Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BAKTERIOLOGI

BAKTERI PATOGHEN PADA MANUSIA

Borrelia recurrentis

Disusun Oleh :

Nur Hidayati

153112620120025

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS BIOLOGI
TAHUN AJARAN 2017 / 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit zoonosis adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau
sebaliknya. Salah satu cara penularan penyakit ini dapat terjadi melalui vektor. Selain
menyebabkan gangguan pada hospesnya, vektor juga bertindak sebagai penular penyakit.
Dalam tubuh vektor, agen penyakit secara biologis dapat berkembang menjadi stadium yang
lebih lanjut atau secara mekanis tidak berkembang dan kemudian menularkan melalui gigitan
ke manusia atau hewan. Berbagai macam vektor menularkan penyakit oleh bakteri diantaranya
karena Borrelia recurrentis yang dapat ditularkan melalui vector kutu Pediculus humanus
menyebabkan penyakit Louseborne relapsing fever (LBRF).
Peranan kutu dalam kesehatan manusia terutama adalah akibat gigitan yang
ditimbulkannya, apalagi pada infestasi yang tinggi. Gigitan kutu menimbulkan kegatalan dan
iritasi yang berakhir dengan luka kulit akibat garukan. Luka dapat diperparah dengan adanya
infeksi sekunder baik dari mikroba maupun jamur. Kutu bisa menjadi vektor tranmisi dari
beberapa penyakit. Namun hal ini belum pernah dilaporkan terjadi di Indonesia. penyakit-
penyakit louse-borne epidemic typhus, relapsing fever, dan trench fever merupakan penyakit
yang ditransmisikan oleh kutu. Louse born epidemica typhus dan relapsing fever termasuk
dalam kategori penyakit-penyakit karantina. Penyakit-penyakit ini biasanya terdapat dimana
banyak manusia hidup padat bersama tanpa banyak memperhatikan kebersihan perorangan,
misalnya tidak atau jarang mandi, pakaian lama tidak dicuci terutama pakaian-pakaian tebal.
Penyakit Relapsing fever ini disebabkan oleh Borrelia recurrentis. Sesuai dengan
namanya penderita mengalami demam turun naik. Demam terjadi selama 2-9 hari, selanjutnya
suhu tubuh turun selama 2-4 hari, dan kembali terjadi demam. Tingkat kematian akibat
penyakit ini cukup tinggi bahkan mencapai 50% pada kejadian wabah. Adapun penyakit ini
dikenal di wilayah terbatas di Afrika, Asia, dan Amerika selatan.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui morfologi bakteri Borrelia recurrentis
b. Untuk mengetahui reproduksi bakteri Borrelia recurrentis
c. Untuk mengetahui mekanisme infeksi bakteri Borrelia recurrentis pada manusia
d. Untuk mengetahui penyakit yang ditimbulkan oleh Borrelia recurrentis
e. Untuk mengetahui gejala dan diagnosis penyakit yang ditimbulkan oleh Borrelia
recurrentis
f. Untuk megetahui pencegahan dan pengobatan penyakit yang ditimbulkan oleh Borrelia
recurrentis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Borrelia recurrentis merupakan sejenis spirochaeta gram negatif dan bersifat anaerob
yang dapat menyebabkan penyakit Louseborne relapsing fever (LBRF) atau Demam berulang.
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang paling berbahaya yang dibawa oleh
arthropoda, yaitu Pediculus humanus subspesies humanus sebagai vektornya. Penyakit
demam berulang bersifat endemik di berbagai tempat di dunia. Karakteristik penyakit ini
muncul sebagai epidemi apabila ditularkan oleh tungau, sedangkan bersifat endemis apabila
ditularkan melalui kutu.

