keterikatan suatu negara terhadap suatu perjanjian internasional merupakan
konsekuensi hukum dari keinginan dan tindakan berdaulat negara untuk membuat suatu
perjanjian, mahkamah internasional permanen dalam sengketa The Wembledem 1994
menyatakan bahwa... The rights of enter into international ....... in an atribute of states
supremenity. Kesepakatan yang telah dituangkan ke dalam perjanjian merupakan suatu
komitmen negara tersebut untuk melaksanakkannya dan pelanggaran terhadapa
kesepakatan tersebut akan melahirkan pertanggungan jawaban internasional kepada
negara-negara yang telah sepakat atau menjadi anggota suatu perjanjian internasional.
Keterkaitan suatu negara bukan berarti bahwa kekuasaan tertinggi (kedaulatan) negara
tersebut menjadi hilang atau tergerogoti, setiap perjanjian yang membatasi yuridiksi atau
kewenangan suatu negara demi tujuan bersama dengan subjek hukum internasional
lainnya berarti membatasi pelaksanaan kedaulatannya, namun disini negara tersebut tetap
berdaulat hanya untuk tindakan-tindakan tertentu saja yang terkait dengan kesepakatan
yang diberikan, negara terkait untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan
kesepakatan yang dibuatnya sebagai contoh, seorang pekerja yang mengadakan kontrak
kerja dengan majikannya tidak berarti bahwa ia telah kehilangan kemerdekaannya
sebagai manusia.
Pada prinsipnya dalam suatu perjanjian ekonomi internasional dan keinginan suatu
negara untuk turut serta pada suatu perjanjian terdapat di dalamnya adanya kepentingan
negara yang bersangkutan. Kepentingan ini biasanya berupa adanya sesuatu yang ia
harapkan akan didapat dari perjanjian tersebut.
Namun dibalik itu ia pun harus menyerahkan sesuatu untuk mendapatkannya,
dalam hal ini sesuatu yang hendak didapatkannya itu berupa peluang atau keuntungan
ekonomi, misalnya akses pasar lebih terbuka, perlakuan khusus dari negara maju,
peluang mendapatkan ahli teknologi dan lain-lainnya yang menguntungkan bagi
negaranya. Sesuatu yang harus diusahakannya dalam hal ini antara lain adalah
kekuasaan negara tersebut terhadapa obyek yang diatur dalam kesepakatan tersebut.
Keterkaitan suatu negara terhadap suatu perjanjian internasional, mensyaratkan
suatu negara tersebutm, menyesuaikan peraturan hukum nasioanlanya. Misalnya saja
perjanjian WTO yang dituangkan dalam Marraces agreement establishing the world trade
organization menyatakan : its membel shall in sure the confirmity of its laws, regulation
and administrative procedure with its obligation in the annexed agreement. Konvensi
Wina menyatakan ulang bahwa suatu negara tidak dapat menggunakan hukum
nasionalnya sebagai alasan pembenaran untuk tidak melakukan suatu perjanjian, hal ini
termuat dalam pasal 17 Konvensi Wina yang menyatakan bahwa: a state may not involve
the ...... of its internal law as a justification or its failure to perform a treaty.
oleh batas-batas wilayah suatu negara tetapi juga terbatas oleh kekuasaan
negara lain. Dewasa ini, kedaulatan dalam arti yang sempit adalah khusus
untuk bidang tertentu, di bidang ekonomi, terbatas pula manakala negara
tersebut menyatakan kesepakatannya dalam suatu perjanjian internasional.
2. Pelanggaran terhadap suatu perjanjian akan melahirka pertanggung jawaban
internasional terutama terhadap negara-negara...........yang dirugikan,
khususnya dalam hal perjanjian atau kesepakatan ekonomi misalnya
perjanjian-perjanjian internasional antara suatu negara dengan lembaga
keuangan internasional, pelanggaran terhadapnya antara lain akan
mengakibatkan lembaga keuangan tersebut ........ agar tidak lagi percaya
dengan etikat baik negara yang bersangkutan untuk melaksanakkan perjanjian
khusunya dalam perjanjian ekonomi. Kehilangan kepercayaa bagi suatu
negara dapat dipandang sebagai sangsi , sangsi seperti itu kadang-kadang lebih
berat daripada sanksi pada umumnya.
