Anda di halaman 1dari 4

Memasuki hari-hari akhir ramadhan, pada tempatnya kita melakukan introspeksi, pada

tempatnya kita melakukan evaluasi, kalau bulan ramadhan sebagai kawah candra
dimuka, dimana kita dilatih dan digembleng, digojlok, jiwa kita ini, maka seorang petinju
masuk latihan, keluar latihan tentu saja tinjunya makin hebat, seorang petenis, masuk
latihan, keluar latihan tenisnya makin hebat, itu atlit
Kalau latihan tiap hari, tapi main kalah terus, orang akan menilai, buat apa latihan kalau
mainnya kalah terus…

Sepanjang ramadhan, sebulan penuh kita digojlok, digembleng, dilatih, untuk apa?
menghadapi hidup sebelas bulan setelahnya.
Kalau setelah ramadhan kita kalah lagi oleh syetan, kalah lagi oleh iblis, alamat latihan
kita di bulan ini, tidak membawa hasil yang diharapkan.

Nah, sebagai bagian dari introspeksi itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan
sebuah hadits, yang memberikan gambaran kepada kita, bahwa lagi-lagi ibadah pada
dasarnya merupakan suatu totalitas, bahwa ibadah berkaitan dengan satu dengan yang
lain,

Makna yang pertama telah disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda :

ُ‫ِس‬‫ْل‬‫ُف‬ ْ ‫الوا‬
‫الم‬ ُ َ‫ِسُ ق‬‫ْل‬‫ُف‬ ْ ِ‫من‬
‫الم‬ َ ‫ن‬ َ‫ُو‬‫در‬ْ‫ت‬ََ‫أ‬
َ‫َا‬
‫ل‬ ‫َق‬‫َ ف‬‫َاع‬‫مت‬َ ‫َل‬ََ
‫ه و‬ُ‫َ َل‬ ‫هم‬َْ‫ِر‬
‫َل د‬ َ ْ‫من‬َ ‫َا‬ ‫ِين‬ ‫ف‬
َ
‫ْم‬‫يو‬َ ‫ِي‬ ‫ْت‬ َ ْ
‫يأ‬ ‫من‬َ ‫ِي‬‫مت‬َُّ
‫ْ أ‬ ‫ِن‬‫ِسَ م‬‫ْل‬‫ُف‬ ْ ‫ن‬
‫الم‬ َِّ
‫إ‬
‫ِي‬‫ْت‬‫يأ‬ََ
‫ٍ و‬ ‫َاة‬‫َك‬‫َز‬
‫ٍ و‬ ‫َام‬‫ِي‬‫َص‬‫ٍ و‬ ََ
‫َلة‬‫ِص‬‫ِ ب‬ ‫مة‬َ‫َا‬‫ِي‬ ْ
‫الق‬
‫ذا‬َ‫ه‬َ ‫ل‬ َ‫ما‬َ َ‫َل‬‫َك‬‫َأ‬
‫ذا و‬ َ‫ه‬َ َ ‫ذف‬ََ‫َق‬
‫ذا و‬ َ‫ه‬َ َ‫َم‬‫د شَت‬ َْ
‫ق‬
‫ذا‬َ‫ه‬َ ‫َى‬ ‫ْط‬ ‫َي‬
‫ُع‬ ‫ذا ف‬ َ‫ه‬َ َ‫َب‬‫َر‬‫َض‬‫ذا و‬ َ‫ه‬
َ َ ‫دم‬َ َ‫َك‬‫َسَف‬‫و‬
ْ‫إ‬
‫ن‬ َِ‫ِ ف‬‫ِه‬‫َات‬‫َسَن‬‫ْ ح‬‫ِن‬
‫ذا م‬ َ‫ه‬ََ‫ِ و‬ ‫َات‬
‫ِه‬ ‫ْ ح‬
‫َسَن‬ ‫ِن‬‫م‬
‫ْه‬
ِ ‫لي‬ََ‫ما ع‬ َ ‫َى‬ ‫ْض‬‫يق‬ُ ‫ن‬ َ
ْ‫َ أ‬ ‫ْل‬‫َب‬‫ه ق‬ ُ‫ت‬ُ‫َا‬‫َسَن‬‫ْ ح‬‫َت‬‫ِي‬‫َن‬‫ف‬
َ
‫ِح‬‫ُر‬‫َّ ط‬‫ثم‬ُ ِ‫ْه‬
‫لي‬ََ‫ْ ع‬‫َت‬ ‫ُر‬
‫ِح‬ ‫َط‬‫ْ ف‬ ‫هم‬ُ‫يا‬ َ‫َا‬‫َط‬‫ْ خ‬‫ِن‬‫ِذ م‬َ‫ُخ‬‫أ‬
‫َّار‬
ِ ‫ِي الن‬ ‫ف‬
“Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu?” Para sahabat
menjawab,”Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham
maupun harta benda.” Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Muflis
(orang yang pailit) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat
membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah
mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah
dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala
dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-
dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke
dalam neraka”.[1]