Gambar Pediculus humanus

2.2 Klasifikasi

Kingdom : Bacteria
Phylum : Spirochaetes
Classis : Spirochaetes
Ordo : Spirochaetales
Familia : Spirochaetaceae
Genus : Borrelia
Species : Borrelia recurrentis

2.3 Morfologi
Borrelia recurrentis berbentuk spiral tidak teratur, panjangnya 10-30 μm dan lebarnya
0,3 μm. Jarak antara putaran spiral berkisar antara 2-4 μm. Dapat bergerak aktif dan sangat
fleksibel, bergerak dengan rotasi atau membelit. B. recurrentis mudah diwarnai dengan zat
warna bakteriologik maupun dengan zat warna darah seperti Giemsa atau Wright. Bakteri ini
termasuk ke dalam jenis bakteri gram negatif.

Gambar Bakteri Borrelia recurrentis


Bakteri Borrelia recurrentis tidak dapat dikultur namun dapat di kembang biakan dengan
cepat pada embrio anak ayam ketika darah dari pasien di inkubasi ke dalam membran Chorio
Allantoic. Bakteri ini dapat berkembang biak pada pembenihan cair yang mengandung darah,
serum atau jaringan, namun dapat dengan cepat kehilangan sifat patogeniknya jika dipindah
biakkan berulang-ulang kali in vitro. Bakteri ini bersifat anaerob obligat dan memerlukan lipid
untuk pertumbuhannya, selain itu juga dapat memanfaatkan lisolesitin. Organisme ini dapat
bertahan hidup hingga beberapa bulan dalam darah yang terinfeksi pada suhu 40 oC dan dapat
hidup bebas sebagai parasit (pathogen). Pada beberapa kutu (tetapi bukan lice), spiroketa
diwariskan dari generasi ke generasi. Reproduksi berlangsung secara tranversal dan ditularkan
oleh tuma/sengkenit. Variasi yang signifikan dari Borrelia tergantung dari struktur antigennya.
Antibodi berkembang didalam titer tinggi yang kental setelah infeksi oleh Borrelia.
Antibodi menghasilkan kinerja/fungsi yang utama sebagai faktor selektif yang memungkinkan
antigen untuk bertahan hanya dari varian yang berbeda secara antigen. Selama masa satu
infeksi saja struktur antigen organisme dapat berubah-berubah. Akibat perkembang biakan
varian antigen, maka penyakit ini sering mengalami kekambuhan (demam kambuhan),
sehingga inang harus memproduksi antibodi yang baru. Namun demam kambuhan pada
akhirnya dapat sembuh dengan total setelah mengalami kekambuhan 3 – 10 kali, hal ini terjadi
setelah muncul antibodi terhadap beberapa varian antigennya.

2.4 Reproduksi
Bakteri pada umunya berkembang biak secara vegetatif dengan pembelahan biner ke arah
transversal. Satu sel bakteri memberikan dua bakteri baru, salah satunya adalah bakteri
Borrelia recurrentis yang dapat berkembang biak secara tranversal. Pembelahan ini
berlangsung sangat cepat, yaitu setiap 15-20 menit. Reproduksi dalam arti sesungguhnya untuk
menghasilkan individu baru yang jumlahnya lebih banyak dari kedua induknya hanya dapat
dilakukan dengan pembelahan binner, sebab reproduksi secara generatif dengan metode
paraseksual pada bakteri hanya menghasilkan individu baru dengan variasi gen yang baru, tidak
menambah jumlah individu baru.
Bakteri Borrelia recurrentis akan berkembang biak di seluruh tubuh kutu Pediculus
humanus yang menjadikan kutu tetap infektif selama hidupnya. Namun bakteri Borrelia
recurrentis juga dapat melakukan reproduksi menggunakan metode lain, yaitu melibatkan
pembentukan kista. Bakteri memanfaatkan pembentukan tunas yang kemudian akan berubah
menjadi kista. Kista merupakan kantung berisi udara dan beberapa cairan tertutup oleh
membran yang terbentuk ketika bakteri B.reccurentis tunggal dari bentuk sel spiral menjadi
kepompong. Kemampuannya untuk mereproduksi adalah salah satu cara untuk
mempertahankan hidupnya.