Tidak percayanya suatu subjek hukum ekonomi internasional (dalam hal ini
lembaga keuangan internasional) terhadap subjek hukum lainnya (misalnya negara)
hanya akan mengurangi integritas yang bersangkutan. Oleh karena itu manakala suatu
negara telah menandatangani suatu perjanjian, kesepakatan atau apapun namanya, maka
sejak itulah daya mengikat suatu perjanjian internasional sesungguhnya telah lahir.
Penandatangan terhadap suatu perjanjian adalah tindakan yang sangat penting,
penandatanganan pada hakekatnya adalah suatu tindakan berdaulat suatu negara.
Manakala suatu negara melakukan tindakan kedaulatannya, maka tidak ada alasan lagi
bagi negara tersebut untuk menyatakan bahwa tindakannya tersebut melanggar
kedaulatannya.
BAB XII
Ekonomi Politik Internasional, Solidaritas, dan Pembangunan Ekonomi
I. Pengantar
Pembahasan judul diatas akan dibagi dalam beberapa bagian, yaitu bagian pertama
membahas dinamika politik dunia terutama akhir tahun 1940an yang mendorong kebangkitan
kembali studi ekonomi politik internasional. Bagian kedua merupakan upaya
mengidentifikasikan ekonomi politik internasional sebagai suatu pendekatan khas untuk
memahami fenomena hubungan internasional dengan lebih jelas, bagian berikutnya
pendekatan ini akan diterapkan untuk memahami persoalan besar yang dihadapi negara-
negara dunia ketiga dalam memperjuangkan kepentingannya dalam arena diplomasi
internasional yaitu kesulitan pembinaan kekuatan yang otonom dan bersatu.
Pemberitaan dalam media masa itu dan diskusi sengit yang meliputinya menunjukkan
bahwa masalah itu bukan semata-mata bersifat ekonomi, persoalan ekonomidan politik jalin
menjalin di dalamnya. Oleh karena itu topic-topik teknis yang selama ini menjadi agenda
perundingan para menteri urusan perekonomian atau bahkan bawahan mereka seperti
penanaman modal asing, penempatan tariff perdagangan antar negara, dan penetapan kurs
yang sekarang banyak jadi pembicaraan dalam pertemuan-pertemuan puncak antara kepala-
kepala pemerintahan. Sementara itu diplomasi antara negara-negara dunia selatan juga
menunjukkan betapa isu ekonomi semakin jelas mewarnai diplomasi tingkat tinggi, dinamika
perjuangan negara dunia ketiga membuat persoalan ekonomi politik saling jalin menjalin
hingga sulit dipisahkan. Negara-negara dunia ketiga merupakan pelopor perjuangan seperti
KAA memang lebih banyak membahas politik, yaitu pembebasan bangsa-bangsa di kedua
benua dari penjajahan. Begitu juga forum yang merupakan perluasannya yaitu gerakan non
blok atau non alligment movement pada awalnya terutama memusatkan pada masalah politik,
tetapi dengan berjalannya waktu dan berkembangnya persoalan internasional negara-negara
selatan lebih banyak memusatkan perhatiannya ke masalah ekonomi dan karena demikian
mengangkat masalah ekonomi sebagai sasaran perjuangan politiknya dalam system
internasional. Perubahan substantive ini kemudian mempengaruhi taktik dan strategi yang
diterapkan dalam perjuangan tersebut. Untuk jelasnya dapat kita lihat diplomasi negara-
negara dalam konferensi-konferensi internasional dalam table sebagai berikut :
Table ini menggambarkan hubungan antara berbagai actor dan proses dalam ekonomi politik
internasional dengan kerangka itu akan dapat menjelaskan dengan utuh makna politik di
berbagai hubungan ekonomi seperti hubungan perdagangan, moneter, investasi asing
terutama dengan cara memperbandingkan beberapa konsepsi dengan ekonomi politik
internasional dan asumsi-asumsi yang mendasarinya.
Kita yakin bahwa hubungan ekonomi politik internasional selama ini sebenarnya
mencerminkan persaingan dinamis terutama antara merkantilis dan liberal. Perspektif
merkantilis yang mendominasi hubungan itu pada decade 1920an dan 1930an dan yang
dianggap penyebab penting timbulnya Perang Dunia II, sejak pertengahan 1940an digantikan
dengan perspektif liberal walaupun tidak berarti bahwa semua negara menerapkan perspektif
secara konsisten, diplomasi ekonomi internasional dalam dalam kerangka mekanisme Bruce
jelaslah di dominasi oleh perspektif liberal. Hal ini berlangsung paling tidak 1961 ketika
Amerika Serikat menyerang pada desakan untuk menerapkan perspektif merkantilis dan
melonggarkan komitmennya untuk menerapkan ekonomi liberal yang diciptakan oleh Bruce.