Satu hari ketika sedang kumpul dengan para sahabat, Baginda Rasul bertanya kepada
para sahabat :
Atadruuna manil muflis?
Sahabat-sahabat sekalian, kalian tahu, siapa sih orang yang bangkrut itu? Orang yang
sial, orang yang tidak beruntung, siapa mereka?
Bangkrut, sial, tidak beruntung, orang yang merugi, kalimat yang kita mendengarnya
saja sudah risih, apalagi mengalaminya…
Semua kita ingin menghindar dari kebangkrutan, kerugian, kesialan,

Nah, nabi bertanya itu kepada para sahabat waktu itu, macam-macamlah jawaban para
sahabat ketika itu,
Ada yang menjawab : Ya rasul, al muflisu fiha, man la dirhama lahu wa la mata’,
menurut pendapat kami ya rasul, orang bangkrut, orang sial, orang tidak beruntung itu
man la dirhama lah; orang yang tidak punya uang dan tidak punya harta, apalagi mau
lebaran semacam ini, orang yang tidak punya uang dengan orang yang punya uang,
janganlah gaya hidupnya, gaya jalannya saja lain, uang tu katanya raja, lidah yang paling
fasih tuk bicara; uang, senjata yang paling ampuh maju ke medan perang; uang, urusan
macet dibicarakan dengan lidah, dibicarakan dengan uang; topcer, meriam pun tidak
akan bunyi bila ditutup dengan uang, begitu jawaban sebagian sahabat begitu juga
pandangan banyak dari kita terhadap masalah ini.
Mendengar jawaban sahabat ini, rasul senyum, tidak, bukan itu orang yang bangkrut,
merugi, sial…
Umatku yang akan bangkrut, siapa mereka ?
Man yakti yaumal qiyamah bi sholatin, wa siyamin, wa zakatin, yaitu orang-orang yang
besok di hari kiamat, dia datang menghadap Allah dengan membawa pahala shalat,
“Tuhan inilah pahala shalat saya” karena memang dia ahli shalat waktu di dunia, ini
shalat yang wajib, ini shalat yang sunnah, rawatibnya, nawafilnya,

wa siyamin, dia juga datang membawa pahala puasa, puasa wajib ramadhan, puasa
sunnah senin kamis, puasa sepuluh hari sawwal, puasa rajab, dan begitu seterusnya..

Wa zakatin, di dunia memang dia bayar zakat, infaq, shodaqoh, dan seterusnya.
Di satu sisi dia datang menghadap Allah dengan pahala shalat , puasa, zakat, dan lain
sebagainya
Cuma sayang kata nabi, di lain pihak, dia datang juga membawa kesalahan,,,,
Kesalahan apa?
Wa yakti qod satama hadza…Dia pernah mencaci maki orang lain,
wa qadzafa hadza, Dia pernah memfitnah orang lain,
wa akala mala hadza, dia pernah memakan harta orang dengan cara yang bathil,
wa safaka dama hadza, pernah mengalirkan darah orang lain tanpa alasan yang benar,
wa dhoroba hadza, pernah memukul orang lain,
kalau ini yang terjadi? Bagaimana nasib, di satu sisi membawa pahala ibadah datang
kepada Allah, dilain sisi datang membawa kesalahan karena pernah menyakiti orang
lain, kalau inilah yang terjadi,
maka kata nabi ketika dia sedang asyik lapor,
Tuhan, ini pahala shalat saya, datang orang lain, sebentar dulu tuhan, dia memang ahli
shalat, tetapi saya pernah dicaci maki di depan orang banyak tanpa alasan yang benar,
hancur hati saya, di dunia saya tidak bisa menuntut karena dia posisinya lebiih tinggi, di
sini saya menuntut keadilan,
Benar orang ini pernah kau caci maki?? Ya tuhan
Tanpa salah? Ya tuhan
Cuma ingin menunjukkan prestasimu bahwa kamu orang besar, orang berpengaruh,
orang berwibawa, enak saja kau caci maki dia didepan orang banyak? Ya tuhan..
Sini pahala shalatmu, berikan kepada orang yang kau caci maki itu.