2.5 Patogenesis
Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui vector kutu Pediculus humanus yang sudah
terinfeksi bakteri Borrelia recurrentis, karena bakteri ini bisa berkembang biak pada kutu
tubuh. Ketika kutu menggigit manusia, bakteri akan masuk menembus kulit karena kutu pecah
akibat garukan. Masa inkubasi Borrelia recurrentis selama 3 – 10 hari. Selama masa inkubasi,
dalam darah orang yang terinfeksi organisme ini terdapat banyak sekali jumlah spirroketa.
B.recurrentis akan memasuki aliran darah dan menyebar ke organ – organ tubuh.
Pada periode pertama bakteri ditemukan di dalam aliran darah, demam timbul disertai
menggigil dan suhu yang naik dengan drastis dan mendadak. Demam berlangsung selama 3 –
5 hari dan kemudian menurun menyebabkan pasien dalam keadaan lemah tetapi tidak sakit.
Masa tanpa demam ini (lemah) berlangsung 4 – 10 hari. Pada periode tanpa demam, bakteri
akan tinggal di dalam organ tubuh seperti pada system saraf pusat, susmsum tulang, liver dan
limpa.
Pada periode kedua dengan durasi lebih pendek dengan derajat kesakitan yang menurun,
bakteri kembali dilepaskan ke dalam aliran darah dan berulangnya demam diikuti
menggigil,sakit kepala hebat dan lesu. Kejadian ini berlangsung sampai 3 – 10 kali. Antibodi
yang melawan spiroketa muncul selama tahap inkubasi dan serangan akan diakhiri dengan
aglutinasi dan efek litik. Antibodi-antibodi ini memisahkan varian yang berbeda secara antigen
untuk berkembang biak dan menyebabkan relaps. Beberapa varietas antigen borrelia yang
berbeda diisolasi dari satu orang pasien yang mengalami relaps berantai, meski mengikuti
percobaan inokulasi dengan satu organisme.
Spiroketa penyebab demam kambuhan memperlihatkan variasi antigen permukaan yang
khas, antibodi dapat membersehkan tubuh dari organisme tadi tetapai timbul organisme varian
baru dan menyebabkan terjadinya perkambuhan.

2.6 Mekanisme Infeksi


Vektor kutu atau sengkenit yg terinfeksi → manusia akibat garukan → Borrelia
recurrentis akan memasuki aliran darah dan menyebar ke organ-organ tubuh. Spiroketemia →
merangsang terbentuknya antibodi IgM spesifik untuk menyingkirkan bakteri - bakteri tersebut
dari aliran darah → Demam. Periode demam yaitu ketika bakteri ditemukan di dalam aliran
darah. Sedangkan periode tanpa demam ketika bakteri akan tinggal dalam organ tubuh seperti
pada sistem saraf pusat, sumsum tulang, liver dan limpa. Bakteri kembali dilepaskan ke dalam
aliran darah setelah mengalami perubahan variasi antigenik → merangsang kembali
pembentukan antibodi IgM spesifik yg baru → berulangnya episode demam. Borrelia
recurrentis dapat melewati plasenta ibu hamil → aborsi atau infeksi serius pada bayi yang
dikandungnya.

2.7 Epidemiologi
B.recurrentis ini menyebabkan penyakit demam berulang (relapsing fever). Relapsing
fever ini bersifat endemik pada banyak bagian dunia. Karakteristik penyakit ini muncul sebagai
epidemi apabila ditularkan oleh tungau, sedangkan bersifat endemis apabila ditularkan melalui
kutu. Louseborne relapsing fever (LBRF) terjadi di daerah yang terbatas di Asia, Afrika Timur
(Ethiopia dan Sudan), daerah dataran tinggi d Afrika Tengah dan Amerika Selatan. Kasus
terjadi sporadis pada manusia dan sesekali muncul KLB (Kejadian Luar Biasa) sebagian barat
Amerika Serikat dan Kanada bagian Barat. B. Recurrentis reservoirnya adalah manusia.