Perubahan posisi dominan kedua perspektif itu menunjukkan suatu pola negara-negara yang
sedang berada di posisi hegemonic biasanya menyukai ekonomi politik internasional yang
liberal dan sebaliknya negara-negara yang berada dalam posisi lemah cenderung kepada
perspektif merkantilis dalam suasana ekonomi dunia yang diliputi staknasi dan resensi. Setiap
negara berusaha menekankan hubungan internasional masing-masing dengan menerapkan
strategi merkantilis, itulah sebabnya kebangkitan kembali perspektif merkantilis dalam
hubungan ekonomi antar negara tahun 1970an dapat dijelaskan dengan menunjuk pada
ketidakpastian akibat staknasi dan resensi. Pada situasi ekonomi dunia yang di dominasi
strategi perspektif merkantilis seperti negara-negara dunia ketiga yang umumnya langka
sumber daya menghadapi kesulitan, perjuangan menurut jalur reformis iritis Sejak KAA dan
sejak akhir 1970an kehilangan semangatnya. Strategi kolektif self-reliance dan self-
bargaining tahun 1964 berhasil membentuk UNCTAD (U.N Conference For Trade and
Development) yang mayoritasnya dikuasai oleh negara dunia ketiga yang pada tahun 1974
behasil memaksa majelis umum PBB untuk membuat deklarasi membentuk tata ekonomi
internasional baru.
Akhir-akhir ini tidak lagi merasakan perjuangan negara-negara dunia ketiga yang
mencoba menempuh jalan radikal pun tidak banyak berhasil, bahkan nasibnya mungkin lebih
buruk. Mengapa strategi negara dunia ketiga yang dikembangkan tidak lagi efektif untuk
memahami fenomena ini mungkin model struktur interaksi feodal yang dikembangkan oleh
John Galtung dalam regional e-struktural theory yang ditulisnya dalam jurnal of peace
resources mungkin dapat membantu dalam struktur hubungan masyarakat feodal tidak ada
kekuasaan pusat. Dinamika politik ditentukan oleh pengaturan yang diadakan oleh para
feodal yang berpengaruh, raja dipusat lebih banyak berfungsi sebagai lambang yang tanpa
kekuasaan secara kolektif karakteristik struktur pada dewasa ini yaitu hubungan center
delivery menurut Galtung mirip dengan cirri-ciri masyarakat feodal yaitu :
a. Interaksi antara center dan peri-peri bersifat vertical
b. Interaksi antara peri-peri dan peri-peri tidak terjadi
c. Interaksi multilateral yang melibatkan ketiganya tidak terjadi
d. Interaksi dengan dunia luar dimonopoli oleh center dan ini mengakibatkan dua hal yaitu
Interaksi antara peri-peri dengan negara-negara center lain tidak terjadi, Interaksi antara
center maupun peri-peri dilingkungan negara center tidak terjadi. Struktur hubungan ini
konsekuensinya antara lain :
BAB XIII
POLITIK PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI INTERNASIONAL
I. Pengantar
Hubungan ekonomi internasional antar negara tidak selalu berjalan mulus, kadang
kala timbul masalah-masalah dari hubungan tersebut. Masalah tuduhan terhadap suatu negara
yang diduga melakukan dumping umpamanya atau tidak dilaksanakannya kewajiban-
kewajiban di satu pihak dalam perjanjian, masalah nasionalisasi suatu perusahaan dan ada
beberapa macam laggi, adalah contoh kasus yang timbul dalam hubungan ekonomi antar
negara.
Pada pokoknya hukum internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar
negara dapat diselesaikan secara damai. Pengaturan secara damai dalam menyelesaikan
sengketa pada pertama kali lahir sejak diselenggarakannya The Hague Peace Conference
tahun 1899 dan 1907. Konferensi ini menghasilkan the conferation on the pacific settlement
of international disputes (konferensi terhadap penyelesaian pasifik dari sengketa internasional
pada 1907.) sengketa menurut mahkamah internasional permanen dalam kasus preliminary
objection. Diartikan dengan disagreement on appointof law or fact, a conflict of legal feaws
of interest agree between two persons.