Lalu, Tuhan inilah pahala puasa saya, datang lagi orang, sebentar tuhan, dia memang
ahli puasa, tetapi saya pernah difitnahnya, tercoreng arang di dahi, rusak nama saya,
hancur privasi saya, saya tidak bisa lagi kemana-mana di dunia ini, saya menuntut
keadilan karena di dunia saya tidak berani. Benar kau pernah fitnah dia? Ya tuhan
Dan tahu lidah itu kecil bentuknya, besar akibatnya, akibat ulahmu memfitnah dia,
hancur namanya tercoreng arang di dahinya, kemanapun ia pergi tidak sanggup lagi
mengembangkan diri, ya Tuhan. Ayo pahala puasamu berikan kepada orang yang kamu
fitnah.
Datang lagi orang, sebentar tuhan…
Dia memang bayar zakat, tapi dia pernah memakan harta saya dengan zholim,
menggelapkan uang Negara, memakan harta anak yatim, menggelapkan uang wakaf
dan lain sebagainya, di dunia tidak ada yang bisa menuntut karena dengan uang ia bisa
beli keadilan, dia bisa beli hukum, karena kata uang di dunia banyak pengadilan tapi
sulit untuk mencari keadilan, pengadilan banyak tapi sulit mencari keadilan.
Saya menuntut keadilan, benar orang ini pernah kau makan hartanya dengan dzholim?
Ya tuhan, sini pahala zakatmu berikan kepada orang yang pernah kau makan hartanya
dengan cara yang dzolim.

‫ما‬َ ‫َى‬‫ْض‬
‫يق‬ُ ‫ن‬َْ
‫َ أ‬ ‫َب‬
‫ْل‬ ‫ه ق‬ ُ‫َا‬
ُ‫ت‬ ‫ْ ح‬
‫َسَن‬ ‫َت‬ ‫َن‬
‫ِي‬ ْ‫إ‬
‫ن ف‬ َِ
‫ف‬
‫ْه‬
ِ ََ
‫لي‬‫ْ ع‬‫َت‬ ‫ُر‬
‫ِح‬ ‫َط‬
‫ْ ف‬ ُ‫يا‬
‫هم‬ َ‫َا‬‫َط‬‫ْ خ‬‫ِن‬
‫ِذ م‬ ُ
َ‫ِ أخ‬ ‫ْه‬
‫لي‬ََ
‫ع‬
‫َّار‬
ِ ‫ِي الن‬ ‫َ ف‬ ‫ُر‬
‫ِح‬ ‫َّ ط‬
‫ثم‬ُ
Kalau habis sudah pahala ibadahnya diberikan kepada orang, sedangkan yang menuntut
masih banyak, orang yang dia dzolimi masih banyak, orang yang dia makan hartanya
dengan zolim masih banyak, orang yang dia fitnah masih banyak, apa yang terjadi???

Uhidza min khotoyaahum; kesalahan dan dosa orang yang pernah dia caci maki, yang
pernah dia fitnah, yang pernah dia makan hartanya, yang pernah ia tumpahkan
darahnya, diambil diberikan kepadanya dan pada akhirnya; tsumma thuriha finnaari;
kemudian ia akan di lempar ke dalam neraka.

Sudah pahala di preteli, dosa diberikan pula, ini kan bangkrut namanya, inikan sial, tidak
beruntung namanya,
ibarat orang dagang, sudah modal habis tagihan hutang masih datang terus….
Wajar kalau akhrinya kita terkena perkara…
Oleh karenanya kita harus melakukan introspeksi dan evaluasi,
Bagaimana habluminallah dan juga bagaimana hablumminannaas kita?

Anda mungkin juga menyukai