2.8 Cara Penularan


Penyakit Louseborne relapsing fever (LBRF) atau Demam berulang ditularkan melalui
kutu tubuh dan umumnya terjadi pada tempat-tempat pengungsian. Kutu tubuh terinfeksi oleh
bakteri pada saat mengisap darah penderita. Infeksi bisa menyebar pada orang lain jika kutu
berpindah tempat tinggalnya. Jika kutu tergilas, bakteri akan keluar dan memasuki kulit yang
sudah digaruk atau digigit.
Dalam tubuh kutu Pediculus humanus yang lunak dapat terjadi transmisi Borrelia dari
generasi ke generasi secara transovarium. Bakteri dapat ditemukan di seluruh jaringan tubuh
kutu. Penularan terjadi lewat gigitan atau penghancuran kutu. Penyakit yang ditularkan oleh
kutu ini bersifat sporadik.
Jika penderita demam berulang tersebut juga terjangkit kutu (Pediculus humanus), maka
4-5 hari kemudian kutu yang telah mengisap darah penderita dapat menjadi sumber infeksi bagi
orang-orang di sekitarnya dan penularan terjadi sebagai akibat gosokan bangkai kutu pada luka
gigitan. Penularan oleh kutu manusia ini dapat mengakibatkan terjadinya epidemi pada
penduduk yang telah terjangkit kutu dan penyebaran dipermudah dalam keadaan tertentu,
antara lain penduduk yang sangat padat, kekurangan gizi dan pada iklim yang dingin. Di daerah
endemik, kadang-kadang infeksi pada manusia terjadi sebagai akibat kontak dengan darah atau
jaringan binatang mengerat yang telah terkena infeksi. Pada kasus-kasus sporadik
mortalitasnya rendah, tetapi pada kasus epidemik mortalitasnya dapat mencapai 50%.

2.9 Gejala Klinik


Semua bentuk demam berulang memberikan gejala klinik yang serupa. Penyakitnya
berlangsung secara mendadak, demam menggigil, sakit kepala hebat, seringkali disertai nyeri
otot dan persendian, limpa agak membesar dan gejala-gejala ikterus. Masa tunas antara 3-10
hari. Dalam waktu demam, bakteri dapat ditemukan di dalam darah.
Pada stadium awal, bisa timbul kemerahan di daerah yang tertutup celana pendek, lengan
dan tungkai. Dokter bisa melihat adanya pembuluh darah yang pecah pada lapisan yang
menutupi bola mata dan pada kulit serta selaput lendir. Sejalan dengan berkembangnya
penyakit, bisa timbul demam, sakit kuning, pembesaran hati dan limpa, peradangan jantung
dan gagal jantung; terutama pada infeksi yang ditularkan tuma.

Demam berlangsung selama 3-5 hari, kemudian suhu menurun dan meninggalkan
penderita dalam keadaan tidak demam, tetapi dengan keadaan tubuh yang lemah. Masa tanpa
demam berlangsung selama 4-10 hari dan segera diikuti dengan serangan kedua dengan gejala-
gejala yang sama dengan serangan yang pertama. Serangan-serangan tersebut dapat terjadi
berulang-ulang 3-10 kali, pada umumnya dengan gejala-gejala yang semakin ringan. Dalam
waktu tidak demam, bakteri tidak dapat ditemukan di dalam darah. Bakteri jarang ditemukan
di dalam air seni. Antibodi terhadap Borrelia muncul dalam masa demam dan kemungkinan
efek aglutinasi dan lisisnya dapat dengan segera mengakhiri serangan. Varian yang tidak
terkena efek ini dengan leluasa berkembang biak dan menimbulkan serangan baru. Pada
seorang penderita yang telah mengalami beberapa kali serangan, dapat diisolasi beberapa
varian antigen. Keadaan ini juga dapat dijumpai pada percobaan inokulasi dengan satu macam
bakteri.
Setelah 7-10 hari, demam dan gejala lainnya kembali muncul secara tiba-tiba, sering
disertai dengan nyeri sendi. Sakit kuning serta timbul pada saat demam kambuh. Demam
kambuhan yang ditularkan tuma biasanya disertai oleh kambuhan tunggal, sedangkan
kambuhan yang multiple (2-10 kali dengan jarak 1-2 minggu) terjadi pada saat demam kambuh
yang ditularkan oleh kutu anjing. Periode demam secara bertahap akan berkurang, dan akhirnya
penderita akan sembuh sejalan dengan terbentuknya kekebalan.
Adapun komplikasi dari penyakit ini adalah peradangan mata, asma, dan eritema
multiformis (erupsi kemerahan) di seluruh tubuh. Peradangan juga bisa mengenai otak, medulla
spinalis dan iris mata. Wanita hamil bisa mengalami keguguran.