Dari tiga pengertian tersebut ada tiga aspek yang terkait yaitu para pihak yang tidak
sepakat masalah fakta dan masalah hukumnya serta adanya ketidaksepakatan mengenai
kepentingan. Pengaturan secara khusus penyelesaian sengketa dalam bidang ekonomi pada
pertama kali dilakukan tahun 1960. Waktu itu LBB membentuk kelompok ahli yang bertugas
menerima permohonan penyelesaian sengketa ekonomi antar negara. Kelompok ahli ini
merancang suatu aturan mengenai penyelesaian sengketa ekonomi antar negara yang
disahkan oleh dewan LBB pada 28 Januari 1934 (dikutip dari Palitha TB co ona : dalam
bukunya the regulation of international economic relations through law, penerbit the
netherland : Martinus Niyoufh publisher 1985 page 151). Pasal 2 aturan ini menyatakan suatu
masalah (konflik ekonomi) dapat diserahkan kepada para ahli manakala para pihak
memohonnya bersama. Pasal 3 memberi yuridiksi pada ahli untuk menerima sengketa yang
memiliki masalah ekonomi. Dalam perkembangannya kelompok ahli ini kurang popular.
Kohona mengatakan kelompok ini tidak punya kesempatan untuk membuktikan diri sebagai
bahan penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa biasanya diklasifikasikan pada 2 cara
yaitu secara diplomatic dan hukum. Ada sarjana-sarjana lain mengklasifikasikannya sebagai
penyelesaian yang diselesaikan secara langsung oleh para pihak dan penyelesaian yang
mengikutsertakan pihak ketiga. Disamping cara itu, misalnya melalui badan khusus PBB dan
badan regional, dewasa ini belum berkembang pesat. Salah satu contoh actual adalah
penyelesaian sengketa ekonomi diantara negara amerika utara dan meksiko yang diselesaikan
dalam kerangka NAFTA atau Europian court of justice.
Penyelesaian sengketa secara diplomatic dan hukum tersebut sebaliknya penyelesaian
secara diplomatic manakala para pihak menghendaki persetujuannya mengenai syarat-syarat
atau peraturan-peraturan penyelesaian sengketa. Disamping itu manakala pihakpihak
menyelesaikannya pada penyelesaian secara diplomatis, penyelesaiannya secara sepihak
dapat dibatalkan oleh masing-masing pihak. Ini disebabkan karena pada hakekatnya
penyelesaian melalui cara ini harus disepakati oleh kedua pihak dan tidak dapat begitu saja
mengikat tanpa kesepakatan mereka. Contoh : penyelesaian secara hukum misalnya
penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan pengadilan dan penyelesaian secara diplomatic
misalnya penyelesaian sengketa melalui mediasi dan konsultasi.
Dari uraian tersebut diatas tampak bahwa factor yang penting dalam penyelesaian
suatu sengketa dalam hukum ekonomi internasional atau dalam kajian hukum internasional
lainnya sebetulnya terletak pada kata kunci “kesepakatan para pihak”. Para pihaklah yang
akhirnya menentukan bagaimana sengketa akan diselesaikan, apakah melalui penyelesaian
melalui hukum atau melalui cara diplomatic.
Pernyataan Kohona menunjukan bahwa unsure kata sepakat berpengaruh besar
setelah sengketa itu diputuskan. Sengketa dalam hukum ekonomi internasional melibatkan
berbagai subjek hukum ekonomi internasional. Sengketa dapat terjadi antar negara, negara
dengan subjek hukum ekonomi internasional lainnya atau antara subjek hukum ekonomi
internasional tertentu satu sama lainnya.
Pakar varolen van theman menguraikan pula bahwa sengketa hukum ekonomi internasional
bias timbul antara organisasi dengan orang perorangan mengenai masalah hukum perdata
atau sengketa yang bersifat hukum perdata atau organisasi internasional dengan pegawai atau
organisasi dengan anggotanya.
dalam lingkup hukum internasional, dapat pula dijadikan sebagai pedoman dalam bidang
hukum ekonomi internasional, pasal tersebut berbunyi metode-metode penyelesaian sengketa
dapat dikategorikan sebagai berikut : negosiasi, penyelidikan (faxfining/inquring), mediasi,
konsiliasi, arbitrasi, pengadilan, badan-badan regional, cara-cara damai lainnya.