2.10 Diagnosis
Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan adanya demam berulang pada
seseorang yang tinggal pada daerah yang berisiko tinggi. Dugaan ini kemungkinan benar jika
kemudian demam diikuti dengan adanya kondisi kegawatan, dan jika penderita memiliki
riwayat terpapar kutu. Untuk memastikan diagnosa, dapat dilakukan pemeriksaan terhadap
contoh darah selama periode demam untuk menemukan bakteri penyebabnya.
Bahan pemeriksaan berasal dari darah yang diambil dari penderita pada waktu demam
meningkat. Dibuat sediaan darah tebal yang diwarnai secara Wright atau Giemsa dan dicari
bakteri di antara sel-sel darah merah. Selanjutnya darah dari pasien di inokulasikan secara
intraperitoneum dalam membran Chorio Allantoic. Setelah 2 - 4 hari dibuat sediaan darah dan
dicari bakterinya.
Tes pengikatan komplemen dapat dikerjakan dengan menggunakan bakteri yang ditanam
dalam suatu perbenihan sebagai antigen. Cara penyediaan antigen yang baik tidaklah mudah
dan pada umumnya hasil tes serologi kurang bermanfaat untuk diagnosis, dikarenakan oleh
banyaknya varian antigen yang dapat ditemukan pada seorang penderita. Pada penderita
dengan demam berulang epidemik dapat terbentuk aglutinin terhadap bakteri Proteus OXK dan
serum penderita juga memberikan hasil positif pada tes VDRL.

2.11 Pencegahan
Pencegahan terutama dilakukan dengan cara menghindari kontak atau berdekatan dengan
kutu dan memberantasnya, baik dengan cara menjaga kebersihan atau dengan menggunakan
insektisida seperti penyemprotan dengan permethrin sebanyak 0,003 – 0,3 kg/hektar (2,47 acre)
terhadap lingkungan di sekitar penderita.
Bagi masyarakat yang tinggal di daerah endemis sediakan fasiltas untuk mandi dan
mencuci pakaian secukupnya dan lakukan kegiatan active survellance. Apabila infeksi
menyebar, lakukan penaburan permethrin secara sistematis kepada semua anggota masyarakat
sedangkan untuk tickborne relapsing fever, permethrin atau arcaricide lainya ditaburkan di
wilayah dimana kutu sebagai vektor penyakit ini diperkirakan ada di wilayah tersebut. Agar
sustainabilitas upaya pemberantasan tercapai maka lakukan upaya-upaya di atas selama masa
penularan dengan siklus setiap bulan sekali.
Jika sudah tergigit kutu tubuh (kutu menempel dan sudah menusuk kulit) cabut kutu
tersebut dengan hati-hati sehingga bagian mulut kutu tidak tertinggal didalam kulit. Tidak ada
vaksin untuk penyakit ini.