Berikut uraian singkat mengenai masing-masing cara penyelesaian sengketa tersebut,
kecuali nomor 6 dan 8 :
a. Negosiasi (terdiri dari konsultasi dan negosiasi)
Adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang palin tua
digunakan oleh umat manusia (Wvoeggeln Oesere : metod of diplomatic) ini
merupakan cara yang paling penting banyak sengketa tyap hari oleh diplomasi ini
tanpa adanya publisitas tanpa menarik perhatian publik , alasannya karena
prosedur penyelesainnya didasarkan pada kesepakatan atau konsensus para pihak,
negosiasi dalam pelaksanaannya memiliki beberapa bentuk yaitu bilateral dan
multilateral, negosiasi serupa dapat disalurkan melalui saluran diplomatik pada
konferensi internasional atau melalui suatu lembaga atau juga melalui organisasi
internasional. Cara ini dapat pula digunakan untuk menyelesaikan setiap bentuk
sengketa , apakah itu sngketa ekonomi, politik, hukum, sengketa wilayah,
sengketa keluarga, suku, dll.
Konsultasi pada prinsipnya dapat dilakukan dengan menggunakan 2 bentuk, yaitu
suatu perjanjian dalam bidang ekonomi internasional menyarankan para pihak
untuk berkonsultasi secara regular yang merupakan terus-menerus. Penggunaan
cara konsultasi sudah terlembaga, misalnya penggunaan suatu komisi gabungan
(United Comision) dalam hubungan-hubungan perdagangan internasioal.
Dalam menggunakan negosiasi merupakan cara bersama para pihak yang
menggunakan kesepakatan bersama para pihak. Para pihak bebas untuk
menentukan pada tahap-tahap apa suatu negosisasi dianggap telah menyelesaiakn
sengketa, mengenai syarat yang mengikat suatu penyelesaina pada akhirnya
menggantung pada keinginan bebas atau maksud-maksud baik para pihak yang
sepakat untuk negosiasi.
b. Penyelidikan
Adalah para pihak mempersengkatakan perbedaan mengenai fakta, maka untuk
meluruskan perbedaan tersebut campurtangan pihak lain dirasakan perlu untuk
menyelidiki kedudukan fakta yang sebenarnya. Biasanya para pihak tidak
meminta pengadilan, tetapi meminta pihak ketiga yang sifatnya kurang formal,
cara inilah yang disebut dengan penyelidikan.
Menurut Karl Josef Partsche faxfinding and inquiring eksiklopedia 1980 page 16,
penyelidikan biasanya ditempuh manakala cara konsultasi dan mediasi telah
dilakukan tetapi tidak melakukan penyelesaian, cara-cara ini dikenal dalam
praktek Negara dan juga diantara pihak swasta.
c. Jasa-jasa baik
Adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga yang mana
berupaya agar para pihak yang bertikai menyelesaiakan sengketanya melalui
negosiasi, jadi fungsi utamanya adalah mempertemukan para pihak yang bertikai
sedemikian rupa mau bertemu dan duduk bersama serta bernegosiasi.
Keikutsertaan pihak ketiga dapat atas permintaan para pihak atau atas inisiatif
menawarkan jasa-jasa baiknya untuk menyelesaian sengketa tersebut, hal ini sngat
mutlak harus ada kesepakatan para pihak yang bertikai. Jasa-jasa baik sudah
dikenal dalam praktek antar Negara, dalam prakteknya penggunaan ini tidaklah
asing lagi. Pada subjek-subjek hukum internasional disamping Negara jasa-jasa
baik dikenal baik dalam praktek penyelesaian antara swasta maupun negara.
untuk menetapkanb penyelesaian yang diterima oleh para pihak yang bertikai, dan
keputusannya tidaklah mengikat para pihak, diterima atau tidaknya tergantung
sepenuhnya oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Arbitrase
Adalah penyerahan sengketa secara sukarela kpada pihgak ketiga yang netral serta
putusan yang dikeluarkan dipartai finaldan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini
sudah semakin popular dan banyak digunakan dalam penyelesaian sngketa-
sengketa internasional, pemelihara arbitrase sepenuhnya berada pada kesepakatan
para pihak yang terlibat biasanya arbitrator, yang dipilih adalah mereka yang telah
ahli mengenai pokok sengketa serta disyaratkan netral. Dia tidak selalu ahli
hukum biasanya ia menguasai bidang lain, ia bisa seorang insinyur, manager, ahli
asuransi, ahli perbankan, dll. Setelah arbitrator ditunjuk selanjutnya menetapkan
term of reference (aturan permainan) yang akan menjadi patokan kerja mereka.
Biasanya hubungan ini memuat pokok masalah yang akan diselesaiakn,
kewenangan arbitrator (yuridiksi) dan aturan (acara) sidang arbitrase. Tentu
muatan term of reference tersebut harus disepakati oleh para pihak . keputusan
arbitrase adalah non-final artinya keputusan akhir tidak dimungkinkan.