2.12Pengobatan
Banyaknya variabilitas dari remisi spontan pada relapsing fever membuat evaluasi
kemoterapi sulit dilakukan. Pengobatan dengan tetrasiklin, terutama klortetrasiklin merupakan
obat pilihan. Penisilin ternyata juga efektif untuk pengobatan. Selain antibiotika kepada
penderita demam berulang juga perlu diberikan cairan dan elektrolit. Biasanya diberikan per-
oral (melalui mulut), tetapi bisa juga diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah) jika
terjadi muntah-muntah yang berat yang membuat penderita sulit menelan. Berikut beberapa
obat yang biasa digunakan diantaranya yaitu :
1. Tetrasiklin untuk spiroketa, Dosis : dewasa sehari 1-2 g :anak 20-25 mg/kgBB dalam
dosis bagi : Injeksi IM : Dewasa 3-4 x sehari 100mg anak sehari 7-10 mg/kgBB dalam
dosis bagi : Injeksi IV : Dewasa : tiap 8-12 jam 200-500 mg , anak 8th sehari 15-25
mg/kgBB dalam dosis bagi. Km : dos 10x10 kapsul 250mg,50x10 kapsul : vial 10ml
(500mg/10ml).
2. Eritromisin untuk demam rheuma yang recurrent, Dosis : tergantung berat ringan dan
jenis penyakit : dewasa : 1-2g sehari dalam dosis terbagi : anak – anak : 30-
50mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi. Km : dos 10x10 kapsul : 10x10 tablet chewable
: botol 60ml syrup.
3. Amoksilin untuk pengobatan terhadap infeksi bakteri.

Untuk mencapai hasil yang optimal, pengobatan harus dimulai pada stadium awal
demam atau selama suatu interval yang tanpa gejala. Pengobatan yang dimulai pada akhir dari
suatu periode demam, bisa memicu terjadinya reaksi Jarisch-Herxheimer, dimana demam yang
sangat tinggi disertai tekanan darah yang turun-naik (kadang sampai tekanan rendah yang
berbahaya). Reaksi ini sangat khas dan kadang berakibat fatal. Dehidrasi diobati dengan cairan
yang diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Nyeri kepala hebat diobati dengan
obat pereda nyeri seperti kodein. Untuk mualmual bisa diberikan dimenhidrinat atau
proklorperazin.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Borrelia recurrentis merupakan sejenis spirochaeta gram negatif dan bersifat anaerob
yang dapat menyebabkan penyakit Louseborne relapsing fever (LBRF) melalui vector kutu
Pediculus humanus. Borrelia recurrentis adalah organisme spiral ( spiroketa ) yang tidak
teratur, fleksibel dan tidak berflagel. Bakteri ini berkembang biak dengan pembelahan biner
secara tranversal atau juga bisa mempertahankan diri menggunakan kista.
Karakteristik khas dari relapsing fever adalah demam berulangdiselingi periode tanpa
demam (biasanya selama 10 hari) dan selanjutnya demam muncul berikutnya bersifat lebih
ringan dengan durasi yang lebih pendek.

3.2 Saran
Penyakit Louseborne relapsing fever (LBRF) yang tersebar di seluruh dunia tidak
tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini
meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik.
Daftar Pustaka

Anonim, 2008, Borrelia reccurentis,


http://www.descipher.com/health/info/Borrelia_recurrentis, diakses tanggal 27
Desember 2017.
Anonim, 2008, Relapsing Fever, http://www.pppl.depkes.go.id, diakses tanggal 27 Desember
2017.
Cutler, 2008, Borrelia recurrentis characterization and comparison with relapsing-fever,
Lymeassociated, and other Borrelia spp,.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9336893, diakses tanggal 27 Desember 2017.
Susanti F. 2010. Apa Itu Borrelia recucentis.
https://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/borrelia-recurrentis.pdf. Diakses tanggal
27 Desember 2017.
Anonim, 2011. Borrelia. https://id.scribd.com/doc/222844015/BORRELIA diakses tanggal 27
Desember 2017.

Anda mungkin juga menyukai