Alas an hasil kerja MI sikatakan suram pada adasarnya ada 2 alasan yaitu: kurang
adanya penghargaan pada fakta-fakta spesifik mengenai duduk perkaranya, kedua kurang
keahlian dan kemampuan mahkamah tersebut pada permasalah bidang hukum ekonomi
internasional. Selai dari itu pengadilan-pengadilan inter yuridiksinya terkadang terbatas
hanya pada Negara saja. Sedangkan kegiatan-kegiatan hukum ekonomi internasional dewasa
ini ( Negara) semakin meningkat dan penting .
Bentuk kedua adalah pengadilan at hock?khusus. dibandingakan pengadilan MI,
pengadilan khisus lenbih popular terutama dalam rangka penyelesaian ekonomi internasional.
Badan ini sngat penting dalam penyelesaiakan sengketa yang timbul dari perjanjian inter.
Factor penting Negara menggunakan badan-badan seperti ini adalah karena hakim-hakimnya
yang tidak harius seorang ahli hukum ia bias saja seorang ahli atau spesialis mengenai pokok
masalah atau sengketa yng akan ditangani . adanya perasaan sebagian besar nbegara yang
kurang percaya kpada suatu peradilan badan inter yang dianggap kyurang tepatr untuk
menyelesaiakn sengketa dalam ekonomi internasional.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa mekanisme penyelesaian sengketa yang pealing
utama untuk ditekankan dan diproritaskan adalah untuk menggunakan negosiasi,
penyelesaian secara langsung melibatkan para pihak iuntuk menyelesaian sengketanya secara
bersama dan secara damai merupakan cirri yang menonjol dari HI dalam abad ini dan
tampaknya akan terus berperang pada abad yang akan dating. Cara penyelesaian lainnya
barulah akan dilakukan sebagai alternative manakala cara negosiasi macet. Factor lainnya
yang penting dikemukakan adalah sentralnya peran kesepakan para pihak dalam penyelesaian
sengketa, unsur ksepakatan menjadi dasar hukum sbagai dugunakannya suatu cara dan proses
beracara bagi pengadilan atau keikutsertan pihak ketiga yang menangani pihak ketiga. Ini
tidak lain merupakan konsekuesi dan sifat yang koordinatif secara prinsip terlepas apakah
Negara itu besar, kecil, miskin, berkembang, maju.
DAFTAR PUSTAKA
Blake, David H.: “The Politics of Global Economics Relations”. Hall Inc. Englewoods Cliffs,
New Jersey, 1987.
Glipin, Robert: “The Political Economy of International Relations”, Princeton University
Press, New Jersey, 1997.
Isaak, Robert A: “International Political Economy”, St. Martin press, New York, 1991.
Kindleberger, Charles: “Power and Money: The Economics of International Politics of
International Economics”, Basic Books, New York, 1970.
Knorr, Klaus: “Power and Wealth: The Political Economy of International Power”, Basic
Books, New York, 1973.
Kuncoro-Jakti, Dorordjatun: “Pendekatan Politik Ekonomi: Jembatan Doantara Ilmu
Ekonomi dan Ilmu Politik”, Jurnal Ilmu Politik, No. 8, 1991.
Lesiblom, Charles: “Politics and Markets: The World Political-Economic System”, Basic
Books, New York, 1977.
Mas’oed, Mohtar: “Ekonomi Politik Internasional dan Pembangunan”, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1994.
Robin, Lord: “Political Economy Post and Present, A Review Leading Theories of Economy
Policy”, New York, 1987.
Salvatore, Domerich: “Ekonomi Internasional”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1994.
Staniland, Martin: “What Is Political Economy? A Study of Social Theory and
Underdevelopment”. Yale University Press, New Haver, 1985.
Stone, Alan: “The Political Economy of Public Policy”, Safe Publications, London, 1982.
Strange, Susan: “Status and Markets: An Introduction to International Politic Economy”,
Pinter, London, 1988.
Syahrir: “Ekonomi Politik Kebutuhan Pokok: Sebuah Tinjauan Prospektif”, LP3ES, Jakarta,
1986.
Tooze, Roger: “Perspective and Theory: A Consumers Guide, Delaur Strange, 1984 (Paths to
International Political Economy”, George Allen and Un win: London).
Wilber, Charles K.: “The Political Economy of Development and Lender Development, New
York, 1979.